Selasa, 14 September 2010

askep pneumonia

TINJAUAN TEORI

Dalam penulisan tinjauan teori ini penulis akan menampilkan tentang anatomi dan fisiologi sistem pernafasan, konsep dasar Pneumonia (definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, pemeriksaan diagnosis dan penatalaksanaan), konsep dasar tumbuh kembang anak usia 18-24 bulan dan konsep dasar proses keperawatan.

A. Konsep Dasar Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan
Menurut Pearce Evelyn C (2000), sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan bagian atas dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus.
Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolisme jaringan. (Pearce Evelyn C, 2000 : 211).
Sedangkan menurut Ethel Sloane (2004 : 266) Fungsi utama sistem pernafasan adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah sebagai produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah. Respirasi melibatkan proses sebagai berikut :
1. Ventilasi Pulmonar (Pernafasan) adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran pernafasan dan paru-paru.
2. Respirasi Eksternal adalah difusi O2 dan CO2 antara udara dalam paru dan kapiler pulmonar.
3. Respirasi Internal adalah difusi O2 dan CO 2 antara sel-sel darah dan sel-sel jaringan.
4. Respirasi Selular adalah penggunaan O2 oleh sel-sel tubuh untuk produksi energi, dan pelepasan produk oksidasi (CO2 dan air) oleh sel-sel tubuh.
(Ethel Sloane, 2004 : 266)
Adapun kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau udara atmosfer harus cukup, kondisi jalan napas dalam keadaan normal, kondisi otot pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi sirkulasi (jantung), kondisi pusat pernafasan dan hemoglobin sebagai pengikat oksigen. (Pearce Evelyn C, 2000 : 211)
Berikut ini menurut Ethel Sloane (2004) menjelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-organ pernafasan :
1. Rongga Hidung dan Nasal
a. Hidung Eksternal berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari kerangka kerja tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareolar.
1) Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior septum adalah kartilago.
2) Naris (nostril) eksternal dibatasi oleh kartilago nasal.
a) Kartilago nasal lateral terletak di bawah jembatan hidung.
b) Ala besar dan ala kecil kartilago nasal mengelilingi nostril.
3) Tulang hidung
a) Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung.
b) Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal.
c) Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila dan palatinum.
d) Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sfenoid.
e) Konka (turbinatum) nasalis superior, tengah dan inferior menonjol pada sisi mesial dinding lateral rongga nasal. Setiap konka dilapisi membran mukosa (epitel kolumnar bertingkat dan bersilia) yang berisi kelenjar pembuat mukus dan banyak mengandung pembuluh darah.
f) Meatus superior, medial dan inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di bawah konka.
4) Empat pasang sinus paranasalis (frontal etmoid, maksilar, dan sfenoid) adalah kantong tertutup pada bagian frontal etmoid, maksilar, dan sfenoid. Sinus ini dilapisi membran mukosa.
a) Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus dan memberi efek resonansi dalam produksi wicara.
b) Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada posisi tegak, aliran mukus ke dalam rongga nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus infeksi sinus.
c) Duktus nasolakrimal dari kelenjar air mata membuka ke arah meatus inferior.

b. Membran Mukosa Nasal
1) Struktur
a) Kulit pada bagian ekternal permukaan hidung yang mengandung folikel rambut, keringat dan kelenjar sebasea, merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit di bagian dalam ini mengandung rambut (vibrissae) yang berfungsi untuk menyaring partikel dari udara terhisap.
b) Di bagian rongga nasal yang lebih dalam, epitelium respiratorik membentuk mukosa yang melapisi ruang nasal selebihnya, lapisan ini terdiri dari epitelium bersilia dengan sel goblet yang terletak pada jaringan ikat tervaskularisasi dan terus memanjang untuk melapisi saluran pernafasan sampai ke bronkus.
2) Fungsi
a) Penyaring partikel kecil. Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan belakang dalam suatu lapisan mukus. Gerakan dan mukus membentuk suatu perangkap untuk partikel yang kemudian akan disapu ke atas untuk ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan keluar.
b) Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara kering akan dilembabkan melalui evaporasi sekresi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di bawahnya.
c) Resepsi odor. Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung di bawah lempeng kribriform, mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk indera penciuman.
(Ethel Sloane, 2004 : 266 – 267)

2. Faring adalah tabung muscular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring.
a. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui dua naris internal (koana).
1) Dua tuba Eustachius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.
2) Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.
b. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang.
1) Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.
2) Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
c. Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.
(Ethel Sloane, 2004 : 267 – 268)
3. Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago; tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan. (Ethel Sloane, 2004 : 268). Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi (Boies, 1997: 269).
a. Kartilago tidak berpasangan
1) Kartilago tiroid (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresi saat pubertas.
2) Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid.
3) Epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglottis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan.
b. Kartilago berpasangan
1) Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa bertingkat.
2) Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aratenoid.
3) Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.
c. Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring.
1) Pasangan bagian atas adalah lipatan ventrikular (pita suara semu) yang tidak berfungsi saat produksi suara.
2) Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Pembuka di antara kedua pita ini adalah glottis.
a) Saat bernafas, pita suara teraduksi (tertarik membuka) oleh otot laring, dan glottis berbentuk triangular.
b) Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glottis membentuk celah sempit.
c) Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glottis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.
(Ethel Sloane, 2004 : 268)

4. Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 20 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks Keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama.
a. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esofagus.
b. Trakea dilapisi epitelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak sel goblet.
(Ethel Sloane, 2004 : 268)
5. Bronkus
a. Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing yang masuk ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan.
b. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.
c. Bronki disebut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar.
d. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronkial yang selanjutnya : bronki, bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratorik duktus alveolar dan alveoli. Tidak ada kartilago dalam bronkiolus; silia tetap ada sampai bronkiolus respiratorik terkecil.
(Ethel Sloane, 2004 : 269)

6. Bronkiolus
Bronkiolus adalah salah satu cabang yang lebih kecil dan tidak memiliki cartilago dalam dindingnya. Setiap bronkiolus memecah menjadi cabang-cabang yang lebih kecil. Duktus alveolaris adalah cabang yang paling kecil; setiap ujung terdapat sekelompok alveolus (Gibson, 2003: 145).
7. Alveolus
Alveolus adalah unit fungsional paru. Setiap paru mengandung lebih dari 350 juta alveoli, masing-masing dikelilingi banyak kapiler darah. Alveoli berkelompok mirip anggur dan menyediakan permukaan yang amat luas bagi pertukaran gas, yaitu 60-70 m2, yang 20 kali lebih luas permukaan kulit. Ada dua jenis sel pelapis alveoli, yaitu tipe I (sel alveolar gepeng) dan tipe II (sel septa). Sel tipe II berbentuk kuboid dan menonjol ke dalam ruang alveoli. Sel tipe II ini menghasilkan surfaktan, yang ikut menahan agar alveoli tidak kolaps. Pada alveolus terdapat pula makrofag alveolar (disebut juga sel debu), yang terdapat di dalam septum interalveolaris atau bebas di dalam ruang alveolus. Sel ini makan dan memusnahkan mikroorganisme dan partikel asing lainnya (Tambayong, 2001: 83).
8. Paru-paru
a. Paru-paru adalah organ berbentuk pyramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga toraks.
1) Paru kanan memiliki tiga lobus; paru kiri memiliki dua lobus.
2) Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal (medial) yang terpisah dari paru-paru lain oleh mediastinum, dan permukaan kostal terletak di atas kerangka iga.
3) Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah bronki, pulmonar dan bronkial dari paru.

b. Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.
1) Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum).
2) Pleura viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal di bagian bawah paru.
3) Rongga pleura (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura parietal dan viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel pleural sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan (tekanan intrapleura) agak negatif dibandingkan tekanan atmosfer.
4) Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini muncul saat pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat bernafas, paru-paru bergerak keluar masuk area ini.
a) Resesus pleura kostomediastinal terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat pleura parietal berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral mediastinum.
b) Resesus pleura kostodiafragmatik terletak di tepi posterior kedua sisi pleura diantara diafragma dan permukaan kostal internal toraks.
(Ethel Sloane, 2004 : 269)

B. Konsep Dasar Pneumonia
1. Pengertian
“Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing”. (Ngastiyah, 1997 : 39).
“Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenkim paru yang terjadi pada anak”. (Suriadi, 2001 : 247).
“Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan”. (Doenges, 1999 : 164).
“Pneumonia adalah proses inflamasi dimana gas alveolar dipindahkan oleh materi selular”. (Hudak & Gallo, 1997 : 559)
“Pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru yang terjadi sebagai akibat adanya invasi agen infeksius atau adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran trakeobronkialis sehingga flora endogen yang normal berubah menjadi patogen ketika memasuki saluran jalan nafas”. (Barbara Engram, 1999 : 61).
“Pneumonia adalah infeksi yang mengenai saluran nafas sebelah distal terutama alveoli, disertai pembentukan eksudat peradangan”. (Underwood, 2000 : 390).
“Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, bahan kimia, inhalasi asap, debu, alergen dan aspirasi isi lambung; jaringan paru berkonsolidasi karena alveoli terisi oleh eksudat”. (Tucker et al, 1998 : 247).
“Pneumonia adalah peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat”. (Barbara C. Long, 1996 : 434).
“Pneumonia adalah proses inflamasi dari parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh preparat infeksius”. (Smeltzer, 2000 : 571).
“Pneumonia is an inflammation of the parenchyma of the lungs, it can occur as either a primary or secondary disease. The two most common types are viral and bacterial”. Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru-paru, bisa terjadi pada penyakit primer maupun sekunder dan dua tipe yang lazim adalah viral dan bakterial. (Bonita, 1997 : 404).
“Pneumonia is defined as an infection of the lower respiratory tract that involves the lung parenchyma, including the alveoli and supportive structures”. Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang terjadi pada parenkim paru, termasuk alveoli dan struktur yang mendukungnya. (Reeves, 1999 : 56).
“Pneumonia (pneumonitis) is an inflammatory process of lung parenchyma usually associated with a marked increase in interstitial and alveolar fluid”. Pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru yang biasanya dihubungkan dengan tanda-tanda peningkatan cairan interstitial dan alveolar. (Arlene Polaski, 1996 : 585)
“Pneumonia (pneumonitis) is an inflammatory process in lung parenchyma usually associated with a marked increase in interstitial and alveolar fluid”. Pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim dalam paru yang biasanya dihubungkan dengan tanda-tanda peningkatan cairan interstitial dan alveolar. (Joyce M. Black, 1997 : 1134)
“Pneumonia adalah penyakit serius yang menular disebabkan oleh bakteri atau virus yang menyerang bagian paru-paru”. (http://www.geocities.com).
“Pneumonia adalah peradangan yang terjadi pada parenkim paru dan bronkiolus”. (http://www.agrolink.moa.my.co.id).
“Pneumonia adalah radang paru yang dapat disebabkan oleh beberapa macam bakteri salah satunya adalah Streptococcus Pneumoniae yang disebut juga pneumokokus”. (http://www.indosiar.co.id)
“Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)”. (http://www.adventispasteur.co.id)

2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, aspirasi atau inhalasi.
a. Bakteri : - Gram positif : Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcal Pneumonia), Staphylococcus Aureus.
- Gram negatif : Haemophilus Influenzae, Pseudomonas Aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae (Friedlender’s Bacillus).
- Anaerobik : Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides Species.
- Atipikal : Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae
b. Virus : Influenza, Parainfluenza, Adenovirus.
c. Jamur : Candidiasis, Blastomycosis, Cryptococcosis, Histoplasmosis, Coccidioidomycosis.
(Arlene Polaski, 1996)
d. Aspirasi : Makanan, Cairan, Muntah.
e. Inhalasi : Racun atau bahan kimia (Polivinilpirolidin, Gumma Arabikum, Berillium, Uap air raksa), rokok, debu dan gas.
(Joyce M. Black, 1997)

3. Klasifikasi
Menurut Engram (1999 : 60), pneumonia diklasifikasikan sesuai dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Agen penyebab :
1) Protozoa (Pneumocytis Carinii) bakterial, viral dan jamur pneumonia (jika dikarenakan agen infeksius tersebut).
2) Pneumonia Aspirasi-disebabkan oleh karena aspirasi isi gaster, makanan atau cairan.
3) Pneumonia Radiasi-disebabkan oleh terapi radiasi terhadap kanker struktur badan bagian atas seperti: kanker payudara, kanker paru atau esofagus.
4) Pneumonia Hipostatik-berkaitan dengan imobilisasi yang lama.
5) Pneumonia Inhalasi-berkaitan dengan inhalasi gas yang bersifat toksik, asap dan zat kimia.
b. Area paru-paru yang terkena :
1) Pneumonia Lobaris-area yang terkena meliputi satu lobus atau lebih.
2) Bronkopneumonia-proses pneumonia yang dimulai di bronkus dan menyebar ke jaringan paru sekitarnya.
Menurut Underwood (2000 : 390) Pneumonia terbagi menjadi :
a. Pneumonia Infektif
1) Bronkopneumonia
Bronkopneumonia mempunyai karakteristik bercak-bercak distribusi yang terpusat pada bronkiolus dan bronkus yang meradang disertai penyebaran ke alveoli sekitarnya. Ini sering terjadi pada orang usia lanjut, bayi dan penderita yang sangat lemah, misalnya penderita kanker, gagal jantung, gagal ginjal kronis dan trauma serebrovaskuler. Bronkopneumonia juga terjadi pada penderita bronchitis akut, sumbatan nafas kronis atau kistik fibrosis. Kegagalan membersihkan saluran nafas dari hasil sekresi, seperti yang biasanya terjadi pada periode setelah operasi, juga merupakan predisposisi terjadinya bronkopneumonia.
Organisme penyebab ialah Stafilococcus, Streptococcus, Haemophilus Influenzae, Koliform dan jamur. Penderita sering mengalami septikemia dan toksik, disertai demam dan berkurangnya kesadaran. Daerah yang terkena dapat diidentifikasi secara klinis dengan terdengarnya suara krepitasi pada pemeriksaan auskultasi.
Daerah paru yang terkena cenderung pada bagian basal dan bilateral. Pada pemeriksaan postmortem terlihat berwarna kelabu atau kelabu atau kelabu merah. Histologi menunjukkan radang akut yang khas disertai eksudat. Dengan antibiotik dan fisioterapi, daerah yang sakit akan mengalami penyembuhan atau perbaikan dengan meninggalkan jaringan parut.
2) Pneumonia Lobaris
Pneumonia Pneumokokus khas mengenai orang dewasa berumur antara 20 sampai 50 tahun; meskipun begitu pneumonia lobaris akibat Klebsiella mengenai individu berusia lanjut, penderita Diabetes Mellitus atau alkoholik. Gejalanya berupa batuk, demam dan produksi sputum. Sputum terlihat purulen dan mungkin mengandung bercak darah, yang disebut sputum karat (Rusty). Demam dapat sangat tinggi (lebih 40o C), disertai menggigil. Nyeri dada pada waktu inspirasi yang merefleksikan terlibatnya pleura. bersamaan dengan terjadinya konsolidasi paru, terdapat suara redup pada perkusi disertai naiknya suara pektoralis dan suara nafas bronkial. Bronkiolus yang berisi sel radang dan alveoli di dekatnya berisi penuh eksudat. Pigmen berwarna hitam adalah karbon, sering ditemukan.
3) Pneumonia Khusus
Pneumonia khusus dapat disubklasifikasikan ke dalam kelompok yang normal (non-imunosupresi), atau yang imunosupresi.
a) Pada host yang imunosupresi (normal)
Pneumonia khusus pada host normal (non-imunosupresi), mungkin sebagai akibat dari :
- Virus, misalnya Influenza, Respiratory Syncyial Virus (RSV), Adenovirus dan Mikoplasma.
- Penyakit Legionnaires.
Pneumonia Mikoplasma dan Pneumonia Virus
Kejadian klinis bermacam-macam tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Pada kasus yang fatal, paru menjadi bertambah berat, kemerahan dan memadat seperti pada sindroma distres pernafasan dewasa. Histologi menunjukkan radang interstisial yang terdiri dari limposit, magkrofag dan sel plasma. Membran hialin dan eksudat fibrinosa terlihat menonjol. Alveoli relatif bebas dari eksudat seluler.
Pneumonia Mikkoplasma cenderung menyebabkan pneumonia kronis dalam derajat yang lebih rendah, disertai radang interstisial dan beberapa membran hialin. Sifat kronis penyakit akan menyebabkan organisasi radang dan fibrosis paru.
Virus Influenza dapat menyebabkan pneumonia akut fulminan disertai perdarahan paru; perjalanan kliniknya sangat cepat dan fatal.
Penyakit Legionaires
Penyakit ini disebabkan oleh basil Legionella Pneumophila, dan disebarkan melalui tetesan air dari pengatur kelembaban udara dan tangki penampungan air yang telah terkontaminasi. Penderita sebelumnya dalam keadaan sehat, walaupun sebagian kecil telah mempunyai penyakit kronis, seperti gagal jantung atau karsinoma. Gejala berupa batuk, dyspnea dan nyeri pada daerah dada, bersama-sama dengan bentuk sistemik lain, misalnya mialgia, sakit kepala, kesadaran menurun, mual, muntah dan diare. Sekitar 10 – 20 % kasus adalah fatal. Pada autopsy ditemukan paru bertambah berat dan memadat.
b) Pada host yang imunosupresi
Apabila kondisi imunosupresi mengenai seorang penderita, paru akan mudah menjadi sakit oleh organisme yang non-patogen bagi individu yang tidak mengalami imunosupresi. Keadaan ini dikenal sebagai infeksi “Oportunistik”. Pada setiap penderita imunosupresi, timbulnya demam, nafas yang pendek dan batuk bersama dengan infiltrat paru, merupakan kejadian yang membahayakan.
Penyebab infeksi Oportunistik yang sering ialah :
- Pneumocystis Carinii.
- Jamur lain, misalnya Candida, Aspergillus.
- Virus, misalnya Sitomegalovirus, campak.
Pneumocystis Carinii
Alveoli terisi eksudat yang berbuih berwarna jambon. Dengan pewarnaan impregnasi perak akan dapat dilihat organisme berbentuk bulat atau bulan sabit. Ditemukan juga kerusakan alveolar yang difus.
Jamur
Baik Candida maupun Aspergillus keduanya dapat menyebabkan nekrosis yang luas. Mikro-abses mengandung filamen jamur yang khas.
Virus
Infeksi virus dapat memproduksi kerusakan alveolar yang difus. Khas ditemukan inklusi intranukleus disertai infeksi oleh Sitomegalovirus (CMV). Pneumonitis campak memproduksi pneumosit raksasa yang tersebar disertai metaplasia skuamosa bronkus dan bronkiolus.
b. Pneumonia Non-Infektif
1. Aspirasi Pneumonia
Aspirasi pneumonia terjadi ketika cairan atau makanan terhisap masuk ke dalam paru, dan terjadi konsolidasi dan radang sekunder. Keadaan klinis yang merupakan resiko bagi penderita ialah pembiusan, operasi, koma, stupor karsinoma laring dan kelemahan hebat. Bagian paru yang terkena bermacam-macam tergantung posisi tubuh penderita. Bila dalam keadaan tidur terlentang, daerah yang terkena adalah segmen apikal lobus bawah. Bila dalam keadaan tidur miring ke sisi kanan, daerah yang terkena ialah segmen posterior lobus atas. Daerah yang sering terkena mengandung anaerobic, dan abses paru mengandung material yang membusuk.
2. Lipid Pneumonia
Lipid Pneumonia dapat endogen akibat obstruksi saluran nafas yang menyebabkan terjadinya timbunan magkrofag dan sel raksasa disebelah distal. Keadaan ini sering ditemukan disebelah distal dari karsinoma bronkus atau benda asing yang terhirup. Disamping itu lipid pneumonia dapat juga disebabkan oleh faktor eksogen, akibat terhirupnya material yang mengandung konsentrasi lipid yang tinggi. Material seperti ini misalnya paraffin cair atau tetes hidung berbentuk minyak. Vakuola lipid dicerna oleh sel raksasa benda asing; dan dapat ditemukan beberapa fibrosis interstisial.
3. Eosinofilik Pneumonia
Eosinofilik Pneumonia ditandai oleh banyak Eosinofil dalam interstisial dan alveoli. Mungkin dapat ditemukan sumbatan mukus pada bagian proksimal saluran nafas, seperti yang ditemukan pada asma, atau oleh Aspergillus, seperti pada bronkopulmoner aspergilosis. Kambuhnya radang bronkial dapat mengakibatkan destruksi dinding disertai penggantian oleh jaringan granulasi dan sel raksasa; ini disebut Bronkosentrik Granulomatosis. Disamping itu, eosinofilik pneumonia dapat ditemukan sewaktu mikrofilaria pindah melalui sirkulasi paru. Ini dapat juga idiopatik, yang berkaitan dengan eosinofilia darah pada sindroma Loffler.

4. Patofisiologi
Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari pneumonia pneumokokus merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
a. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
(Underwood, 2000 : 392).

Menurut Suryadi (2001 : 247) patofisiologi pada pneumonia adalah :
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu virus dan (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan Streptococcus Pneumoniae) bakteri.
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus. Terjadinya destruksi sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.

Skema Patofisiologi
Streptococcus Pneumonia

Respon Peradangan

Edema Alveolar Pembentukan Eksudat

Alveoli dan Bronkiolus terisi cairan eksudat,
sel darah, fibrin bakteri
(Suryadi, 2001 : 248)

5. Manifestasi Klinis
Masa Inkubasi berlangsung 9 hari sampai 21 hari, biasanya 12 hari. Sekitar 25 – 50 % pasien mempunyai gejala infeksi saluran pernafasan atas yang ditandai dengan tenggorokan dan gejala nasal pada waktu permulaan pneumonia. Gejala dini yang khas adalah demam, menggigil, batuk dan sakit kepala, rasa tidak enak badan, nyeri tenggorokan, nyeri dada, sakit telinga. (Soeparman, 1999 : 709).
Sedangkan menurut Donna L. Wong (1995 : 1400) manifestasi klinis pada pneumonia sebagai berikut :
a. Demam, biasanya demam tinggi.
b. Nyeri dada.
c. Batuk; batuk tidak produktif sampai produktif dengan sputum yang berwarna keputih-putihan.
d. Takipnea, sianosis
e. Suara nafas rales atau ronki.
f. Pada perkusi terdengar dullness.
g. Retraksi dinding thorak.
h. Pernafasan cuping hidung.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Black (1997: 1134) pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita pneumonia adalah:
a. Kultur sputum.
b. Darah dan kultur urine untuk pemeriksaan penyebaran yang spesifik.
c. Arteri Gas Darah (AGD) untuk pemeriksaan kebutuhan suplemen oksigen.
d. Pemeriksaan Radiologi untuk menentukan lokasi dan keberadaan pneumonia.
Sedangkan menurut Doenges (1999 : 165) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa pneumonia antara lain :
Sinar X : Mengidentifikasi distribusi struktural (misal lobar, bronkial); dapat juga menyatakan abses luas/ infiltrat, empiema (Staphylococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/ perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
GDS/ Oksimetri : Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
Pemeriksaan gram/ Kultur sputum dan darah : Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik, atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari satu tipe oeganisme yang ada; bakteri yang umum meliputi Diplocoocus Pneumonia, Staphylococcus Aureus, A-hemolitik Streptococcus, Haemophylus Influenza; CMV.
Catatan : Kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada. Kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
JDL : Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia bacterial.
Pemeriksaan Serologi, misal titer virus atau legiolla, agglutinin dingin : Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
LED : Meningkat.
Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia).
Elektrolit : Natrium dan klorida mungkin rendah.
Bilirubin : Mungkin meningkat.
Aspirasi perkutan/ biopsi jaringan paru terbuka : Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan Sitoplasma (CMV); karakteristik sel raksasa (rubeola).

7. Penatalaksanaan
Menurut Engram (1999 : 61) penatalaksanaan medis umum yang diberikan pada penderita pneumonia adalah:
a. Farmakoterapi:
1) Antibiotik (diberikan secara intravena)
2) Ekspektoran
3) Antipiretik
4) Analgetik
b. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
c. Fisioterapi dada dengan drainase postural
Menurut Ngastiyah (1997 : 41) penatalaksanaan yang dapat diberikan pada klien dengan pneumonia adalah :
a. Penisilin 50.000 IU/ kg BB/ hari ditambah kloramfenikol 50 – 70 mg/ kg BB/ hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas seperti ampicilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intravena; biasanya diperlukan campuran glukose 5 % dan NaCL 0,9 % dengan perbandingan 3 : 1 ditambah larutan KCL 10 mEq/ 500 ml/ botol infus.

8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi menyertai pneumonia menurut Engram (1999 : 60) adalah:
a. Abses paru
b. Efusi pleural
c. Empiema
d. Gagal nafas
e. Perikarditis
f. Meningitis
g. Atelektasis
Sedangkan menurut Suriadi (2001 : 247) komplikasi yang terjadi adalah:
a. Gangguan pertukaran gas
b. Obstruksi jalan nafas
c. Gagal pernafasan-Pleural effusion (bacterial pneumonia)

C. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Anak Usia 18-24 Bulan
Peristiwa tumbuh kembang pada anak meliputi seluruh proses kejadian sejak terjadi pembuahan sampai masa dewasa. Ciri tumbuh-kembang yang utama adalah bahwa dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa pertumbuhan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan diantara organ tubuh. (Markum, 1996 : 9).
Istilah tumbuh-kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (centimeter, meter). Sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh dan lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih, 1995 : 1).
Secara garis besar dibedakan 3 jenis tumbuh-kembang; tumbuh kembang fisik, tumbuh kembang intelektual dan tumbuh kembang emosional. Tumbuh kembang fisik meliputi perubahan dalam ukuran besar dan fungsi organisme atau individu, tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik seperti berbicara, bermain, berhitung atau membaca sedangkan tumbuh kembang emosional bergantung kepada kemampuan bayi untuk membentuk ikatan batin, kemampuan untuk bercinta dan berkasih sayang, kemampuan untuk menangani kegelisahan akibat suatu frustasi dan kemampuan untuk mengelola rangsangan agresif (Markum, 1996 : 9).
Tumbuh kembang anak usia 18-24 bulan, berdiri dari:
1. Fisik
Selama tahun kedua masa kehidupan masih nampak kelanjutan perlambatan pertumbuhan fisik, yaitu dengan kenaikan BB berkisar antara 1,5 – 2,5 kg (rata-rata 2 kg) dan PB 6 – 10 cm (rata-rata 8 cm) per tahun. Biasanya setelah umur 10 bulan terdapat penurunan nafsu makan yang berlanjut sampai umur 2 tahun, hal ini mengakibatkan jaringan subkutan berkurang sehingga anak yang tadinya nampak gemuk dan montok akan menjadi lebih langsing dan berotot. Selama tahun kedua timbul sebanyak 8 buah tambahan gigi susu, termasuk gigi graham pertama dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah (Markum, 1996 : 23).
Berat dan tinggi badan meningkat secara bertahap meskipun kepala berkembang agak lambat, kira-kira penambahan berat harian : 8 gram, pertumbuhan panjang 1.0 cm/bulan dan pertumbuhan lingkaran kepala 0,25 cm/ bulan. (Behrman, et. al., 2000 : 56).
2. Motorik
Perkembangan motorik adalah suatu kemajuan pada usia ini dengan perkembangan dibidang keseimbangan dan kelincahan serta munculnya kemampuan untuk berlari dan menaiki tangga. (Behrman, 2000 : 56).
Motorik kasar meliputi : berjalan mundur sedikitnya 5 langkah dengan menggunakan kedua kakinya, serta menghindarkan halangan-halangan, dapat menaiki tangga, berlari, membungkuk kemudian berdiri dan mampu melemparkan bola tanpa jatuh, sedangkan motorik halus meliputi: mencoret-coret dengan alat tulis, menyebutkan nama dan menunjuk satu bagian tubuh dengan benar, meniru melakukan pekerjaan rumah tangga, mampu memungut benda-benda halus misalnya benang, manik-manik, menggunakan sendok dan membuka pakaian sendiri. (Depkes RI, 1997 : 25).
3. Kognitif
Pada usia kira-kira 18 bulan beberapa perubahan kognitif datang bersama-sama menandai kesimpulan periode sensori motor. Sebab dan akibat dimengerti dengan lebih baik dan balita memperlihatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah, menggunakan tongkat untuk mengambil mainan yang ada di luar jangkauannya dan menggambarkan bagaimana cara menggerakkan mesin mainan. Kognitif berubah pada saat berumur 18 bulan, berkorelasi dengan perubahan penting dalam emosi dan dibidang bahasa (Behrman, 2000 : 56).
4. Personal Sosial
Dalam usia ini anak memasuki suatu masa yang bercirikan timbulnya perhatian yang luar biasa terhadap lingkungannya. Dengan penuh semangat dan dengan gaya meniru-niru ia akan berusaha untuk melakukan sesuatu terhadap benda disekitarnya, ia dapat mengosongkan atau mengaduk-aduk tempat sampah, laci, lemari dan rak buku, ia lebih mengenal dan bertambah responsip terhadap orang lain termasuk saudaranya. Sampai akhir tahun kedua ia masih bermain menyendiri dengan berbuat secara aktif terhadap benda disekitarnya (Markum, dkk, 1996 : 24).
5. Psikis/ Emosi
Digambarkan sebagai penyesuaian yang mungkin merupakan reaksi tumbuhnya kesadaran dari kemungkinan berpisah. Tidur sendiri sering kali amat sulit dengan banyaknya kesalahan awal dan kemarahan. Banyak anak menggunakan selimut khusus atau mainan sebagai objek transisi, sesuatu yang berfungsi sebagai symbol dari ketidakhadiran orang tua, mereka mulai mengenal ketika mainannya rusak dan mungkin menyerahkan kepada orang tua untuk diperbaiki. Ketika tergoda untuk menyentuh objek yang dilarang, mereka mungkin berkata pada diri mereka sendiri “jangan, jangan”, bukti adanya internalisasi strandar prilaku (Behrman, 2000 : 60).

6. Bahasa
Mungkin perkembangan yang paling dramatik pada periode ini adalah bahasa, memberi nama objek bertepatan dengan kedatangan pemikiran simbolistik. Ketika penamaan awal bahasa disertai dengan kalimat “apa tuh?” maksud anak adalah jelas. Setelah menyadari bahwa kata-kata dapat berarti benda, perbendaharaan kata anak berkembang dari 10 – 15 kata-kata pada usia 18 bulan dan menjadi 100 atau lebih pada usia 2 tahun. Setelah memperoleh perbendaharaan kata-kata kira-kira 50 kata, anak-anak mulai menggabungkan kata-kata tersebut untuk membuat kalimat sederhana, permulaan tata bahasa. Pada tingkat ini anak-anak mengerti kata-kata perintah seperti “berikan bola itu dan pakai sepatumu” kemunculan bahasa lisan menandai berakhirnya periode sensori motor (Behrman, 2000 : 60).
Stimulasi tumbuh kembang adalah kegiatan untuk merangsang kemampuan dan tumbuh kembang anak yang dilakukan oleh ibu dan keluarga untuk membantu anak tumbuh kembang sesuai umurnya. Jenis perkembangan anak yang dipantau dan distimulasi meliputi kemampuan gerak, berbicara dan kecerdasan serta kemampuan bergaul dan kemandirian anak. (Depkes RI, 2002 : 23)
Stimulasi tumbuh kembang yang perlu diberikan pada anak usia 18 – 24 bulan adalah :
1. Melatih anak berjalan jinjit.
2. Membantu anak belajar melompat.
3. Melatih anak berdiri dengan satu kaki.
4. Mengajar anak belajar menggambar bentuk sederhana dan menggambar wajah
5. Mengajak anak bermain membuat bentuk sederhana dari lilin/ tanah liat/ adonan kue.
6. Mengajari anak memasukkan benda ke lubang yang sesuai.
7. Bermain dengan anak menyusun potongan gambar.
8. Melatih anak mengikuti perintah sederhana.
9. Melatih anak menceritakan apa yang dikerjakannya/ dilihatnya.
10. Melatih anak memakai pakaiannya sendiri.
11. Melatih anak mengikuti peraturan permainan.
12. Melatih anak agar mau ditinggalkan ibunya untuk sementara.
(Depkes RI, 1997 : 25)

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/ keluarga. Dimana proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan: pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
(Nursalam, 2001: 1).
Proses keperawatan adalah metode sistemik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
(Gaffar, 1999:54).
Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memungkinkan seorang perawat untuk mengorganisir dan memberikan asuhan keperawatan. Proses keperawatan merupakan suatu elemen dari pemikiran Kritis yang memperbolehkan perawat untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan yang didasarkan atas pertimbangan. Suatu proses adalah satu rangkaian dari langkah-langkah atau komponen-komponen petunjuk / penentu untuk mencapai tujuan. Tiga karakteristik dari suatu proses adalah Purpose, Organization dan Creativity ( Bevis,1978). “Purpose” adalah tujuan atau maksud yang spesifik dari proses. Proses keperawatan digunakan untuk mendiagnosa dan merawat respon manusia pada kondisi sehat dan sakit. (American Nurses Association,1980). “Organization” adalah tahapan atau langkah-langkah atau komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Proses keperawatan mengandung 5 langkah : Pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. “Creativity” adalah pengembangan lanjut dari proses itu. Proses keperawatan dinamis dan berlanjut terus menerus.( Potter Perry, 1997 : 103 )

Lima tahap proses keperawatan menurut Potter (1997 : 103)

Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
(Doenges, 2000 ; dikutip dari Shore,1998)

Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh. Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001: 17).
Merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan. (Gaffar, 1999: 57).
Dalam tahap pengkajian dilakukan pengumpulan data dengan cara komunikasi yang efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan terdiri dari data dasar dan data fokus. Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapi) atau profesi kesehatan lainnya. Sedangkan data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilakukan kepada klien (Nursalam, 2001: 17).
Pengkajian yang perlu dilakukan pada anak dengan pneumonia menurut Speer (1999 : 30) meliputi sebagai berikut:
a. Respirasi
- Peningkatan frekuensi nafas
- Retraksi iga
- Nyeri dada
- Crackles
- Pernafasan cuping hidung
- Sianosis
- Batuk produktif
- Ronchi
b. Kardiaovaskuler
- Tachycardia
c. Neurologi
- Sakit kepala
- Iritabilitas
- Sulit tidur
d. Gastrointestinal
- Penurunan nafsu makan
- Sakit perut
e. Muskuloskeletal
- Gelisah
- Kelelahan
f. Integumen
- Peningkatan suhu tubuh
- Sianosis
Adapun hal-hal yang perlu dikaji dari pasien pneumonia adalah:
a. Pengumpulan Data
1) Data biografi : Identitas pasien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, status perkawinan, pendidikan dan pekerjaan.
2) Data dasar pada pasien : (Doenges M. E, 1999: 164)
a) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas

b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronik
Tanda : Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat
c) Integritas Ego
Gejala : Banyaknya stresor, masalah finansial
d) Makanan/ cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/mutah, riwayat DM
Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
e) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda : Perubahan mental (bingung, somnolen).
f) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).
g) Pernafasan
Gejala : Riwayat adanya/ ISK kronis, PPOM, merokok, Takipnea, dispnea progesif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum : Merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi : Pekak di atas area yang konsolidasi
Fremitus : Taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi pleural
Bunyi nafas : Menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau nafas bronkial
Warna : Pucat atau sianosis bibir/ kuku
h) Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, misalnya penggunaan steroid atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum.
Demam (suhu 38,5-39,6 oC).
Tanda : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan atau pengkajian fisik dalam keperawatan dipergunakan untuk memperoleh data obyektif dari riwayat keperawatan klien. Fokus pengkajian fisik yang dilakukan perawat adalah pada kemampuan fungsional klien.
Ada 4 tehnik dalam pemeriksaan fisik (Nursalam, 2001 : 31) :
1) Inspeksi
Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistemik. Observasi dilakukan dengan menggunakan indra penglihatan, pendengaran dan penciuman sebagai suatu alat mengumpulkan data. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi: ukuran, warna, bentuk, posisi, dan simetris.
2) Palpasi
Palpasi adalah suatu tehnik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah suatu instrumen yang sensitif dan digunakan untuk mengumpulkan data, tentang: temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, fibrasi dan ukuran.
3) Perkusi
Perkusi adalah suatu tehnik dengan jalan mengetuk untuk membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan stetoskop.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. (Nursalam, 2001 : 35, dikutip dari NANDA).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status/ masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit, faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah, kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah. (Gaffar,1999 : 61)
Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi :
a. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
b. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (etiologi)
c. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.
(Nursalam, 2001 : 36)
Langkah-langkah dalam diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi :
a. Klasifikasi dan analisa data.
b. Interpretasi data.
c. Validasi data.
d. Perumusan diagnosa keperawatan.
(Nursalam, 2001 : 36)
Menurut Carpenito (Nursalam, 2001 : 43) diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 kategori : aktual, resiko, kemungkinan, wellnes, syndrom.
Menurut Doenges (1999 : 166), diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan pneumonia adalah :
a. Bersihan jalan nafas, tak efektif berhubungan dengan inflamasi tracheobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
b. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler (efek inflamasi).
c. Infeksi, resiko tinggi terhadap (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernapasan), tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
d. Intoleransi/ aktivitas berhubungan dengan ketidekseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
e. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi selular terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
f. Nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, bau dan rasa sputum, pengobatan aerosol, dan distensi abdomen/ gas.
g. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/ hiperventilasi, muntah), penurunan masukan oral.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar, mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan) berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi, kurang mengingat.

3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang di identifikasi pada diangosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi. Tahapan dalam perencanaan ini meliputi : menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan pendokumentasian. (Nursalam, 2001: 51).
Tujuan perencanaan adalah mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objective), penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan (Gaffar La Ode Jumadi, 1997 : 63).
Menurut Nursalam (2001 : 52) ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah penyusunan perencanaan yaitu : menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi. Untuk menentukan prioritas ada dua hirarki yang dapat digunakan, yaitu :
a. Hirarki “Maslow” (1943), membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu : kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi diri

Aktualisasi
Diri

Harga diri

Mencintai dan dicintai

Rasa aman dan nyaman

Kebutuhan fisiologis
O2 , H2O, elektrolit, makanan, seks

Penjelasan :
1) Kebutuhan fisiologis (Physiological Need) yang merupakan kebutuhan pokok utama. Misalnya : udara segar (O2), air (H2O), cairan elektrolit, makanan dan sex, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis misalnya :
a) Kekurangan oksigen menyebabkan sesak.
b) Kekurangan cairan/ air menyebabkan dehidrasi.
2) Kebutuhan akan rasa aman (Safety Need)
Misalnya : rasa aman terhindar dari penyakit, gangguan pencurian, perlindungan hukum.
3) Kebutuhan dicintai dan mencintai (Love Need)
Misalnya : mendambakan kasih sayang ingin dicintai/ diterima oleh kelompok.
4) Kebutuhan harga diri (Esteem Need)
Misalnya : ingin dihargai/ menghargai ; adanya respek dari orang lain. Toleransi dalam hidup berdampingan.
5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization Need)
Misalnya : ingin diakui/ dipuja, ingin berhasil, ingin menonjol/ lebih dari orang lain.
b. Hirarki “Kalish”, menjelaskan kebutuhan Maslow lebih mendalami dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan stimulasi.
(Nursalam, 2001 : 52)
Adapun perencanaan/ intervensi dari diagnosa yang timbul pada pasien pneumonia menurut Doenges (1999 : 166) adalah:
a. Bersihan jalan nafas, tak efektif berhubungan dengan inflamasi tracheobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil : - Mengidentifikasi/ menunjukkan prilaku mencapai bersihan jalan nafas.
- Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/ tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis., krekels, mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Krekles, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/ atauekspirasi pada respon terhadap pengumpalan cairan, sekret kental, dan spasme jalan nafas/ obstruksi.
3) Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukan/ bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis., menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/ jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
4) Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat daripada air dingin.
Rasional : Cairan (khususnya air hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
Kolaborasi
6) Bantu mengawasi efek pengobatan nebuliser dan fisioterapi lain.
Rasional : Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret.
7) Berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgetik.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Berikan cairan tambahan, misalnya intravena.
Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk yang tidak tampak) dan memobilisasikan sekret.
9) Awai GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit dan memudahkan pilihan terapi yang diperlukan.
10) Bantu bronkoskopi/ torasintesis bila diindikasikan.
Rasional : Kadang-kadang diperlukan untuk membuang perlengketan mukosa, mengeluarkan sekresi purulen, dan/ atau mencegah atelektasis.
b. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler (efek inflamasi).
Tujuan : Pertukaran gas kembali efektif.
Kriteria hasil : - Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada distress pernapasan.
- Berpartisipasi pada tindakan memaksimalkan oksigenasi
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada/ indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) dan sianosis sentral (sirkumoral).
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respons tubuh terhadap demam/ menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Kaji status mental.
Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksemia/ penurunan oksigen serebral.
4) Awasi frekuensi jantung/ irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia.
5) Awasi suhu tubuh sesuai indikasi.
Rasional : Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
6) Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan tehnik relaksasi dan aktivitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan konsumsi oksigen, untuk memudahkan perbaikan infeksi.
7) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif.
Rasional : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi. Kaji tingkat ansietas.
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologis sesuai dengan respons fisiologi terhadap hipoksia
9) Observasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi, banyaknya jumlah sputum merah muda/ berdarah, pucat sianosis, perubahan tingkat kesadaran, dispnea berat, gelisah.
Rasional : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian Pneumonia dan membutuhkan intervensi medik segera.
Kolaborasi
10) Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
c. Infeksi, resiko tinggi terhadap (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernapasan), tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : - Mencapai waktu perbaikan infeksi tanpa komplikasi
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi.
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Pantau tanda-tanda vital dengan ketat, khususnya selama awal terapi.
Rasional : Selama periode ini potensial komplikasi fatal (hipotensi/ syok) dapat terjadi.
2) Anjurkan pasien untuk menghentikan pengeluaran sekret.
Rasional : Meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya membatasi atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman.
3) Tunjukan/ dorong teknik mencuci tangan yang baik.
Rasional : Menurunkan penyebaran/ tambahan infeksi.
4) Ubah posisi dengan sering dan berikan pembuangan paru yang baik.
Rasional : Meningkatkan pengeluaran, pembersihan infeksi.
5) Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual.
Rasional : tergantung pada tipe infeksi, respons terhadap anti biotik, kesehatan umum pasien dan terjadi komplikasi.
6) Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tahanan alamiah.
7) Awasi keefektifan terapi mikrobial.
Rasional : Tanda perbaikan kondisi harus terjadi dalam waktu 24-48 jam.
Kolaborasi Berikan antimikrobial sesuai indikasi misalnya penisillin, eritromisin, tetrasiklin, amikain, sefalosporin; amantadin.
Rasional : Untuk membunuh kebanyakan mikrobial pneumonia.
d. Intoleransi/ aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
Tujuan : Aktivitas sehari-hari terpenuhi secara mandiri.
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal.
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
4) Atur posisi yang nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi menggunakan bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap toksin, batuk menetap.
Tujuan : Nyeri berkurang/ hilang.
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol.
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk.
Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
2) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Perubahan frekuensi jantung menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri.
3) Berikan tindakan nyaman misalnya pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/ perbincangan, relaksasi/ latihan nafas.
Rasional : Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
Kolaborasi
4) Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan menekan batuk nonproduktif/ paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan.
f. Nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, bau dan rasa sputum, pengobatan aerosol, dan distensi abdomen/ gas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terlenuhi.
Kriteria hasil : - Menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Mempertahankan atau meningkatkan berat badan
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual.
3) Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya satu jam sebelum makan.
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan.
4) Auskultasi bunyi usus, observasi distensi abdomen.
Rasional : Bunyi nafas mungkin menurunkan atau tidak ada bila proses infeksi berat.
5) Berikan makanan porsi kecil dan sering dan menarik bagi klien.
Rasional : Meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
6) Evaluasi status nurtrisi, ukur berat badan setiap hari.
Rasional : Kondisi kronis/ keterbatasan ekonomi dapat menimbulkan malnutrisi.
g. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/ hiperventilasi, muntah), penurunan masukan oral.
Tujuan : Kekurangan volume cairan teratasi.
Kriteria hasil : Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, misalnya membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda-tanda vital normal.
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Kaji perubahan tanda vital.
Rasional : Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional : Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
3) Catat laporan mual/ muntah.
Rasional : Adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
4) Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakteristik urine.
Rasional : Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
5) Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari atau sesuai kondisi individual.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
Kolaborasi
6) Beri obat sesuai indikasi, misalnya antipiretik, antiemetik.
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.
7) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional : Adanya penurunan masukan/banyak kehilangan, penggunaan parental dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar, mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan) berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi, kurang mengingat.
Tujuan : Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan.
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Kaji tingkat pengetahuan.
Rasional : Mencari latar belakang kurangnya pengetahuan.
2) Diskusikan aspek ketidaktahuan dari penyakit dan prosesnya.
Rasional : Informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
3) Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : Informasi tertulis meningkatkan ingatan proses belajar.
4) Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif/latihan pernapasan.
Rasional : Selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien berisiko besar untuk kambuh dari pneumonia.
5) Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan.
Rasional : Penghentian dini antibiotik dapat mengakibatkan iritasi mukosa bronkus, dan menghambat makrofag alveolar, mempengaruhi alami tubuh melawan infeksi.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Lyer, et.al, 1996). Tahap pelaksanaan perawatan merupakan tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara nyata untuk membantu klien mencapai tujuan pada rencana tindakan yang telah dibuat. (Nursalam, 2001 : 63)
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan inter personal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Gaffar, 1999 : 65).
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping”. (Nursalam, 2001: 63).
Menurut Nursalam (2001), dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu persiapan, perencanaan dan dokumentasi.
a. Fase persiapan, meliputi:
1) Review tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
5) Persiapan lingkungan yang kondusif
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
b. Fase intervensi:
1) Independen: Tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tim kesehatan lain.
2) Interdependen: Tindakan perawat yang melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium dll).
3) Dependen: Berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis dilaksanakan.
c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu pencatatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan yang terdiri dari tiga tipe yaitu:
1) Sources Oriented Records (SOR)
2) Problem Oriented Records (POR)
3) Computer Assisted Records (CAR)

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. (Nursalam, 2001 ).
Menurut Griffith dan Christensen (1986) evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. (Nursalam, 2001 ).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).
(Nursalam, 2001, dikutip dari Iyer et. al, 1996)
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu :
a. Proses (Formatif)
Adalah evaluasi yang dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.

b. Hasil (Sumatif)
Adalah evaluasi yang dapat dilihat pada perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien.
(Nursalam, 2001)
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
e. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
( Nursalam, 2001 dikutip dari Pinnell & Meneses, 1986 )
Adapun kriteria yang diharapkan pada evaluasi dari penyakit pneumonia adalah:
a. Mengidentifikasi/menunjukkan prilaku mencapai bersihan jalan nafas, menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
b. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada distress pernapasan, berpartisipasi pada tindakan memaksimalkan oksigenasi
c. Mencapai waktu perbaikan infeksi tanpa komplikasi
d. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal.
e. Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol
f. Menunjukkan peningkatan nafsu makan, mempertahankan atau meningkatkan berat badan
g. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, misalnya membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda-tanda vital normal.
h. Menyatakan pemahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan.
Hal ini sesuai dengan standar tujuan yang telah ditentukan pada tahap perencanaan tindakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar