1. Pengertian
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999).
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).
2. Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)
Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya.
Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis).
Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.
Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung).
3. Manifestasi Klinis
Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
4. Pemeriksaan Penunjang
EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
5. Penatalaksanaan Medis
Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang.
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT.
Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
Terapi mekanis
Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
Sabtu, 04 April 2009
Dispepsia
1. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung.
Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.
b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta.
b. Fisiologi
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
3. Etiologi
a. Perubahan pola makan
b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
c. Alkohol dan nikotin rokok
d. Stres
e. Tumor atau kanker saluran pencernaan
4. Insiden
Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20 % yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 – 8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 – 20 % (Kusmobroto H, 2003)
5. Manifestasi Klinik
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
6. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
7. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
8. Penatalaksanaan Medik
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)
9. Test Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung.
Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.
b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta.
b. Fisiologi
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
3. Etiologi
a. Perubahan pola makan
b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
c. Alkohol dan nikotin rokok
d. Stres
e. Tumor atau kanker saluran pencernaan
4. Insiden
Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20 % yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 – 8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 – 20 % (Kusmobroto H, 2003)
5. Manifestasi Klinik
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
6. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
7. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
8. Penatalaksanaan Medik
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)
9. Test Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
BAYI DENGAN BBLR
1. Definisi
BBLR adalah bayi baru lahir dengan BB 2500 gram/ lebih rendah (WHO 1961)
Klasifikasi BBLR
v Prematuritas murni
Masa Gestasi kurang dari 37 minggu dan Bbnya sesuai dengan masa gestasi.
v Dismaturitas
BB bayi yang kurang dari BB seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.
2. Etiologi
a. Faktor ibu
Faktor penyakit (toksemia gravidarum, trauma fisik dll)
Faktor usia
Keadaan sosial
b. Faktor janin
Ø Hydroamnion
Ø Kehamilan multiple/ganda
Ø Kelainan kromosom
c. Faktor Lingkungan
Ø Tempat tinggal didataran tinggi
Ø Radiasi
Ø Zat-zat beracun
3. Patofisiologi?
4. Gejala Klinis
v BB <>
Pb <>
Lingkar dada <>
Lingkar kepala <>
5. Pem. Penunjang
Analisa gas darah
6. Komplikasi
v RDS
v Aspiksia
7. Penatalaksanaan medis
v Pemberian vitamin K
v Pemberian O2
8. Askep Pengkajian
v Tanda-tanda anatomis
¨ Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis).
¨ Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung jari
¨ Pada bayi laki-laki testis belum turun.
¨ Pada bayi perempuan labia mayora lebih menonjol.
v Tanda fisiologis
¨ Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
¨ Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.
Penyebabnya adalah :
o Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.
o Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
o Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.
9. Diagnosa Keperawatan
Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler.
Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.
Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan tubuh dalam mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).
Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan.
Download Askep BBLR : Klik Saja Disini
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Perencanaan
1.
Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dn neuro muscular
Pola nafas efektif .
Kriteria Hasil :
¨ RR 30-60 x/mnt
¨ Sianosis (-)
¨ Sesak (-)
¨ Ronchi (-)
¨ Whezing (-)
1. Observasi pola Nafas.
2. Observasi frekuensi dan bunyi nafas
3. Observasi adanya sianosis.
4. Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
5. Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
6. Beri O2 sesuai program dokter
7. Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
8. Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
9. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
2
Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu dan berkurangnya lemak subcutan didalam tubuh.
Suhu tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil :
¨ Suhu 36-37 C.
¨ Kulit hangat.
¨ Sianosis (-)
¨ Ekstremitas hangat.
§ Observasi tanda-tanda vital.
§ Tempatkan bayi pada incubator.
§ Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai kebutuhan.
§ Monitor tanda-tanda Hipertermi.
§ Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
§ Ganti pakaian setiap basah.
§ Observasi adanya sianosis.
3.
Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi)
Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
¨ Suhu 36-37 C
¨ Tidak ada tanda-tanda infeksi.
¨ Leukosit 5.000 – 10.000
§ Kaji tanda-tanda infeksi.
§ Isolasi bayi dengan bayi lain
§ Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
§ Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
§ Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
§ Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan bersih/steril.
§ Kolaborasi dengan dokter.
§ Berikan antibiotic sesuai program.
4.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan mencerna nutrisi (Imaturitas saluran cerna)
Nutrisi terpenuhi setelah
Kriteria hasil :
¨ Reflek hisap dan menelan baik
¨ Muntah (-)
¨ Kembung (-)
¨ BAB lancar
¨ Berat badan meningkat 15 gr/hr
¨ Turgor elastis.
§ Observasi intake dan output.
§ Observasi reflek hisap dan menelan.
§ Beri minum sesuai program
§ Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
§ Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
§ Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
§ Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
§ Timbang BB setiap hari.
5
Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
¨ Suhu 36,5-37 C
¨ Tidak ada lecet atau kemerahan pada kulit.
¨ Tanda-tanda infeksi (-)
§ Observasi vital sign.
§ Observasi tekstur dan warna kulit.
§ Lakukan tindakan secara aseptic dan antiseptic.
§ Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
§ Jaga kebersihan kulit bayi.
§ Ganti pakaian setiap basah.
§ Jaga kebersihan tempat tidur.
§ Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
§ Monitor suhu dalam incubator.
6.
Kecemasan orang tua b.d kurang pengetahuan orang tua dan kondisi krisis.
Cemas berkurang
Kriteria hasil :
Orang tua tampak tenang
Orang tua tidak bertanya-tanya lagi.
Orang tua berpartisipasi dalam proses perawatan.
§ Kaji tingkat pengetahuan orang tua
§ Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.
§ Libatkan keluarga dalam perawatan bayinya.
§ Berikan support dan reinforcement atas apa yang dapat dicapai oleh orang tua.
§ Latih orang tua tentang cara-cara perawatan bayi dirumah sebelum bayi pulang.
BBLR adalah bayi baru lahir dengan BB 2500 gram/ lebih rendah (WHO 1961)
Klasifikasi BBLR
v Prematuritas murni
Masa Gestasi kurang dari 37 minggu dan Bbnya sesuai dengan masa gestasi.
v Dismaturitas
BB bayi yang kurang dari BB seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.
2. Etiologi
a. Faktor ibu
Faktor penyakit (toksemia gravidarum, trauma fisik dll)
Faktor usia
Keadaan sosial
b. Faktor janin
Ø Hydroamnion
Ø Kehamilan multiple/ganda
Ø Kelainan kromosom
c. Faktor Lingkungan
Ø Tempat tinggal didataran tinggi
Ø Radiasi
Ø Zat-zat beracun
3. Patofisiologi?
4. Gejala Klinis
v BB <>
Pb <>
Lingkar dada <>
Lingkar kepala <>
5. Pem. Penunjang
Analisa gas darah
6. Komplikasi
v RDS
v Aspiksia
7. Penatalaksanaan medis
v Pemberian vitamin K
v Pemberian O2
8. Askep Pengkajian
v Tanda-tanda anatomis
¨ Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis).
¨ Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung jari
¨ Pada bayi laki-laki testis belum turun.
¨ Pada bayi perempuan labia mayora lebih menonjol.
v Tanda fisiologis
¨ Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
¨ Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.
Penyebabnya adalah :
o Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.
o Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
o Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.
9. Diagnosa Keperawatan
Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler.
Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.
Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan tubuh dalam mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).
Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan.
Download Askep BBLR : Klik Saja Disini
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Perencanaan
1.
Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dn neuro muscular
Pola nafas efektif .
Kriteria Hasil :
¨ RR 30-60 x/mnt
¨ Sianosis (-)
¨ Sesak (-)
¨ Ronchi (-)
¨ Whezing (-)
1. Observasi pola Nafas.
2. Observasi frekuensi dan bunyi nafas
3. Observasi adanya sianosis.
4. Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
5. Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
6. Beri O2 sesuai program dokter
7. Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
8. Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
9. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
2
Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu dan berkurangnya lemak subcutan didalam tubuh.
Suhu tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil :
¨ Suhu 36-37 C.
¨ Kulit hangat.
¨ Sianosis (-)
¨ Ekstremitas hangat.
§ Observasi tanda-tanda vital.
§ Tempatkan bayi pada incubator.
§ Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai kebutuhan.
§ Monitor tanda-tanda Hipertermi.
§ Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
§ Ganti pakaian setiap basah.
§ Observasi adanya sianosis.
3.
Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi)
Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
¨ Suhu 36-37 C
¨ Tidak ada tanda-tanda infeksi.
¨ Leukosit 5.000 – 10.000
§ Kaji tanda-tanda infeksi.
§ Isolasi bayi dengan bayi lain
§ Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
§ Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
§ Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
§ Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan bersih/steril.
§ Kolaborasi dengan dokter.
§ Berikan antibiotic sesuai program.
4.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan mencerna nutrisi (Imaturitas saluran cerna)
Nutrisi terpenuhi setelah
Kriteria hasil :
¨ Reflek hisap dan menelan baik
¨ Muntah (-)
¨ Kembung (-)
¨ BAB lancar
¨ Berat badan meningkat 15 gr/hr
¨ Turgor elastis.
§ Observasi intake dan output.
§ Observasi reflek hisap dan menelan.
§ Beri minum sesuai program
§ Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
§ Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
§ Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
§ Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
§ Timbang BB setiap hari.
5
Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
¨ Suhu 36,5-37 C
¨ Tidak ada lecet atau kemerahan pada kulit.
¨ Tanda-tanda infeksi (-)
§ Observasi vital sign.
§ Observasi tekstur dan warna kulit.
§ Lakukan tindakan secara aseptic dan antiseptic.
§ Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
§ Jaga kebersihan kulit bayi.
§ Ganti pakaian setiap basah.
§ Jaga kebersihan tempat tidur.
§ Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
§ Monitor suhu dalam incubator.
6.
Kecemasan orang tua b.d kurang pengetahuan orang tua dan kondisi krisis.
Cemas berkurang
Kriteria hasil :
Orang tua tampak tenang
Orang tua tidak bertanya-tanya lagi.
Orang tua berpartisipasi dalam proses perawatan.
§ Kaji tingkat pengetahuan orang tua
§ Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.
§ Libatkan keluarga dalam perawatan bayinya.
§ Berikan support dan reinforcement atas apa yang dapat dicapai oleh orang tua.
§ Latih orang tua tentang cara-cara perawatan bayi dirumah sebelum bayi pulang.
KELAINAN JANTUNG KONGENITAL
Definisi
Yang dimaksud dengan kelainan jantung kongenital adalah kelainan structural dan atau pembuluh darah besar intrathorakal yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler.
Etiologi
Penyebab terjadinya KJK belum dapat diketahui secara pasti tetapi beberapa factor diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian KJK.
Faktor tersebut adalah :
Faktor Prenatal :
Penyakit Rubella
Alkoholisme
Umur ibu > 40 tahun
Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
Ibu merokok
Ibu menderita infeksi
Faktor Genetik
Kelainan jantung pada anak yang lahir sebelumnya.
Ayah dan Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Kelainan kromosom seperti sindrom Down.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
KJK pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
v Peningkatan kerja jantung dengan gejala :
Ø Kadiomegali
Ø Hipertropi
Ø Techicardi
v Curah jantung rendah dengan gejala :
Ø Gangguan pertumbuhan
Ø Intoleransi aktivitas
v Hipertensi Pulmonal
Dengan gejala Dispneu dan Tachipneu
v Penurunan saturasi oksigen arteeri
Dengan gejala Polisitemia, asidosis dan sianosis
Jenis-jenis Kelainan Jantung Bawaan :
1. KJK Asianotik, seperti :
a. Duktus Arteriosus Paten (PDA)
Yaitu duktus arteriosus tidak menutup setelah lahir
b. Defek Septum Ventrikel (VSD)
Yaitu hubungan antara ventrikel kanan dan kiri ukurannya bervariasi dapat disertai kelainan yang lain.
c. Defek Septum Atrium (ASD)
Adanya hubungan antara atrium kanan dan kiri
d. Stenosis Pulmonal (SP)
Adanya penyempitan muara arteri pulmonal.
e. Stenosis Aorta (SA)
Adanya penyempitan aorta.
2. KJK Sianotik , penyebab :
a. Peredaran darah janin
b. Aliran darah pulmonal berkurang yaitu pada Tetralogi of Fallot (TF) & TA.
c. Aliran darah pulmonal meningkat yaitu pada TGA & TAPVD
PENGKAJIAN
Hal yang perlu dikaji
Riwayat perkawinan, misalnya anak tersebut diinginkan atau tidak untuk mengetahui kemungkinan minum obat-obatan / ramuan untuk menggugurkan kandungan.
Riwayat kehamilan, yaitu penyakit yang pernah diderita yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin spt hipertensi, DM, Rubella. Khususnya bila terserang pada trimester I.
Penyakit keturunan.
Merokok selama hamil.
Apakah ayah atau ibu menderita penyakit kelamin misal syphilis.
Sebelum hamil ikut KB atau tidak, KB yang pernah digunakan.
Obat-obatan yang diminum selama hamil.
Gejala yang timbul :
Sesak nafas atau dispnea
Palpitasi
Kehilangan kesadaran yang tiba-tiba akibat penurunan aliran darah keotak
Edema
Cyanosis
Bayi malas minum
Pemeriksaan fisik
Meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi & auskultasi
Diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan cardiac output
Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
Kecemasan ortu b.d kurangnya pengetahuan tentang kondisi bayinya
Resiko infeksi tali pusat b.d infasi kuman pathogen
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Perencanaan
1.
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan cardiac output.
Gangguan perfusi jaringan teratasi dalam waktu 3x24 jam.
Kriteria hasil :
- RR 30-60 x/mnt
- Nadi 120-140 x/mnt.
- Suhu 36,5-37 C
- Sianosis (_)
- Ekstremitas hangat
§ Observasi frekwensi dan bunyi jantung
§ Observasi adanya sianosis.
§ Beri oksigen sesuai kebutuhan
§ Kaji kesadaran bayi
§ Observasi TTV.
§ Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
2.
Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret.
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam
Kriteria hasil :
- RR 30-60 x/mnt
- Sianosis (-)
- Sesak (-)
- Ronchi (-)
- Whezing (-)
§ Observasi pola nafas
§ Observasi frekuensi dan bunyi nafas
§ Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi
§ Observasi adanya sianosis.
§ Lakukan suction
§ Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
§ Beri O2 sesuai program
§ Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
§ Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2
§ Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
3
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah 3x24 Jam.
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi penurunan BB>15%
- Muntah (-)
- Bayi dapat minum dengan baik.
§ Observasi intake dan output
§ Observasi reflek menghisap dan menelan bayi.
§ Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum.
§ Pasang NGT bila diperlukan.
§ Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi
§ Timbang BB tiap hari.
§ Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
§ Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi.
4.
Kecemasan ortu b.d kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya.
Kecemasan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
Kriteria hasil :
- Orang tua mengerti tujuan yang dilakukan dalam pengobatan therapy.
- Orangtua tampak tenang.
- Orang tua berpartisipasi dalam pengobatan
§ Jelaskan tentang kondisi bayi .
§ Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan berkaitan dengan penyakit yang diderita bayi.
§ Libatkan orangtua dalam perawatan bayi.
§ Berikan support mental
§ Berikan reinforcement atas pengertian orangtua.
5.
Resiko infeksi tali pusat b.d invasi kuman patogem.
Infeksi tali pusat tidak terjadi dalam waktu 3x24 jam
Kriteria hail :
- Suhu 36-37 C
- Tali pusat kering dan tidak berbau.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
§ Lakukan tehnik aceptic dan antiseptic pada saat memotong tali pusat.
§ Jaga kebersihan daerah tali pusat dan sekitarnya.
§ Mandikan bayi dengan air bersih dan hangat.
§ Observasi adanya perdarahan pada tali pusat
§ Cuci tali pusat dengan sabun dan segera keringkan bila tali pusat kotor atau terkena feses.
§ Observasisuhu bayi
Yang dimaksud dengan kelainan jantung kongenital adalah kelainan structural dan atau pembuluh darah besar intrathorakal yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler.
Etiologi
Penyebab terjadinya KJK belum dapat diketahui secara pasti tetapi beberapa factor diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian KJK.
Faktor tersebut adalah :
Faktor Prenatal :
Penyakit Rubella
Alkoholisme
Umur ibu > 40 tahun
Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
Ibu merokok
Ibu menderita infeksi
Faktor Genetik
Kelainan jantung pada anak yang lahir sebelumnya.
Ayah dan Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Kelainan kromosom seperti sindrom Down.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
KJK pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
v Peningkatan kerja jantung dengan gejala :
Ø Kadiomegali
Ø Hipertropi
Ø Techicardi
v Curah jantung rendah dengan gejala :
Ø Gangguan pertumbuhan
Ø Intoleransi aktivitas
v Hipertensi Pulmonal
Dengan gejala Dispneu dan Tachipneu
v Penurunan saturasi oksigen arteeri
Dengan gejala Polisitemia, asidosis dan sianosis
Jenis-jenis Kelainan Jantung Bawaan :
1. KJK Asianotik, seperti :
a. Duktus Arteriosus Paten (PDA)
Yaitu duktus arteriosus tidak menutup setelah lahir
b. Defek Septum Ventrikel (VSD)
Yaitu hubungan antara ventrikel kanan dan kiri ukurannya bervariasi dapat disertai kelainan yang lain.
c. Defek Septum Atrium (ASD)
Adanya hubungan antara atrium kanan dan kiri
d. Stenosis Pulmonal (SP)
Adanya penyempitan muara arteri pulmonal.
e. Stenosis Aorta (SA)
Adanya penyempitan aorta.
2. KJK Sianotik , penyebab :
a. Peredaran darah janin
b. Aliran darah pulmonal berkurang yaitu pada Tetralogi of Fallot (TF) & TA.
c. Aliran darah pulmonal meningkat yaitu pada TGA & TAPVD
PENGKAJIAN
Hal yang perlu dikaji
Riwayat perkawinan, misalnya anak tersebut diinginkan atau tidak untuk mengetahui kemungkinan minum obat-obatan / ramuan untuk menggugurkan kandungan.
Riwayat kehamilan, yaitu penyakit yang pernah diderita yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin spt hipertensi, DM, Rubella. Khususnya bila terserang pada trimester I.
Penyakit keturunan.
Merokok selama hamil.
Apakah ayah atau ibu menderita penyakit kelamin misal syphilis.
Sebelum hamil ikut KB atau tidak, KB yang pernah digunakan.
Obat-obatan yang diminum selama hamil.
Gejala yang timbul :
Sesak nafas atau dispnea
Palpitasi
Kehilangan kesadaran yang tiba-tiba akibat penurunan aliran darah keotak
Edema
Cyanosis
Bayi malas minum
Pemeriksaan fisik
Meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi & auskultasi
Diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan cardiac output
Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
Kecemasan ortu b.d kurangnya pengetahuan tentang kondisi bayinya
Resiko infeksi tali pusat b.d infasi kuman pathogen
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Perencanaan
1.
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan cardiac output.
Gangguan perfusi jaringan teratasi dalam waktu 3x24 jam.
Kriteria hasil :
- RR 30-60 x/mnt
- Nadi 120-140 x/mnt.
- Suhu 36,5-37 C
- Sianosis (_)
- Ekstremitas hangat
§ Observasi frekwensi dan bunyi jantung
§ Observasi adanya sianosis.
§ Beri oksigen sesuai kebutuhan
§ Kaji kesadaran bayi
§ Observasi TTV.
§ Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
2.
Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret.
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam
Kriteria hasil :
- RR 30-60 x/mnt
- Sianosis (-)
- Sesak (-)
- Ronchi (-)
- Whezing (-)
§ Observasi pola nafas
§ Observasi frekuensi dan bunyi nafas
§ Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi
§ Observasi adanya sianosis.
§ Lakukan suction
§ Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
§ Beri O2 sesuai program
§ Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
§ Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2
§ Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
3
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah 3x24 Jam.
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi penurunan BB>15%
- Muntah (-)
- Bayi dapat minum dengan baik.
§ Observasi intake dan output
§ Observasi reflek menghisap dan menelan bayi.
§ Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum.
§ Pasang NGT bila diperlukan.
§ Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi
§ Timbang BB tiap hari.
§ Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
§ Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi.
4.
Kecemasan ortu b.d kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya.
Kecemasan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
Kriteria hasil :
- Orang tua mengerti tujuan yang dilakukan dalam pengobatan therapy.
- Orangtua tampak tenang.
- Orang tua berpartisipasi dalam pengobatan
§ Jelaskan tentang kondisi bayi .
§ Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan berkaitan dengan penyakit yang diderita bayi.
§ Libatkan orangtua dalam perawatan bayi.
§ Berikan support mental
§ Berikan reinforcement atas pengertian orangtua.
5.
Resiko infeksi tali pusat b.d invasi kuman patogem.
Infeksi tali pusat tidak terjadi dalam waktu 3x24 jam
Kriteria hail :
- Suhu 36-37 C
- Tali pusat kering dan tidak berbau.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
§ Lakukan tehnik aceptic dan antiseptic pada saat memotong tali pusat.
§ Jaga kebersihan daerah tali pusat dan sekitarnya.
§ Mandikan bayi dengan air bersih dan hangat.
§ Observasi adanya perdarahan pada tali pusat
§ Cuci tali pusat dengan sabun dan segera keringkan bila tali pusat kotor atau terkena feses.
§ Observasisuhu bayi
Langganan:
Postingan (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...