Minggu, 21 Februari 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MIASTENIA GRAVIS

Definisi miastenia gravis

Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi tranmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunteer dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial, serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.

Etiologi

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.

Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan

Insiden

Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria (usia 40 tahun). Kalau penderita punya thymomas, justru mayoritas pada pria dengan 50-60 tahun.

Klasifikasi

Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :

1. Oeular miastenia

terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian

2. A. Mild generalized myiasthenia

Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.

B. Moderate generalized myasthenia

Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan.

3. Severe generalized myasthenia

A. Acute fulmating myasthenia

Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi penyakit biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurangmemuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma

B. Late severe myasthenia

Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek

4. Myasthenia crisis

Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan :

- pekerjaan fisik yang berlebihan

- emosi

- infeksi

- melahirkan anak

- progresif dari penyakit

- obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan.

- Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium

Patofisiologi

Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada tranmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.

Komplikasi

Ø Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi

Ø Pneumonia

Ø Bullous death

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi

Obat anti kolinestrase

1. piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin bromide (Prostigmin).
2. diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.

Terapi imunosupresif

1. ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
2. kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang menghambat
3. pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer antibodi
4. Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status

Keluhan utama : Kelemahan otot

Riwayat kesehatan : Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial setelah istirahat sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.

B1 (Breathing)

Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut

B2 (Bleeding)

Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi

B3 (Brain)

Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik

B4 (Bladder)

Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.

B5 ( Bowel)

Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.

B6 (Bone)

Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

Prioritas masalah keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan potensial pasien dapat meliputi hal berikut :

1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

2. Deficit peraatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau paralisis otot.

Intervensi dokumentasi

1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

· Tujuan :

Pasien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat

a. Lakukan pendekatan pada klien dengan komunikasi alternative jika klien menggunakan ventilator

b. Catat saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan aktifitas

c. Ukur parameter pernafasan dengan teratur

d. Kolaborasi dengn dokter untuk pemberian obat antikolinergik

e. Sucktion sesuai kebutuhan (obat-obatan antikolinergik meningkatkan sekresi bronkial)

2. Deficit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum

· Tujuan ;

Pasien akan mampu melakukan sedikitnya 25 % aktifitas diri dan berhias

a. Buat jadwal perawatan diri dengan interval

b. Berikan waktu istirahat diantara aktivitas

c. Lakukan perawatan diri untuk pasien selama kelemahan otot yang sangat berlebihan atau sertakan keluarga

d. Peragakan tehnik-tehnik penghematan energi

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau paralisis otot.

· Tujuan :

Masukan kalori akan adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik

a. Kaji reflek gangguan menelan dan refek batuk sebelum pemberian peroral

b. Hentikan pemberian makan peroraljika pasien tidak dapat mengatasi sekresi oral atau jika reflek gangguan menelan atau batuk tertekan

c. Pasang selang makan kecil dan berikan makan perselang jika terdapat disfagia.

d. Catat intake dan output

e. Lakukan konsultasi gizi untuk mengevaluasi kalori

f. Timbang pasien setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed. 3, EGC, Jakarta.

Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.

Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar