Pengertian
Pembedahan perut sampai dengan membuka selaput perut .
Ada 4 cara, yaitu;
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.
Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran pencernaan.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Masa pada abdomen ( Tumor, cyste dll).
PERAWATAN PRE OPERATIF
PENGKAJIAN
Point penting dalam riwayat keperawatan preoperative :
· Umur
· Alergi terhadap obat, makanan
· Pengalaman pembedahan
· Pengalaman anestesi
· Tembakau, alcohol, obat-obatan
· Lingkungan
· Kemampuan self care
· Support system
PEMERIKSAAN FISIK
· Pengkajian dasar preop dilakukan untuk :
· Menentukan data dasar
· Masalah pengobatan yang tersembunyi
· Potensial komplikasi berhubungan dengan anestesi
· Potensial komplikasi post op.
Fokus : Riwayat dan sistem tubuh yang mempengaruhi prosedur pembedahan.
System kardiovaskuler
Untuk menentukan kekuatan jantung dan kemampuan untuk mentoleransi pembedahan dan anestesi.
Perubahan jantung à 39 % kematian perioperatif.
Sistem pernapasan
Lansia, smoker, PPOM à resiko atelektasis, kolap jaringan paru.
à Mencegah pertukaran oksigen/CO2
à Intoleransi karena perubahan dalam dada dan paru.
à Regiditas cavum thoraks dan menurunnya ekspansi paru à efisiensi ekskresi paru terhadap anestesi menurun.
Renal system
Abnormal renal fungsi menurunkan rata ekskresi obat dan anestesi
Skopolamin, morphin à konfusi disorientasi
Neuorologi system :
Kemampuan ambulasi, dan reflek, serta aktivitas lainya.
Muskulussceletal
Deformitas à mempengaruhi posisi intra dan post-operasi
Artritis à menerima posisi à nyeri post-operasi oleh karena immobilisasi
Kekuatan, tonus otot.
Status Nutrisi
Malnutrisi, obesitas à resiko tinggi pembedahan
Vit. C , vit.B diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembentukan fibrin.
Obesitas à wondhiling menurun oleh karena jaringan lemak tinggi
Psikososial asesment
Tujuan : menentukan kemampuan coping
Informasi
Support
Laboratorium
Analisis:
Pengetahuan kurang sehubungan dengan pengalaman pre-op
Kecemasan sehubungan dengan pengalaman pre-op
Pengetahuan kurang ( knowledge defisite )
Tujuan : Klien mengatakan dan mematuhi prosedur pre-op
Mendemostrasikan teknik untuk mencegah komplikasi post-op
Intervensi
Fokus : Edukasi pre-operasi
Informasi : Informed consent, pembatasan diit, pre-operatip preparation, post-op exersice.
Informed Consent :
- alasan pembedahan
- pilhan dan resikonya
- resiko pembedahan
- resiko anestesi
Pembatasan diit à NPO (nothing per oral )à 6 – 8 jam sebelum pembedahan GI (gastro intestinal ) preparasi :
- mencegah perlukaan colon
- melihat jelas area
- mengurangi bacteri intestinal
Skin preparasi
Tube, drain, Intra Venous line
Post – op exercise :
- diaphragmatic breating
- incestive spirometri
- cougling and spinting the surgical wound
- turning and leg exercise
Kecemasan :
Tujuan : kecemasan klien menurun , menunjukkan relaksasi saat istirahat
Intervensi :
- preoperatip teaching
- comunikatip
- rest.
INTERVENSI KLIEN INTRA OPERATIF
Anggota tim pembedahan
Tim pembedahan terdiri dari :
· Ahli bedah
· Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli bedah yang sudah melakukan operasi.
· Asisten pembedahan (1orang atau lebih) asisten bius dokter, risiden, atau perawat, di bawah petunjuk ahli bedah. Asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.
· Anaesthesologist atau perawat anaesthesi.
· Perawat anesthei memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat lain untuk mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.
· Circulating Nurse
· Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.
Tugas :
- Set up ruangan operasi
- Menjaga kebutuhan alat
- Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan
- Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
- Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien.
Selama pembedahan :
- Mengkoordinasikan aktivitas
- Mengimplementasikan NCP
- Membenatu anesthetic
- Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll.
· Surgical technologist atau Nurse scrub; bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.
Penyiapan kamar dan team pembedahan.
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi. Dua factor penting yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan : lay out kamar operasi dan pencegahan infeksi.
1). Lay Out pembedahan.
Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan bagian logistik).
Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi à design (protektif, bersih, steril dan kotor).
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya :
· Kamar terima
· Ruang untuk peralatan bersih dan kotor.
· Ruang linen bersih.
· Ruang ganti
· Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat.
· Scrub area.
Ruang operasi terdiri dari :
· Stretcher atau meja operasi.
· Lampu operasi.
· Anesthesia station.
· Meja dan standar instrumen.
· Peralatan suction.
· System komunikasi.
2). Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan.
Sumber utama kontaminasi bakteri à team pembedahan yang hygiene ¯ dan kesehatan ¯ ( kulit, rambut, saluran pernafasan).
Pencegahan kontaminasi :
· Cuci tangan.
· Handscoen.
· Mandi.
· Perhiasan (-) cincin, jam tangan, gelang.
3). Pakaian bedah.
Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK.
Tujuan: Menurunkan kontaminasi.
4). Surgical Scrub.
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :
· Ahli Bedah
· Semua asisten
· Scrub nurse.
à sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril.
Alat-alat:
· Sikat cucin tangan reuable / disposible.
· Anti microbial : betadine.
· Pembersih / pemotong kuku.
à Waktu : 5 – 10 menit à dikeringkan dengan handuk steril.
Anasthesia.
Anasthesia (Bahasa Yunani) à Negatif Sensation.
Anasthesia menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran.
Tujuan: Memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks, meningkatkan relaksasi otot.
Pemilihan anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan factor klien.
Type anasthesia:
Perawat perlu mengenal ciri farmakologic terhadap obat anesthesia yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.
1. Anasthesia Umum.
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi impulse saraf otak.
Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif.
Stadium Anesthesia
Stadium I : Relaksasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahab.
Stadium II : Excitement.
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan yang iregulair dan pergerakan anggota badan tidak teratur.
Stadium III : Ansethesi pembedahan..
Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri.
Stadium IV : Bahaya.
Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.
Metode Pemberian
Inhalasi , IV injection. Instilasi rectal
Inhalasi
Metode yang paling dapat dikontrol karena intak dan eliminasi secara primer oleh paru.
Obat anesthesia inhalasi yang diberikan :
Gas: Nitrous Axida ( N20).
Paling sering digunakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau. Non iritasi dengan masa induksi dan pemulihan yang cepat.
Jenis yang biasa dipakai;
a. Folatile:
b. Halotan :
c. Ethrane.
d. Penthrane.
e. Forane.
Anesthesi Injeksi IV.
Memberikan perasaan senang., cepat dan pelepasan obat secara pelan. Jenis opbat yamng biasa dipakai;
Ø Barbiturat.
Ø Narcotik:
Ø Inovar
Ø Ketamine
Ø Neuromusculer Brochler.
Anestesi Local Atau Regional
Anestesi local atau regional secara sementara memutus transmisi impuls saraf menuju dan dari lokasi khusus.
Teknik pemberian.
Anestesi Topikal
Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianestesi
Bentuk: Salep atau spray.
Lokal Anestesi
Injeksi obat anestesi secara I C dan S C ke jaringan sekitar insisi, luka atau lesi.
Field Block
Injeksi secara bertahab pada sekeliling daerah yang dioperasi
( hernioraphy , dental prosedur ,bedah plstik )
Nerve Block
Injeksi obat anestesi local ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang dioperasi. Block saraf memutus transmisi sensasi, motor, sympatis.
Spinal Anestesi / Intra Techal
Dicapai dengan injecsi obat anestesi ke dalam ruang sub orachonoid.
Pada L 2 – 3 atau L 3 – 4.
PENGKAJIAN :
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
- Memvalidasi identitas klien.
- Memvalidasi inform concent.
Chart Review.
- Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual dan potensial selama pembedahan.
- Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.
Perawat menanyakan.:
- Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi darah.
- Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
- Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
- Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
- à Kateterisasi.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN.
1. Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain dari lingkungan intra operatif.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan anesthesia
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dan cairan tubuh selama pembedahan.
PERENCANAAN
Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain dari lingkungan intra operatif.
Tujuan : Klien akan dipertahankan dalam keadaan anesthesia yang aman selama pembedahan dan bebas dari perlukaan peralatan operasi.
INTERVENSI:
- Persiapan dan penggunaan obat anesthesia yang tepat.
- Positioning à posisi yang tepat.
Untuk menjamin posisi yang tepat dikaji : kesesuaian fisiologiss, perubahan sirkulasi yang minimal, proteksi struktur tulang dan neuromusculair, penggunaan dan lokasi IV line, cara anesthesia, keamanan dan keselamatan klien.
- Penggunaan peralatan elektrik. Lempeng grounding yang ditutupi jeli tidak menekan tubuh.
- Chek hati-hati alat / electrosurgical à mencegah luka bakar.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan: Klien akan mengalami gangguan integritas kulit yang dan kontaminasi yang minimal.
Intervensi:
- Plastic adhesive drape setelah daerah pembedahan dibersihkan dan kering.
- Penutupan kulit:
- Tujuan:
- Menutup lumen pembuluh darah.
- Mencegah perdarahan dan kehilangan cairan tubuh.
- Mencegah kontaminasi luka.
Dua factor yang menentukan kekuatan penutupan luka :
- Materi jahitan.
Ahli bedah akan memilih metode dan type penutupan kulit berdasarkan letak incisi, ukuran dan kedalaman luka, usia dan riwayat medik klien.
- Staples dan plester digunakan untuk menutup luka superfisialis atau epidermis.
Benang jahit : Absorbable dan non absorbable.
Ukuran benang : 0.-5, 2 – 0 –11- 0.
INTERVENSI KLIEN POST OPERASI.
PENGKAJIAN;
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi, sebelum pembedahan dan alergi.
Pemeriksaan Fisik Dan Manifestasi Klinik
System Pernafasan.
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
- Potency jalan nafas, à meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR <>
- Auscultasi paru à keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
- Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
Thorax Drain.
Sistem Cardiovasculer.
Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung à depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi.
Nadi meningkat à shock, nyeri, hypothermia.
Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas).
Homan’s saign à trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).
Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
- Ukur cairan à NG tube, out put urine, drainage luka.
- Kaji intake / out put.
- Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
Sistem Persyarafan.
- Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran à semua klien dengan anesthesia umum.
- Klien dengan bedah kepala leher : à respon pupil, kekuatan otot, koordinasi. Anesthesia umum à depresi fungsi motor.
Sistem Perkemihan.
- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi à retensio urine.
Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusià abdomen bawah (distensi buli-buli).
- Dower catheter à kaji warna, jumlah urine, out put urine <>
Sistem Gastrointestinal.
- Mual muntah à 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
- Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
- Kaji paralitic ileus à suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
- jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
- Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung.
· Meningkatkan istirahat.
· Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
· Memonitor perdarahan.
· Mencegah obstruksi usus.
· Irigasi atau pemberian obat.
Sistem Integumen.
- Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid.
- Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.
- Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan :
· Infeksi luka.
· Diostensi dari udema / palitik ileus.
· Tekanan pada daerah luka.
· Dehiscence.
· Eviscerasi.
Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR, (Jumlah, warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan minimal tiap 8 jam saat di ruangan.
Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra operative.
Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetika.
Pemeriksaan Laboratorium.
Dilakukan untuk memonitor komplikasi .
Pemeriksaan didasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN.
1. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan efek sisa anesthesia, imobilisasi, nyeri.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka pemebedahan, drain dan drainage.
3. Nyeri berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi selama pembedahan.
4. Potensial terjadi perlukaan berhubungan dengan effect anesthesia, sedasi, analgesi.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra dan post operasi.
6. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan skresi.
7. Perubahan eliminasi urine ( penurunan) berhubungan dengan obat anesthesia dan immobilisasi.
PERENCANAAN
Gangguan pertukaran gas
Tujuan :
Klien akan mempertahankan ekspansi paru dan fungsi pernapasan yang adekuat.
Intervensi :
- Posistioning klien untuk mencegah aspirasi
- Insersi mayo à mencegah obstruksi, melakukan suction.
- Pemberian aksigen
- Endotracheal tube/mayo dilepas à refleks gag kembali
- Dorong batuk dan bernapas dalam 5 – 10 x setiap 2 jam. Khususnya 72 jam pertama (potensial komplikasi :atelektasis, pneumonia).
- Klien dengan penyakit paru, orang tua, perokok, panas spirometer.
- Suction.
Gangguan integritas kulit
Tujuan :
- luka klien akan sembuh tanpa komlikasi luka post operatif.
Penyebab luka infeksi :
- kontaminasi selama pembedahan
- infeksi preoperative
- teknik aseptic yang terputus
- status klien yang jelek.
Intervensi :
- Terapi obat :
antibiotik profilaksis spectrum luas (24 – 72 jam post op)
perawatan luka dengan gaas antibiotik.
- Balutan luka : ganti sesuai order dokter. Luka yang ditutup dengan balutan dibuka 3-6 hari.
- Drain :
evakuasi cairan dan udara
mencegah luka infeksi yang dalam dan pembentukan abses pada luka bedah.
Nyeri
Tujuan : klien akan mengalami pengurangan nyeri akibat luka bedah dan posisi selama operasi.
Intervensi :
- Terapi obat :
· Pemberian anlgetik narkotik dan non narkotik à nyeri akut (meperidin hydroclorida, morphine sulphate, codein sulphate, dan lain-lain.)
· Mengkaji tipe, lokasi ditensitas nyeri sebelum pemberian obat.
· Pada pembedahan yang luas à kontrol nyeri à iv pump.
· Observasi tekanan darah, pernapasan, kesadaran, (depresi napas, hyotensi, mual, muntah à komplikasi narkotik).
Metode pangendalian nyeri yang lain :
positioning
perubahan posisi tiap 2 jam
masase
EVALUASI :
Kriteria hasil yang diharapkan pada klien post op adalah :
1. Mempertahankan ekspansi paru dan fungsi yang adekuat yang ditandai suara napas jernih.
2. Mengikuti diet TKTP
3. menjelaskan dan mendemonstrasikan perawatan balutan dan drain.
4. Penyembuhan komplit tanpa komplikasi
5. Mengungkapkan nyeri hilang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI
Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984.
Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II
Sabtu, 22 Mei 2010
GAGAL GINJAL KRONIK (Chronic Renal Failure)
Pengertian
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap , yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Toksik uremik adalah bahan yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik uremia. Toksik uremik yang telah diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN, Kreatinin, asam Urat, Guanidin, midlle molecule dan sebagainya.
Pada umumnya CRF tidak reversibel lagi, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman untuk orang normal.
Fisiologi Ginjal Normal
Langkah pertama yang berlangsung dalam ginjal yaitu proses pembentukan urine yang dikenal sebagai ultrafiltrasi darah atau plasma dalam kapiler glomerulus berupa air dan kristaloid. Selanjutnya dalam tubuli ginjal pembentukan urine disempurnakan dengan proses reabsorpsi zat-zat yang esensial dari cairan filtrasi untuk dikembalikan ke dalam darah dan proses sekresi zat-zat untuk dikeluarkan ke dalam urine.
Fisiologi Ginjal dalam proses Filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi selama 24 jam.
ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :
• Infeksi
• Penyakit peradangan
• Penyakit vaskuler hipersensitif
• Gangguan jaringan penyambung
• Gangguan kongenital dan herediter
• Gangguan metabolisme
• Nefropatik toksik
• Nefropati obstruksi
Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:
• Obstruksi aliran urine
• Seks/usia
• Kehamilan
• Refleks vesikoureteral
• Instrumentasi (kateter yang dibiarkan di dalam)
• Penyakit ginjal
• Gangguan metabolisme
Patofisiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi pada traktus urinarius.
Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis atau penakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang berbeda-beda
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40 % dari normal.
Stadium II
Insufisiensi Ginjal
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi. Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)
Stadium III
Payah ginjal stadium akhir
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.
Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang dari 5 % dari normal.
Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF
1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
2. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
• Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
• Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.
• Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
• Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
• Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
3. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.
PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
3. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
4. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
5. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.
7. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.
8. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.
9. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
10. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep perawatan secara holistic. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pada kasus ini akan dibahas khusus pada sistim tubuh yang terpengaruh :
1. Ginjal (Renal)
Kemungkinan Data yang diperoleh :
• Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam)
• Anuria (100 cc / 24 Jam
• Infeksi (WBCs , Bacterimia)
• Sediment urine mengandung : RBCs ,
2. Riwayat sakitnya dahulu.
• Sejak kapan muncul keluhan
• Berapa lama terjadinya hipertensi
• Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
• Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang
3. Penanganan selama ada gejala
• Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan
• Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan
• Penggunaan koping mekanisme bila sakit
4. Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.
5. Pemeriksaan fisik
• Peningkatan vena jugularis
• Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas
• Anemia dan kelainan jantung
• Hiperpigmentasi pada kulit
• Pernapasan
• Mulut dan bibir kering
• Adanya kejang-kejang
• Gangguan kesadaran
• Pembesaran ginjal
• Adanya neuropati perifer
6. Test Diagnostik
• Pemeriksaan fungsi ginjal, kreatinin dan ureum darah
Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Clearens Creatinin Test (CCT) adalah:
• Timbang Berat badan dan mengukur tinggi badan
• Menanmpung urine 24 jam
• Mengambil darah vena sebanyak 3 cc (untuk mengetahui kreatinin darah)
• Mengambil urine 50 cc.
• Lakukan pemeriksaan CCT dengan rumus :
Vol. Urine [cc/menit x Konsentrasi kreatinin urine (mg %)}
Kreatinin Plasma (mg %)
• Persiapan Intra Venous Pyelography
• Puasakan pasien selama 8 jam
• Bila perlu lakukan lavemen/klisma.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan retensi cairan, natrium, dan kalium.
2. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan insisi pada pemasangan peritoneal dialisis, pruritus, ketegangan perut karena adanya distensi perut/asites/mual.
3. Ketidaknyamanan waktu tidur sehubungan dengan distensi perut pruritus dan nyeri muskuloskeletal/bedrest.
4. Ketidakmampuan aktifitas sehubungan dengan kelemahan dan penurunan kesadaran.
5. Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan menurunnya kesadaran (uremia).
6. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kekurangan informasi tentang penyakitnya, prosedur perawatan.
7. Aktual/potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan bedrest, luka insisi, dan infus.
8. Potensial terjadinya kecelakaan sehubungan dengan kegagalan homeptasis cairan, elektrolit tubuh (penurunan kesadaran).
9. Gangguan nutrisi sehubungan dengan intake yang dibatasi.
TUJUAN KEPERAWATAN
1. Kebutuhan keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.
2. Rasa nyaman terpenuhi
3. Tidur cukup
4. Aktifitas tidak terganggu
5. Mampu merawat diri
6. Meningkatnya pengetahuan pasien/keluarga tentang pencegahan dan perawatan selama dan setelah sakit.
7. Tidak terjadi infeksi/gangguan integritas kulit.
8. Tidak terjadi bahaya/kecelakaan.
INTERVENSI
1. Batasi pemberian cairan, garam, kalium peroral (makan dan minum)
2. Atur posisi yang nyaman bagi pasien, berikan bedak.
3. Latihan ROM setiap hari
4. Bantu kebutuhan kebersihan perawatan diri sampai mampu mandiri.
5. Beri informasi yang sesuai tentang prosedur perawatan dari tindakan yang diberikan selama dan sesudah sembuh.
6. Rawat kebersihan kulit dan lakukan prosedur perawatan luka, infus, kateterisasi secara steril.
7. Jauhkan dari alat-alat yang membahayakan/bedrest.
8. Menjelaskan tentang pembatasan makan yang diberikan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982.
2. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.
3. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa Adji Dharma, Edisi II.
4. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1987.
5. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap , yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Toksik uremik adalah bahan yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik uremia. Toksik uremik yang telah diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN, Kreatinin, asam Urat, Guanidin, midlle molecule dan sebagainya.
Pada umumnya CRF tidak reversibel lagi, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman untuk orang normal.
Fisiologi Ginjal Normal
Langkah pertama yang berlangsung dalam ginjal yaitu proses pembentukan urine yang dikenal sebagai ultrafiltrasi darah atau plasma dalam kapiler glomerulus berupa air dan kristaloid. Selanjutnya dalam tubuli ginjal pembentukan urine disempurnakan dengan proses reabsorpsi zat-zat yang esensial dari cairan filtrasi untuk dikembalikan ke dalam darah dan proses sekresi zat-zat untuk dikeluarkan ke dalam urine.
Fisiologi Ginjal dalam proses Filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi selama 24 jam.
ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :
• Infeksi
• Penyakit peradangan
• Penyakit vaskuler hipersensitif
• Gangguan jaringan penyambung
• Gangguan kongenital dan herediter
• Gangguan metabolisme
• Nefropatik toksik
• Nefropati obstruksi
Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:
• Obstruksi aliran urine
• Seks/usia
• Kehamilan
• Refleks vesikoureteral
• Instrumentasi (kateter yang dibiarkan di dalam)
• Penyakit ginjal
• Gangguan metabolisme
Patofisiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi pada traktus urinarius.
Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis atau penakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang berbeda-beda
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40 % dari normal.
Stadium II
Insufisiensi Ginjal
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi. Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)
Stadium III
Payah ginjal stadium akhir
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.
Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang dari 5 % dari normal.
Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF
1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
2. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
• Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
• Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.
• Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
• Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
• Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
3. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.
PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
3. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
4. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
5. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.
7. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.
8. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.
9. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
10. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep perawatan secara holistic. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pada kasus ini akan dibahas khusus pada sistim tubuh yang terpengaruh :
1. Ginjal (Renal)
Kemungkinan Data yang diperoleh :
• Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam)
• Anuria (100 cc / 24 Jam
• Infeksi (WBCs , Bacterimia)
• Sediment urine mengandung : RBCs ,
2. Riwayat sakitnya dahulu.
• Sejak kapan muncul keluhan
• Berapa lama terjadinya hipertensi
• Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
• Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang
3. Penanganan selama ada gejala
• Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan
• Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan
• Penggunaan koping mekanisme bila sakit
4. Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.
5. Pemeriksaan fisik
• Peningkatan vena jugularis
• Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas
• Anemia dan kelainan jantung
• Hiperpigmentasi pada kulit
• Pernapasan
• Mulut dan bibir kering
• Adanya kejang-kejang
• Gangguan kesadaran
• Pembesaran ginjal
• Adanya neuropati perifer
6. Test Diagnostik
• Pemeriksaan fungsi ginjal, kreatinin dan ureum darah
Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Clearens Creatinin Test (CCT) adalah:
• Timbang Berat badan dan mengukur tinggi badan
• Menanmpung urine 24 jam
• Mengambil darah vena sebanyak 3 cc (untuk mengetahui kreatinin darah)
• Mengambil urine 50 cc.
• Lakukan pemeriksaan CCT dengan rumus :
Vol. Urine [cc/menit x Konsentrasi kreatinin urine (mg %)}
Kreatinin Plasma (mg %)
• Persiapan Intra Venous Pyelography
• Puasakan pasien selama 8 jam
• Bila perlu lakukan lavemen/klisma.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan retensi cairan, natrium, dan kalium.
2. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan insisi pada pemasangan peritoneal dialisis, pruritus, ketegangan perut karena adanya distensi perut/asites/mual.
3. Ketidaknyamanan waktu tidur sehubungan dengan distensi perut pruritus dan nyeri muskuloskeletal/bedrest.
4. Ketidakmampuan aktifitas sehubungan dengan kelemahan dan penurunan kesadaran.
5. Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan menurunnya kesadaran (uremia).
6. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kekurangan informasi tentang penyakitnya, prosedur perawatan.
7. Aktual/potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan bedrest, luka insisi, dan infus.
8. Potensial terjadinya kecelakaan sehubungan dengan kegagalan homeptasis cairan, elektrolit tubuh (penurunan kesadaran).
9. Gangguan nutrisi sehubungan dengan intake yang dibatasi.
TUJUAN KEPERAWATAN
1. Kebutuhan keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.
2. Rasa nyaman terpenuhi
3. Tidur cukup
4. Aktifitas tidak terganggu
5. Mampu merawat diri
6. Meningkatnya pengetahuan pasien/keluarga tentang pencegahan dan perawatan selama dan setelah sakit.
7. Tidak terjadi infeksi/gangguan integritas kulit.
8. Tidak terjadi bahaya/kecelakaan.
INTERVENSI
1. Batasi pemberian cairan, garam, kalium peroral (makan dan minum)
2. Atur posisi yang nyaman bagi pasien, berikan bedak.
3. Latihan ROM setiap hari
4. Bantu kebutuhan kebersihan perawatan diri sampai mampu mandiri.
5. Beri informasi yang sesuai tentang prosedur perawatan dari tindakan yang diberikan selama dan sesudah sembuh.
6. Rawat kebersihan kulit dan lakukan prosedur perawatan luka, infus, kateterisasi secara steril.
7. Jauhkan dari alat-alat yang membahayakan/bedrest.
8. Menjelaskan tentang pembatasan makan yang diberikan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982.
2. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.
3. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa Adji Dharma, Edisi II.
4. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1987.
5. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Hemoroid
PENGKAJIAN
Identitas pasien
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan perdarahan terus menerus saat BAB. Ada benjolan pada anus atau nyeri pada saat defikasi.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang
Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan yang keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes.
Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh / terulang kembali. Pada pasien dengan hemoroid bila tidak di lakukan pembedahan akan kembali RPD, bisa juga di hubungkan dengan penyakit lain seperti sirosis hepatis.
Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluaga yang menderita penyakit tersebut
Riwayat sosial
Perlu ditanya penyakit yang bersangkutan.
PEMERIKSAAN FISIK
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk dan menempel pada tempat tidur.
Insfeksi
Pada insfeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus
Apakah ada benjolan tersebut terlihat pada saat prolapsi.
Bagaiman warnaya , apakah kebiruaan, kemerahan, kehitaman.
Apakah benjolan tersebut terletak di luar ( Internal / Eksternal ).
Palapasi
Dapat dilakuakan dengan menggunakan sarung tangan + vaselin dengan melakuakn rektal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam anus. Apakah ada benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada perdarahan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRE OPERATIF
Resiko kekurangan nutrisi (defisiensi zat ) berhubungan dengan pecahnya vena plexus hemmoroidalis ditandai dengan perdarahan yang terus - menerus waktu BAB.
TUJUAN :
Terpenuhinyan kebutuhan nutrisi ditandai dengan tidak terdapat anemis, perdarahan terhenti dan BB tidak turun.
INTERVENSI
Observasi tanda-tanda anemis
Rasionalisasi : Tanda – tanda anemis diduga adanya kekurangan zat besi (Hb turun)
Diet rendah sisa atau serat selama terjadinya perdarahan
Rasionalisasi : Dapat mengurangi perangsangan pada daerah anus sehingga tidak terjadi perdarahan.
Berikan penjelasan tentang pentingnya diet kesembuhan penyakitnya.
Rasionalisasi : Pendidikan tentang diet, membantu keikut sertaan pasien dalam meningkatkan keadaan penyakitnya.
Beri kompers es pada daerah terjadinya perdarahan
Rasionalisasi : Pasien dengan pecahnya vena plexus hemoriodalis perlu obat yang dapat membantu pencegahan terhadap perdarahan yang mememrlukan penilaian terhadap respon secara periodik.
Beri obat atau terapi sesuai dengan pesanan dokter
Rasionalisasi : Pasien dengan pecahnya vena flexus hemmoroidalis perlu obat yang dapat membantu pencegahan terhadap perdarahan yang memerlukan penilayan terhadap respon obat tersebut secara periodik.
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya massa anal atau anus, yang ditandai benjolan didaerah anus, terasa nyeri dan gatal pada daerah anus
TUJUAN :
Terpenuhinya rasa nyaman dengan kriteria nyeri berkurang rasa gatal berkurang massa mengecil.
INTERVENSI :
Berikan randam duduk
Rasionalisasi : Menurunkan ketidak nyamanan lokal, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
Berikan pelicin pada saat mau BAB
Rasionalisasi : Membantu dalam melancarkan defikasi sehingga tidak perlu mengedan.
Beri diet randah sisa
Rasionalisasi : Mengurangi rangsangan anus dan melemahkan feses.
Anjurkan pasien agar jangan bannyak berdiri atau duduk ( harus dalam keadaan seimbang).
Rasionalisasi : Gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid dan duduk dapat meningkatkan tekanan intra abdomen.
Observasi keluhan pasien
Rasionalisasi : Membantu mengevaluasi derajat ketidak nyamanan dan ketidak efektifan tindakan atau menyatakan terjadinya komplikasi.
Berikan penjelasan tentang timbulnya rasa nyeri dan jelaskan dengan singkat
Rasionalisasi : Pendidikan tentang hal tersebut membantu dalam keikut sertaan pasien untuk mencegah / mengurangi rasa nyeri.
Beri pasien suppositoria
Rasionalisasi : Dapat melunakan feces dan dapat mengurangi pasien agar tidak mengejan saat defikasi.
Personal hygene pada anus kurang berhubungan dengan massa yang keluar pada daerah eksternal.
TUJUAN :
Terjaga kebersihan anus dengan kriteria tidak terjadi infeksi tidak terjadi gatal - gatal.
INTERVENSI :
Berikan sit bath dengan larutan permagan 1 / 1000 % pada pagi dan sore hari. Lakukan digital ( masukan prolaps dalam tempat semula setelah di bersihkan )
Rasionalisasi : Meningkatkan kebersihan dan memudahkan terjadinya penyembuhan prolaps.
Obserpasi keluhan dan adanya tanda- tanda perdarahan anus
Rasionalisasi : Peradangan pada anus menandakan adanya suatu infeksi pada anus
Beri penjelasan cara membersihkan anus dan menjaga kebersihanya
Rasionalisasi : Pengetahuan tentang cara membersihkan anus membantu keikutsertaan pasien dalam mempercepat kesembuhanya.
POST OPERATIF
Gangguan rasa nyaman (Nyeri) pada luka operasi berhubungan dengan adanya jahitan pada luka operasi dan terpasangnya cerobong angin.
TUJUAN :
Terpenuhinya rasa nyaman dengan kriteria tidak terdapat rasa nyeri, dan pasien dapat melakukan aktivitasd ringan.
INTERVENSI :
Beri posisi tidur yang menyenangkan pasien.
Rasionalisasi : Dapat menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa kontrol.
ganti balutan setiap pagi sesuai tehnik aseptik
Rasionalisasi : Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai penyerap kontaminasi eksternal dan menimbulkan rasa tidak nyaman.
Latihan jalan sedini mungkin
Rasionalisasi : Dapat menurunkan masalah yang terjadi karena imobilisasi.
Observasi daerah rektal apakah ada perdarahan
Rasionalisasi : Perdarahan pada jaringan, imflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat meningkatkan rasa nyeri.
Cerobong anus dilepaskan sesuai advice dokter (pesanan)
Rasionalisasi : Meningkatkan fungsi fisiologis anus dan memberikan rasa nyaman pada daerah anus pasien karena tidak ada sumbatan.
Berikan penjelasan tentang tujuan pemasangan cerobong anus (guna cerobong anus untuk mengalirkan sisa-sisa perdarahan yang terjadi didalam agar bisa keluar).
Rasionalisasi : Pengetahuan tentang manfaat cerobong anus dapat membuat pasien paham guna cerobong anus untuk kesembuhan lukanya.
Resikol terjadinya infeksi pada luka berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
TUJUAN :
Tidak terjadinya dengan kriteria tidak terdapat tanda-tanda radang luka mengering
INTERVENSI :
Observasi tanda vital tiap 4 jam
Rasionalisasi : Respon autonomik meliputi TD, respirasi, nadi yang berhubungan denagan keluhan / penghilang nyeri . Abnormalitas tanda vital perlu di observasi secara lanjut.
Obserpasi balutan setiap 2 – 4 jam, periksa terhadap perdarahan dan bau.
Rasionalisasi : Deteksi dini terjadinya proses infeksi dan / pengawasan penyembuhan luka oprasi yang ada sebelumnya.
Ganti balutan dengan teknik aseptik
Rasionalisasi : Mencegah meluas dan membatasi penyebaran luas infeksi atau kontaminasi silang.
Bersihkan area perianal setelah setiap depfikasi
Rasionalisasi : Untuk mengurangi / mencegah kontaminasi daerah luka.
Berikan diet rendah serat/ sisa dan minum yang cukup
Rasionalisasi : Dapat mengurangi ransangan pada anus dan mencegah mengedan pada waktu defikasi.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan dirumah.
TUJUAN :
Pasien dapat menyatakan atau mengerti tentang perawatan dirumah.
INTERVENSI :
Diskusikan pentingnya penatalaksanaan diet rendah sisa.
Rasionalisasi: Pengetahuan tentang diet berguna untuk melibatkan pasien dalam merencanakan diet dirumah yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh ahli gizi.
Demontrasikan perawatan area anal dan minta pasien menguilanginya
Rasionalisasi: Pemahaman akan meningkatkan kerja sama pasien dalam program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan terhadap penyakitnya.
Berikan rendam duduk sesuai pesanan
Rasiopnalisasi: Meningkatkan kebersihan dan kenyaman pada daerah anus (luka atau polaps).
Bersihakan area anus dengan baik dan keringkan seluruhnya setelah defekasi.
Rasionalisasi: Melindungi area anus terhadap kontaminasi kuman-kuman yang berasal dari sisa defekasi agar tidak terjadi infeksi.
Berikan balutan
Rasionalisasi : Melindungi daerah luka dari kontaminasi luar.
Diskusikan gejala infeksi luka untuk dilaporkan kedokter.
Rasionalisasi : Pengenalan dini dari gejala infeksi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius.
Diskusikan mempertahankan difekasi lunak dengan menggunakan pelunak feces dan makanan laksatif alami.
Rasionalisai : Mencegah mengejan saat difekasi dan melunakkan feces.
Jelaskan pentingnya menghindari mengangkat benda berat dan mengejan.
Rasionalisasi : Menurunkan tekanan intra abdominal yang tidak perlu dan tegangan otot.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. M.T. Dardjat, 1987. Kumpulan Kuliah ilmu Bedah Khusus. Penerbit Aksara Medisina, Salemba Jakarta.
2. Syvia Anderson Price, 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Susan Martin Tucker, 1998. Standar Perawatan Pasien, Edisi V Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
4. Dr. Sumitro Arkanda, 1987. Ringkasan Ilmu Bedah, Penerbit Bina Aksara.
5. Purnawan Junadi, 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua, Penerbit Media Aesculavius, Jakarta.
6. Doenges Moorhouse Geissle, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Identitas pasien
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan perdarahan terus menerus saat BAB. Ada benjolan pada anus atau nyeri pada saat defikasi.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang
Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan yang keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes.
Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh / terulang kembali. Pada pasien dengan hemoroid bila tidak di lakukan pembedahan akan kembali RPD, bisa juga di hubungkan dengan penyakit lain seperti sirosis hepatis.
Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluaga yang menderita penyakit tersebut
Riwayat sosial
Perlu ditanya penyakit yang bersangkutan.
PEMERIKSAAN FISIK
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk dan menempel pada tempat tidur.
Insfeksi
Pada insfeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus
Apakah ada benjolan tersebut terlihat pada saat prolapsi.
Bagaiman warnaya , apakah kebiruaan, kemerahan, kehitaman.
Apakah benjolan tersebut terletak di luar ( Internal / Eksternal ).
Palapasi
Dapat dilakuakan dengan menggunakan sarung tangan + vaselin dengan melakuakn rektal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam anus. Apakah ada benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada perdarahan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRE OPERATIF
Resiko kekurangan nutrisi (defisiensi zat ) berhubungan dengan pecahnya vena plexus hemmoroidalis ditandai dengan perdarahan yang terus - menerus waktu BAB.
TUJUAN :
Terpenuhinyan kebutuhan nutrisi ditandai dengan tidak terdapat anemis, perdarahan terhenti dan BB tidak turun.
INTERVENSI
Observasi tanda-tanda anemis
Rasionalisasi : Tanda – tanda anemis diduga adanya kekurangan zat besi (Hb turun)
Diet rendah sisa atau serat selama terjadinya perdarahan
Rasionalisasi : Dapat mengurangi perangsangan pada daerah anus sehingga tidak terjadi perdarahan.
Berikan penjelasan tentang pentingnya diet kesembuhan penyakitnya.
Rasionalisasi : Pendidikan tentang diet, membantu keikut sertaan pasien dalam meningkatkan keadaan penyakitnya.
Beri kompers es pada daerah terjadinya perdarahan
Rasionalisasi : Pasien dengan pecahnya vena plexus hemoriodalis perlu obat yang dapat membantu pencegahan terhadap perdarahan yang mememrlukan penilaian terhadap respon secara periodik.
Beri obat atau terapi sesuai dengan pesanan dokter
Rasionalisasi : Pasien dengan pecahnya vena flexus hemmoroidalis perlu obat yang dapat membantu pencegahan terhadap perdarahan yang memerlukan penilayan terhadap respon obat tersebut secara periodik.
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya massa anal atau anus, yang ditandai benjolan didaerah anus, terasa nyeri dan gatal pada daerah anus
TUJUAN :
Terpenuhinya rasa nyaman dengan kriteria nyeri berkurang rasa gatal berkurang massa mengecil.
INTERVENSI :
Berikan randam duduk
Rasionalisasi : Menurunkan ketidak nyamanan lokal, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
Berikan pelicin pada saat mau BAB
Rasionalisasi : Membantu dalam melancarkan defikasi sehingga tidak perlu mengedan.
Beri diet randah sisa
Rasionalisasi : Mengurangi rangsangan anus dan melemahkan feses.
Anjurkan pasien agar jangan bannyak berdiri atau duduk ( harus dalam keadaan seimbang).
Rasionalisasi : Gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid dan duduk dapat meningkatkan tekanan intra abdomen.
Observasi keluhan pasien
Rasionalisasi : Membantu mengevaluasi derajat ketidak nyamanan dan ketidak efektifan tindakan atau menyatakan terjadinya komplikasi.
Berikan penjelasan tentang timbulnya rasa nyeri dan jelaskan dengan singkat
Rasionalisasi : Pendidikan tentang hal tersebut membantu dalam keikut sertaan pasien untuk mencegah / mengurangi rasa nyeri.
Beri pasien suppositoria
Rasionalisasi : Dapat melunakan feces dan dapat mengurangi pasien agar tidak mengejan saat defikasi.
Personal hygene pada anus kurang berhubungan dengan massa yang keluar pada daerah eksternal.
TUJUAN :
Terjaga kebersihan anus dengan kriteria tidak terjadi infeksi tidak terjadi gatal - gatal.
INTERVENSI :
Berikan sit bath dengan larutan permagan 1 / 1000 % pada pagi dan sore hari. Lakukan digital ( masukan prolaps dalam tempat semula setelah di bersihkan )
Rasionalisasi : Meningkatkan kebersihan dan memudahkan terjadinya penyembuhan prolaps.
Obserpasi keluhan dan adanya tanda- tanda perdarahan anus
Rasionalisasi : Peradangan pada anus menandakan adanya suatu infeksi pada anus
Beri penjelasan cara membersihkan anus dan menjaga kebersihanya
Rasionalisasi : Pengetahuan tentang cara membersihkan anus membantu keikutsertaan pasien dalam mempercepat kesembuhanya.
POST OPERATIF
Gangguan rasa nyaman (Nyeri) pada luka operasi berhubungan dengan adanya jahitan pada luka operasi dan terpasangnya cerobong angin.
TUJUAN :
Terpenuhinya rasa nyaman dengan kriteria tidak terdapat rasa nyeri, dan pasien dapat melakukan aktivitasd ringan.
INTERVENSI :
Beri posisi tidur yang menyenangkan pasien.
Rasionalisasi : Dapat menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa kontrol.
ganti balutan setiap pagi sesuai tehnik aseptik
Rasionalisasi : Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai penyerap kontaminasi eksternal dan menimbulkan rasa tidak nyaman.
Latihan jalan sedini mungkin
Rasionalisasi : Dapat menurunkan masalah yang terjadi karena imobilisasi.
Observasi daerah rektal apakah ada perdarahan
Rasionalisasi : Perdarahan pada jaringan, imflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat meningkatkan rasa nyeri.
Cerobong anus dilepaskan sesuai advice dokter (pesanan)
Rasionalisasi : Meningkatkan fungsi fisiologis anus dan memberikan rasa nyaman pada daerah anus pasien karena tidak ada sumbatan.
Berikan penjelasan tentang tujuan pemasangan cerobong anus (guna cerobong anus untuk mengalirkan sisa-sisa perdarahan yang terjadi didalam agar bisa keluar).
Rasionalisasi : Pengetahuan tentang manfaat cerobong anus dapat membuat pasien paham guna cerobong anus untuk kesembuhan lukanya.
Resikol terjadinya infeksi pada luka berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
TUJUAN :
Tidak terjadinya dengan kriteria tidak terdapat tanda-tanda radang luka mengering
INTERVENSI :
Observasi tanda vital tiap 4 jam
Rasionalisasi : Respon autonomik meliputi TD, respirasi, nadi yang berhubungan denagan keluhan / penghilang nyeri . Abnormalitas tanda vital perlu di observasi secara lanjut.
Obserpasi balutan setiap 2 – 4 jam, periksa terhadap perdarahan dan bau.
Rasionalisasi : Deteksi dini terjadinya proses infeksi dan / pengawasan penyembuhan luka oprasi yang ada sebelumnya.
Ganti balutan dengan teknik aseptik
Rasionalisasi : Mencegah meluas dan membatasi penyebaran luas infeksi atau kontaminasi silang.
Bersihkan area perianal setelah setiap depfikasi
Rasionalisasi : Untuk mengurangi / mencegah kontaminasi daerah luka.
Berikan diet rendah serat/ sisa dan minum yang cukup
Rasionalisasi : Dapat mengurangi ransangan pada anus dan mencegah mengedan pada waktu defikasi.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan dirumah.
TUJUAN :
Pasien dapat menyatakan atau mengerti tentang perawatan dirumah.
INTERVENSI :
Diskusikan pentingnya penatalaksanaan diet rendah sisa.
Rasionalisasi: Pengetahuan tentang diet berguna untuk melibatkan pasien dalam merencanakan diet dirumah yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh ahli gizi.
Demontrasikan perawatan area anal dan minta pasien menguilanginya
Rasionalisasi: Pemahaman akan meningkatkan kerja sama pasien dalam program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan terhadap penyakitnya.
Berikan rendam duduk sesuai pesanan
Rasiopnalisasi: Meningkatkan kebersihan dan kenyaman pada daerah anus (luka atau polaps).
Bersihakan area anus dengan baik dan keringkan seluruhnya setelah defekasi.
Rasionalisasi: Melindungi area anus terhadap kontaminasi kuman-kuman yang berasal dari sisa defekasi agar tidak terjadi infeksi.
Berikan balutan
Rasionalisasi : Melindungi daerah luka dari kontaminasi luar.
Diskusikan gejala infeksi luka untuk dilaporkan kedokter.
Rasionalisasi : Pengenalan dini dari gejala infeksi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius.
Diskusikan mempertahankan difekasi lunak dengan menggunakan pelunak feces dan makanan laksatif alami.
Rasionalisai : Mencegah mengejan saat difekasi dan melunakkan feces.
Jelaskan pentingnya menghindari mengangkat benda berat dan mengejan.
Rasionalisasi : Menurunkan tekanan intra abdominal yang tidak perlu dan tegangan otot.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. M.T. Dardjat, 1987. Kumpulan Kuliah ilmu Bedah Khusus. Penerbit Aksara Medisina, Salemba Jakarta.
2. Syvia Anderson Price, 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Susan Martin Tucker, 1998. Standar Perawatan Pasien, Edisi V Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
4. Dr. Sumitro Arkanda, 1987. Ringkasan Ilmu Bedah, Penerbit Bina Aksara.
5. Purnawan Junadi, 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua, Penerbit Media Aesculavius, Jakarta.
6. Doenges Moorhouse Geissle, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Minggu, 16 Mei 2010
Mentul-mentul Bakso Rudi Bikin Kangen!
Bakso ini cukup terkenal sejak lama. Baksonya empuk mentul-mentul dengan rasa gurih yang enak. Kuah kaldunya terasa daging yang kuat. Disantap malam hari disaat cuaca yang agak dingin, bikin rasanya makin pas. Coba saja!
Saat kecil, saya tinggal di kawasan Pademangan, Jakarta Utara dimana surganya makanan berada. Salah satu makanan favorit saya adalah Bakso Rudi (karena si penjual bernama Rudi). Dulu Bakso Rudi ini berjualan dengan gerobak dari gang satu ke gang yang lain.
Meskipun begitu, rasa baksonya tidak kalah dengan warung-warung bakso besar yang sudah memiliki banyak cabang. Daging baksonya terbuat dari 100% daging sapi asli, rasanya yang legit dan tidak berbau amis merupakan selling point-nya. Ditambah kuah kaldu yang pas dan pastinya sambal baksonya yang menambah selera.
Selain rasanya yang bisa diacungi jempol, harganya yang terjangkau bikin Bakso Rudi selalu dicari oleh para langganannya termasuk saya. Saking cintanya dengan bakso Rudi ini, saya sampai hafal dengan jadwal si penjualnya.
Kini, Bakso Rudi sudah tidak lagi berjualan keliling kampung. Tapi sudah membuka warung bakso yang pertama di dekat Sekolah Santa Cicilia. Hampir setiap hari warung bakso ini dipadati pengunjung, sehingga mencari parkir saja sulit. Namun di dua cabang warungnya yang masih di sekitar Pademangan sedikit lebih mudah.
Hal ini tentu saja memudahkan para pelanggannya yang sebagian besar adalah warga Pademangan termasuk saya. Dengan dibukanya warung bakso Rudi tersebut. Meskipun bakso Rudi sudah memiliki banyak cabang, namun citarasa bakso tetap terjaga. Tidak berbeda saat bakso dijual di gerobak walaupun warung baksonya.
Kini saya tinggal di kawasan Tangerang, terpisah jauh dengan bakso kesayangan saya. Namun, tiap kali berkunjung ke pademangan saya pasti sempatkan diri untuk mampir ke bakso Rudi dan minta dibungkuskan beberapa bungkus untuk stok di rumah. Kini tidak hanya saya saja yang jatuh hati dengan bakso Rudi ini, tapi anak dan suami saya juga. Jika Anda sedang berada di kawasan Pademangan, jangan lewatkan untuk mencicipi bakso Rudi yang legendaris ini.
Bakso Rudi
Jl.Pademangan II Gg.22
Pademangan Timur, Jakarta Utara
Saat kecil, saya tinggal di kawasan Pademangan, Jakarta Utara dimana surganya makanan berada. Salah satu makanan favorit saya adalah Bakso Rudi (karena si penjual bernama Rudi). Dulu Bakso Rudi ini berjualan dengan gerobak dari gang satu ke gang yang lain.
Meskipun begitu, rasa baksonya tidak kalah dengan warung-warung bakso besar yang sudah memiliki banyak cabang. Daging baksonya terbuat dari 100% daging sapi asli, rasanya yang legit dan tidak berbau amis merupakan selling point-nya. Ditambah kuah kaldu yang pas dan pastinya sambal baksonya yang menambah selera.
Selain rasanya yang bisa diacungi jempol, harganya yang terjangkau bikin Bakso Rudi selalu dicari oleh para langganannya termasuk saya. Saking cintanya dengan bakso Rudi ini, saya sampai hafal dengan jadwal si penjualnya.
Kini, Bakso Rudi sudah tidak lagi berjualan keliling kampung. Tapi sudah membuka warung bakso yang pertama di dekat Sekolah Santa Cicilia. Hampir setiap hari warung bakso ini dipadati pengunjung, sehingga mencari parkir saja sulit. Namun di dua cabang warungnya yang masih di sekitar Pademangan sedikit lebih mudah.
Hal ini tentu saja memudahkan para pelanggannya yang sebagian besar adalah warga Pademangan termasuk saya. Dengan dibukanya warung bakso Rudi tersebut. Meskipun bakso Rudi sudah memiliki banyak cabang, namun citarasa bakso tetap terjaga. Tidak berbeda saat bakso dijual di gerobak walaupun warung baksonya.
Kini saya tinggal di kawasan Tangerang, terpisah jauh dengan bakso kesayangan saya. Namun, tiap kali berkunjung ke pademangan saya pasti sempatkan diri untuk mampir ke bakso Rudi dan minta dibungkuskan beberapa bungkus untuk stok di rumah. Kini tidak hanya saya saja yang jatuh hati dengan bakso Rudi ini, tapi anak dan suami saya juga. Jika Anda sedang berada di kawasan Pademangan, jangan lewatkan untuk mencicipi bakso Rudi yang legendaris ini.
Bakso Rudi
Jl.Pademangan II Gg.22
Pademangan Timur, Jakarta Utara
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASUHAN SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI PANGGUL SEMPIT
Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
2. Sectio caesarea transperitonealis
3. SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin dengan cepat
2. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
2. Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
3. SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
4. Perdarahan tidak begitu banyak
5. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
2. Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
3. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Fetal distress
His lemah / melemah
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Bayi besar ( BBL ³ 4,2 kg )
Plasenta previa
Kalainan letak
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
Rupture uteri mengancam
Hydrocephalus
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Panggul sempit
Problema plasenta
Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
2. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
3. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
4. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
5. Perdarahan
6. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
7. Perdarahan pada plasenta bed
8. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
9. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
10. Post Partum
Definisi Puerperium / Nifas
Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama ± 6 minggu. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)
Periode
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
Tujuan Asuhan Kepeawatan
Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
Memberikan pelayanan keluarga berencana.
Tanda dan Gejala
1. Perubahan Fisik
2. Sistem Reproduksi
3. Uterus
4. Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
o Lochea
o Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
Tahap
Rubra (merah) : 1-3 hari.
Serosa (pink kecoklatan)
Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
Perineum
Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
Sistem Endokrin
Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
Sistem Gastrointestinal
Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
Nafsu makan kembali normal.
Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
Sistem Urinaria
Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM FISIOLOGIS
PENGKAJIAN
• Pemeriksaan Fisik
• Monitor Keadaan Umum Ibu
• Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
• 24 jam I : tiap 4 jam
• Setelah 24 jam : tiap 8 jam
• Monitor Tanda-tanda Vital
• Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
• Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
• Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
• Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
• Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
• Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
• Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan approximation. Kemerahan menandakan infeksi.
• Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
• Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.
• Perubahan Psikologis
• Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu, konflik peran.
• Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
• Perubahan Psikologis
• Perubahan peran, sebagai orang tua.
• Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
• Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari III dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi emosi ibu.
• Faktor-faktor Risiko
• Duerdistensi uterus
• Persalinan yang lama
• Episiotomi/laserasi
• Ruptur membran prematur
• Kala II persalinan
• Plasenta tertahan
• Breast feeding
PANGGUL SEMPIT
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
• Kesempitan pintu atas panggul
• kesempitan bidang bawah panggul
• kesempitan pintu bawah panggul
• kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
• Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter transversa sempit.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
• Kelainan karena gangguan pertumbuhan
• Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
• Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
• Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka belakang
• Panggul corong :pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit
• Panggul belah : symphyse terbuka
• kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
• Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-lain
• Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
• Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
• kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
• sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.
• Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan
Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
• Pengaruh pada kehamilan
• Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
• Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida fundus atau gangguan peredaran darah
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan tanda panggul sempit
• Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
• Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
• Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
• Pengaruh pada persalinan
• Persalinan lebih lama dari biasa.
• Karena gangguan pembukaan
• Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
• Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
• Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan “knopfloch mechanismus” (mekanisme lobang kancing)
• Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya ukuran-ukuran kepala belakang yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya
• Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan muka belang (positio occypitalis directa) pada pintu atas panggul.
• Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh panggul sempit
• Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi intra partum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak didalam rahim.
Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
• Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang menyebabkan nekrosa.
Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto vaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat keran adanya rongga sacrum.
• Ruptur symphyse dapat terjadi , malahan kadang – kadang ruptur dari articulatio scroilliaca.
Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang nyeri didaerah symphyse dan tidak dapat mengangkat tungkainya.
• Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam rongga panggul , yang paling sering adalah kelumpuhan N. Peroneus .
• Pengaruh pada anak
• Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
• Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
• Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. Terutama kalau diameter biparietalis berkurang lebih dari ½ cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan. Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal) malahan dapat terjadi fraktur impresi.
• Persangkaan Panggul sempit
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
• Aprimipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
• Pada primipara ada perut menggantung
• pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
• kelainan letak pada hamil tua
• kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
• osborn positip
• Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor
• Bentuk panggul
• Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
• Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
• Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
• Presentasi dan posisi kepala
• His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran – ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat per vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan berlangsung selamat.
Karena itu kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul sempit absolut )
Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
• Riwayat persalinan yang lampau
• besarnya presentasi dan posisi anak
• pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
• his
• lancarnya pembukaan
• infeksi intra partum
• bentuk panggul dan derajat kesempitan
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8 ½ - 10cm (sering disebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan percobaan.
• Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per vaginam pada wanita wanita dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan percobaan dilakukan hanya pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita menghentikan presalianan percobaan kalau:
• – pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
• Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
• Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
• – setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2 jam tidak mau masuk ke dalam rongga panggul walaupun his cukup kuat
• Forcepe gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut dalam golongan 2 (dua) maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya dilakukan persalinan percobaan lagi
Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan :
• Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterngkan diatas
• test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala janin tidak turun sampai H III maka test of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
• Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit
• kematian anak terlalu tinggo dengan percobaan tersebut
• kesempitan bidang tengah panggul
bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spinae ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5
Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
• Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
• diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
• Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang ( normal 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm)
• diameter antara spina < 9 cm
ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
• Spinae ischiadicae sangat menonjol
• Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang
• Prognosa
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau diameter antar spinae 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.
• Terapi
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya dipergunakan ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.
• Kesempitan pintu bawah panggul:
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
• Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
• diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang
kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm )
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC bisanya dapat diselesaikan dengan forcepe dan dengan episiotomy yang cukup luas.
• Pengkajian
• Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
• integritas ego
perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis
• Makanan / cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
• Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
• Keamanan
• Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
• Adanya defisiensi imun
• Munculnya kanker/ adanya terapi kanker
• Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
• Riwayat penyakit hepatic
• Riwayat tranfusi darah
• Tanda munculnya proses infeksi
Proritas Keperawatan
• Mengurangi ansietas dan trauma emosional
• Menyediakan keamanan fisik
• Mencegah komplikasi
• Meredakan rasa sakit
• Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
• Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
Diagnosa Keperawatan
• Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
• Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
• Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
• Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
2. Sectio caesarea transperitonealis
3. SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin dengan cepat
2. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
2. Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
3. SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
4. Perdarahan tidak begitu banyak
5. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
2. Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
3. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Fetal distress
His lemah / melemah
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Bayi besar ( BBL ³ 4,2 kg )
Plasenta previa
Kalainan letak
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
Rupture uteri mengancam
Hydrocephalus
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Panggul sempit
Problema plasenta
Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
2. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
3. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
4. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
5. Perdarahan
6. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
7. Perdarahan pada plasenta bed
8. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
9. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
10. Post Partum
Definisi Puerperium / Nifas
Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama ± 6 minggu. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)
Periode
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
Tujuan Asuhan Kepeawatan
Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
Memberikan pelayanan keluarga berencana.
Tanda dan Gejala
1. Perubahan Fisik
2. Sistem Reproduksi
3. Uterus
4. Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
o Lochea
o Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
Tahap
Rubra (merah) : 1-3 hari.
Serosa (pink kecoklatan)
Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
Perineum
Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
Sistem Endokrin
Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
Sistem Gastrointestinal
Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
Nafsu makan kembali normal.
Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
Sistem Urinaria
Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM FISIOLOGIS
PENGKAJIAN
• Pemeriksaan Fisik
• Monitor Keadaan Umum Ibu
• Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
• 24 jam I : tiap 4 jam
• Setelah 24 jam : tiap 8 jam
• Monitor Tanda-tanda Vital
• Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
• Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
• Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
• Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
• Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
• Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
• Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan approximation. Kemerahan menandakan infeksi.
• Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
• Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.
• Perubahan Psikologis
• Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu, konflik peran.
• Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
• Perubahan Psikologis
• Perubahan peran, sebagai orang tua.
• Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
• Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari III dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi emosi ibu.
• Faktor-faktor Risiko
• Duerdistensi uterus
• Persalinan yang lama
• Episiotomi/laserasi
• Ruptur membran prematur
• Kala II persalinan
• Plasenta tertahan
• Breast feeding
PANGGUL SEMPIT
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
• Kesempitan pintu atas panggul
• kesempitan bidang bawah panggul
• kesempitan pintu bawah panggul
• kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
• Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter transversa sempit.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
• Kelainan karena gangguan pertumbuhan
• Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
• Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
• Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka belakang
• Panggul corong :pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit
• Panggul belah : symphyse terbuka
• kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
• Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-lain
• Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
• Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
• kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
• sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.
• Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan
Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
• Pengaruh pada kehamilan
• Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
• Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida fundus atau gangguan peredaran darah
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan tanda panggul sempit
• Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
• Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
• Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
• Pengaruh pada persalinan
• Persalinan lebih lama dari biasa.
• Karena gangguan pembukaan
• Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
• Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
• Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan “knopfloch mechanismus” (mekanisme lobang kancing)
• Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya ukuran-ukuran kepala belakang yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya
• Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan muka belang (positio occypitalis directa) pada pintu atas panggul.
• Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh panggul sempit
• Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi intra partum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak didalam rahim.
Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
• Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang menyebabkan nekrosa.
Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto vaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat keran adanya rongga sacrum.
• Ruptur symphyse dapat terjadi , malahan kadang – kadang ruptur dari articulatio scroilliaca.
Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang nyeri didaerah symphyse dan tidak dapat mengangkat tungkainya.
• Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam rongga panggul , yang paling sering adalah kelumpuhan N. Peroneus .
• Pengaruh pada anak
• Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
• Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
• Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. Terutama kalau diameter biparietalis berkurang lebih dari ½ cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan. Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal) malahan dapat terjadi fraktur impresi.
• Persangkaan Panggul sempit
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
• Aprimipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
• Pada primipara ada perut menggantung
• pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
• kelainan letak pada hamil tua
• kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
• osborn positip
• Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor
• Bentuk panggul
• Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
• Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
• Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
• Presentasi dan posisi kepala
• His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran – ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat per vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan berlangsung selamat.
Karena itu kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul sempit absolut )
Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
• Riwayat persalinan yang lampau
• besarnya presentasi dan posisi anak
• pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
• his
• lancarnya pembukaan
• infeksi intra partum
• bentuk panggul dan derajat kesempitan
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8 ½ - 10cm (sering disebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan percobaan.
• Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per vaginam pada wanita wanita dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan percobaan dilakukan hanya pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita menghentikan presalianan percobaan kalau:
• – pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
• Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
• Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
• – setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2 jam tidak mau masuk ke dalam rongga panggul walaupun his cukup kuat
• Forcepe gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut dalam golongan 2 (dua) maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya dilakukan persalinan percobaan lagi
Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan :
• Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterngkan diatas
• test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala janin tidak turun sampai H III maka test of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
• Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit
• kematian anak terlalu tinggo dengan percobaan tersebut
• kesempitan bidang tengah panggul
bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spinae ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5
Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
• Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
• diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
• Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang ( normal 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm)
• diameter antara spina < 9 cm
ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
• Spinae ischiadicae sangat menonjol
• Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang
• Prognosa
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau diameter antar spinae 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.
• Terapi
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya dipergunakan ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.
• Kesempitan pintu bawah panggul:
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
• Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
• diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang
kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm )
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC bisanya dapat diselesaikan dengan forcepe dan dengan episiotomy yang cukup luas.
• Pengkajian
• Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
• integritas ego
perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis
• Makanan / cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
• Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
• Keamanan
• Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
• Adanya defisiensi imun
• Munculnya kanker/ adanya terapi kanker
• Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
• Riwayat penyakit hepatic
• Riwayat tranfusi darah
• Tanda munculnya proses infeksi
Proritas Keperawatan
• Mengurangi ansietas dan trauma emosional
• Menyediakan keamanan fisik
• Mencegah komplikasi
• Meredakan rasa sakit
• Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
• Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
Diagnosa Keperawatan
• Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
• Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
• Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
• Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH
Pengertian
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001).Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umu, kurang lebih 5 – 15 %.
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998)
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.
Etiologi
Bakteri (Eschericia coli)
Jamur dan virus
Infeksi ginjal
Prostat hipertropi (urine sisa)
Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.
Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.
b. Hematogen.
c. Limfogen.
d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :
1. Bendungan aliran urine.
1) Anatomi konginetal.
2) Batu saluran kemih.
3) Oklusi ureter (sebagian atau total).
2. Refluks vesi ke ureter.
3. Urine sisa dalam buli-buli karena :
1) Neurogenik bladder.
2) Striktur uretra.
3) Hipertropi prostat.
4. Gangguan metabolik.
1) Hiperkalsemia.
2) Hipokalemia
3) Agamaglobulinemia.
5. Instrumentasi
1) Dilatasi uretra sistoskopi.
6. Kehamilan
1) Faktor statis dan bendungan.
2) PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis. Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %.
Macam-macam ISK :
1) Uretritis (uretra)
2) Sistisis (kandung kemih)
3) Pielonefritis (ginjal)
Gambaran Klinis :
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1) Mukosa memerah dan oedema
2) Terdapat cairan eksudat yang purulent
3) Ada ulserasi pada urethra
4) Adanya rasa gatal yang menggelitik
5) Good morning sign
6) Adanya nanah awal miksi
7) Nyeri pada saat miksi
8) Kesulitan untuk memulai miksi
9) Nyeri pada abdomen bagian bawah.
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
1) Disuria (nyeri waktu berkemih)
2) Peningkatan frekuensi berkemih
3) Perasaan ingin berkemih
4) Adanya sel-sel darah putih dalam urin
5) Nyeri punggung bawah atau suprapubic
6) Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
1) Demam
2) Menggigil
3) Nyeri pinggang
4) Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
Komplikasi :
1) Pembentukan Abses ginjal atau perirenal
2) Gagal ginjal
Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis
1) Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2) Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteriologis
1) Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
102 – 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.2)Biakan bakteri
2) Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.
Pengobatan penyakit ISK
1) Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
2) Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
3) Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
Data biologis meliputi :
1) Identitas klien
2) Identitas penanggung
Riwayat kesehatan :
1) Riwayat infeksi saluran kemih
2) Riwayat pernah menderita batu ginjal
3) Riwayat penyakit DM, jantung.
Pengkajian fisik :
1) Palpasi kandung kemih
2) Inspeksi daerah meatus
a) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b) Pengkajian pada costovertebralis
Riwayat psikososial :
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Persepsi terhadap kondisi penyakit
Mekanisme kopin dan system pendukung
Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
1) Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis
Diagnosa Keperawatan
1) Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
2) Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan ISK.
3) Nyeri yang berhubungan dengan ISK.
4) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Perencanaan
1. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal
2) Nilai kultur urine negative
3) Urine berwarna bening dan tidak bau
Intervensi :
1) Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2) Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3) Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4) Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6) Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra
2. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubunganm dengan ISK.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat
mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria :
1) Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2) Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
3) Klien dapat bak dengan berkemih
Intervensi :
1) Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2) Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4) Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5) Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.
3. Nyeri yang berhubungan dengan ISK
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa
nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
2) Kandung kemih tidak tegang
3) Pasien nampak tenang
4) Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
1) Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2) Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3) Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4) Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak gelisah
2) Klien tenang
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3) Beri support pada klien
Rasional :
4) Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5) Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.
Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000)
Evaluasi
Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1. Nyeri yang menetap atau bertambah
2. Perubahan warna urine
3. Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001).Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umu, kurang lebih 5 – 15 %.
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998)
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.
Etiologi
Bakteri (Eschericia coli)
Jamur dan virus
Infeksi ginjal
Prostat hipertropi (urine sisa)
Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.
Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.
b. Hematogen.
c. Limfogen.
d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :
1. Bendungan aliran urine.
1) Anatomi konginetal.
2) Batu saluran kemih.
3) Oklusi ureter (sebagian atau total).
2. Refluks vesi ke ureter.
3. Urine sisa dalam buli-buli karena :
1) Neurogenik bladder.
2) Striktur uretra.
3) Hipertropi prostat.
4. Gangguan metabolik.
1) Hiperkalsemia.
2) Hipokalemia
3) Agamaglobulinemia.
5. Instrumentasi
1) Dilatasi uretra sistoskopi.
6. Kehamilan
1) Faktor statis dan bendungan.
2) PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis. Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %.
Macam-macam ISK :
1) Uretritis (uretra)
2) Sistisis (kandung kemih)
3) Pielonefritis (ginjal)
Gambaran Klinis :
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1) Mukosa memerah dan oedema
2) Terdapat cairan eksudat yang purulent
3) Ada ulserasi pada urethra
4) Adanya rasa gatal yang menggelitik
5) Good morning sign
6) Adanya nanah awal miksi
7) Nyeri pada saat miksi
8) Kesulitan untuk memulai miksi
9) Nyeri pada abdomen bagian bawah.
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
1) Disuria (nyeri waktu berkemih)
2) Peningkatan frekuensi berkemih
3) Perasaan ingin berkemih
4) Adanya sel-sel darah putih dalam urin
5) Nyeri punggung bawah atau suprapubic
6) Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
1) Demam
2) Menggigil
3) Nyeri pinggang
4) Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
Komplikasi :
1) Pembentukan Abses ginjal atau perirenal
2) Gagal ginjal
Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis
1) Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2) Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteriologis
1) Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
102 – 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.2)Biakan bakteri
2) Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.
Pengobatan penyakit ISK
1) Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
2) Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
3) Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
Data biologis meliputi :
1) Identitas klien
2) Identitas penanggung
Riwayat kesehatan :
1) Riwayat infeksi saluran kemih
2) Riwayat pernah menderita batu ginjal
3) Riwayat penyakit DM, jantung.
Pengkajian fisik :
1) Palpasi kandung kemih
2) Inspeksi daerah meatus
a) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b) Pengkajian pada costovertebralis
Riwayat psikososial :
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Persepsi terhadap kondisi penyakit
Mekanisme kopin dan system pendukung
Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
1) Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis
Diagnosa Keperawatan
1) Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
2) Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan ISK.
3) Nyeri yang berhubungan dengan ISK.
4) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Perencanaan
1. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal
2) Nilai kultur urine negative
3) Urine berwarna bening dan tidak bau
Intervensi :
1) Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2) Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3) Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4) Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6) Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra
2. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubunganm dengan ISK.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat
mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria :
1) Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2) Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
3) Klien dapat bak dengan berkemih
Intervensi :
1) Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2) Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4) Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5) Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.
3. Nyeri yang berhubungan dengan ISK
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa
nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
2) Kandung kemih tidak tegang
3) Pasien nampak tenang
4) Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
1) Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2) Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3) Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4) Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak gelisah
2) Klien tenang
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3) Beri support pada klien
Rasional :
4) Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5) Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.
Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000)
Evaluasi
Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1. Nyeri yang menetap atau bertambah
2. Perubahan warna urine
3. Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HEMORROID
A. Pengertian
Hemorroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemorroid adalah pelebaran pembuluh darah/flexus vena. Hemorroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemorroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemorroid.
B. Etiologi
1. Kelainan organis
- Serosis hepatic
- Trombosis vena porta
- Tumor intra-abdominal, terutama pelvis
2. Idiopatik, predisposisi:
- Herediter: kelemahan pembuluh darah
- Anatomi: tak ada katup pada vena porta sehingga darah mudah kembali, tekanan di plexus hemorrhoid akan meningkat.
- Gravitasi: banyak berdiri
- Tekanan intra abdominal yang meningkat: batuk kronis, mengejan.
- Tonus spinter ani lemah
- Obstipasi atau konstipasi kronis
- Obisitas
- Diit rendah serat
Pada wanita hamil faktor yang mempengaruhi timbulnya hemorrhoid adalah:
- Tumor intra abdomen menyebabkan gangguan aliran vena daerah pelvis.
- Kelemahan pembuluh darah waktu hamil kerena pengaruh hormon
- Mengedan selama partus.
C. Klasifikasi
1. Hemorroid interna:
- Berasal dari plexus vena hemnhoidalis superior dan medius
- Terletak diatas linea dentate atau 2/3 atas dari saluran anus.
- Permukaannya mukosa (epitel thorax)
- Tiga posisi utama: jam 3, jam 7, jam 11
2. Hemorroid externa:
- Berasal dari plexus hemorroidalis inferior
- Terletak 1/3 bawah saluran anus
- Permukaannya kulit (epitel gepeng/squamous)
D. Patofisiologi
Hemorrhoid interna:
Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius.
Hemorrid eksterna:
Robeknya vena hemorroidalis inferior membentukhematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri.
E. Manifestasi klinis
Hemorrhoid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemorroid eksterna dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemorroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemorroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemorroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.
Tanda dan gejala:
1. Bab berdarah, biasanya berupa darah segar yang menetes pada akhir defekasi
2. Prolaps:
- Grade I : prolaps (-), perdarahan (+)
- Grade II : prolaps (+), masuk spontan
- Grade III : prolaps (+), masuk dengan manipul
- Grade IV : prolaps (+), inkarserata
3. BAB berlendir, timbul karena iritasi mukosa rectum.
4. pruritus ani sampai dermatitis, proctitis
5. Nyeri
F. Penatalaksanaan
Hemorroid interna diterapi sesuai dengan gradenya. Tetapi hemorroid eksterna selalu dengan operasi. Konservatif indikasi untuk grade 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus. Operatif indikasi untuk grade 3-4, perdarahan dan nyeri.
Gejala hemorroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan:
- Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi.
- Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus.
- Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring.
Beberapa tindakan nonoperatif untuk hemorroid:
- Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya
- Injeksi larutan sklerosan efektif untuk hemorrhoid yang berukuran kecil.
Tindakan bedah konservatif hemorrhoid internal
Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan infeksi perianal.
Hemoroidektomi kriosirurgi
Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.
Laser Nd: YAG
Digunakan dalam mengeksisi hemorroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode paska operatif.
Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas.
Hemorroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selma pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimaukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka kanal
G. Pemeriksaan penunjang:
Anoskopi
Pemeriksaan feses: untuk mengetahui occult-bleding
H. Komplikasi
1. Anemia, jarang terjadi
2. trombosis akut pada prolaps hemorroid
I. Prognosa
Hemorroidektomi tampaknya lebih efektif danpermanen, tetapi mempunyai kerugian kompliksi post operasi.
J. Fistula anal
1. Pengertian.
Fistula anal adalah saluran tipis, tubuler, fibrosa yang meluas ke dalam saluran anal dari lubang yang terletak disamping anus. Fistula biasanya adalah akibat infeksi. Fistula juga dapat terjadi akibat trauma, fisura, atau enteritis regional.
2. Manifestasi klinis
Pus atau feses dapat bocor secara konstan dari lubang kutaneus. Gejala lain mungkin pasase flatus atau feses dari vagina atau kandung kemih, tergantung pada saluran fistula. Fistula yang tidak teratasi dapat menyebabkan infeksi sistemik disertai gejala yang berhubungan.
3. Penatalaksanaan
Pembedahan selalu dianjurkan karena beberapa fistula sembuh secara spontan.fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur bedah yang dianjurkan. Usus bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang diprogramkan. Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksike luar atau dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah ke luar. Luka diberi tampon dengan kasa.
K. Proses keperawatan
1. Pengkajian
- Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa terbakar, dan nyeri beserta karakteristiknya.
- Apakah ini terjadi selama defekasi?
- Berapa lama ini berakhir?
- Adakah nyeri abdomen yang dihubungkan dengan hal itu?
- Apakah terjadi perdarahan pada rectum?
- Seberapa banyak?
- Seberapa sering?
- Apakah warnanya?
- Adakah rabas lain seperti pus, mukus?
- Bagaimana pola eliminasi dan penggunaan laksatif?
- Bagaimana riwayat diet, termasuk masukan serat?
- Jumlah latihan, tingkat aktifitas dan pekerjaan (khusunys bila mengharuskan duduk dan berdiri lama)?
Pengkajian obektif mencakup: menginfeksi feses akan adanya darah atau mucus, area perianal akan adanya hemorroid, fisura iritasi atau pus.
Pemeriksaan fisik:
- Inspeksi:
Hemorroid externa: terlihat benjolan diantara kulit perineum.
Hemorroid interna: terlihat benjolan mukosa keluar dari anus
- Palpasi: Pada RT tidak teraba apa-apa kecuali jika ada trombus atau penebalan mukosa
2. Diagnosa keperawatan
- Konstipasi
- Ansietas
- Nyeri
- Perubahan eliminasi dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfinter pada pasca operatif
- Perubahan eliminasi urinarius bd rasa takut nyeri pasca operasi
- Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK – UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP dr.Sardjito, yogyakarta.
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Maurytania, A.R, 2003, Buku Saku Ilmu Bedah, Widya Medika, Yogyakarta.
Hemorroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemorroid adalah pelebaran pembuluh darah/flexus vena. Hemorroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemorroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemorroid.
B. Etiologi
1. Kelainan organis
- Serosis hepatic
- Trombosis vena porta
- Tumor intra-abdominal, terutama pelvis
2. Idiopatik, predisposisi:
- Herediter: kelemahan pembuluh darah
- Anatomi: tak ada katup pada vena porta sehingga darah mudah kembali, tekanan di plexus hemorrhoid akan meningkat.
- Gravitasi: banyak berdiri
- Tekanan intra abdominal yang meningkat: batuk kronis, mengejan.
- Tonus spinter ani lemah
- Obstipasi atau konstipasi kronis
- Obisitas
- Diit rendah serat
Pada wanita hamil faktor yang mempengaruhi timbulnya hemorrhoid adalah:
- Tumor intra abdomen menyebabkan gangguan aliran vena daerah pelvis.
- Kelemahan pembuluh darah waktu hamil kerena pengaruh hormon
- Mengedan selama partus.
C. Klasifikasi
1. Hemorroid interna:
- Berasal dari plexus vena hemnhoidalis superior dan medius
- Terletak diatas linea dentate atau 2/3 atas dari saluran anus.
- Permukaannya mukosa (epitel thorax)
- Tiga posisi utama: jam 3, jam 7, jam 11
2. Hemorroid externa:
- Berasal dari plexus hemorroidalis inferior
- Terletak 1/3 bawah saluran anus
- Permukaannya kulit (epitel gepeng/squamous)
D. Patofisiologi
Hemorrhoid interna:
Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius.
Hemorrid eksterna:
Robeknya vena hemorroidalis inferior membentukhematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri.
E. Manifestasi klinis
Hemorrhoid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemorroid eksterna dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemorroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemorroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemorroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.
Tanda dan gejala:
1. Bab berdarah, biasanya berupa darah segar yang menetes pada akhir defekasi
2. Prolaps:
- Grade I : prolaps (-), perdarahan (+)
- Grade II : prolaps (+), masuk spontan
- Grade III : prolaps (+), masuk dengan manipul
- Grade IV : prolaps (+), inkarserata
3. BAB berlendir, timbul karena iritasi mukosa rectum.
4. pruritus ani sampai dermatitis, proctitis
5. Nyeri
F. Penatalaksanaan
Hemorroid interna diterapi sesuai dengan gradenya. Tetapi hemorroid eksterna selalu dengan operasi. Konservatif indikasi untuk grade 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus. Operatif indikasi untuk grade 3-4, perdarahan dan nyeri.
Gejala hemorroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan:
- Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi.
- Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus.
- Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring.
Beberapa tindakan nonoperatif untuk hemorroid:
- Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya
- Injeksi larutan sklerosan efektif untuk hemorrhoid yang berukuran kecil.
Tindakan bedah konservatif hemorrhoid internal
Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan infeksi perianal.
Hemoroidektomi kriosirurgi
Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.
Laser Nd: YAG
Digunakan dalam mengeksisi hemorroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode paska operatif.
Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas.
Hemorroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selma pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimaukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka kanal
G. Pemeriksaan penunjang:
Anoskopi
Pemeriksaan feses: untuk mengetahui occult-bleding
H. Komplikasi
1. Anemia, jarang terjadi
2. trombosis akut pada prolaps hemorroid
I. Prognosa
Hemorroidektomi tampaknya lebih efektif danpermanen, tetapi mempunyai kerugian kompliksi post operasi.
J. Fistula anal
1. Pengertian.
Fistula anal adalah saluran tipis, tubuler, fibrosa yang meluas ke dalam saluran anal dari lubang yang terletak disamping anus. Fistula biasanya adalah akibat infeksi. Fistula juga dapat terjadi akibat trauma, fisura, atau enteritis regional.
2. Manifestasi klinis
Pus atau feses dapat bocor secara konstan dari lubang kutaneus. Gejala lain mungkin pasase flatus atau feses dari vagina atau kandung kemih, tergantung pada saluran fistula. Fistula yang tidak teratasi dapat menyebabkan infeksi sistemik disertai gejala yang berhubungan.
3. Penatalaksanaan
Pembedahan selalu dianjurkan karena beberapa fistula sembuh secara spontan.fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur bedah yang dianjurkan. Usus bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang diprogramkan. Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksike luar atau dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah ke luar. Luka diberi tampon dengan kasa.
K. Proses keperawatan
1. Pengkajian
- Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa terbakar, dan nyeri beserta karakteristiknya.
- Apakah ini terjadi selama defekasi?
- Berapa lama ini berakhir?
- Adakah nyeri abdomen yang dihubungkan dengan hal itu?
- Apakah terjadi perdarahan pada rectum?
- Seberapa banyak?
- Seberapa sering?
- Apakah warnanya?
- Adakah rabas lain seperti pus, mukus?
- Bagaimana pola eliminasi dan penggunaan laksatif?
- Bagaimana riwayat diet, termasuk masukan serat?
- Jumlah latihan, tingkat aktifitas dan pekerjaan (khusunys bila mengharuskan duduk dan berdiri lama)?
Pengkajian obektif mencakup: menginfeksi feses akan adanya darah atau mucus, area perianal akan adanya hemorroid, fisura iritasi atau pus.
Pemeriksaan fisik:
- Inspeksi:
Hemorroid externa: terlihat benjolan diantara kulit perineum.
Hemorroid interna: terlihat benjolan mukosa keluar dari anus
- Palpasi: Pada RT tidak teraba apa-apa kecuali jika ada trombus atau penebalan mukosa
2. Diagnosa keperawatan
- Konstipasi
- Ansietas
- Nyeri
- Perubahan eliminasi dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfinter pada pasca operatif
- Perubahan eliminasi urinarius bd rasa takut nyeri pasca operasi
- Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK – UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP dr.Sardjito, yogyakarta.
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Maurytania, A.R, 2003, Buku Saku Ilmu Bedah, Widya Medika, Yogyakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...