Pemeriksaan Petanda Tumor (Tumor Marker)
AFP (Alfa Feto Protein)
Merupakan petanda tumor untuk hati dan tumor-tumor germinal
CEA (Carcino-Embronic Antigen
Merupakan petanda tumor untuk usus dan payudara
PSA (Prostate Specific Antigen
Merupakan petanda tumor untuk prostat
Pemeriksaan lain-lain
Urin Rutin
Untuk membantu mendiagnosis adanya infeksi saluran kencing (karena bakteri, parasit, jamur), batu saluran kencing
Mikroalbumin Urin
Adanya mikroalbumin dalam urine merupakan petanda kebocoran ginjal (setelah menyingkirkan penyebab-penyebab albuminuria yang lain). Sebelum dilakukan pemeriksaan mikroalbumin, dilakukan skrining protein urin lebih dulu. Jika protein urine (+), pemeriksaan mikroalbumin ditunda dulu, sampai penyebab proteinuria teratasi
Feses Rutin
Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab diare
USG 3D
Untuk mendiagnosa ada tidaknya batu, radang, tumor pada organ dalam tubuh
USG 4D
Untuk mendiagnosa jenis kelamin, letak placenta, ada tidaknya kelainan pada janin
EEG (Rekam Otak)
Untuk mendukung diagnosa klinik penyakit epilepsi dan untuk membantu mengklasifikasikan sindrom epilepsi
Foto Thorax
Untuk mendeteksi kelainan pada paru-paru
Panoramic
Untuk mendeteksi kelainan pada gigi dan rongga mulut
Mammografi
Untuk mendeteksi kelainan pada payudara
EKG
Alat rekam jantung, untuk mendeteksi kelainan pada jantung
Treadmill
Untuk mendeteksi dini penyakit jantung koroner, dilakukan diatas ban berjalan seperti alat olah raga pada umumnya, dilengkapi dengan monitor dan alat rekam jantung (EKG)
Audiometri
Alat test pendengaran
Spirometri
Alat test pernafasan
Fisioterapi
Untuk mempercepat penyembuhan kelainan gangguan otot, sendi dan jaringan lunak
Pap Smear
Untuk mendeteksi kanker leher rahim
Sabtu, 24 April 2010
FUNGSI dan ARTI PEMERIKSAAN KIMIA DARAH
Glukosa (Sewaktu, Puasa dan 2 jam PP)
Untuk mengetahui kadar Glukosa darah, sehingga membantu menentukan terapi pasien diabetes
Cholesterol Total, Trigliserida, HDL, LDL Direk
Untuk mengetahui profil lemak pasien, sehingga membantu menentukan terapi, memantau terapi, menentukan faktor resiko PJK dan Stroke
Lp(a)
Merupakan faktor resiko stroke
Small dense-LDL
LDL berukuran kesil dan lebih berbahaya dari LDL, merupakan faktor resiko PJK dan stroke
Ureum (BUN), Kreatinin
Untuk mengetahui fungsi ginjal
Asam Urat
Untuk mengetahui adanya penyakit Gout Arthritis (nyeri sendi karena tingginya kadar asam urat)
SGOT, SGPT
Untuk mengetahui fungsi hati, sehingga membantu mendiagnosis kelainan hati
Billirubin
Peningkatan kadar billirubin bisa terjadi karena penyakit hati dan empedu (karena radang / infeksi, sumbatan batu, tumor) atau pemecahan sel darah merah yang berlebihan
Protein Total
Untuk mengetahui apakah seseorang menderita kekurangan protein, untuk mengetahui fungsi hati (hati merupakan organ yang menghasilkan protein)
Albumin
Kekurangan albumin dapat terjadi pada penyakit hati (misalnya serosi), kekurangan gizi, kebocoran di ginjal (misalnya sindrom nefrotik)
Globulin
Penurunan kadarnya berarti terdapat gangguan kekebalan tubuh. Peningkatan kadar globulin terjadi pada infeksi, penyakit hati dan beberapa keganasan.
Cholenesterase (CHE)
Merupakan enzim hati yang dipergunakan untuk membantu menentukan apakah fungsi sintetis dari hati masih baik
Alkali Fosfatase (ALP) Gamma-GT
Meruoakan enzim yang dihasilkan oleh hati dan saluran empedu. Peningkatan kadarnya berarti kemungkinan ada kelainan (radang, infeksi, batu, tumor) pada hati dan saluran empedu
Protein Elektrophoresis (SPF)
Merupakan test untuk mengetahui proporsi (%) fraksi-fraksi protein dalam darah (albumin, a1- dan a2-globulin, b-globulin, dan g-globulin
Untuk mengetahui kadar Glukosa darah, sehingga membantu menentukan terapi pasien diabetes
Cholesterol Total, Trigliserida, HDL, LDL Direk
Untuk mengetahui profil lemak pasien, sehingga membantu menentukan terapi, memantau terapi, menentukan faktor resiko PJK dan Stroke
Lp(a)
Merupakan faktor resiko stroke
Small dense-LDL
LDL berukuran kesil dan lebih berbahaya dari LDL, merupakan faktor resiko PJK dan stroke
Ureum (BUN), Kreatinin
Untuk mengetahui fungsi ginjal
Asam Urat
Untuk mengetahui adanya penyakit Gout Arthritis (nyeri sendi karena tingginya kadar asam urat)
SGOT, SGPT
Untuk mengetahui fungsi hati, sehingga membantu mendiagnosis kelainan hati
Billirubin
Peningkatan kadar billirubin bisa terjadi karena penyakit hati dan empedu (karena radang / infeksi, sumbatan batu, tumor) atau pemecahan sel darah merah yang berlebihan
Protein Total
Untuk mengetahui apakah seseorang menderita kekurangan protein, untuk mengetahui fungsi hati (hati merupakan organ yang menghasilkan protein)
Albumin
Kekurangan albumin dapat terjadi pada penyakit hati (misalnya serosi), kekurangan gizi, kebocoran di ginjal (misalnya sindrom nefrotik)
Globulin
Penurunan kadarnya berarti terdapat gangguan kekebalan tubuh. Peningkatan kadar globulin terjadi pada infeksi, penyakit hati dan beberapa keganasan.
Cholenesterase (CHE)
Merupakan enzim hati yang dipergunakan untuk membantu menentukan apakah fungsi sintetis dari hati masih baik
Alkali Fosfatase (ALP) Gamma-GT
Meruoakan enzim yang dihasilkan oleh hati dan saluran empedu. Peningkatan kadarnya berarti kemungkinan ada kelainan (radang, infeksi, batu, tumor) pada hati dan saluran empedu
Protein Elektrophoresis (SPF)
Merupakan test untuk mengetahui proporsi (%) fraksi-fraksi protein dalam darah (albumin, a1- dan a2-globulin, b-globulin, dan g-globulin
FUNGSI dan ARTI PEMERIKSAAN HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Mengetahui adanya kelainan darah seperti anemia (kurang darah), adanya infeksi atau kelainan sel darah putih yang lain, alergi dan gangguan pembekuan darah akibat kelainan jumlah trombosit
Fibrinogen
Pemeriksaan fibrinogen berguna untuk mengetahui adanya kelainan pembekuan darah, mengetahui adanya resiko terjadinya pembekuan darah (peningkatan resiko terjadinya Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Stroke dan mengetahui adanya gangguan fungsi hati
Test Agregasi Trombosit (TAT)
TAT berguna untuk mengetahui gangguan agregasi
Hiperagregasi berarti peningkatan kecenderungan trombosit membentuk agregasi, sehingga meningkatkan resiko stroke dan PJK
Hipoagregasi berarti trombosit "malas" membentuk bekuan, sehingga meningkatkan resiko perdarahan
Golongan Darah dan Rhesus
Untuk mengetahui golongan darah berdasar sistem ABO dan Rhesus faktor. Dalam tranfusi darah, darah donor dan darah penerima harus sesuai golongannya berdasarkan sistem ABO dan Rhesus faktor
IgM Anti Salmonella Typhi
Untuk mendeteksi penyakit Tifus
Mengetahui adanya kelainan darah seperti anemia (kurang darah), adanya infeksi atau kelainan sel darah putih yang lain, alergi dan gangguan pembekuan darah akibat kelainan jumlah trombosit
Fibrinogen
Pemeriksaan fibrinogen berguna untuk mengetahui adanya kelainan pembekuan darah, mengetahui adanya resiko terjadinya pembekuan darah (peningkatan resiko terjadinya Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Stroke dan mengetahui adanya gangguan fungsi hati
Test Agregasi Trombosit (TAT)
TAT berguna untuk mengetahui gangguan agregasi
Hiperagregasi berarti peningkatan kecenderungan trombosit membentuk agregasi, sehingga meningkatkan resiko stroke dan PJK
Hipoagregasi berarti trombosit "malas" membentuk bekuan, sehingga meningkatkan resiko perdarahan
Golongan Darah dan Rhesus
Untuk mengetahui golongan darah berdasar sistem ABO dan Rhesus faktor. Dalam tranfusi darah, darah donor dan darah penerima harus sesuai golongannya berdasarkan sistem ABO dan Rhesus faktor
IgM Anti Salmonella Typhi
Untuk mendeteksi penyakit Tifus
LEAFLET KANKER SERVIKS
Apa yang dimaksud Kanker Serviks?
Kanker Serviks adalah kanker yang terjadi pada area leher rahim (Serviks). Serviks terletak diantara rahim dan vagina
Seberapa seringkah Kanker Serviks terjadi?
Kanker Serviks adalah kanker nomor dua yang paling sering menyebabkan kematian pada perempuan di seluruh dunia setelah kanker payudara.
Setiap tahun sekitar 500.000 perempuan di diagnosis menderita kanker serviks dan hampir 300.000 meninggal dunia. Secara keseluruhan 2,2 juta perempuan di dunia menderita kanker serviks
Kanker serviks cenderung muncul pada perempuan berusia 35 - 55 tahun, namun dapat pula muncul pada perempuandengan usia yang lebih muda.
95% kanker serviks disebabkan virus yang disebut Human Papilloma Virus (HPV>
Apa penyebab Kanker Serviks?
Setelah terjadi infeksi HPV, perkembangan ke arahkanker serviks tergantung dari jenis HPV-nya. HPV resiko rendah (Type 6 dan 11) hampir tidak beresiko menjadi kanker serviks, tapi dapat menimbulkan genital warts (kutil).Meskipun sebagian besarinfeksi HBV akan sembuh sendiri dalam 1 - 2 tahun karena adanya sistem kekebalan tubuh alami.
Infeksi yang menetap karena HPV resiko tinggi (Type 16 dan 18) akan mengarah pada kanker serviks. Kanker serviks mulai dari pra-kanker (Displasia) sampai berkembangnya sel-sel abnormal pada dinding serviks tanpa terkontrol dan membentuk sebuah benjolan yang disebut tumor
Apa Faktor Resiko terjadinya Kanker Serviks?
Kegiatan seksual sebelum usia 20 tahun
Berganti-ganti pasangan seksual
Papaparan terhadap infeksi menualar seksual
Higiene seksual buruk
Pengidap Kanker Serviks di keluarga
Merokok
Penurunan kekebalan tubuh (HIV / AIDS)
PAP Smear yang abnormal sebelumnya
Apa saja Gejala Kanker Serviks
Kondisi pra-kanker umumnya ditemukan melalui tes Pap Smear dimana ditemukan sel-sel abnormal. Bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala sebagai berikut
Kanker stadium dini sering ditandai keputihan berlebihan, berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh
Perdarahan vagina yang tidak normal
Perdarahan diantara periode menstruasi yang reguler
Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
Perdarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul
Perdarahan pada wanita usia menopause
Rasa sakit saat hubungan seksual
Pucat, kesulitan atau nyeri dalam berkemih, nyeri di daerah sekitar panggul
Bila kanker sudah mencapai Stadium Tiga keatas, maka akan terjadi pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha dan sebagainya
Bila mengalami salah satu gejala di atas, segera hubungi dokter. Kondisi di atas tidak selalu disebabkan oleh kanker serviks
Bagaimana Kanker Serviks di Deteksi?
Tes Pap Smear dapat mendeteksi adanya sel yang tidak normal pada serviks secara dini
Tips Pencegahan Kanker Serviks
Menjaga kebersihan bagian kewanitaan
Bila terjadi tanda abnormal pada leher rahim, segera lakukan pemeriksaan Pap Smear
Lakukan hubungan seksual yang sehat
Laki-laki yang tidak di khitan harus menjaga higiene seksual, karena rentan sebagai penyebar Virus HPV
Jangan berganti-ganti pasangan dalam hubungan seksual (sex-partner) karena merupakan penyebab utama masuknya Virus HPV
Kanker Serviks adalah kanker yang terjadi pada area leher rahim (Serviks). Serviks terletak diantara rahim dan vagina
Seberapa seringkah Kanker Serviks terjadi?
Kanker Serviks adalah kanker nomor dua yang paling sering menyebabkan kematian pada perempuan di seluruh dunia setelah kanker payudara.
Setiap tahun sekitar 500.000 perempuan di diagnosis menderita kanker serviks dan hampir 300.000 meninggal dunia. Secara keseluruhan 2,2 juta perempuan di dunia menderita kanker serviks
Kanker serviks cenderung muncul pada perempuan berusia 35 - 55 tahun, namun dapat pula muncul pada perempuandengan usia yang lebih muda.
95% kanker serviks disebabkan virus yang disebut Human Papilloma Virus (HPV>
Apa penyebab Kanker Serviks?
Setelah terjadi infeksi HPV, perkembangan ke arahkanker serviks tergantung dari jenis HPV-nya. HPV resiko rendah (Type 6 dan 11) hampir tidak beresiko menjadi kanker serviks, tapi dapat menimbulkan genital warts (kutil).Meskipun sebagian besarinfeksi HBV akan sembuh sendiri dalam 1 - 2 tahun karena adanya sistem kekebalan tubuh alami.
Infeksi yang menetap karena HPV resiko tinggi (Type 16 dan 18) akan mengarah pada kanker serviks. Kanker serviks mulai dari pra-kanker (Displasia) sampai berkembangnya sel-sel abnormal pada dinding serviks tanpa terkontrol dan membentuk sebuah benjolan yang disebut tumor
Apa Faktor Resiko terjadinya Kanker Serviks?
Kegiatan seksual sebelum usia 20 tahun
Berganti-ganti pasangan seksual
Papaparan terhadap infeksi menualar seksual
Higiene seksual buruk
Pengidap Kanker Serviks di keluarga
Merokok
Penurunan kekebalan tubuh (HIV / AIDS)
PAP Smear yang abnormal sebelumnya
Apa saja Gejala Kanker Serviks
Kondisi pra-kanker umumnya ditemukan melalui tes Pap Smear dimana ditemukan sel-sel abnormal. Bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala sebagai berikut
Kanker stadium dini sering ditandai keputihan berlebihan, berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh
Perdarahan vagina yang tidak normal
Perdarahan diantara periode menstruasi yang reguler
Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
Perdarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul
Perdarahan pada wanita usia menopause
Rasa sakit saat hubungan seksual
Pucat, kesulitan atau nyeri dalam berkemih, nyeri di daerah sekitar panggul
Bila kanker sudah mencapai Stadium Tiga keatas, maka akan terjadi pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha dan sebagainya
Bila mengalami salah satu gejala di atas, segera hubungi dokter. Kondisi di atas tidak selalu disebabkan oleh kanker serviks
Bagaimana Kanker Serviks di Deteksi?
Tes Pap Smear dapat mendeteksi adanya sel yang tidak normal pada serviks secara dini
Tips Pencegahan Kanker Serviks
Menjaga kebersihan bagian kewanitaan
Bila terjadi tanda abnormal pada leher rahim, segera lakukan pemeriksaan Pap Smear
Lakukan hubungan seksual yang sehat
Laki-laki yang tidak di khitan harus menjaga higiene seksual, karena rentan sebagai penyebar Virus HPV
Jangan berganti-ganti pasangan dalam hubungan seksual (sex-partner) karena merupakan penyebab utama masuknya Virus HPV
FUNGSI dan ARTI PEMERIKSAAN PETANDA TUMOR dan PEMERIKSAAN LAIN
Pemeriksaan Petanda Tumor (Tumor Marker)
AFP (Alfa Feto Protein)
Merupakan petanda tumor untuk hati dan tumor-tumor germinal
CEA (Carcino-Embronic Antigen
Merupakan petanda tumor untuk usus dan payudara
PSA (Prostate Specific Antigen
Merupakan petanda tumor untuk prostat
Pemeriksaan lain-lain
Urin Rutin
Untuk membantu mendiagnosis adanya infeksi saluran kencing (karena bakteri, parasit, jamur), batu saluran kencing
Mikroalbumin Urin
Adanya mikroalbumin dalam urine merupakan petanda kebocoran ginjal (setelah menyingkirkan penyebab-penyebab albuminuria yang lain). Sebelum dilakukan pemeriksaan mikroalbumin, dilakukan skrining protein urin lebih dulu. Jika protein urine (+), pemeriksaan mikroalbumin ditunda dulu, sampai penyebab proteinuria teratasi
Feses Rutin
Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab diare
USG 3D
Untuk mendiagnosa ada tidaknya batu, radang, tumor pada organ dalam tubuh
USG 4D
Untuk mendiagnosa jenis kelamin, letak placenta, ada tidaknya kelainan pada janin
EEG (Rekam Otak)
Untuk mendukung diagnosa klinik penyakit epilepsi dan untuk membantu mengklasifikasikan sindrom epilepsi
Foto Thorax
Untuk mendeteksi kelainan pada paru-paru
Panoramic
Untuk mendeteksi kelainan pada gigi dan rongga mulut
Mammografi
Untuk mendeteksi kelainan pada payudara
EKG
Alat rekam jantung, untuk mendeteksi kelainan pada jantung
Treadmill
Untuk mendeteksi dini penyakit jantung koroner, dilakukan diatas ban berjalan seperti alat olah raga pada umumnya, dilengkapi dengan monitor dan alat rekam jantung (EKG)
Audiometri
Alat test pendengaran
Spirometri
Alat test pernafasan
Fisioterapi
Untuk mempercepat penyembuhan kelainan gangguan otot, sendi dan jaringan lunak
Pap Smear
Untuk mendeteksi kanker leher rahim
AFP (Alfa Feto Protein)
Merupakan petanda tumor untuk hati dan tumor-tumor germinal
CEA (Carcino-Embronic Antigen
Merupakan petanda tumor untuk usus dan payudara
PSA (Prostate Specific Antigen
Merupakan petanda tumor untuk prostat
Pemeriksaan lain-lain
Urin Rutin
Untuk membantu mendiagnosis adanya infeksi saluran kencing (karena bakteri, parasit, jamur), batu saluran kencing
Mikroalbumin Urin
Adanya mikroalbumin dalam urine merupakan petanda kebocoran ginjal (setelah menyingkirkan penyebab-penyebab albuminuria yang lain). Sebelum dilakukan pemeriksaan mikroalbumin, dilakukan skrining protein urin lebih dulu. Jika protein urine (+), pemeriksaan mikroalbumin ditunda dulu, sampai penyebab proteinuria teratasi
Feses Rutin
Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab diare
USG 3D
Untuk mendiagnosa ada tidaknya batu, radang, tumor pada organ dalam tubuh
USG 4D
Untuk mendiagnosa jenis kelamin, letak placenta, ada tidaknya kelainan pada janin
EEG (Rekam Otak)
Untuk mendukung diagnosa klinik penyakit epilepsi dan untuk membantu mengklasifikasikan sindrom epilepsi
Foto Thorax
Untuk mendeteksi kelainan pada paru-paru
Panoramic
Untuk mendeteksi kelainan pada gigi dan rongga mulut
Mammografi
Untuk mendeteksi kelainan pada payudara
EKG
Alat rekam jantung, untuk mendeteksi kelainan pada jantung
Treadmill
Untuk mendeteksi dini penyakit jantung koroner, dilakukan diatas ban berjalan seperti alat olah raga pada umumnya, dilengkapi dengan monitor dan alat rekam jantung (EKG)
Audiometri
Alat test pendengaran
Spirometri
Alat test pernafasan
Fisioterapi
Untuk mempercepat penyembuhan kelainan gangguan otot, sendi dan jaringan lunak
Pap Smear
Untuk mendeteksi kanker leher rahim
ASKEP POST VAKUM EKSTRAKSI INDIKASI KALA II TAK MAJU
A. Pengertian
Post partum atau masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu (Mochtar, 1998 : 115). Sedangkan menurut Prawirohardjo (2001 : 187) post partumadalah masa dimana alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil, yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2000 : 100). Sedangkan Farrer (2001 : 118) berpendapat bahwa persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau post matur) mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) terlaksana tanpa bantuan, tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat) mencakup kelahiran plasenta yang normal.
Fase laten kala II kontraksi rahim yang lemah disekitar waktu pembukaan lengkap sering kali dijumpai fase laten kala II sering dipandang abnormal dan dapat ditangani sebagai inersia uteri. Pada fase aktif kala II ditandai dengan penurunan janin dan usaha untuk mengejan tanpa sadar, fase ini kadang-kadang disebut sebagai bagian panggul dari persalinan, periode mengejan, kontraksi usaha mengejan dan posisi tubuh wanita merupakan kekuatan yang tergabung untuk melahirkan bayi (Simkin, 2005 : 89).
Persalinan dengan vakum esktraksi adalah suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) pada kepalanya (Prawirohardjo, 2000 : 10). Menurut Saifuddin (2000 : 495) vakum ekstraksi merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Sedangkan Mochtar (1998 : 120) berpendapat bahwa vakum ekstraksi merupakan suatu alat yang dipakai untuk memegang kepala janin yang masih berada dalam jalan lahir.
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
Anatomi dan fisiologi sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam rongga pelvis dan genital eksterna yang terletak di perineum. (Menurut Bobak 2004;29 ).
Struktur eksterna
Mons pubis atau mons veneris
Adalah jaringan lemak subkutan berbentuk lunak dan padat. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid
Labia mayora
Adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri dan suhu tinggi, hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
Labia minora
Adalah lipatan kulit panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, terdapat banyak pembuluh darah sehingga tampak kemerahan.
Klitoris
Adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan saraf sensoris sehingga sangat sensitif. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
Vestibulum
Merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labia minora) dibatasi oleh klitoris dan perinium, dalam vestibulum terdapat muara-muara dari introiuts vagina uretra, kelenjar bartolini dan kelenjar skine.
Fourchette
Adalah lipatan jaringan tranversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah di bawah orifisium vagina.
Perineum
Adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm.
Struktur interna
Ovarium
Merupakan kelenjar terletak di kanan kiri uterus, di bawah dan di belakang tuba fallopi terikat oleh ligamentum latum uterus (mesovarium dan ovari proprium). Saat ovulasi (pematangan folikel degraf dan mengeluarkan ovum), ukuran ovarium dapat menjadi 2 kali lipat untuk sementara. Sebelum menarche permukaan ovarium licin, setelah maturitas sexual timbul luka parut akibat ovulasi dan ruptur folikel yang berulang membuat permukaan nodular menjadi kasar.
Fungsi ovarium adalah
Memproduksi ovum
Memproduksi hormon (estrogen dan progesteron)
Tuba falopi atau tuba uterin
Sepasang tuba falopi melekat pada fundus uterus memanjang ke arah lateral, panjang ± 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan peritonium (luar), lapisan otot tipis (tengah), lapisan mukosa (dalam). Tuba falopi terdiri 4 segmen meliputi :
Interstitialis: Bagian yang terdapat di dinding uterus
Ismus: Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya
Ampularis: Bagian yang berbentuk saluran leher tempat konsepsi agak lebar
Infundibulum: Bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbria untuk menangkap ovum kemudian menyalurkan ke tuba
Fungsi tuba falopi adalah menghantarkan ovum dari ovarium ke uterus. Perjalanan ovum dalam tuba fallopi didorong oleh gerakan peristaltik lapisan otot yang dipengaruhi oleh estrogen dan prostaglandin. Aktifitas ini terjadi saat ovulasi.
Uterus
Adalah organ berotot, terletak di dalam pelvis antara rektum dan vesika urinaria, panjang ± 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm, berat 50 gram.
Uterus terdiri dari :
Fundus uteri: Merupakan benjolan bulat dibagian atas dan terletak di atas insersi tuba falopi.
Korpus uteri: Bagian yang mengelilingi cavum uteri (rongga rahim) berfungsi sebagai tempat janin berkembang.
Ismus/servik uteri : Ujung servik menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum uteri, dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internium
Fungsi uterus :
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan, pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba uterin, endometrium disiapkan untuk menerima ovum yang telah dibuahi, dan ovum tertanam dalam endometrium. Pada waktu hamil uterus bertambah besar dindingnya menjadi tipis tetapi kuat dan besar sampai ke luar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan janin. Pada saat melahirkan uterus berkontraksi mendorong bayi dan plasenta keluar.
Vagina
Tabung yang dilapisi membran dari jenis epitelium bergaris khusus dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum sampai uterus 7,5 cm. Merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding depan vagina 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang, pada puncak vagina menonjol leher rahim (servik uteri) yang disebut porsio. Bentuk vagina lapisan bagian dalam berlipat-lipat disebut rugae.
Servik (bagian paling bawah uterus)
Disusun oleh jaringan ikat fibrosa, serabut otot, jaringan elastis, karakteristik servik atau kemampuannya meregang pada saat melahirkan anak pervaginaan, dipengaruhi oleh jaringan ikat yang banyak dan kandungan serabut yang elastis. Lipatan di dalam lapisan endoservik dan 10 % kandungan serabut otot.
C. Etiologi
Teori-teori terjadinya persalinan menurut Manuaba (1998 : 158)
Teori keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas waktu tertentu. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
Teori penurunan progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat besarnya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat dimulai
Teori prostaglandin
Teori prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan terjadinya persalinan
Teori hipotalamus-pituatri dan glandula suprarenalis
Teori menunjukkan pada kehamilan dengan anersefalus, sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi mulainya persalinan. Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.
Indikasi dilakukan vakum ekstraksi menurut (Prawirohardjo, 2000 : 82)
Untuk mempercepat kala II misalnya : penyakit jantung kompensta, penyakit paru-paru fibrotik.
Waktu kala II yang memanjang
Gawat janin (masih kontroversi)
Kelelahan ibu
Partus tak maju
Penyebab lambatnya kala II menurut (Simkin, 2005 : 13)
Posisi dan strategi lain untuk dugaan janin oksiput posterior atau oksiput transversal menetap.
Diduga disproporsi kepala panggul (CPD).
Diduga terjadi distasia emosional
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis masa nifas menurut Depkes (2004 : 6)
Adaptasi fisik
Tanda-tanda vital
Pada 24 jam pertama suhu meningkat hingga 38°C sebagai akibat efek dehidrasi selama persalinan. Pada hari ke-2 sampai sepuluh suhu meningkat karena adanya infeksi kemungkinan mastitis infeksi infeksi traktus urinarius. Periode 6-8 hari sering terjadi bradikadi.
Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah ibu harus kembali stabil sesudah melahirkan. Berkeringat dan menggigil disebabkan oleh ketidakstabilan vasomotor, komponen darah yang meliputi haemoglobin, hematokrit, dan eritrosit ibu post partus sesuai sebelum melahirkan.
Sistem tractus urinarius
Selama proses persalinan kandung kemih merupakan sasaran untuk mengalami trauma yang dapat disebabkan karena tekanan dan edema. Perubahan ini dapat menimbulkan overdistensi dan pemenuhan kandung kemih yang terjadi selama 2 hari post partum. Hematuri pada periode early post partum menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih selama persalinan, selanjutnya bisa terjadi infeksi pada saluran kemih. Aseton dapat terjadi karena dehidrasi setelah persalinan lama, aliran darah ke ginjal glomerular filtration dan ureter dalam waktu sebulan secara bertahap akan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Sistem endokrin
Mengikuti lahirnya placenta maka segera terjadi penurunan estrogen, progesteron dan prolaktin dengan cepat. Pada wanita tidak menyusui prolaktin akan terus menurun sampai normal pada minggu pertama. Perubahan payudara kolostrum sebelum produksi susu dapat muncul pada trimester III kehamilan dan dilanjutkan pada minggu pertama post partum.
Sistem gastrointestinal
Kembalinya fungsi normal usus besar biasanya pada minggu pertama post partum.
Sistem muskuloskeletal
Otot abdomen secara bertahap atau melebar selama kehamilan, menyebabkan pengurangan tonus otot yang akan terlihat jelas pada periode post partum.
Sistem reproduksi
Involusi uteri
Pada akhir kala III ukuran uterus panjang 14 cm, lebar 12 cm, tebal 10 cm, berat kurang lebih 1000 gram sama dengan umur 16 minggu kehamilan.
Kontraksi uterus
Dengan adanya kontraksi uterus akan menjepit pembuluh darah uterus sehingga perdarahan dapat terhenti.
Lochea
Adalah sekret yang berasal dari kavum uteri yang dikeluarkan melalui vagina pada masa nifas. Macam-macam lochea antara lain : lochea rubra, lochea serosa, lochea alba, lochea purulenta, lochiostatis.
Cervix
Servik dan segmen uterus dengan bawah akan tampak edema tipis dan terbuka pada beberapa hari setelah melahirkan.
Vagina dan perineum
Secara bertahap akan kembali ke sebelum hamil dalam 6-8 minggu setelah post partum.
Adaptasi psikologi; menurut (Bobak, 2000 : 740)
Proses parenting (proses menjadi orang tua) adalah masa menjadi orang tua secara biologis mulai sat terjadinya penemuan antara ovum dan sperma.
Attachment dan bonding adalah proses terjadinya rasa cinta dan menerima anak dan anak menerima serta mencintai orang tua.
Peran tugas dan tanggung jawab orang tua sesudah kelahiran
Ada 3 periode tugas dan tanggung jawab menurut (Bobak, 2000 : 745)
Periode awal
Periode ini orang tua akan mengorganisir hubungan orang tua dengan anaknya.
Periode konsol idasi
Mencakup egoisasi terhadap peran (suami-istri, ayah, ibu, orang tua, anak, saudara-saudara).
Periode pertumbuhan
Orang tua-anak akan berkembang dalam peranannya masing-masing sampai dengan dipisahkan oleh kematian.
Penyesuaian ibu (maternal adjustment)
Ada 3 fase perilaku ibu, menurut (Bobak, 2000 : 743)
Fase dependent (taking in)
Pada hari 1-2 pertama ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
Fase dependent-independen (taking hold)
Ibu mulai menunjukkan perluasan, fokus intervensi yaitu memperlihatkan bayinya.
Fase dependen
Dalam fase ini terjadi ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayi lebih meningkat.
E. Patofisiologi
Ada 4 faktor yang mempengaruhi proses persalinan kelahiran yaitu passenger (penumpang yaitu janin dan placenta), passagway (jalan lahir), powers (kekuatan) posisi ibu dan psikologi (Farrer, 1999 : 189). Penumpang, cara penumpang atau janin bergerak disepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina).
Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu lebih berperan dalam proses persalinan janin. Maka dari itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan. Kekuatan ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter. Posisi ibu, posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan, posisi tegak memberi sejumlah keuntungan yaitu rasa letih hilang, merasa nyaman dan memperbaiki sirkulasi.
Pada kala II memanjang upaya mengedan ibu menambahi resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke placenta dianjurkan mengedan secara spontan jika tidak ada kemajuan penurunan kepala maka dilakukan ektraksi vakum untuk menyelamatkan janin dan ibunya (Simkin, 2005 : 2150). Dengan tindakan vakum ekstraksi dapat menimbulkan komplikasi pada ibu seperti robekan pada servik uteri dan robekan pada dinding vagina. Robekan servik (trauma jalan lahir) dapat menyebabkan nyeri dan resiko terjadinya infeksi (Doenges, 2001 : 388) dan komplikasi pada janin dapat menyebabkan subgaleal hematoma yang dapat menimbulkan ikterus neonatorum jika fungsi hepar belum matur dan terjadi nekrosis kulit kepala yang menimbulkan alopenia (Prawirohardjo, 2002 : 840.)
Pengeluaran janin pada persalinan menyebabkan trauma pada uretra dan kandung kemih dan organ sekitarnya (Reeder, 1999 : 645). Kapasitas kandung kemih post partum meningkat sehingga pengeluaran urin pada awal post partum banyak sehingga dapat mengakibatkan perubahan pola eliminasi urin (Doenges, 2001 : 295). Nyeri dapat mengakibatkan aktivitas terbatas sehingga terjadi penurunan peristaltik usus yang menyebabkan konstipasi (Manuaba, 2003 : 64).
Setelah bayi dilahirkan uterus akan menyesuaikan dengan keadaan tanpa janin kemudian memulai proses kontraksi dan retraksi, plasenta akan mulai terangkat dari dinding uterus sehingga pembuluh darah besar yang ada dalam uterus di belakang plasenta akan berdarah dan darah yang keluar akan mengisi retroplasenta. Jika sudah terisi darah perdarahan berhenti dan darah membeku hal ini menyebabkan kontraksi uterus lebih lanjut sehingga terjadi pelepasan plasenta (Farrer, 1999 : 61).
Setelah plasenta lahir terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron dan digantikan hormon hipofise anterior yaitu prolaktin yang akan mengaktifkan sel-sel kelenjar payudara untuk memproduksi ASI (Farrer, 1999 : 193). Kelenjar hipofise posterior menghasilkan oksitosin sebagai reaksi terhadap pengisapan puting. Oksitosin mempengaruhi sel-sel mioepitel yang mengelilingi alveoli mamae sehingga alveoli tersebut berkontraksi dan mengeluarkan air susu yang sudah diekskresikan oleh kelenjar mamae (Farrer, 1999 : 201). Isapan bayi menimbulkan rangsangan hipofise melalui nervus interkostalis 4-6, menuju dorsal root, spinal cord nucleus praventrikularis dan supra optikus sehingga oksitosin dapat dikeluarkan. Fungsi oksitosin yaitu merangsang mioepitel sekitar alveoli dan duktus berkontraksi sehingga ASI dapat dikeluarkan, merangsang kontraksi uterus sehingga mempercepat involusi uteri (Manuaba, 2003 : 66).
F. Pathway
Pathway Download DISINI
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik post partum menurut Mochtar ( 1998 : 118) meliputi :
Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, keluhan, suhu badan.
Payudara : ASI, putting susu, areola
Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum.
Sekret yang keluar misalnya lochea, flour albus.
Keadaan alat-alat kandungan
Pemeriksaan post partum dengan episiotomi berfokus pada REEDA kemerahan (redness), pembengkakan (edema) bintik biru (echimosis) pengeluaran cairan (discharge), penyatuan jaringan (aproximation).
Pemeriksaan post vakum ekstraksi menurut (Saefudin, 2002) meliputi ;
Pemeriksaan bimanual untuk menemukan bukaan servik, besar, arah dan konsistensi uterus dan kondisi fornises.
Pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan penera kavum uteri.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan post partum spontan dengan vakum ekstraksi menurut Mochtar (1998 : 112) adalah
Pada robekan perinium lakukan penjahitan dengan baik lapis demi lapis, perhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka ke arah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka.
Segera mobilisasi dan realimentasi.
Konseling keluarga berencana.
Berikan antibiotika cukup.
Pada luka perinium lama lakukan perineoplastik dengan membuka luka dan menjahitnya kembali sebaik-baiknya.
I. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian post partum menurut Doenges (2001 : 387) antara lain :
Aktivitas atau istirahat
Dapat tampak berenergi atau kelelahan atau keletihan, mengantuk.
Sirkulasi
Nadi biasanya lambat (50 sampai 70 dpm) karena hipersensitivitas vagal. Tekanan darah bervariasi, mungkin lebih rendah pada respons terhadap analgesia atau meningkat pada respons terhadap pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan.
Edema bila ada, mungkin dependen atau dapat meliputi ekstremitas atas dan wajah atau mungkin umum. Kehilangan darah selama persalinan dan kelahiran sampai 400-500 ml untuk kelahiran vaginal atau 600-800 ml untuk kelahiran sesarea.
Integritas ego
Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah, misalnya eksitasi atau perilaku menunjukkan kurang kedekatan, tidak berminat (kelelahan).
Eliminasi
Hemoroid sering ada dan menonjol. Kandung kemih mungkin teraba di atas simfisis pubis. Diuresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat aliran urinarius.
Makanan atau cairan
Dapat mengeluh haus, lapar atau mual.
Neuro sensori
Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anestesia spinal atau analgesia kauda. Hiperfleksia mungkin ada.
Nyeri atau ketidaknyamanan
Dapat melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya setelah nyeri, trauma jaringan atau perbaikan episiotomi, kandung kemih penuh atau menggigil.
Keamanan
Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit. Perbaikan episiotomi utuh, dengan tepi jaringan merapat.
Seksualitas
Fundus keras berkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi umbilikus. Drainase vagina atau lokhea jumlahnya sedang, merah gelap, dengan hanya beberapa bekuan kecil. Perineum bebas dari kemerahan, edema, ekimosis atau rabas. Striae mungkin ada pada abdomen, paha dan payudara. Payudara lunak, dengan puting tegang.
Penyuluha atau pembelajaran
Catat obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah.
Pemeriksaan diagnostik
Hemoglobin atau hematokrit, jumlah darah lengkap, urinalisis.
J. Diagnosa Keperawatan dan Fokus Intervensi
Fokus intervensi pada pasien post partum spontan berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut (Tucker ,1998 : 869)adalah sebagai berikut :
Nyeri berhubungan dengan episiotomi, nyeri setelah melahirkan dan atau ketidaknyamanan payudara.
Intervensi:
Atasi nyeri berikan obat sesuai program
Berikan kantong es pada perineum
Anjurkan ibu untuk mengeratkan bokong bersamaan bila duduk pada luka episiotomi nyeri.
Antisipasi kebutuhan terhadap penghilang nyeri
Anjurkan ibu untuk menggunakan tehnik relaksasi
Periksa payudara setiap 4 sampai 8 jam
Izinkan ibu menggunakan bra penyongkong setiap waktu
Kompres payudara selama 15 menit – 3 menit setiap 1-3 jam
Massase payudara secara manual tekan payudara
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insisi atau laserasi
Intervensi :
Observasi kondisi episiotomi dan dokumentasi setiap hari
Perhatikan terhadap peningkatan suhu tubuh atau perubahan lain pada parameter vital sign
Lakukan perawatan perineum
Perhatikan dan laporkan adanya drainase bau busuk
Berikan antibiotik sesuai program
Konstipasi berhubungan dengan episiotomi dan hemoragi sekunder terhadap proses kelahiran.
Intervensi:
Jamin masukan cairan adekuat
Berikan pelunak feses atau laksatif sesuai program
Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi
Perhatikan diit reguler
Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pasca persalinan.
Intervensi :
Anjurkan cairan per oral.
Ukur masukan dan haluaran selama 24 jam
Pertahankan cairan parenteral dengan eksitosik program
Hindari massage yang tidak perlu
Ganti pembalut perineal setiap 30-60 menit sesuai kebutuhan
Bila fundus lunak masage sampai keras
Resiko retensi urin berhubungan dengan trauma dan edema lanjut sekunder terhadap kelahiran.
Intervensi :
Anjurkan cairan setiap hari sampai 3 liter kecuali dikontraindikasikan
Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam setelah melahirkan
Berikan tehnik untuk membantu berkemih sesuai kebutuhan dengan berkemih rendam bokong
Resiko terhadap perubahan peran orang tua berhubungan dengan transisi pada masa menjadi orang tua.
Intervensi :
Penuhi ketergantungan ibu selama berada pada fase 2-3 hari pertama
Bantu dan ajarkan ibu untuk melakukan semua tugas perawatan bayi
Ajarkan ibu dan pengunjung tehnik mencuci tangan yang baik
Libatkan pasangan atau orang tua atau orang terdekat dalam perawatan bayi dan penyuluhan
Hindari tehnik negatif pada ibu
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan pasca persalinan.
Intervensi :
Demonstrasikan perawatan payudara
Tekankan pentingnya diit nutrisi
Anjurkan pasien untuk menghindarkan koitus selama 4-6 minggu atau sesuai intruksi dokter.
Jelaskan pentingnya kebersihan perineum
Jelaskan pentingnya latihan ringan pada awal
Doenges (2001 : 237) juga menambahkan diagnosa yang muncul pada post partum berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
Berduka berhubungan dengan kematian janin atau bayi
Intervensi :
Libatkan pasangan dalam perencanaan perawatan
Identifikasi ekspresi dan tahap berduka
Tentukan makna kehilangan terhadap kedua anggota pasangan
Perhatikan pola komunikasi antara anggota pasangan dan sistem pendukung
Kuatkan realita situasi dan anjurkan diskusi dengan klien
Anjurkan keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan mendengar
Kaji beratnya depresi
Perhatikan tingkat aktivitas klien, pola tidur, nafsu makan, personal
Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang informasi.
Intervensi :
Berikan rencana penyuluhan dengan menggunakan format yang standarisasi.
Pertahankan status psikologis klien dan respon terhadap kelahiran bayi dan peran menjadi ibu
Anjurkan partisipasi dalam perawatan bila klien mampu
Demonstrasikan tehnik-tehnik perawatan bayi
Kaji ulang tingkat pengetahuan pasien
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, tindakan invasif.
Intervensi :
Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan dengan cermat
Bersihkan luka dan ganti balutan bila basah
Perhatikan jumlah dan bau lochea
Kaji suhu, nadi, dan jumlah sel darah putih
Perhatikan perawatan perineal dan kateter
Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis (sangat gembira, ansietas) nyeri.
Intervensi :
Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat.
Berikan lingkungan yang tenang.
Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Loudermik, Jensen, 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta
Bobak, M..I., Jensen, D. M., 2000, Perawatan Maternitas dan Ginekologi (terjemahan), Edisi 1, YIA. PKP, Bandung.
Carpenito, L.J., 2001, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik (terjemahan), EGC, Jakarta.
Depkes, RI., 2004, Asuhan Keperawatan Post Partum Mata Ajaran Keperawatan Maternitas, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Semarang.
Dongoes, M.E., 2001, Rencana Keperawatan Maternal Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta.
Farrer, H., 1999, Perawatan Maternitas (terjemahan), EGC, Jakarta.
Manuaba, I.B.G., 1998, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC, Jakarta.
Potter and Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktek, Edisi 4, EGC, Jakarta
Prawirohardjo, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Prawirohardjo, 2000, Ilmu Kebidanan, Y.B.P.S.P, Jakarta.
Reeders, S.J., 1997, Maternity Nursing Family Newborn and Klomens Healt Care, Lippinclot, Company, Philadelphia.
Saefuddin, A.B., 2000, Buku Acuan Nasional (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal), JNPKK POGI, Jakarta.
Tucker, S.M., 1998, Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi (terjemahan), EGC, Jakarta.
Underwood, J. C., 1999, Patologi umum dan sistemik, Editor edisi Bahasa Indonesia, sarjadi, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Post partum atau masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu (Mochtar, 1998 : 115). Sedangkan menurut Prawirohardjo (2001 : 187) post partumadalah masa dimana alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil, yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2000 : 100). Sedangkan Farrer (2001 : 118) berpendapat bahwa persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau post matur) mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) terlaksana tanpa bantuan, tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat) mencakup kelahiran plasenta yang normal.
Fase laten kala II kontraksi rahim yang lemah disekitar waktu pembukaan lengkap sering kali dijumpai fase laten kala II sering dipandang abnormal dan dapat ditangani sebagai inersia uteri. Pada fase aktif kala II ditandai dengan penurunan janin dan usaha untuk mengejan tanpa sadar, fase ini kadang-kadang disebut sebagai bagian panggul dari persalinan, periode mengejan, kontraksi usaha mengejan dan posisi tubuh wanita merupakan kekuatan yang tergabung untuk melahirkan bayi (Simkin, 2005 : 89).
Persalinan dengan vakum esktraksi adalah suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) pada kepalanya (Prawirohardjo, 2000 : 10). Menurut Saifuddin (2000 : 495) vakum ekstraksi merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Sedangkan Mochtar (1998 : 120) berpendapat bahwa vakum ekstraksi merupakan suatu alat yang dipakai untuk memegang kepala janin yang masih berada dalam jalan lahir.
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
Anatomi dan fisiologi sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam rongga pelvis dan genital eksterna yang terletak di perineum. (Menurut Bobak 2004;29 ).
Struktur eksterna
Mons pubis atau mons veneris
Adalah jaringan lemak subkutan berbentuk lunak dan padat. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid
Labia mayora
Adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri dan suhu tinggi, hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
Labia minora
Adalah lipatan kulit panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, terdapat banyak pembuluh darah sehingga tampak kemerahan.
Klitoris
Adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan saraf sensoris sehingga sangat sensitif. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
Vestibulum
Merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labia minora) dibatasi oleh klitoris dan perinium, dalam vestibulum terdapat muara-muara dari introiuts vagina uretra, kelenjar bartolini dan kelenjar skine.
Fourchette
Adalah lipatan jaringan tranversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah di bawah orifisium vagina.
Perineum
Adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm.
Struktur interna
Ovarium
Merupakan kelenjar terletak di kanan kiri uterus, di bawah dan di belakang tuba fallopi terikat oleh ligamentum latum uterus (mesovarium dan ovari proprium). Saat ovulasi (pematangan folikel degraf dan mengeluarkan ovum), ukuran ovarium dapat menjadi 2 kali lipat untuk sementara. Sebelum menarche permukaan ovarium licin, setelah maturitas sexual timbul luka parut akibat ovulasi dan ruptur folikel yang berulang membuat permukaan nodular menjadi kasar.
Fungsi ovarium adalah
Memproduksi ovum
Memproduksi hormon (estrogen dan progesteron)
Tuba falopi atau tuba uterin
Sepasang tuba falopi melekat pada fundus uterus memanjang ke arah lateral, panjang ± 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan peritonium (luar), lapisan otot tipis (tengah), lapisan mukosa (dalam). Tuba falopi terdiri 4 segmen meliputi :
Interstitialis: Bagian yang terdapat di dinding uterus
Ismus: Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya
Ampularis: Bagian yang berbentuk saluran leher tempat konsepsi agak lebar
Infundibulum: Bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbria untuk menangkap ovum kemudian menyalurkan ke tuba
Fungsi tuba falopi adalah menghantarkan ovum dari ovarium ke uterus. Perjalanan ovum dalam tuba fallopi didorong oleh gerakan peristaltik lapisan otot yang dipengaruhi oleh estrogen dan prostaglandin. Aktifitas ini terjadi saat ovulasi.
Uterus
Adalah organ berotot, terletak di dalam pelvis antara rektum dan vesika urinaria, panjang ± 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm, berat 50 gram.
Uterus terdiri dari :
Fundus uteri: Merupakan benjolan bulat dibagian atas dan terletak di atas insersi tuba falopi.
Korpus uteri: Bagian yang mengelilingi cavum uteri (rongga rahim) berfungsi sebagai tempat janin berkembang.
Ismus/servik uteri : Ujung servik menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum uteri, dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internium
Fungsi uterus :
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan, pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba uterin, endometrium disiapkan untuk menerima ovum yang telah dibuahi, dan ovum tertanam dalam endometrium. Pada waktu hamil uterus bertambah besar dindingnya menjadi tipis tetapi kuat dan besar sampai ke luar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan janin. Pada saat melahirkan uterus berkontraksi mendorong bayi dan plasenta keluar.
Vagina
Tabung yang dilapisi membran dari jenis epitelium bergaris khusus dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum sampai uterus 7,5 cm. Merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding depan vagina 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang, pada puncak vagina menonjol leher rahim (servik uteri) yang disebut porsio. Bentuk vagina lapisan bagian dalam berlipat-lipat disebut rugae.
Servik (bagian paling bawah uterus)
Disusun oleh jaringan ikat fibrosa, serabut otot, jaringan elastis, karakteristik servik atau kemampuannya meregang pada saat melahirkan anak pervaginaan, dipengaruhi oleh jaringan ikat yang banyak dan kandungan serabut yang elastis. Lipatan di dalam lapisan endoservik dan 10 % kandungan serabut otot.
C. Etiologi
Teori-teori terjadinya persalinan menurut Manuaba (1998 : 158)
Teori keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas waktu tertentu. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
Teori penurunan progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat besarnya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat dimulai
Teori prostaglandin
Teori prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan terjadinya persalinan
Teori hipotalamus-pituatri dan glandula suprarenalis
Teori menunjukkan pada kehamilan dengan anersefalus, sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi mulainya persalinan. Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.
Indikasi dilakukan vakum ekstraksi menurut (Prawirohardjo, 2000 : 82)
Untuk mempercepat kala II misalnya : penyakit jantung kompensta, penyakit paru-paru fibrotik.
Waktu kala II yang memanjang
Gawat janin (masih kontroversi)
Kelelahan ibu
Partus tak maju
Penyebab lambatnya kala II menurut (Simkin, 2005 : 13)
Posisi dan strategi lain untuk dugaan janin oksiput posterior atau oksiput transversal menetap.
Diduga disproporsi kepala panggul (CPD).
Diduga terjadi distasia emosional
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis masa nifas menurut Depkes (2004 : 6)
Adaptasi fisik
Tanda-tanda vital
Pada 24 jam pertama suhu meningkat hingga 38°C sebagai akibat efek dehidrasi selama persalinan. Pada hari ke-2 sampai sepuluh suhu meningkat karena adanya infeksi kemungkinan mastitis infeksi infeksi traktus urinarius. Periode 6-8 hari sering terjadi bradikadi.
Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah ibu harus kembali stabil sesudah melahirkan. Berkeringat dan menggigil disebabkan oleh ketidakstabilan vasomotor, komponen darah yang meliputi haemoglobin, hematokrit, dan eritrosit ibu post partus sesuai sebelum melahirkan.
Sistem tractus urinarius
Selama proses persalinan kandung kemih merupakan sasaran untuk mengalami trauma yang dapat disebabkan karena tekanan dan edema. Perubahan ini dapat menimbulkan overdistensi dan pemenuhan kandung kemih yang terjadi selama 2 hari post partum. Hematuri pada periode early post partum menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih selama persalinan, selanjutnya bisa terjadi infeksi pada saluran kemih. Aseton dapat terjadi karena dehidrasi setelah persalinan lama, aliran darah ke ginjal glomerular filtration dan ureter dalam waktu sebulan secara bertahap akan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Sistem endokrin
Mengikuti lahirnya placenta maka segera terjadi penurunan estrogen, progesteron dan prolaktin dengan cepat. Pada wanita tidak menyusui prolaktin akan terus menurun sampai normal pada minggu pertama. Perubahan payudara kolostrum sebelum produksi susu dapat muncul pada trimester III kehamilan dan dilanjutkan pada minggu pertama post partum.
Sistem gastrointestinal
Kembalinya fungsi normal usus besar biasanya pada minggu pertama post partum.
Sistem muskuloskeletal
Otot abdomen secara bertahap atau melebar selama kehamilan, menyebabkan pengurangan tonus otot yang akan terlihat jelas pada periode post partum.
Sistem reproduksi
Involusi uteri
Pada akhir kala III ukuran uterus panjang 14 cm, lebar 12 cm, tebal 10 cm, berat kurang lebih 1000 gram sama dengan umur 16 minggu kehamilan.
Kontraksi uterus
Dengan adanya kontraksi uterus akan menjepit pembuluh darah uterus sehingga perdarahan dapat terhenti.
Lochea
Adalah sekret yang berasal dari kavum uteri yang dikeluarkan melalui vagina pada masa nifas. Macam-macam lochea antara lain : lochea rubra, lochea serosa, lochea alba, lochea purulenta, lochiostatis.
Cervix
Servik dan segmen uterus dengan bawah akan tampak edema tipis dan terbuka pada beberapa hari setelah melahirkan.
Vagina dan perineum
Secara bertahap akan kembali ke sebelum hamil dalam 6-8 minggu setelah post partum.
Adaptasi psikologi; menurut (Bobak, 2000 : 740)
Proses parenting (proses menjadi orang tua) adalah masa menjadi orang tua secara biologis mulai sat terjadinya penemuan antara ovum dan sperma.
Attachment dan bonding adalah proses terjadinya rasa cinta dan menerima anak dan anak menerima serta mencintai orang tua.
Peran tugas dan tanggung jawab orang tua sesudah kelahiran
Ada 3 periode tugas dan tanggung jawab menurut (Bobak, 2000 : 745)
Periode awal
Periode ini orang tua akan mengorganisir hubungan orang tua dengan anaknya.
Periode konsol idasi
Mencakup egoisasi terhadap peran (suami-istri, ayah, ibu, orang tua, anak, saudara-saudara).
Periode pertumbuhan
Orang tua-anak akan berkembang dalam peranannya masing-masing sampai dengan dipisahkan oleh kematian.
Penyesuaian ibu (maternal adjustment)
Ada 3 fase perilaku ibu, menurut (Bobak, 2000 : 743)
Fase dependent (taking in)
Pada hari 1-2 pertama ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
Fase dependent-independen (taking hold)
Ibu mulai menunjukkan perluasan, fokus intervensi yaitu memperlihatkan bayinya.
Fase dependen
Dalam fase ini terjadi ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayi lebih meningkat.
E. Patofisiologi
Ada 4 faktor yang mempengaruhi proses persalinan kelahiran yaitu passenger (penumpang yaitu janin dan placenta), passagway (jalan lahir), powers (kekuatan) posisi ibu dan psikologi (Farrer, 1999 : 189). Penumpang, cara penumpang atau janin bergerak disepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina).
Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu lebih berperan dalam proses persalinan janin. Maka dari itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan. Kekuatan ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter. Posisi ibu, posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan, posisi tegak memberi sejumlah keuntungan yaitu rasa letih hilang, merasa nyaman dan memperbaiki sirkulasi.
Pada kala II memanjang upaya mengedan ibu menambahi resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke placenta dianjurkan mengedan secara spontan jika tidak ada kemajuan penurunan kepala maka dilakukan ektraksi vakum untuk menyelamatkan janin dan ibunya (Simkin, 2005 : 2150). Dengan tindakan vakum ekstraksi dapat menimbulkan komplikasi pada ibu seperti robekan pada servik uteri dan robekan pada dinding vagina. Robekan servik (trauma jalan lahir) dapat menyebabkan nyeri dan resiko terjadinya infeksi (Doenges, 2001 : 388) dan komplikasi pada janin dapat menyebabkan subgaleal hematoma yang dapat menimbulkan ikterus neonatorum jika fungsi hepar belum matur dan terjadi nekrosis kulit kepala yang menimbulkan alopenia (Prawirohardjo, 2002 : 840.)
Pengeluaran janin pada persalinan menyebabkan trauma pada uretra dan kandung kemih dan organ sekitarnya (Reeder, 1999 : 645). Kapasitas kandung kemih post partum meningkat sehingga pengeluaran urin pada awal post partum banyak sehingga dapat mengakibatkan perubahan pola eliminasi urin (Doenges, 2001 : 295). Nyeri dapat mengakibatkan aktivitas terbatas sehingga terjadi penurunan peristaltik usus yang menyebabkan konstipasi (Manuaba, 2003 : 64).
Setelah bayi dilahirkan uterus akan menyesuaikan dengan keadaan tanpa janin kemudian memulai proses kontraksi dan retraksi, plasenta akan mulai terangkat dari dinding uterus sehingga pembuluh darah besar yang ada dalam uterus di belakang plasenta akan berdarah dan darah yang keluar akan mengisi retroplasenta. Jika sudah terisi darah perdarahan berhenti dan darah membeku hal ini menyebabkan kontraksi uterus lebih lanjut sehingga terjadi pelepasan plasenta (Farrer, 1999 : 61).
Setelah plasenta lahir terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron dan digantikan hormon hipofise anterior yaitu prolaktin yang akan mengaktifkan sel-sel kelenjar payudara untuk memproduksi ASI (Farrer, 1999 : 193). Kelenjar hipofise posterior menghasilkan oksitosin sebagai reaksi terhadap pengisapan puting. Oksitosin mempengaruhi sel-sel mioepitel yang mengelilingi alveoli mamae sehingga alveoli tersebut berkontraksi dan mengeluarkan air susu yang sudah diekskresikan oleh kelenjar mamae (Farrer, 1999 : 201). Isapan bayi menimbulkan rangsangan hipofise melalui nervus interkostalis 4-6, menuju dorsal root, spinal cord nucleus praventrikularis dan supra optikus sehingga oksitosin dapat dikeluarkan. Fungsi oksitosin yaitu merangsang mioepitel sekitar alveoli dan duktus berkontraksi sehingga ASI dapat dikeluarkan, merangsang kontraksi uterus sehingga mempercepat involusi uteri (Manuaba, 2003 : 66).
F. Pathway
Pathway Download DISINI
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik post partum menurut Mochtar ( 1998 : 118) meliputi :
Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, keluhan, suhu badan.
Payudara : ASI, putting susu, areola
Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum.
Sekret yang keluar misalnya lochea, flour albus.
Keadaan alat-alat kandungan
Pemeriksaan post partum dengan episiotomi berfokus pada REEDA kemerahan (redness), pembengkakan (edema) bintik biru (echimosis) pengeluaran cairan (discharge), penyatuan jaringan (aproximation).
Pemeriksaan post vakum ekstraksi menurut (Saefudin, 2002) meliputi ;
Pemeriksaan bimanual untuk menemukan bukaan servik, besar, arah dan konsistensi uterus dan kondisi fornises.
Pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan penera kavum uteri.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan post partum spontan dengan vakum ekstraksi menurut Mochtar (1998 : 112) adalah
Pada robekan perinium lakukan penjahitan dengan baik lapis demi lapis, perhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka ke arah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka.
Segera mobilisasi dan realimentasi.
Konseling keluarga berencana.
Berikan antibiotika cukup.
Pada luka perinium lama lakukan perineoplastik dengan membuka luka dan menjahitnya kembali sebaik-baiknya.
I. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian post partum menurut Doenges (2001 : 387) antara lain :
Aktivitas atau istirahat
Dapat tampak berenergi atau kelelahan atau keletihan, mengantuk.
Sirkulasi
Nadi biasanya lambat (50 sampai 70 dpm) karena hipersensitivitas vagal. Tekanan darah bervariasi, mungkin lebih rendah pada respons terhadap analgesia atau meningkat pada respons terhadap pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan.
Edema bila ada, mungkin dependen atau dapat meliputi ekstremitas atas dan wajah atau mungkin umum. Kehilangan darah selama persalinan dan kelahiran sampai 400-500 ml untuk kelahiran vaginal atau 600-800 ml untuk kelahiran sesarea.
Integritas ego
Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah, misalnya eksitasi atau perilaku menunjukkan kurang kedekatan, tidak berminat (kelelahan).
Eliminasi
Hemoroid sering ada dan menonjol. Kandung kemih mungkin teraba di atas simfisis pubis. Diuresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat aliran urinarius.
Makanan atau cairan
Dapat mengeluh haus, lapar atau mual.
Neuro sensori
Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anestesia spinal atau analgesia kauda. Hiperfleksia mungkin ada.
Nyeri atau ketidaknyamanan
Dapat melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya setelah nyeri, trauma jaringan atau perbaikan episiotomi, kandung kemih penuh atau menggigil.
Keamanan
Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit. Perbaikan episiotomi utuh, dengan tepi jaringan merapat.
Seksualitas
Fundus keras berkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi umbilikus. Drainase vagina atau lokhea jumlahnya sedang, merah gelap, dengan hanya beberapa bekuan kecil. Perineum bebas dari kemerahan, edema, ekimosis atau rabas. Striae mungkin ada pada abdomen, paha dan payudara. Payudara lunak, dengan puting tegang.
Penyuluha atau pembelajaran
Catat obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah.
Pemeriksaan diagnostik
Hemoglobin atau hematokrit, jumlah darah lengkap, urinalisis.
J. Diagnosa Keperawatan dan Fokus Intervensi
Fokus intervensi pada pasien post partum spontan berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut (Tucker ,1998 : 869)adalah sebagai berikut :
Nyeri berhubungan dengan episiotomi, nyeri setelah melahirkan dan atau ketidaknyamanan payudara.
Intervensi:
Atasi nyeri berikan obat sesuai program
Berikan kantong es pada perineum
Anjurkan ibu untuk mengeratkan bokong bersamaan bila duduk pada luka episiotomi nyeri.
Antisipasi kebutuhan terhadap penghilang nyeri
Anjurkan ibu untuk menggunakan tehnik relaksasi
Periksa payudara setiap 4 sampai 8 jam
Izinkan ibu menggunakan bra penyongkong setiap waktu
Kompres payudara selama 15 menit – 3 menit setiap 1-3 jam
Massase payudara secara manual tekan payudara
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insisi atau laserasi
Intervensi :
Observasi kondisi episiotomi dan dokumentasi setiap hari
Perhatikan terhadap peningkatan suhu tubuh atau perubahan lain pada parameter vital sign
Lakukan perawatan perineum
Perhatikan dan laporkan adanya drainase bau busuk
Berikan antibiotik sesuai program
Konstipasi berhubungan dengan episiotomi dan hemoragi sekunder terhadap proses kelahiran.
Intervensi:
Jamin masukan cairan adekuat
Berikan pelunak feses atau laksatif sesuai program
Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi
Perhatikan diit reguler
Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pasca persalinan.
Intervensi :
Anjurkan cairan per oral.
Ukur masukan dan haluaran selama 24 jam
Pertahankan cairan parenteral dengan eksitosik program
Hindari massage yang tidak perlu
Ganti pembalut perineal setiap 30-60 menit sesuai kebutuhan
Bila fundus lunak masage sampai keras
Resiko retensi urin berhubungan dengan trauma dan edema lanjut sekunder terhadap kelahiran.
Intervensi :
Anjurkan cairan setiap hari sampai 3 liter kecuali dikontraindikasikan
Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam setelah melahirkan
Berikan tehnik untuk membantu berkemih sesuai kebutuhan dengan berkemih rendam bokong
Resiko terhadap perubahan peran orang tua berhubungan dengan transisi pada masa menjadi orang tua.
Intervensi :
Penuhi ketergantungan ibu selama berada pada fase 2-3 hari pertama
Bantu dan ajarkan ibu untuk melakukan semua tugas perawatan bayi
Ajarkan ibu dan pengunjung tehnik mencuci tangan yang baik
Libatkan pasangan atau orang tua atau orang terdekat dalam perawatan bayi dan penyuluhan
Hindari tehnik negatif pada ibu
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan pasca persalinan.
Intervensi :
Demonstrasikan perawatan payudara
Tekankan pentingnya diit nutrisi
Anjurkan pasien untuk menghindarkan koitus selama 4-6 minggu atau sesuai intruksi dokter.
Jelaskan pentingnya kebersihan perineum
Jelaskan pentingnya latihan ringan pada awal
Doenges (2001 : 237) juga menambahkan diagnosa yang muncul pada post partum berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
Berduka berhubungan dengan kematian janin atau bayi
Intervensi :
Libatkan pasangan dalam perencanaan perawatan
Identifikasi ekspresi dan tahap berduka
Tentukan makna kehilangan terhadap kedua anggota pasangan
Perhatikan pola komunikasi antara anggota pasangan dan sistem pendukung
Kuatkan realita situasi dan anjurkan diskusi dengan klien
Anjurkan keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan mendengar
Kaji beratnya depresi
Perhatikan tingkat aktivitas klien, pola tidur, nafsu makan, personal
Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang informasi.
Intervensi :
Berikan rencana penyuluhan dengan menggunakan format yang standarisasi.
Pertahankan status psikologis klien dan respon terhadap kelahiran bayi dan peran menjadi ibu
Anjurkan partisipasi dalam perawatan bila klien mampu
Demonstrasikan tehnik-tehnik perawatan bayi
Kaji ulang tingkat pengetahuan pasien
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, tindakan invasif.
Intervensi :
Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan dengan cermat
Bersihkan luka dan ganti balutan bila basah
Perhatikan jumlah dan bau lochea
Kaji suhu, nadi, dan jumlah sel darah putih
Perhatikan perawatan perineal dan kateter
Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis (sangat gembira, ansietas) nyeri.
Intervensi :
Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat.
Berikan lingkungan yang tenang.
Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Loudermik, Jensen, 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta
Bobak, M..I., Jensen, D. M., 2000, Perawatan Maternitas dan Ginekologi (terjemahan), Edisi 1, YIA. PKP, Bandung.
Carpenito, L.J., 2001, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik (terjemahan), EGC, Jakarta.
Depkes, RI., 2004, Asuhan Keperawatan Post Partum Mata Ajaran Keperawatan Maternitas, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Semarang.
Dongoes, M.E., 2001, Rencana Keperawatan Maternal Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta.
Farrer, H., 1999, Perawatan Maternitas (terjemahan), EGC, Jakarta.
Manuaba, I.B.G., 1998, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC, Jakarta.
Potter and Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktek, Edisi 4, EGC, Jakarta
Prawirohardjo, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Prawirohardjo, 2000, Ilmu Kebidanan, Y.B.P.S.P, Jakarta.
Reeders, S.J., 1997, Maternity Nursing Family Newborn and Klomens Healt Care, Lippinclot, Company, Philadelphia.
Saefuddin, A.B., 2000, Buku Acuan Nasional (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal), JNPKK POGI, Jakarta.
Tucker, S.M., 1998, Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi (terjemahan), EGC, Jakarta.
Underwood, J. C., 1999, Patologi umum dan sistemik, Editor edisi Bahasa Indonesia, sarjadi, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Situ Babakan Kampung Budaya Betawi
Pernah dengar Condet, atau Kampung Betawi Condet? Atau Cagar Budaya Betawi Condet ?
Pada tahun 1976 masa Gubernur Ali Sadikin kawasan Condet dijadikan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Tapi sayang kawasan tersebut hanya mampu bertahan lebih kurang 10 tahun. Selanjutnya Condet tinggal kenangan.
Dengan seiring perkembangan dan pembangunan Kota Jakarta orang orang Betawi di kawasan yang terdiri atas Kelurahan Bale Kambang, Batu Ampar, dan Kampung Tengah ini menjadi minoritas sehingga masyarakat Betawi di kawasan ini juga semakin berkurang. Hijrah ke pinggir Jakarta
Setelah Cagar Budaya Betawi di Condet lenyap dimakan jaman. Namun pada tahun 2001 Gubernur Sutiyoso melanjutkan perhatian terhadap Budaya Betawi yang kian terpinggirkan di rumahnya sendiri.
Perhatian Bang Yos adalah Situ Babakan di Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan ditetapkan sebagai Perkampungan Betawi. Mungkin karena hampir 70 persen penduduk kelurahan itu merupakan orang Betawi.
Kawasan Situ Babakan terletak di pinggir sebuah situ atau danau yang cukup besar. Suasana masih sejuk dengan masih banyaknya pohon pohon rindang.
salah satu rumah adat betawi
Semua rumah yang dibangun di kawasan ini menggunakan konsep ala betawi tempo dulu atau bercirikan rumah adat betawi. Tempat ini bisa dijadikan sarana belajar bagi mereka yang ingin mengetahui budaya betawi lebih lanjut karena ditempat ini juga dilaksanakan pementasan budaya betawi setiap Sabtu atau Minggu.
Kadang terbesit di pikiran, Mampukan Cagar Budaya Betawi Situ Babakan bertahan terus melawan perkembangan dan pembangunan Kota Jakarta ??
Haruskan senasip dengan Cagar Budaya Condet yang hilang dimakan Keserakahan kota ??
Pada tahun 1976 masa Gubernur Ali Sadikin kawasan Condet dijadikan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Tapi sayang kawasan tersebut hanya mampu bertahan lebih kurang 10 tahun. Selanjutnya Condet tinggal kenangan.
Dengan seiring perkembangan dan pembangunan Kota Jakarta orang orang Betawi di kawasan yang terdiri atas Kelurahan Bale Kambang, Batu Ampar, dan Kampung Tengah ini menjadi minoritas sehingga masyarakat Betawi di kawasan ini juga semakin berkurang. Hijrah ke pinggir Jakarta
Setelah Cagar Budaya Betawi di Condet lenyap dimakan jaman. Namun pada tahun 2001 Gubernur Sutiyoso melanjutkan perhatian terhadap Budaya Betawi yang kian terpinggirkan di rumahnya sendiri.
Perhatian Bang Yos adalah Situ Babakan di Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan ditetapkan sebagai Perkampungan Betawi. Mungkin karena hampir 70 persen penduduk kelurahan itu merupakan orang Betawi.
Kawasan Situ Babakan terletak di pinggir sebuah situ atau danau yang cukup besar. Suasana masih sejuk dengan masih banyaknya pohon pohon rindang.
salah satu rumah adat betawi
Semua rumah yang dibangun di kawasan ini menggunakan konsep ala betawi tempo dulu atau bercirikan rumah adat betawi. Tempat ini bisa dijadikan sarana belajar bagi mereka yang ingin mengetahui budaya betawi lebih lanjut karena ditempat ini juga dilaksanakan pementasan budaya betawi setiap Sabtu atau Minggu.
Kadang terbesit di pikiran, Mampukan Cagar Budaya Betawi Situ Babakan bertahan terus melawan perkembangan dan pembangunan Kota Jakarta ??
Haruskan senasip dengan Cagar Budaya Condet yang hilang dimakan Keserakahan kota ??
Minggu, 18 April 2010
Auhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sectio Caesarea dengan Indikaasi panggul Sempit
I. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
II. Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
Perdarahan tidak begitu banyak
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
III. Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Fetal distress
His lemah / melemah
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Bayi besar ( BBL 4,2 kg )
Plasenta previa
Kalainan letak
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
Rupture uteri mengancam
Hydrocephalus
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Panggul sempit
Problema plasenta
IV. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
V. POST PARTUM
A. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS
Adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu.
(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)
B. PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
D. TANDA DAN GEJALA
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
• Uterus
• Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi
1.
2.
3.
4. Segera setelah lahir
1 jam setelah lahir
12 jam setelah lahir
setelah 2 hari Pertengahan simpisis dan umbilikus
Umbilikus
1 cm di atas pusat
Turun 1 cm/hari
Lembut Terjadi
Berkurang
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
- Lochea
• Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
• Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
• Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
- Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
- Perineum
• Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
• Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
- Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
VI. PANGGUL SEMPIT
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
1. Kesempitan pintu atas panggul
2. kesempitan bidang bawah panggul
3. kesempitan pintu bawah panggul
4. kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter transversa sempit.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a. Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
b. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka belakang
d. Panggul corong :pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit
e. Panggul belah : symphyse terbuka
2. kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a. Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-lain
b. Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c. Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
3. kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a. kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
b. sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
4. kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.
Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan
Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
1. Pengaruh pada kehamilan
- Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
- Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida fundus atau gangguan peredaran darah
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan tanda panggul sempit
- Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
- Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
- Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
2. Pengaruh pada persalinan
- Persalinan lebih lama dari biasa.
a. Karena gangguan pembukaan
b. Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
- Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
a. Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan “knopfloch mechanismus” (mekanisme lobang kancing)
b. Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya ukuran-ukuran kepala belakang yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya
c. Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan muka belang (positio occypitalis directa) pada pintu atas panggul.
- Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh panggul sempit
- Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi intra partum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak didalam rahim.
Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
- Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang menyebabkan nekrosa.
Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto vaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat keran adanya rongga sacrum.
- Ruptur symphyse dapat terjadi , malahan kadang – kadang ruptur dari articulatio scroilliaca.
Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang nyeri didaerah symphyse dan tidak dapat mengangkat tungkainya.
- Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam rongga panggul , yang paling sering adalah kelumpuhan N. Peroneus.
3. Pengaruh pada anak
- Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
- Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
- Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. Terutama kalau diameter biparietalis berkurang lebih dari ½ cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan. Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal) malahan dapat terjadi fraktur impresi.
Persangkaan Panggul sempit
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
1. Aprimipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
2. Pada primipara ada perut menggantung
3. pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
4. kelainan letak pada hamil tua
5. kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
6. osborn positip
Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor
- Bentuk panggul
- Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
- Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
- Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
- Presentasi dan posisi kepala
- His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran – ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat per vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan berlangsung selamat.
Karena itu kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul sempit absolut )
Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
1. Riwayat persalinan yang lampau
2. besarnya presentasi dan posisi anak
3. pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
4. his
5. lancarnya pembukaan
6. infeksi intra partum
7. bentuk panggul dan derajat kesempitan
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8 ½ – 10cm (sering disebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan percobaan.
Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per vaginam pada wanita wanita dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan percobaan dilakukan hanya pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita menghentikan presalianan percobaan kalau:
1. – pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
- Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
- Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
2. – setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2 jam tidak mau masuk ke dalam rongga panggul walaupun his cukup kuat
- Forcepe gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut dalam golongan 2 (dua) maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya dilakukan persalinan percobaan lagi
Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan :
1. Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterngkan diatas
2. test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala janin tidak turun sampai H III maka test of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
1. Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit
2. kematian anak terlalu tinggo dengan percobaan tersebut
kesempitan bidang tengah panggul
bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spinae ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5
Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
1. Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
2. diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5 11 ½ cm
3. diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
1. Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang ( normal 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm)
2. diameter antara spina < 9 cm
ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
- Spinae ischiadicae sangat menonjol
- Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang
Prognosa
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau diameter antar spinae 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.
Terapi
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya dipergunakan ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.
Kesempitan pintu bawah panggul:
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
1. Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
2. diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
3. diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang
kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm )
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC bisanya dapat diselesaikan dengan forcepe dan dengan episiotomy yang cukup luas.
VII. Pengkajian
1. Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
2. integritas ego
perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis
3. Makanan / cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
4. Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
5. Keamanan
Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
Adanya defisiensi imun
Munculnya kanker/ adanya terapi kanker
Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
Riwayat penyakit hepatic
Riwayat tranfusi darah
Tanda munculnya proses infeksi
VIII. Pathways
IX. Proritas Keperawatan
Mengurangi ansietas dan trauma emosional
Menyediakan keamanan fisik
Mencegah komplikasi
Meredakan rasa sakit
Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
X. Diagnosa Keperawatan
Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )
XI. Intervensi
DP Tujuan Intervensi Rasional
Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan tubuh untuk penyembuhan luka,penurunan masukan (sekunder akibat nyeri, mual, muntah Ansietas berkurang setelah diberikan perawatan dengan kriteria hasil :
- Tidak menunjukkan traumatik pada saat membicarakan pembedahan
- Tidak tampak gelisah
- Tidak merasa takut untuk dilakukan pembedahan yang sama
- Pasien merasa tenang
Infeksi tidak terjadi setelah perawatan selama 24 jam pertama dengan kriteria hasil :
- Menunjukkan kondisi luka yang jauh dari kategori infeksi
- Albumin dalam keadaan normal
- Suhu tubuh pasien dalam keadaan normal, tidak demam
Nyeri dapat berkurang setelah perawatan 1x 24 jam dengan kriteria :
- Pasien tidak mengeluh nyeri / mengatakan bahwa nyeri sudah berkurang
Mendemontrasikan berat badan stabil atau penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda malnutrisi
- Lakukan pendekatan diri pada pasien supaya pasien merasa nyaman
- Yakinkan bahwa pembedahan merupakan jalan terbaik yang harus ditempuh untuk menyelamatkan bayi dan ibu
- Berikan nutrisi yang adekuat
- Berikan penkes untuk menjaga daya tahan tubuh, kebersihan luka, serta tanda-tanda infeksi dini pada luka
- lakukan pengkajian nyeri
- lakukan managemen nyeri
- monitoring keadaan insisi luka post operasi
- ajarkan mobilitas yang memungkinkan tiap jam sekali
- kaji status nutrisi secara continue selama perawatan tiap hari, perhatikan tingkat energi, kondisi, kulit, kuku, rambut, rongga mulut
- tekankan pentingnya trasnsisi pada pemberian makan per oral dengan tepat
- beri waktu mengunyah, menelan, beri sosialisasi dan bantuan makan sesuai dengan indikasi
- Rasa nyaman akan menumbuhkan rasa tenang, tidak cemas serta kepercayaan pada perawat.
- Nutrisi yang adekuat akan menghasilkan daua tubuh yang optimal
- Dengan adanya partisipasi dari pasien, maka kesembuhan luka dapat lebih mudah terwujud
- Setiap skala nyeri memiliki managemen yang berbeda
- Antisipasi nyeri akibat luka post operasi
- Antisipasi nyeri akibat luka post operasi
- Mobilitas dapat merangsang peristaltik usus sehingga mempercepat flatus
- Memberi kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari norma/ dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi
- Trasnsisi pemberian makan oral lebih disukai
- Pasien perlu bantuan untuk menghadapi masalah anoreksia, kelelahan, kelemahan otot
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
II. Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
Perdarahan tidak begitu banyak
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
III. Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Fetal distress
His lemah / melemah
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Bayi besar ( BBL 4,2 kg )
Plasenta previa
Kalainan letak
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
Rupture uteri mengancam
Hydrocephalus
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Panggul sempit
Problema plasenta
IV. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
V. POST PARTUM
A. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS
Adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu.
(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)
B. PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
D. TANDA DAN GEJALA
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
• Uterus
• Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi
1.
2.
3.
4. Segera setelah lahir
1 jam setelah lahir
12 jam setelah lahir
setelah 2 hari Pertengahan simpisis dan umbilikus
Umbilikus
1 cm di atas pusat
Turun 1 cm/hari
Lembut Terjadi
Berkurang
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
- Lochea
• Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
• Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
• Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
- Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
- Perineum
• Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
• Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
- Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
VI. PANGGUL SEMPIT
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
1. Kesempitan pintu atas panggul
2. kesempitan bidang bawah panggul
3. kesempitan pintu bawah panggul
4. kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter transversa sempit.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a. Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
b. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka belakang
d. Panggul corong :pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit
e. Panggul belah : symphyse terbuka
2. kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a. Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-lain
b. Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c. Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
3. kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a. kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
b. sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
4. kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.
Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan
Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
1. Pengaruh pada kehamilan
- Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
- Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida fundus atau gangguan peredaran darah
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan tanda panggul sempit
- Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
- Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
- Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
2. Pengaruh pada persalinan
- Persalinan lebih lama dari biasa.
a. Karena gangguan pembukaan
b. Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
- Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
a. Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan “knopfloch mechanismus” (mekanisme lobang kancing)
b. Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya ukuran-ukuran kepala belakang yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya
c. Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan muka belang (positio occypitalis directa) pada pintu atas panggul.
- Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh panggul sempit
- Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi intra partum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak didalam rahim.
Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
- Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang menyebabkan nekrosa.
Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto vaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat keran adanya rongga sacrum.
- Ruptur symphyse dapat terjadi , malahan kadang – kadang ruptur dari articulatio scroilliaca.
Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang nyeri didaerah symphyse dan tidak dapat mengangkat tungkainya.
- Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam rongga panggul , yang paling sering adalah kelumpuhan N. Peroneus.
3. Pengaruh pada anak
- Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
- Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
- Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. Terutama kalau diameter biparietalis berkurang lebih dari ½ cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan. Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal) malahan dapat terjadi fraktur impresi.
Persangkaan Panggul sempit
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
1. Aprimipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
2. Pada primipara ada perut menggantung
3. pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
4. kelainan letak pada hamil tua
5. kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
6. osborn positip
Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor
- Bentuk panggul
- Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
- Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
- Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
- Presentasi dan posisi kepala
- His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran – ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat per vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan berlangsung selamat.
Karena itu kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul sempit absolut )
Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
1. Riwayat persalinan yang lampau
2. besarnya presentasi dan posisi anak
3. pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
4. his
5. lancarnya pembukaan
6. infeksi intra partum
7. bentuk panggul dan derajat kesempitan
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8 ½ – 10cm (sering disebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan percobaan.
Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per vaginam pada wanita wanita dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan percobaan dilakukan hanya pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita menghentikan presalianan percobaan kalau:
1. – pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
- Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
- Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
2. – setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2 jam tidak mau masuk ke dalam rongga panggul walaupun his cukup kuat
- Forcepe gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut dalam golongan 2 (dua) maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya dilakukan persalinan percobaan lagi
Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan :
1. Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterngkan diatas
2. test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala janin tidak turun sampai H III maka test of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
1. Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit
2. kematian anak terlalu tinggo dengan percobaan tersebut
kesempitan bidang tengah panggul
bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spinae ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5
Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
1. Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
2. diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5 11 ½ cm
3. diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
1. Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang ( normal 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm)
2. diameter antara spina < 9 cm
ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
- Spinae ischiadicae sangat menonjol
- Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang
Prognosa
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau diameter antar spinae 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.
Terapi
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya dipergunakan ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.
Kesempitan pintu bawah panggul:
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
1. Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
2. diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
3. diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang
kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm )
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC bisanya dapat diselesaikan dengan forcepe dan dengan episiotomy yang cukup luas.
VII. Pengkajian
1. Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
2. integritas ego
perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis
3. Makanan / cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
4. Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
5. Keamanan
Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
Adanya defisiensi imun
Munculnya kanker/ adanya terapi kanker
Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
Riwayat penyakit hepatic
Riwayat tranfusi darah
Tanda munculnya proses infeksi
VIII. Pathways
IX. Proritas Keperawatan
Mengurangi ansietas dan trauma emosional
Menyediakan keamanan fisik
Mencegah komplikasi
Meredakan rasa sakit
Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
X. Diagnosa Keperawatan
Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )
XI. Intervensi
DP Tujuan Intervensi Rasional
Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan tubuh untuk penyembuhan luka,penurunan masukan (sekunder akibat nyeri, mual, muntah Ansietas berkurang setelah diberikan perawatan dengan kriteria hasil :
- Tidak menunjukkan traumatik pada saat membicarakan pembedahan
- Tidak tampak gelisah
- Tidak merasa takut untuk dilakukan pembedahan yang sama
- Pasien merasa tenang
Infeksi tidak terjadi setelah perawatan selama 24 jam pertama dengan kriteria hasil :
- Menunjukkan kondisi luka yang jauh dari kategori infeksi
- Albumin dalam keadaan normal
- Suhu tubuh pasien dalam keadaan normal, tidak demam
Nyeri dapat berkurang setelah perawatan 1x 24 jam dengan kriteria :
- Pasien tidak mengeluh nyeri / mengatakan bahwa nyeri sudah berkurang
Mendemontrasikan berat badan stabil atau penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda malnutrisi
- Lakukan pendekatan diri pada pasien supaya pasien merasa nyaman
- Yakinkan bahwa pembedahan merupakan jalan terbaik yang harus ditempuh untuk menyelamatkan bayi dan ibu
- Berikan nutrisi yang adekuat
- Berikan penkes untuk menjaga daya tahan tubuh, kebersihan luka, serta tanda-tanda infeksi dini pada luka
- lakukan pengkajian nyeri
- lakukan managemen nyeri
- monitoring keadaan insisi luka post operasi
- ajarkan mobilitas yang memungkinkan tiap jam sekali
- kaji status nutrisi secara continue selama perawatan tiap hari, perhatikan tingkat energi, kondisi, kulit, kuku, rambut, rongga mulut
- tekankan pentingnya trasnsisi pada pemberian makan per oral dengan tepat
- beri waktu mengunyah, menelan, beri sosialisasi dan bantuan makan sesuai dengan indikasi
- Rasa nyaman akan menumbuhkan rasa tenang, tidak cemas serta kepercayaan pada perawat.
- Nutrisi yang adekuat akan menghasilkan daua tubuh yang optimal
- Dengan adanya partisipasi dari pasien, maka kesembuhan luka dapat lebih mudah terwujud
- Setiap skala nyeri memiliki managemen yang berbeda
- Antisipasi nyeri akibat luka post operasi
- Antisipasi nyeri akibat luka post operasi
- Mobilitas dapat merangsang peristaltik usus sehingga mempercepat flatus
- Memberi kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari norma/ dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi
- Trasnsisi pemberian makan oral lebih disukai
- Pasien perlu bantuan untuk menghadapi masalah anoreksia, kelelahan, kelemahan otot
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Auhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Chronic Obstructive Pulmonal Disease ( COPD )
1. Pengertian
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
1. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
3. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
4. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
5. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
6. Kebiasaan merokok
7. Polusi udara
8. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
9. Riwayat infeksi saluran nafas.
10. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
11. Tanda dan gejala
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
12. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
13. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
14. Dispnea.
15. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
16. Anoreksia.
17. Penurunan berat badan dan kelemahan.
18. Takikardia, berkeringat.
19.
Hipoksia, sesak dalam dada.
20. Pemeriksaan Diagnostik
* Anamnesis :
Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.
*
Pemeriksaan fisik :
o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
o Suara nafas berkurang.
*
Pemeriksaan radiologi
o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
* Tes fungsi paru :
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
* Pemeriksaan gas darah.
* Pemeriksaan EKG
* Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.
1.
Komplikasi
Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.
2. Penatalaksanaan
* Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
*
Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan :
o
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
+ Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
+ Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol g diberikan tiap 6 jam denganm5 mg dan atau protropium bromide 250 rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
*
Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
o Fisioterapi.
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
o Mukolitik dan ekspekteron.
o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2 <>
o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.
B. Asuhan Keperawatan COPD
A. Pengkajian
*
Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
*
Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.
*
Pola nutris metabolik.
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.
*
Pola eliminasi.
o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.
*
Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
*
Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
*
Pola persepsi kogniti
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.
*
Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
*
Pola peran hubungan dengan sesama
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.
*
Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
*
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
* Pola system kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
C. Perencanaan Keperawatan.
1.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan
individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
bersih/jelas.
Intervensi
1.
Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
2.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
3.
Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
4.
Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan 'lapar udara', gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional :
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
5.
Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6.
Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional :
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
7.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional :
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
Rasional :
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
(Doenges, 1999. hal 156).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
* Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
* Tanda-tanda vital dalam batas normal
* Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi :
1.
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Respon :
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
2.
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional :
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
3.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
4.
Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional :
Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
5.
Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
6.
Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional :
Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
(Doenges, 1999. hal 158).
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
* Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
* Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
1.
Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Respon :
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
2.
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional :
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
3.
Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional :
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
4.
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional :
Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5.
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional :
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional :
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
(Doenges, 1999. hal 171)."
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
1. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
3. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
4. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
5. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
6. Kebiasaan merokok
7. Polusi udara
8. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
9. Riwayat infeksi saluran nafas.
10. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
11. Tanda dan gejala
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
12. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
13. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
14. Dispnea.
15. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
16. Anoreksia.
17. Penurunan berat badan dan kelemahan.
18. Takikardia, berkeringat.
19.
Hipoksia, sesak dalam dada.
20. Pemeriksaan Diagnostik
* Anamnesis :
Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.
*
Pemeriksaan fisik :
o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
o Suara nafas berkurang.
*
Pemeriksaan radiologi
o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
* Tes fungsi paru :
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
* Pemeriksaan gas darah.
* Pemeriksaan EKG
* Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.
1.
Komplikasi
Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.
2. Penatalaksanaan
* Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
*
Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan :
o
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
+ Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
+ Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol g diberikan tiap 6 jam denganm5 mg dan atau protropium bromide 250 rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
*
Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
o Fisioterapi.
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
o Mukolitik dan ekspekteron.
o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2 <>
o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.
B. Asuhan Keperawatan COPD
A. Pengkajian
*
Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
*
Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.
*
Pola nutris metabolik.
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.
*
Pola eliminasi.
o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.
*
Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
*
Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
*
Pola persepsi kogniti
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.
*
Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
*
Pola peran hubungan dengan sesama
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.
*
Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
*
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
* Pola system kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
C. Perencanaan Keperawatan.
1.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan
individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
bersih/jelas.
Intervensi
1.
Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
2.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
3.
Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
4.
Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan 'lapar udara', gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional :
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
5.
Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6.
Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional :
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
7.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional :
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
Rasional :
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
(Doenges, 1999. hal 156).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
* Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
* Tanda-tanda vital dalam batas normal
* Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi :
1.
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Respon :
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
2.
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional :
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
3.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
4.
Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional :
Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
5.
Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
6.
Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional :
Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
(Doenges, 1999. hal 158).
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
* Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
* Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
1.
Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Respon :
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
2.
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional :
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
3.
Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional :
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
4.
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional :
Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5.
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional :
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional :
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
(Doenges, 1999. hal 171)."
Auhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Toksemia Gravidarum
TINJAUAN TEORI
Pengertian
Preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah suatu kondisi dimana tekanan darah meningkat selama masa kehamilan. Bila tekanan darah anda meningkat, tubuh anda menahan air, dan protein bisa ditemukan dalam urin anda. Hal seperti ini juga disebut sebagai toxemia atau pregnancy induced hypertension (PIH).
Etiologi
Penyebab dari Toksemia Gravidarum sampai saat ini tidak diketahui, tapi resiko utama terjadinya pre-eklamsi adalah abrupsio plasenta.
Faktor Resiko
Resiko tinggi mengalami preeklamsia adalah :
1. Baru pertama kali hamil
2. Ibu hamil yang ibunya atau saudara perempuannya pernah mengalami preeklamsia
3. Ibu hamil dengan kehamilan kembar; ibu hamil usia remaja; dan ibu hamil berusia lebih dari 40 tahun
4. Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit ginjal
Patofisologi
Preeklamsia dapat membuat plasenta tidak mendapatkan darah dalam jumlah yang cukup. Bila plasenta tidak mendapatkan cukup darah, maka bayi anda tidak akan mendapatkan cukup oksigen dan makanan. Ini dapat mengakibatkan kelahiran dengan berat badan rendah.
Keadaan ini dapat disertai kelainan faal hati berupa kenaikan kadar fosfatase alkali dan transaminase dalam serum, sedangkan ikterus jarang timbul, hanya terjadi pada keadaan berat, yait karena koagulasi intravaskuler (DIC) dengan hemolisis dan nekrosis hati
Gambaran histopatologis menampakkan adanya trombi fibrin dalam sinusoid di periportal disertai tanda-tanda perdarahan serta nekrosis, sedangkan tanda-tanda inflamasi tidak ada.
Perdarahan intrahepatik dan subkapsuler menimbulkan keluhan nyeri epigastrik atau nyeri perut kuadran kanan atas, meskipun jarang terjadi, ruptur spontan hati yang mengakibatkan perdarahan intra peritoneal dan syok memerlukan tindakan bedah darurat.
Umumnya tidak ada pengobatan khusus terhadap kelainan faal hati yang terjadi pada toksemia gravidarum, terminasi kehamilan akan memperbaiki keadaan klinis dan histopatologisnya.
Tanda dan Gejala
Seorang wanita yang pada saat hamil tekanan darahnya meningkat secara berarti tetapi tetap dibawah 140/90 mm hg, juga dikatakan menderita pre-eklamsi. bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita pre-eklamsi, 4-5 kali lebih rentan terhadap kelainan yang timbul segera setelah lahir. bayi yang dilahirkan juga mungkin kecil karena adanya kelainan fungsi plasenta atau karena lahir prematur.
Gejala-gejala dari pre-eklamsi adalah:
tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mm hg
wajah atau tangan membengkak
kadar protein yang tinggi dalam air kemih.
Manifetasi Klinis
Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejal-gejala subyektif. Pada preeklamsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklamsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan proteinuria bertambah banyak.
Klasifikasi
1. Preeklamsia ringan : Tekanan darah yang tinggi, retensi air, protein dalam urin
2. Preeklamsia berat : sakit kepala, pandangan kabur, tidak dapat melihat cahaya yang terang, kelelahan, mual/muntah, sedikit buang air kecil (BAK), sakit di perut bagian kanan atas, napas pendek dan cenderung mudah cedera.
Komplikasi
Komplikasi utama dari pre-eklamsi adalah sindroma hellp, yang terdiri dari:
1. Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
2. Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)
3. Penurunan jumlah trombosit (yang menunjukkan adanya gangguan kemampuan pembekuan darah).
Sindroma hellp cenderung terjadi jika pengobatan pre-eklamsi tertunda. jika terjadi sindroma hellp, bayi segera dilahirkan melalui operasi sesar. jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklamsi.
Pemeriksaan Penunjang
Penlaian Keadaan Ibu Klinis
TD: derajat keparahan, hubungan TD dgn CVA, bukan kejang
SSP: Keparahan sakit kepala;
o Gg penglihatan-buta, kabur;
o Tremor, iritabilitas, hiperaktif, somnolen
o Mual & muntah
Hematologi: edema, perdarahan, ptekie
Hepatik: nyeri kw kanan atas & epigastrik, mual & muntah
Ginjal: output & warna urin
Penilaian Keadaan Ibu lab
Hematologi:
o Hb, AT
o PTT, APTT, Fibrinogen, FDP
o LDH, asam urat
Hepatik:
o SGOT, SGPT, LDH
Glukosa
Ginjal:
o Proteinuria
o Kreatinin, urea, asam urat
Penilaian Keadaan Janin
Gerakan ( > 10x / 24jam )
DJJ
USG untuk perkembangan
Profil biofisik
Indeks cairan amnion
Pemeriksaan doppler arus darah: tali pusat
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Istirahat, berbaring pada sisi kiri tubuh agar janin anda tidak menindih urat darah.
2. Sering melakukan pemeriksaan sebelum kelahiran
3. Mengurangi makan garam
4. Minum 8 gelas air per hari
Penalataksanaan Medis
1. Bila anda mengidap preeklamsia berat, dokter anda mungkin akan mengobatinya dengan memberikan obat-obat untuk menekan tekanan darah sampai perkembangan bayi anda cukup untuk dapat dilahirkan dengan selamat.
2. Mual & muntah: antiemetik
3. Nyeri subhepatik: Morfin 2-4 mg iv, Antasida, Minimalkan palpasi
4. Antihipertensi:
a. Min. risiko CVA pd ibu
b. Max. kondisi ibu u/ persalinan yg aman
c. Mendapat waktu u/ penilaian lbh lanjut: memperpanjang kehamilan &persalinan pervaginam jk mungkin
Pencegahan
Sampai saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia. Ada faktor-faktor yang dapat penyebab terjadinya tekanan darah tinggi yang dapat dikontrol, ada juga yang tidak. Ikuti instruksi dokter anda mengenai diet dan olahraga.
Gunakan sedikit garam atau sama sekali tanpa garam pada makanan anda
Minum 6-8 gelas air sehari
Jangan banyak makan makanan yang digoreng dan junkfood
Olahraga yang cukup
Angkat kaki anda beberapa kali dalam sehari
Hindari minum alcohol
Hindari minuman yang mengandung kafein
Dokter anda mungkin akan menyarankan anda untuk minum obat dan makan suplemen tambahan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis
Pengkajian
Anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan obstetrik, dan pemeriksaan laboratorium rutin
Tekanan darah, air kencing, berat badan diperiksa tiap hari, dan edema dicari terutama pada daerah sacral
Balans cairan ditentukan tiap hari
Funduskopi dilakukan pada waktu penderita masuk rumah sakit dan kemudian tiap 3 hari
Keadaan janin diperiksa tipa hari dan besarnya dinilai
Penderita diingatkan untuk segera memberitahukan apaabila sakit kepala, merasa mual, merasa nyeri di daerah epigastrium, atau menderita gangguan dalam penglihatan.
Diagnosa Keperawatan
1. PK: Preeklamsi
2. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme pengaturan
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah
Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 PK: Preeklamsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat dapatmeminimalkan komplikasi preeklamsi yang terjadi dengan kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital dbn
- Tidak terjadi kejang
- Edema ekstremitas berkurang - Pantau tanda dan gejala adanya preeklamsi
- Anjurkan klien untuk diet tinggi protein dengan asupan natrium sedang 2,5-7 gr per hari dan 6-8 gelas air perhari
- Anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi lateral rekumben kiri
- Ajarkan klien tanda-tanda bahaya preeklamsi dan segera melaporkan jika hal itu terjadi
- Kolaborasi pemberian obat antihipertensi sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian obat anti kejang sesuai indikasi Mengurangi edema yang terjadi
Meningkatkan aliran plasma ginjal dan perfusi plasenta
Dapat mengambil tindakan lebih dini
Untuk menurunkan tekanan darah
Untuk mencegah kejang (eklamsi)
2 Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme pengaturan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam, klien akan memiliki keseimbangan volume cairan, dengan kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital dbn
- Nadi perifer teraba
- Intake dan output 24 jam seimbang
- Berat badan stabil
- Tidak ada edema perifer Fluid Manajement:
- Pertahankan pencatatan intake dan output cairan yang akurat
- Monitor hasil lab yang berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan BUN,penurunan hematokrit)
- Monitor tanda-tanda vital
- Lakukan penimbangan berat badan setiap hari
- Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi
Mempertahankan balance cairan
Pada edema terjadi retensi cairan sehingga BB meningkat
3 Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah
Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama x24 jam, klien memiliki perfusi jaringan perifer yang efektif dengan kriteria hasil:
- Capillary refilll ≤ 2 dtk
- Nadi perifer distal dan proksimal kuat
- Warna kulit dbn
- Tidak ada edema perifer Circulatory Care
- Evaluasi edema dan nadi perifer
- Rendahkan ekstremitas
- Pertahankan hidrasi yang adekuat
- Monitor status cairan meliputi intake dan output
- Anjurkan klien untuk latihan sesuai kemampuan
- Ubah posisi pasien setiap 2 jam jika memungkinkan
Meningkatkan aliran darah
Mencegah peningkatan viskositas darah
Melancarkan peredarah darah
Melancarkan peredaran darah dan penekanan pada bony prominen
DAFTAR PUSTAKA
Pregnancy Induced Hypertension (PIH): Preeclampsia or Toxemia
http://www.americanpregnancy.org
www.sehatgroup.web.id
Pengertian
Preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah suatu kondisi dimana tekanan darah meningkat selama masa kehamilan. Bila tekanan darah anda meningkat, tubuh anda menahan air, dan protein bisa ditemukan dalam urin anda. Hal seperti ini juga disebut sebagai toxemia atau pregnancy induced hypertension (PIH).
Etiologi
Penyebab dari Toksemia Gravidarum sampai saat ini tidak diketahui, tapi resiko utama terjadinya pre-eklamsi adalah abrupsio plasenta.
Faktor Resiko
Resiko tinggi mengalami preeklamsia adalah :
1. Baru pertama kali hamil
2. Ibu hamil yang ibunya atau saudara perempuannya pernah mengalami preeklamsia
3. Ibu hamil dengan kehamilan kembar; ibu hamil usia remaja; dan ibu hamil berusia lebih dari 40 tahun
4. Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit ginjal
Patofisologi
Preeklamsia dapat membuat plasenta tidak mendapatkan darah dalam jumlah yang cukup. Bila plasenta tidak mendapatkan cukup darah, maka bayi anda tidak akan mendapatkan cukup oksigen dan makanan. Ini dapat mengakibatkan kelahiran dengan berat badan rendah.
Keadaan ini dapat disertai kelainan faal hati berupa kenaikan kadar fosfatase alkali dan transaminase dalam serum, sedangkan ikterus jarang timbul, hanya terjadi pada keadaan berat, yait karena koagulasi intravaskuler (DIC) dengan hemolisis dan nekrosis hati
Gambaran histopatologis menampakkan adanya trombi fibrin dalam sinusoid di periportal disertai tanda-tanda perdarahan serta nekrosis, sedangkan tanda-tanda inflamasi tidak ada.
Perdarahan intrahepatik dan subkapsuler menimbulkan keluhan nyeri epigastrik atau nyeri perut kuadran kanan atas, meskipun jarang terjadi, ruptur spontan hati yang mengakibatkan perdarahan intra peritoneal dan syok memerlukan tindakan bedah darurat.
Umumnya tidak ada pengobatan khusus terhadap kelainan faal hati yang terjadi pada toksemia gravidarum, terminasi kehamilan akan memperbaiki keadaan klinis dan histopatologisnya.
Tanda dan Gejala
Seorang wanita yang pada saat hamil tekanan darahnya meningkat secara berarti tetapi tetap dibawah 140/90 mm hg, juga dikatakan menderita pre-eklamsi. bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita pre-eklamsi, 4-5 kali lebih rentan terhadap kelainan yang timbul segera setelah lahir. bayi yang dilahirkan juga mungkin kecil karena adanya kelainan fungsi plasenta atau karena lahir prematur.
Gejala-gejala dari pre-eklamsi adalah:
tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mm hg
wajah atau tangan membengkak
kadar protein yang tinggi dalam air kemih.
Manifetasi Klinis
Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejal-gejala subyektif. Pada preeklamsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklamsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan proteinuria bertambah banyak.
Klasifikasi
1. Preeklamsia ringan : Tekanan darah yang tinggi, retensi air, protein dalam urin
2. Preeklamsia berat : sakit kepala, pandangan kabur, tidak dapat melihat cahaya yang terang, kelelahan, mual/muntah, sedikit buang air kecil (BAK), sakit di perut bagian kanan atas, napas pendek dan cenderung mudah cedera.
Komplikasi
Komplikasi utama dari pre-eklamsi adalah sindroma hellp, yang terdiri dari:
1. Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
2. Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)
3. Penurunan jumlah trombosit (yang menunjukkan adanya gangguan kemampuan pembekuan darah).
Sindroma hellp cenderung terjadi jika pengobatan pre-eklamsi tertunda. jika terjadi sindroma hellp, bayi segera dilahirkan melalui operasi sesar. jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklamsi.
Pemeriksaan Penunjang
Penlaian Keadaan Ibu Klinis
TD: derajat keparahan, hubungan TD dgn CVA, bukan kejang
SSP: Keparahan sakit kepala;
o Gg penglihatan-buta, kabur;
o Tremor, iritabilitas, hiperaktif, somnolen
o Mual & muntah
Hematologi: edema, perdarahan, ptekie
Hepatik: nyeri kw kanan atas & epigastrik, mual & muntah
Ginjal: output & warna urin
Penilaian Keadaan Ibu lab
Hematologi:
o Hb, AT
o PTT, APTT, Fibrinogen, FDP
o LDH, asam urat
Hepatik:
o SGOT, SGPT, LDH
Glukosa
Ginjal:
o Proteinuria
o Kreatinin, urea, asam urat
Penilaian Keadaan Janin
Gerakan ( > 10x / 24jam )
DJJ
USG untuk perkembangan
Profil biofisik
Indeks cairan amnion
Pemeriksaan doppler arus darah: tali pusat
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Istirahat, berbaring pada sisi kiri tubuh agar janin anda tidak menindih urat darah.
2. Sering melakukan pemeriksaan sebelum kelahiran
3. Mengurangi makan garam
4. Minum 8 gelas air per hari
Penalataksanaan Medis
1. Bila anda mengidap preeklamsia berat, dokter anda mungkin akan mengobatinya dengan memberikan obat-obat untuk menekan tekanan darah sampai perkembangan bayi anda cukup untuk dapat dilahirkan dengan selamat.
2. Mual & muntah: antiemetik
3. Nyeri subhepatik: Morfin 2-4 mg iv, Antasida, Minimalkan palpasi
4. Antihipertensi:
a. Min. risiko CVA pd ibu
b. Max. kondisi ibu u/ persalinan yg aman
c. Mendapat waktu u/ penilaian lbh lanjut: memperpanjang kehamilan &persalinan pervaginam jk mungkin
Pencegahan
Sampai saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia. Ada faktor-faktor yang dapat penyebab terjadinya tekanan darah tinggi yang dapat dikontrol, ada juga yang tidak. Ikuti instruksi dokter anda mengenai diet dan olahraga.
Gunakan sedikit garam atau sama sekali tanpa garam pada makanan anda
Minum 6-8 gelas air sehari
Jangan banyak makan makanan yang digoreng dan junkfood
Olahraga yang cukup
Angkat kaki anda beberapa kali dalam sehari
Hindari minum alcohol
Hindari minuman yang mengandung kafein
Dokter anda mungkin akan menyarankan anda untuk minum obat dan makan suplemen tambahan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis
Pengkajian
Anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan obstetrik, dan pemeriksaan laboratorium rutin
Tekanan darah, air kencing, berat badan diperiksa tiap hari, dan edema dicari terutama pada daerah sacral
Balans cairan ditentukan tiap hari
Funduskopi dilakukan pada waktu penderita masuk rumah sakit dan kemudian tiap 3 hari
Keadaan janin diperiksa tipa hari dan besarnya dinilai
Penderita diingatkan untuk segera memberitahukan apaabila sakit kepala, merasa mual, merasa nyeri di daerah epigastrium, atau menderita gangguan dalam penglihatan.
Diagnosa Keperawatan
1. PK: Preeklamsi
2. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme pengaturan
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah
Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 PK: Preeklamsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat dapatmeminimalkan komplikasi preeklamsi yang terjadi dengan kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital dbn
- Tidak terjadi kejang
- Edema ekstremitas berkurang - Pantau tanda dan gejala adanya preeklamsi
- Anjurkan klien untuk diet tinggi protein dengan asupan natrium sedang 2,5-7 gr per hari dan 6-8 gelas air perhari
- Anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi lateral rekumben kiri
- Ajarkan klien tanda-tanda bahaya preeklamsi dan segera melaporkan jika hal itu terjadi
- Kolaborasi pemberian obat antihipertensi sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian obat anti kejang sesuai indikasi Mengurangi edema yang terjadi
Meningkatkan aliran plasma ginjal dan perfusi plasenta
Dapat mengambil tindakan lebih dini
Untuk menurunkan tekanan darah
Untuk mencegah kejang (eklamsi)
2 Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme pengaturan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam, klien akan memiliki keseimbangan volume cairan, dengan kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital dbn
- Nadi perifer teraba
- Intake dan output 24 jam seimbang
- Berat badan stabil
- Tidak ada edema perifer Fluid Manajement:
- Pertahankan pencatatan intake dan output cairan yang akurat
- Monitor hasil lab yang berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan BUN,penurunan hematokrit)
- Monitor tanda-tanda vital
- Lakukan penimbangan berat badan setiap hari
- Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi
Mempertahankan balance cairan
Pada edema terjadi retensi cairan sehingga BB meningkat
3 Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah
Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama x24 jam, klien memiliki perfusi jaringan perifer yang efektif dengan kriteria hasil:
- Capillary refilll ≤ 2 dtk
- Nadi perifer distal dan proksimal kuat
- Warna kulit dbn
- Tidak ada edema perifer Circulatory Care
- Evaluasi edema dan nadi perifer
- Rendahkan ekstremitas
- Pertahankan hidrasi yang adekuat
- Monitor status cairan meliputi intake dan output
- Anjurkan klien untuk latihan sesuai kemampuan
- Ubah posisi pasien setiap 2 jam jika memungkinkan
Meningkatkan aliran darah
Mencegah peningkatan viskositas darah
Melancarkan peredarah darah
Melancarkan peredaran darah dan penekanan pada bony prominen
DAFTAR PUSTAKA
Pregnancy Induced Hypertension (PIH): Preeclampsia or Toxemia
http://www.americanpregnancy.org
www.sehatgroup.web.id
Asuhan Keperawatan dengan Pre dan Post Matur Kehamilan
PREMATUR
I. DEFINISI
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram ( Manuaba, 1998 : 221).
Bayi prematur adalah Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran.
Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.
II. ETIOLOGI
Mengenai penyebab belum banyak yang di ketahui :
1. Eastman = kausa prematur 61,9% kausa ignota (sebab yang tidak diketahui)
2. Greenhill = kausa premature 60 % kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
3. Holmer = sebagian besar tidak di ketahui.( Mochtar , 1998 : 219 )
Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan preterm
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut :Menurut Manuaba (1998 : 221)
1.Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekonomi rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia.
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10 batang/ hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35 tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruption placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
8. Penyulit kebidanan
9.Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
10. Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan preterm diantaranya:
1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre-eklampsia.
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta previa, pecahnya sinus marginalis.
3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini: terjadi gawat janin, temperatur tinggi.
4. Kelainan anatomi rahim
5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini : Serviks inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks.
6. Kelainan kongenital rahim:
7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amnionitis
Sedangkan menurut Mochtar (1998 : 220), faktor yang mempengaruhi Prematuritas adalah sebagai berikut:
1. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi
2. Bakteriura (infeksi saluran kencing )
3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil
4. Kawin dan tidak kawin: Tak syah 15 % prematur; kawin sah 13 %prematur
5. Prenatal ( antenantal ) care
6. Anemia, penyakit jantung
7. Jarak antara persalinan yang terlalu rapat
8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat
9. Keadaan dimana bayi terpaksa dilahirkan prematur, misalnya pada plasenta praevia, toksemia gravidarum, solusio plasentae, atau kehamilan ganda
III. GEJALA
Gambaran fisik bayi prematur:
• Ukuran kecil
• Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
• Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)
• Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
• Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
• Rambut yang jarang
• Telinga tipis dan lembek
• Tangisannya lemah
• Kepala relatif besar
• Jaringan payudara belum berkembang
• Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan)
• Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk
• Pernafasan yang tidak teratur
• Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki - laki )
• Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan).
Kondisi Yang Menimbulkan Kontraksi
Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin :
1. Kelainan Bawaan Uterus
Meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm dengan kelainan uterus yang ada.
2. Ketuban Pecah Dini
3. Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, Hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain, infeksi asenden merupakan teori yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan ketuban pecah.
4. Serviks Inkompeten
5. Hal ini juga mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm , riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dapat terjadinya inkompeten. Mc Donald menemukan 59 % pasiennya pernah mengalami dilatasi kuretase dan 8 % mengalami konisasi, Demikian pula Chamberlain dan Gibbings yang menemukan 60 % dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49 % mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.
6. Kehamilan Ganda
7. Sebanyak 10 % pasien dengan persalinan preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda mempuyai panjang usia gestasi yang lebih pendek.( Wiknjosastro et. al., 2002 : 313 )
Penanganan Persalinan Preterm
Penanganan Umum
1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Prinsip Penanganan.
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan atau.
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
( Saifuddin et.al., 2002 : 302 ).
Kelahiran Prematur
Kelahiran harus dilaksanakan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk menghindari kompresi dan dekompresi kepala secara cepat.
Oksigen diberikan lewat masker kepada ibu selama kelahiran.
Ketuban tidak boleh dipecahkan secara artifisial.
Kantong ketuban berguna sebagai bantal bagi tengkorak prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang masih terpisah lebar.
Episiotomi mengurangi tekanan pada cranium bayi.
Forceps rendah dapat membantu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan mengarahkan kepala bayi lewat perineum. Kami lebih menyukai kelahiran spontan kalau keadaannya memungkinkan.
Ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada kelahiran prematur adalah bahwa bokong tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan lahir yang cukup untuk menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relatif besar.
Kelahiran presipitatus dan yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur.
Seorang ahli neonatus harus hadir pada saat kelahiran.( Oxorn, 2003 : 588 ).
Pencegahan Persalinan Preterm
Secara teknis kebidanan persalinan preterm dapat dicegah melalui hal – hal sebagai berikut :
Hal – hal yang dapat dicegah
1. Menurunkan atau mengobati
Anak terlalu rapat dicegah dengan kontrasepsi.
2. Pekerjaan sewaktu harus diistirahatkan dan jangan terlalu berat.
3. Bila dijumpai partus prematurus habitualis diperiksa WR dan VDRL bila hamil banyak istirahat atau dirawat.
Hal – hal yang tidak dapat dicegah ;
1. Kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
2. Vaktor Ovum.
3. Tempat insersi plasenta.
4. Insersi tali pusat.
5. Plasenta previa.
6. Congenital anomaly.
7. Hamil ganda.
8. Suku bangsa.
9. Hidrorea / Hydrorrhoe (pengeluaran cairan dari vagina selama kehamilan) ( Mochtar, 1998 : 220 ).
ASKEP PREMATUR KEHAMILAN
I. Pengkajian
1.Riwayat kehamilan
2.Status bayi baru lahir
3.Pemeriksaan fisik secara head to toe meliputi :
- Kardiovaskular
- Gastrointestinal
- Integumen
- Muskuloskeletal
- Neurologik
- Pulmonary
- Renal
- Reproduksi
4.Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.
II. Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah
DARTAR PUSTAKA
Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.
Markum,A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I,Bagian Ilmu
Kesehatan Anak,FKUI,Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.
BAB I
Postmatur Kehamilan
A . Pengertian
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)
Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP) masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat relatif.
B . Etiologi
Etiologinya msih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalh hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum
C. Prognosis
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.Jika Tp telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar,Rustam,1998)
Kesepakatan yang ada adalah bahwa resiko mortalitas perinatal lebih tinggi pada IUGR atau bayi SGA daripada AGA lewat bulan. Clausson et al Menegaskan bahwa odds ratio untuk kematian perinatal untuk bayi AGA tidak berbeda signifkan pada bayi post term. Namun bagi SGA mempunyai odds ratio 10,5 pada lahir post term. Penatalaksanaaan aktif pada bagi AGA dengan lebih bulan kenyataan dapat mengubah hasil positif yang diingunkan, angka penatalaksanaan anestesia epidural, persalinan sesar, dan mortalitas.
Pengaruh terhadap Ibu dan Janin
• Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena (a) aksi uterus tidak terkoordinir (b). Janin besar (c) Moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
• Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dri kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
D . Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulitb ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi mekonium.
7. Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plase
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
10. Pemeriksaan pH darah kepala janin
11. Pemeriksaan sitoloi vagina
E . Penatalaksanaan Medis
Dua prinsip pemikiran :
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan penatalaksanaan aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks ( skor bishop), perkiraan berat badan janin ( dengan manuver leopot, sonogram, atau keduanya) , kesejahteraan janin, pilihan wanita yang bersanngkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya, status medis ibu, dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin, karena term yang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat persalinan jika terdapat kondisi obstetri dan medis yang mengancam ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima untuk mengatasi maslaah ini.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan hiperstimulasi pada uterus.
Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal – hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu
1.Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
Penatalaksanaan aktif pada kehamilan leat bulan : Induksi persalinan
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi”. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi uterus.
Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan induksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan seriks dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan ( misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
• Metode hormon untuk induksi persalinan :
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)
b. Dinoproston
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)
3. Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi trimester pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan per oral.
• Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya. Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa usapan biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban servis tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.
2. Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah. Presentasi selain kepala merupakan kontrainsdikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi ini.
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.
4. Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.
6. Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula diindikasikan, protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru, dosis, dan langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang disepakati bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus memahami secara benar standar perawatan setempat untuk menangani kehamilan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada penggunaan resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan kehamilan lewat bulan.
F. Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan
Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi dalam 3 stadium :
1. stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.
G. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia ;
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
I. Dx PostMatur Kehamilan
- Ansietas b/d proses kelahiran lama
- Nyeri b/d operasi sectio caesarea
- Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant
II Dx Bayi Postmatur
Kerusakan integritas kulit b/d maserasi
Sianosis b/d mekonium telah bercampur air ketuban
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia:
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta. Arcan
I. DEFINISI
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram ( Manuaba, 1998 : 221).
Bayi prematur adalah Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran.
Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.
II. ETIOLOGI
Mengenai penyebab belum banyak yang di ketahui :
1. Eastman = kausa prematur 61,9% kausa ignota (sebab yang tidak diketahui)
2. Greenhill = kausa premature 60 % kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
3. Holmer = sebagian besar tidak di ketahui.( Mochtar , 1998 : 219 )
Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan preterm
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut :Menurut Manuaba (1998 : 221)
1.Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekonomi rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia.
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10 batang/ hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35 tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruption placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
8. Penyulit kebidanan
9.Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
10. Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan preterm diantaranya:
1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre-eklampsia.
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta previa, pecahnya sinus marginalis.
3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini: terjadi gawat janin, temperatur tinggi.
4. Kelainan anatomi rahim
5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini : Serviks inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks.
6. Kelainan kongenital rahim:
7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amnionitis
Sedangkan menurut Mochtar (1998 : 220), faktor yang mempengaruhi Prematuritas adalah sebagai berikut:
1. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi
2. Bakteriura (infeksi saluran kencing )
3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil
4. Kawin dan tidak kawin: Tak syah 15 % prematur; kawin sah 13 %prematur
5. Prenatal ( antenantal ) care
6. Anemia, penyakit jantung
7. Jarak antara persalinan yang terlalu rapat
8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat
9. Keadaan dimana bayi terpaksa dilahirkan prematur, misalnya pada plasenta praevia, toksemia gravidarum, solusio plasentae, atau kehamilan ganda
III. GEJALA
Gambaran fisik bayi prematur:
• Ukuran kecil
• Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
• Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)
• Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
• Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
• Rambut yang jarang
• Telinga tipis dan lembek
• Tangisannya lemah
• Kepala relatif besar
• Jaringan payudara belum berkembang
• Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan)
• Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk
• Pernafasan yang tidak teratur
• Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki - laki )
• Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan).
Kondisi Yang Menimbulkan Kontraksi
Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin :
1. Kelainan Bawaan Uterus
Meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm dengan kelainan uterus yang ada.
2. Ketuban Pecah Dini
3. Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, Hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain, infeksi asenden merupakan teori yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan ketuban pecah.
4. Serviks Inkompeten
5. Hal ini juga mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm , riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dapat terjadinya inkompeten. Mc Donald menemukan 59 % pasiennya pernah mengalami dilatasi kuretase dan 8 % mengalami konisasi, Demikian pula Chamberlain dan Gibbings yang menemukan 60 % dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49 % mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.
6. Kehamilan Ganda
7. Sebanyak 10 % pasien dengan persalinan preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda mempuyai panjang usia gestasi yang lebih pendek.( Wiknjosastro et. al., 2002 : 313 )
Penanganan Persalinan Preterm
Penanganan Umum
1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Prinsip Penanganan.
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan atau.
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
( Saifuddin et.al., 2002 : 302 ).
Kelahiran Prematur
Kelahiran harus dilaksanakan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk menghindari kompresi dan dekompresi kepala secara cepat.
Oksigen diberikan lewat masker kepada ibu selama kelahiran.
Ketuban tidak boleh dipecahkan secara artifisial.
Kantong ketuban berguna sebagai bantal bagi tengkorak prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang masih terpisah lebar.
Episiotomi mengurangi tekanan pada cranium bayi.
Forceps rendah dapat membantu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan mengarahkan kepala bayi lewat perineum. Kami lebih menyukai kelahiran spontan kalau keadaannya memungkinkan.
Ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada kelahiran prematur adalah bahwa bokong tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan lahir yang cukup untuk menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relatif besar.
Kelahiran presipitatus dan yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur.
Seorang ahli neonatus harus hadir pada saat kelahiran.( Oxorn, 2003 : 588 ).
Pencegahan Persalinan Preterm
Secara teknis kebidanan persalinan preterm dapat dicegah melalui hal – hal sebagai berikut :
Hal – hal yang dapat dicegah
1. Menurunkan atau mengobati
Anak terlalu rapat dicegah dengan kontrasepsi.
2. Pekerjaan sewaktu harus diistirahatkan dan jangan terlalu berat.
3. Bila dijumpai partus prematurus habitualis diperiksa WR dan VDRL bila hamil banyak istirahat atau dirawat.
Hal – hal yang tidak dapat dicegah ;
1. Kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
2. Vaktor Ovum.
3. Tempat insersi plasenta.
4. Insersi tali pusat.
5. Plasenta previa.
6. Congenital anomaly.
7. Hamil ganda.
8. Suku bangsa.
9. Hidrorea / Hydrorrhoe (pengeluaran cairan dari vagina selama kehamilan) ( Mochtar, 1998 : 220 ).
ASKEP PREMATUR KEHAMILAN
I. Pengkajian
1.Riwayat kehamilan
2.Status bayi baru lahir
3.Pemeriksaan fisik secara head to toe meliputi :
- Kardiovaskular
- Gastrointestinal
- Integumen
- Muskuloskeletal
- Neurologik
- Pulmonary
- Renal
- Reproduksi
4.Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.
II. Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah
DARTAR PUSTAKA
Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.
Markum,A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I,Bagian Ilmu
Kesehatan Anak,FKUI,Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.
BAB I
Postmatur Kehamilan
A . Pengertian
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)
Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP) masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat relatif.
B . Etiologi
Etiologinya msih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalh hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum
C. Prognosis
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.Jika Tp telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar,Rustam,1998)
Kesepakatan yang ada adalah bahwa resiko mortalitas perinatal lebih tinggi pada IUGR atau bayi SGA daripada AGA lewat bulan. Clausson et al Menegaskan bahwa odds ratio untuk kematian perinatal untuk bayi AGA tidak berbeda signifkan pada bayi post term. Namun bagi SGA mempunyai odds ratio 10,5 pada lahir post term. Penatalaksanaaan aktif pada bagi AGA dengan lebih bulan kenyataan dapat mengubah hasil positif yang diingunkan, angka penatalaksanaan anestesia epidural, persalinan sesar, dan mortalitas.
Pengaruh terhadap Ibu dan Janin
• Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena (a) aksi uterus tidak terkoordinir (b). Janin besar (c) Moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
• Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dri kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
D . Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulitb ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi mekonium.
7. Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plase
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
10. Pemeriksaan pH darah kepala janin
11. Pemeriksaan sitoloi vagina
E . Penatalaksanaan Medis
Dua prinsip pemikiran :
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan penatalaksanaan aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks ( skor bishop), perkiraan berat badan janin ( dengan manuver leopot, sonogram, atau keduanya) , kesejahteraan janin, pilihan wanita yang bersanngkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya, status medis ibu, dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin, karena term yang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat persalinan jika terdapat kondisi obstetri dan medis yang mengancam ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima untuk mengatasi maslaah ini.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan hiperstimulasi pada uterus.
Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal – hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu
1.Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
Penatalaksanaan aktif pada kehamilan leat bulan : Induksi persalinan
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi”. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi uterus.
Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan induksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan seriks dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan ( misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
• Metode hormon untuk induksi persalinan :
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)
b. Dinoproston
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)
3. Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi trimester pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan per oral.
• Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya. Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa usapan biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban servis tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.
2. Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah. Presentasi selain kepala merupakan kontrainsdikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi ini.
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.
4. Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.
6. Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula diindikasikan, protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru, dosis, dan langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang disepakati bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus memahami secara benar standar perawatan setempat untuk menangani kehamilan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada penggunaan resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan kehamilan lewat bulan.
F. Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan
Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi dalam 3 stadium :
1. stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.
G. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia ;
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
I. Dx PostMatur Kehamilan
- Ansietas b/d proses kelahiran lama
- Nyeri b/d operasi sectio caesarea
- Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant
II Dx Bayi Postmatur
Kerusakan integritas kulit b/d maserasi
Sianosis b/d mekonium telah bercampur air ketuban
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia:
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta. Arcan
Langganan:
Postingan (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...