Sabtu, 04 Oktober 2008

Kanker Testis

PENDAHULUAN

Kanker testis meskipun kasus yang relatif jarang, merupakan keganasan tersering pada pria kelompok usia 15 – 35 tahun. Setiap tahun kira-kira ditemukan 2-3 kasus baru dari 100.000 pria di Amerika Serikat. Perkembangan yang pesat dalam hal tehnik diagnosis, perkembangan pemeriksaan penanda tumor, pengobatan dengan regimen kemoterapi dan modifikasi tehnik operasi, berakibat pada penurunan angka mortalitas penderita kanker testis dari 50% pada 1970 menjadi kurang dari 5% pada 1997. Dengan mulai berkembangnya pengobatan yang efektif bahkan untuk pasien-pasien dengan keadaan lanjut, perhatian pada tumor testis telah beralih pada penurunan morbiditas dengan menentukan protokol pengobatan selektif pada setiap pasien.1

Perubahan pada filosofi penatalaksanaan tumor testis ini didasarkan pada penegetahuan mengenai perlunya membuat metoda terapi lapis kedua setelah metode terapi pilihan pertama gagal.1


TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi testis

Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan hormonal. Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon androgen terutama testosteron. Sperma dibentuk di dalam tubulus seminiferus yang memiliki 2 jenis sel yaitu sel sertoli dan sel spermatogenik. Diantara tubulus seminiferus inilah terdapat jaringan stroma tempat dimana sel leydig berada.1

Testis normal berukuran rata-rata 4x3x2,5 cm. Organ ini diliputi oleh suatu lapisan yang disebut dengan tunika albuginea, oleh suatu septa-septa jaringan ikat testis dibagi menjadi 250 lobus. Pada bagian anterior dan lateral testis dibungkus oleh suatu lapisan serosa yang disebut dengan tunika vaginalis yang meneruskan diri menjadi lapisan parietal, lapisan ini langsung berhubungan dengan kulit skrotum.4 Di sebelah posterolateral testis berhubungan dengan epididimis, terutama pada pool atas dan bawahnya. Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan lapisan kulit yang tidak rata dimana dibawahnya terdapat suatu lapisan yang disebut tunika dartos yang terdiri dari serabut-serabut otot.3



Peredarahan darah testis memiliki keterkaitan dengan peredarahan darah di ginjal karena asal embriologi kedua organ tersebut. Pembuluh darah arteri ke testis berasal dari aorta yang beranastomosis di funikulus spermatikus dengan arteri dari vasa deferensia yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Aliran darah dari testis kembai ke pleksus pampiniformis di funikulus spermatikus. Pleksus ini di anulus inguinalis interna akan membentuk vena spermatika. Vena spermatika kanan akan masuk ke dalam vena cava inferior sedangkan vena spermatika kiri akan masuk ke dalam vena renalis kiri.3


Saluran limfe yang berasal dari testis kanan mengalir ke kelenjar getah bening di daerah interaaortacaval, paracaval kanan dan iliaka komunis kanan, sedangkan saluran limfe testis kiri mengalirkan isinya ke kelanjar getah bening paraaorta kiri dan daerah hilus ginjal kiri, paracaval kiri dan iliaka kiri.3



Insidensi

Kanker testis adalah salah satu dari sedikit neoplasma yang dapat didiagnosis secara akurat melalui pemeriksaan penanda tumor ( tumor marker ) pada serum tersangka penderita yaitu pemeriksaan human chorionic gonadotropin (bhCG) dan α-fetoprotein (AFP).1

Insiden kanker testis memperlihatkan angka yang berbeda-beda di tiap negara, begitu pula pada setiap ras dan tingkat sosioekonomi. Di negara skandinavia dilaporkan 6,7 kasus baru dari 100.000 laki-laki tiap tahunnya sedangkan di Jepang didapatkan 0,8 dari 100.000 penduduk laki-laki. Di Amerika Serikat ditemuan 6900 kasus baru kanker testis setiap tahunnya. ( greenlee et all,2000 )

Kemungkinan seorang laki-laki kulit putih untuk terkena kanker testis sepanjang hidupnya di Amerika Serikat adalah 0,2%. Saat ini angka survival pasien dengan tumor testis meningkat, hal ini memperlihatkan perkembangan dan perbaikan dalam pengobatan dengan kombinasi kemoterapi yang efektif. Secara keseluruhan 5-years survival rate mengalami peningkatan dari 78% pada 1974-1976 menjadi 91% pada 1980 – 1985. Puncak insiden kasus tumor testis terjadi pada usia-usia akhir remaja sampai usia awal dewasa ( 20-40 tahun ), pada akhir usia dewasa ( Lebih dari 60 tahun ) dan pada anak ( 0-10 tahun ). Secara keseluruhan insiden tertinggi kasus tumor testis terjadi pada pria dewasa muda, hal ini membuat tumor ini menjadi noeplasma tersering mengenai pria usia 20-34 tahun dan tumor tersring kedua pada pria usia 35-40 tahun di Amerika Serikat dan Inggris Raya.1

Kanker testis sedikt lebih sering terjadi pada testis kanan dibanding testis kiri, ini berhubungan dengan lebih tingginya insidensi kriptoidosme pada testis kanan dibanding testis kiri. Pada tumor primer testis 2-3 % adalah tumor testis bilateral dan kira-kira 50% terjadi pada pria dengan riwayat kriptokidsme unilateral ataupun bilateral. Jika tumor testis sekunder disingkirkan maka insiden tumor testis primer bilateral 1 – 2,8 % dari seluruh kasus tumor sel germinal testis.1Tumor primer testis bilateral dapat terjadi secara berbarengan ataupun tidak, tetapi cenderung memiliki kesamaan jenis histilogisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk ( 1983 ) di dapatkan seminoma merupakan tumor primer testis bilateral tersering ( 48 % )1 sedangkan limfoma maligana adalah tumor testis sekunder bilateral tersering.3


Etiologi

Saat ini belum diketahui faktor yang menjadi penyebab terjadinya tumor testis, adanya faktor bawaan dan didapat merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini dan kriptokidisme merupakan faktor terkuat yang diduga menjadi penyebab kanker testis. Faktor resiko tertinggi terjadinya kanker testis adalah adanya testis intra abdomen yang diakibatkan oleh undescensus testis ( 1 kasus dari 20 kasus undescensus testis ). Sementara itu tindakan orchiopeksi tidak merubah potensi terjadinya keganasan testis pada kasus kriptokidisme.1

Adanya bukti klinis dan eksperimental mendukung faktor konginetal sebagai etiologi dari tumor sel germinal. Dalam perkembangan embriologinya sel germinal primordial mengalami perubahan oleh karena faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam proses diferensiasinya. Oleh karena adanya kriptokidisme, orchitis, disgenesis gonad, adanya kelaianan herediter ataupun oleh karena paparan bahan kimia yang bersifat karsinogenik maka perkembangan normal sel germianl mengalami hambatan. Secara garis besar 2 faktor yang dianggap menjadi etiologi terjadinya tumor sel germial yaitu : (1) Faktor kongenital, (2) Faktor didapat.1


a. Faktor kongenital

Kriptokidisme

Dari suatu penelitian yang dilakukan Grove ( 1954 ) memperlihatkan bahwa 7-10% pasien dengan tumor testis memiliki riwayat kriptokidisme sebelumnya. Whiteker ( 1970 ) dan Mostofi ( 1973 ) mengemukakan 5 keadaan yang dianggap kriptokidisme menjadi penyebab terjadinya tumor testis yaitu :1

· Morfologi sel germinal yang abnormal.

· Peningkatan temperatur tempat testis berada ( intraabdomen atau spermatic cord ).

· Gangguan aliran darah.

· Kelainan fungsi endokrin.

· Disgenesis kelenjar gonad.

Insiden pasti kasus kriptokidisme belum diketahui, ini dikarenakan seringkali data pasien dengan kriptokidisme bercampur dengan data pasien dengan testis retraktil. Dari suatu penelitian serial oleh Scorer dan Ferrington ( 1971 ) didapatkan hasil kasus kriptokidisme pada neonatus sebesar 4,3%, pada bayi dan anak-anak 0,8% dan pada orang dewasa sebesar 0,7%. Gilbert dan Hamilton ( 1940 ) melaporkan 7000 pasien dengan tumor testis dan mendapatkan 12% ( 840 pasien ) dari mereka memliki riwayat kriptokidisme. Henderson dkk ( 1979 ) menyimpulkan bahwa pria dengan riwayat kriptokidisme memiliki resiko3-14 kali untuk terkena tumor testis dibanding pria tanpa riwayat kriptokidisme. Campbell ( 1942 ) megemukakan penelitiannya bahwa 25% pasien dengan kriptokidisme bilateral dan akhirnya menjadi kanker testis memiliki resiko yang besar untuk terkena tumor sel germinal testis untuk kedua kalinya pada testis sisi yang lain.1

b. Faktor yang didapat

Trauma

Meskipun trauma memiliki andil pada terjadinya teratoma pada unggas akibat zinc-induced atau cooper induced, tapi pada manusia kemungkinan trauma sebagai penyebab terjadinya tumor testis belum secara jelas diketahui.1

Hormon

Terjadinya fluktuasi hormon seks memiliki kontribusi bagi perkembangan tumor testis, ini didasari oleh penelitian pada hewan dan manusia. Pemberian estrogen pada tikus yang sedang hamil menyebabkan tikus tersebut melahirkan anak-anak yang menderita kriptokidisme dan disgenesis kelanjar gonad ( Nomura dan Kanzak,1977 ). Penelitian oleh Cosgrove ( 1977 ) memperlihatkan hal yang sama bahwa anak yang dilahirkan oleh ibu yang mendapatkan diethylstilbestrol atau kontrasepsi oral menderita kriptokidisme dan disgenesis kelenjar gonad. 1


Atrofi

Terjadinya infeksi bakteri nonspesifik virus mump pada testis diduga menjadi penyebab terjadinya atrofi testis yang potensial menjadi penyebab terjadinya tumor testis. Namun demikian peran atrofi testis sebagai faktor penyebab terjadinya tumr testis masih merupakan spekulasi.1

Terdapat klasifikasi besar yang membagi tumor testis menjadi 2 yaitu :
1. Tumor sel germinal testis, termasuk dalam kelompok ini adalah

seminoma, karsinoma sel embrional, tumor yolk sac, trratoma,

koriokarsinoma dan mixed cell tumor.
2. Tumor non sel germinal testis, meliputi tumor sel leydig, tumor

sel sertoli dan gonadoblastoma.
TUMOR SEL GERMINAL TESTIS
Tumor sel germinal merupakan tumor testis yang paling sering

ditemukan sebagi tumor primer yaitu meliputi kira-kira 90-95 % dari

seluruh tumor primer testis ( seminoma dan non seminoma

) dan sisanya adalah neoplasma non germinal ( tumor sel leydig, tumor sel

sertoli dan gonadoblastoma ).3
Sejumlah sistem klasifikasi dikemukakan untuk membagi tumor sel

germinal testis. Sistem klasifikasi berdasarkan tipe histologi dari tumor

ini adalah sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan.3
Berdasarkan klasifikasi ini tumor sel germinal testis dapat dibagi menjadi

:
• Seminoma
• Non seminoma germ cell tumor ( NSGCT ), termasuk di dalamnya

adalah karsinoma sel embrional, teratoma, koriokarsinoma dan tumor-tumor

campuran ( mixed tumors )

1. Seminoma
Terdapat 3 subtipe gambaran histologis dari tumor jenis ini yaitu :
• Seminoma klasik
Disebut juga dengan typical seminoma. Seminoma jenis ini meliputi sebagian

besar dari seluruh kasus seminoma ( 85%), sering terjadi pada dekade ke 4

kehidupan namun tidak jarang terjadi pada pria usia 40 atau 50 tahunan.

Secara makroskopis tampak nodul berwarna abu-abu yang menyatu dan secara

mikroskopis telihat lapisan yang monoton pada sel besar dengan sitoplasma

yang jernih dengan inti sel padat. Pada 10-15% kasus tampak terlihat

sel-se sinsitioteofoblas dan ini sesuai dengan jumlah kasus seminoma yang

disertai dengan adanya produksi hCG. 1


• Seminoma anaplastik
Meliputi 5-10% seluruh kasus seminoma. Untuk mendiagnosis adanya seminoma

anaplastik secara mikroskopis harus ditemukan 3 atau lebih sel mitosis

perlapang pandang besar dan sel-sel nya memperlihatkan adanya intisel

pleomorfisme dengan derajat yang lebih tinggi dari subtipe seminoma

klasik. Seminoma anapastik cenderung memperlihatkan staging yang lebih

tinggi dari pada subtipe seminoma klasik. Meskipun sangat jarang, seminoma

anaplastik menjadi sangat penting karena 30% pasien yang akhirnya

meninggal karena seminoma adalah dari subtipe anaplastik. Sejumlah tanda

yang menunjukkan bahwa seminoma ini lebih agresif dan lebih memiliki

potensi menyebabkan kematian dari pada jenis klasik. Hal tersebut dapat

dilihat bahwa seminoma jenis ini : (a) Memiliki aktifitas mitotik yang

lebih besar, (2) rate of invasion yang lebih tinggi, (3) rate of metastase

yang tinggi dan (4) Produksi tumor marker terutama hCG yang lebih tinggi.

1
• Seminoma spermatositik
Subtipe ini meliputi 5-10% dari seluruh subtipe seminoma. Secara

mikroskopis tampak variasi ukuran sel dan karakter sel berupa perbedaan

pada kekeruhan sitoplasma sel dan terlihat adanya intisel yang bulat

dengan kromatin yang memadat. Lebih dari setengah pasien dengan seminoma

spermatositik berumur lebih dari 50 tahun. 1


2. Nonseminoma
Terdapat 5 tipe tumor yang merupakan bagian dari tumor sel germinal

nonseminoma, yaitu :

a. Karsinoma sel embrional
Terdapat 2 varian / tipe dari karsinoma sel embrional yaitu :
• Tipe dewasa
Secara histologis memperlihatkan tanda pleomorfisme dan batas sel yang

tidak jelas. Secara makroskopis kemungkinan tampak terlihat adanya

hemoragis yang luas dan jaringan yang nekrotik. 3
• Tipe infantil
Dengan nama lain tumor yolk sac atau tumor sinus endodermal adalah tumor

testis tersering pada bayi dan anak-anak. Jika ditemukan pada usia dewasa

maka kemungkinan merupakan tipe campuran dan sangat mungkin jenis tumor

yang menghasilkan AFP. Secara mikroskopis terlihat adanya sitoplasma yang

mengalami vakuolisasi oleh adanya deposit lemak dan glikogen. Tampak pula

terlihat badan embrioid dan terlihat seperti embrio berusia 1-2 minggu

yang terdiri dari sebuah ruang yang dikelilingi oleh sinsitiotrofoblas dan

sitotrofoblas. 3

b. Teratoma
Tumor ini dapat ditemukan pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini terdiri

lebih dari satu lapisan sel germinal yang bervariasi dalam maturasi dan

diferensiasinya. Secara makroskopis tumor ini tampak berlobus-lobus dan

terdiri dari beragam ukuran kista-kista yang berisi materi gelatin dan

musin.
. Secara mikroskopis, ektoderm mungkin ditunjukkan oleh jaringan neural

dan epitel skuamosa, endoderm oleh saluran cerna, pankreas dan jaringan

Teratoma jenis matur memiliki gambaran struktur yang jinak yang berasal

dari ektoderm, mesoderm dan endoderm, sedangkan teratoma jenis immatur

terdiri dari jaringa primitif yang tidak terdiferensiasi pembentuk sistem

respirasi sedangkan mesoderm ditunjukkan oleh otot polos atau otot lurik,

jaringan kartilago dan tulang. 3
c. Koriokarsinoma
Kasus dengan koriokarsinoma murni adalah kasus yang jarang. Keganasan ini

terlihat sebagai sebuah lesi yang kecil dan biasanya terdapat suatu

pendarahan pada bagian tengahnya. Secara klinis, koriokarsinoma merupakan

keganasan yang agresif karena tumor ini menyebar luas secara hematogen

lebih awal. Sebaliknya sebuah lesi kecil pada testis dapat merupakan suatu

metastase jauh dari keganasan di tempat lain. 3
Gambaran mikroskopis koriokarsinoma Gambaran

miroskopis koriokarsinoma

d. Mixed cell tumor
Yang termasuk dalam tumor jenis mixed cell sebagian besar (25%) adalah

teratokarsinoma yang bercampur dengan teratoma dan karsinoma sel

embrional. Lebih dari 6% dari seluruh tumor testis adalah jenis mixed

cell dengan salah satu komponennya adalah seminoma. Pengobatan untuk

karsinoma mixed cell yang terdiri campuran antara seminoma dan nonseminoma

sama dengan pengobatan untuk tumor nonseminoma saja. 3
e. Karsinoma in situ
Pada sebuah penelitian yang melibatkan 250 pasien dengan tumor testis satu

sisi, Berthelsen dkk (1982) mengemukakan bahwa 13 (5,2%) pasien memiliki

karsinoma in situ pada testis sisi yang lainnya, persentase ini bahkan 2

kali lebih besar daripada persentase kasus kanker testis yang mengenai

kedua testis. Dari 13 kasus itu setelah dilakukan pengamatan selama 3

tahun 2 kasus berkembang menjadi kanker testis yang bersifat invasif. 3



Pola penyebaran tumor
Tumor testis hampir selalu bermetastasis secara limfogen kecuali

koriokarsinoma yang menyebar secara hematogen sejak staging awal. Tumor

testis kanan dapat menyebar ke kelenjar getah bening daerah

interaortocaval yang terletak sejajar dengan hilus ginjal kanan,

selanjutnya tumor akan menyebar ke daerah precaval, preaorta, paracaval,

iliaka komunis kanan dan kelenjar getah bening iliaka eksterna kanan.

Tempat yang menjadi daerah penyebaran tumor testis kiri adalah paraaorta

yang sejajar dengan daerah hilus ginjal kiri, selanjutnya tumor akan

menyebar ke kelenjar getah bening preaorta, iliaka komunis kiri dan iliaka

eksterna kiri.
Dari sebuah pengamatan oleh Donahue, Zachary dan Magnard ( 1982 )

memperlihatkan bahwa tumor testis kiri tidak pernah bermetastase ke

kelenjar getah bening di sisi kanan, sedangkan tumor testis kanan

seringkali bermetastasis ke kelenjar getah bening pada sisi

kiri.Terjadinya penyebaran ke kelenjar getah bening di iliaka eksterna

distal dan obturator oleh karena invasi tumor ke epididimis dan funikulus

spermatikus sedangkan penyebaran ke kelenjar getah bening inguinal

disebabkan terjadi invasi tumor ke tunika albuginea dan ke kulit skrotum.
Tempat yang paling sering menjadi lokasi penyebaran tumor testis

adalah daerah retroperitoneal, tempat lainnya yang juga menjadi lokasi

penyebaran tumor testis adalah paru-paru, hepar, otak, tulang, ginjal,

kelenjar adrenal, gastrointestinal dan limpa. 3

Gejala dan tanda
Gejala yang paling sering muncul pada pasien dengan kanker testis

adalah pembesaran testis yang berlangsung gradual yang tidak disertai

dengan rasa nyeri. Penegakkan diagnnosis kanker testis diperlukan untuk

memutuskan dilakukan terapi definitif ( orchidectomy ) dan sering kali

pasien mengalami keterlambatan penegakkan diagnosis ( biasanya 3 – 6 bulan

) dan ini berkaitan dengan insiden terjadinya metastase tumor. Adanya

gejala nyeri akut pada testis ditemukan pada 10% kasus dan mungkin

berhubungan dengan pendarahan intratestikuler atau oleh adanya proses

iskemia/infark. 3
Kira-kira 10% pasien mengeluh oleh suatu gejala yang diakibatkan

penyebaran/metastase tumor. Keluhan nyeri punggung adalah keluhan tesering

yang dirasakan penderita, keluhan ini akibat penyebaran tumor ke

retroperitoneal. Gejala lain adalah batuk atau sesak yang disebabkan

metastase ke paru, anoreksia,mual dan muntah ( penyebaran ke

retroduodenal ) nyeri tulang ( metastease ke tulang ) dan pembengkakan

pada ekstremitas inferior ( oleh karena obstruksi vena cava ) dan mungkin

saja ditemukan massa di daerah leher ( metastase ke kelenjar getah bening

supraclavicula ). Seringkali kelainan ini ditemukan secara tidak sengaja

karena tidak ada keluhan apapun. 3
Pada pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaaan bimanual

ditemukannya masa atau pembesaran yang menyeluruh pada testis adalah tanda

utama pada banyak kasus. Masa biasanya keras dan tidak menimbulkan nyeri

tekan dan dapat dengan mudah dipisahkan dari epididimis. Seringkali tanda

ini dikaburkan oleh adanya hidrocelle tapi dapat diatasi dengan

pemeriksaan transluminasi pada skrotum.
Pemeriksaaan pada abdomen dapat ditemukan masa yang besar di

daerah retroperitoneal. Perlu juga dilakukan pemeriksaan pada daerah

supraclavucula, axilla dan inguinal. Pada 5% kasus tumor sel germinal

ditemukan ginekomastia tapi akan lebih besar pada pasien tumor sel leydig

dan tumor sertoli ( 30-50% ), hal ini kemungkinan berkaitan dengan

interaksi yang kompleks antara hormon testosteron, estrogen, estradiol,

prolaktin, human chorionic somatomammotropin dan hCG. 3 Terjadinya

ginekomastia dapat disebabkan atau juga tidak disebabkan oleh

hormon-hormon tersebut. Hubungan antara ginekomastia morfologi tumor

primer dan kelainan endokrin masih belum sempurna dapat diterangkan

Pemeriksaan laboratorium
Sejumlah penanda biokomia sangat diperlukan untuk mendiagnosis dan

penatalaksanaan karsinoma testis yaitu α-fetoprotein ( AFP ), human

chorionic gonadotropin ( hCG ), dan lactic acid dehydrogenase ( LDH ). 3
Alfa fetoprotein adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul 70.000

dalton dan waktu paruh 4-6 hari, ditemukan pada bayi usia kurang dari 1

tahun, meningkat dengan kadar yang bervariasi pada pasien dengan non

seminoma germ cell tumor ( NSGCT ) dan tidak pernah ditemukan pada kasus

seminoma.. Human chorionic gonadotropin adalah suatu glikoprotein dengan

berat molekul 38.000 dalton, waktu paruhnya 24 jam. Pada orang normal

hormon ini secar signifikan tidak dianggap ada namun meningkat pada pasien

dengan NSGCT dan dapat meningkat pada pasien seminoma ( 7 % ). Lactic acid

dehydrogenase adalah enzim intrasel denagn berat molekul 134.000 dalton.

Enzim ini dalam keadaan normal ditemukan di otot ( otot polos, lurik dan

jantung ), hati, ginjal dan otak. Kadarnya meningkat baik pada pasien

NSGCT dan seminoma.
Penanda lain yang juga dapat dipakai untuk menunjukkan adanya

kanker testis adalah placental alkaline phospatase ( PLAP )dan

gamma-glutamyl transpeptidase ( GGT ). 3

Pemeriksaan pencitraan
Tumor primer testis dapat dengan cepat dan tepat ditentukan

dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi pada testis. Sekali kanker

testis terdiagnosis setelah dilakukan orchiectomy inguinal maka staging

harus dilakukan. Pemeriksaan foto rontgen dada dan CT-scan abdomen dan

pelvis dilakukan untuk mengetahui adanya metastase ke paru dan

retroperitoneal yang paling sering menjadi tempat penyebaran tumor testis.

Magnetic resonance imaging ( MRI ) secara umum tidak memberikan informasi

gambaran radiologis yang lebih baik daripada CT-scan pada kasus tumor

testis. 3


Pada tahun 1996 the American Joint Committee mengemukakan suatu

klasifikasi TNM yang mencoba membuat standar staging secara klinis pada

kanker testis, yaitu :
• T ( Tumor primer )
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tis : kanker intratubular ( karsinoma in situ )
T1 : Tumor terbatas pada testis dan epididimis, tidak

terdapat invasi ke
pembuluh darah
T2 : Tumor melewati tunika albugenia atau terdapat

invasi ke pembuluh
darah
T3 : Tumor mencapai funikulus spermatikus
T4 : Tumor mencapai kulit skrotum
• N ( Kelenjar getah bening regional )
Nx : Adanya metastase ke kelenjar getah bening tidak dapat

ditentukan
N0 : Tidak terdapat metastase ke kelenjar getah bening
N1 : Terdapat metastase ke kelenjar getah bening dengan

ukuran lesi
≤ 2 cm dan melibatkan ≤ 5 kelenjar geatah bening
N2 : Metastase > 5 kelenjar, ukuran massa 2-5 cm
N3 : Ukuran massa > 5 cm
• M ( metastase jauh )
Mx : Adanya metastase jauh tidak dapat ditentukan
M0 : Tidak terdapat metastase jauh
M1 : Ditemukan adanya metastase jauh
• S ( Tumor marker pada serum )
Sx : Tumor marker tidak tersedia
S0 : Nilai kadar tumor marker pada serum dalam batas normal
S1 : Nilai kadar Lactic acid dehydrogenase (LDH) <> 10 x normal atau hCG > 50.000 mlU/ml atau AFP
> 10.000ng/ml

Stadium dan tingkat penyebaran karsinoma testis ( Peckham ) 5
STADIUM LOKASI TUMOR
I Tumor terbatas pada testis dan rete testis
IIA Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran <> 2 Cm dan <> 2 Cm
III Tumor mengenai KGB supraklavikula atau mediastinum
IV Metastase ekstralimfatik

Diagnosis Banding

Kesalahan dalam membuat diagnosis pada pemeriksaan awal terjadi

pada kira-kira 25 % pasien dengan tumor testis dan pada akhirnya

menimbulkan keterlambatan dalam penatalaksanaanya dan kesalahan yang

bersifat fatal berupa tindakan pembedahan melalui approach yang keliru (

Insisi pada skrotum ) untuk melakukan eksplorsi testis.3
Kelaianan yang paling sering membuat seorang klinisi melakukan

kesalahan diagnosis adalah epididimitis atau epididimoorchitis. Pada

keadaan awal epididimitis memperlihatkan gejala berupa pembesaran, nyeri

tekan pada epididimis yang sangat jelas terpisah dari testis, tapi pada

keadaan lanjut dengan peradangan yang menjalar ke testis maka

gejala-gejala tadi akan melibatkan juga testis. Adanya riwayat demam,

discharge uretra dan gejala iritatif pada berkemih lebih memungkinkan

untuk mendiagnosis epididimis. Pemerksaan dengan USG dapat menentukan

bahwa pembesaran berasal dari epididimis dan buakn dari testis.3
Kelaianan kedaua yang seringkali menyebabkan kekeliruan dalam

membuat diagnosis tumor testis adalah hidrokel, pemeriksaan transluminasi

skrotum dapat dengan mudah membedakan antara adanya cairan pada hidrokel

dengan masa padat pada tumor testis. Pada 5-10% pasien dengan tumor testis

ditemukan adanya hidrokel dengan demikian apabila dengan pemeriksaan fisik

terdapat kesulitan dalam membedakan keduanya maka pemeriksaan USG

merupakan suatu keharusan.3
Kelaianan lain yaitu spermatokel, massa kistik pada epididimis,

hematokel oelh karena trauma, varikokel dan orchitis granulomatosis yang

sering disebabkan oleh tuberkolosis. Tuberkolosis pada testis hampir

selalu berasal dari infeksi kuman ini pada epididimis. Merupakan hal yang

sangat sulit untuk membedakan pembengkakan oleh radang tuberkolosis dengan

massa tumor testis, oleh karena itu jiak pada pemberian OAT didapatkan

respon yang lambat maka sebaiknya dilakukan eksplorasi testis.1

Penatalaksanaan
Prinsip penanganan pasien dengan tumor sel germinal adalah merujuk

pada riwayat alamiah dari tumor, staging klinis dan efektifitas

pengobatan. Tindakan orchiectomi radikal adalah tindakan bedah yang harus

dilakukan. Apabila dari serangkaian pemeriksaan adanya kanker testis tidak

dapat di singkirkan maka tindakan ini dapat dikerjakan. Tindakan biopsi

melalui skrotum atau membuka testis harus dihindari. Penatalaksanaan

selanjutnya tergantung pada hasil pemeriksaan histopatologi dan staging

tumor secara patologi. 3

A. Penatalaksanaan tumor dengan staging I ( T1-T3, N0, M0, S0 )
Seminoma
Pasien yang secara klinis menunjukkan gejala dan tanda tumor yang

terbatas pada testis, pemberian radiasi adjuvant terhadap kelenjar getah

bening retroperitoneal dan kemoterapi adalah pilihan terapi paska

orchiektomi. Radiasi adjuvan masih merupakan terapi pilihan pada penderita

seminoam stage I ( T1-T3, N0, M0, S0 ) seperti juga pada jenis

nonseminoma.1
Dengan melakukan orchiektomi radikal dan radioterapi pada daerah

retroperitoneal ( biasanya 2500-3000 cGy ), paraaorta dan pelvis

ipsilateral maka 95% seminoma stage I dapat sembuh. Seminoma merupakan

tumor yang radiosensitif. Penelitian terakhir membuktikan bahwa sekitar

15% pasien dengan staging I klinis telah menyebar ke daerah

retroperitoneal. 3
Meskipun efek samping pemberian radiasi dosis rendah jarang terjadi tapi

pada pemberian dalam jangka waktu lama pada beberapa laporan menunjukkan

adanya infertilitas, komplikasi pada saluran cerna dan kemungkinan radiasi

menginduksi timblnya keganasan lain.

Nonseminoma
Tindakan orchiektomi inguinal saja mampu menyembuhkan 60-80%

pasien nonseminoma. Tindakan retroperitoneal lymph node dissection ( RPLND

) perlu dilakukan dengan tujuan terapi dan diagnostik. Penyebaran dapat

terjadi pada kira-kira 30% pasien dengan nonseminoma nyang secara klilnis

masuk dalam staging I ( occult metastase ) sehingga pada klasifikasi

patologi masuk dalam staging IIA. Tindakan RPLND dilakukan melalui

thoracoabdominal approach. 3

B. Penatalaksanaan tumor dengan staging II ( N1-N3 )
Seminoma
Seminoma staging II ( stage IIA dan IIB ) memiliki angka

kesembuhan ( cure rate ) 85 – 95 %. Termasuk dalam staging ini adalah

pasien dengan tumor yang telah bermetastase ke daerah retroperitoneal yang

berukuran tranversal kurang dari 5 cm dengan staging N1-N3. Sebagai terapi

pilihan tumor pada staging II adalah radioterapi dengan angka kekambuhan

kurang dari 5 % dengan5-years survival ratenya 70 – 92 %. Pada pasien

dengan ukuran tumor di retroperitoneal lebih dari 5 cm ( N3 ) kira-kira

setengahnya akan bermetastase keluiar regio tersebut.
Perlu diperhatikan pasien-pasien dengan penyakit ginjal tapal kuda

( hourse shoe kidney ) dan inflammatory bowel disease maka terapi

radiasi merupakan kontraindikasi dan kemoterapi adalah terapi pilihan pada

pasien seminoma dengan kelainan ini. Obat-obat kemoterapi yang digunakan

adalah bleomycin, etoposide dan cisplatin ( BEP ).

Nonseminoma
Retroperitoneal lymph node dissection ( RPNLD ) merupakan tindakan

operasi yang standar dilakukan pada pasien dengan tumor nonseminoma stage

IIA dan IIB yang pada hasil pemeriksaan tumor marker ( AFP ) normal, jika

terdapat peningkatan kadarnya daam darah dan timbul gejala dan tanda

adanya kelaianan sistemik akibat metastase tumor maka terapi yang harus

dilakukan adalah pemberian kemoterapi primer yang terdiri dari bleomycin,

etoposide dan cisplatin ( BEP ), vinblastin, cyclophosphamide,

dactinomicyn, bleomycin, dan cisplatin ( VAB-6 ) dan

cisplatin-etoptoside.
Cisplatin diberikan sebanyak dua siklus jika ditemukan :
• Lebih dari 6 kelenjar getah bening terkena.
• Terdapat massa tumor yang berukuran lebih dari 2 cm.
• Adanaya tumor di luar kelenjar getah bening.
Jika terjadi kekambuahan maka pemberian cisplatin dapat dilakukan sebanyak

3-4 siklus. 3

C. Penatalaksanaan tumor dengan staging III ( T1-T4, N0-N3, M1-M2,

S0-S3 )
Seminoma
Penatalaksanaan seminoama staging tinggi ( high tumor burden )

yang meliputi pasien dengan tumor yang telah mengalami penyebaran yang

luas, ukuran tumor yang besar, terdapat metastase ke viseral dan kelenjar

supradiafragma termasuk juga pasien yang masuk dalam staging IIC ( T1-T4,

N0-N3, M1-M2, S0-S3 ) pemberian cisplatin dapat mengobati 60-70% pasien.
Terdapat pembagian seminoma pada staging ini berdasarkan respon terhadap

penobatan yaitu :
• Seminoma dengan prognosis baik
Pasien ini memiliki kemungkinan sembuh yang tinggi dengan respon terhadap

terapi mencapai 88-95%. Regimen obat yang diberikan berupa etoposide dan

cisplatin sebanyak 4 siklus atau dapat diberikan BEP sebanyak 3 siklus.
• Seminoma dengan prognosis buruk
Pasien dengan respon yang buruk terhadap kemoterapi memiliki respon rate

sebesar 40% dan pasien ini dapat diberikan BEP sebanyak 4 siklus.

Nonseminoma
Pasien dengan massa tumor yang besar di daerah retroperitoneal (

lebih dari 3 cm atau terdapat pada 3 slice CT-scan ) atau terdapat

metastase maka terapi dengan kemoterapi primer merupakan keharusan setelah

dilakukan orchiektomi. Jika hasil pemeriksan tumor marker normal dan

pemeriksan radiologi terlihat adanya massa maka harus dilakukan tindakan

reseksi karena massa tersebut 20% merupakan sisa massa tumor, 40% adalah

teratoma dan 40 % merupakan massa tumor yang mengalami fibrosis. Beberapa

ahli menganjurkan tetap perlu dilakukan RPNLD karena lebih dari 10% kasus

tetap ditemukan massa tumor, walaupun hasil kemoterapi menunjukkan hasil

yang sangat baik perlu dilaukan evaluasi kadar tumor marker selama

pemberian kemoterapi untuk mengetahui respon tumor terhadap pengobatan. 3


Orchiektomi radikal
Indakasi dilakukannya orchiektomi radikal adalah pasien dengan kecurigaan

adanya tumor testis. Kecurigaan tumor testis apabila pada pemeriksaan

fisik ditemukan adanya massa yang irreguler yang berasal dari testis,

tidak terdapat keluhan nyeri. Kecurigaan ini harus dipastikan melalui

pemeriksaan Doppler ultrasonografi pada skrotum. Adanya tumor testis

diperlihatkan oleh gambaran hipoekoik yang hipervaskuler pada lesi

intratestikuler. Tindakan ini dilakukan untuk menentukan diagnosis

histopatologi dan staging T. Tindakan ini pada sebagian besar kasus

memiliki morbiditas dan mortalitas yang rendah serta mampu mengontrol

perkembangan tumor lokal. Pada sedikit kasus memang terjadi hal yang tidak

diinginkan tetapi ini disebabkan oleh karena tumor spillage, orchiectomy

subtotal atau operasi melalui transscrotal ( whitmore, 1982 ). Tindakan

orchiectomy dilakukan dengan anestesi umum ataupun anestesi lokal dan

dapat dilakukan pada pasien-pasien rawat jalan. Pasien dalam posisi

supine dengan skrotum ditempatkan dalam medan operasi yang steril.

Dilakukan insisi oblique pada daerah inguinal kira-kira 2 cm diatas

tuberculum pubicum dan dapat diperlebar sampai ke skrotum bagian atas

untuk mengangkat tumor yang berukuran besar. Insisi pada fasia Camper dan

Scarpa sampai ke aponeurosis obliqus eksternus dilanjutkan dengan

menginsisi aponeurosis sesuai dengan arah seratnya sampai mencapai anulus

inguinalis internus. Indentifikasi nervus ilioinguinalis dan funikulus

spermatikus setinggi anulus inguinalis internus dibebaskan dan diisolasi

dengan menggunakan klem atraumatik atau turniket penrose 0,5 inchi.Testis

dan kedua tunika pembungkusnya dikeluarkan dari skrotum secara tumpul

dengan hati-hati, jika akan dilakukan biopsa atau subtotal orchiectomy,

pengeleluaran testis dari skrotum dilakukan sebelum membuka tunika

vaginalis dan menginsisi jaringan testis. Orchiectomy radikal diakhiri

dengan memasukkan funikulus spermatikus ke dalam anulus inguinalis

internus dan meligasi pembuluh darah vas deferen dan funikulus spermatikus

secara sendiri-sendiri. Dilakukan irigasi pada luka dan skrotum dan

hemostasis lalu dapat dilalukan pemasangan protease testis. Selanjutnya

dilakukan penutupan aponeurosis muskulus obliqus eksternus dengan benang

prolene 2-0, fasia scarpa dijahit dengan benang absorble dan selanjutnya

dilakukan penutupan kulit. Dressing dengan penekanan pada skrotum dapat

meminimalisasi terjadinya udema paska operasi.2

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang telah menjalani orchiektomi

radikal adalah :
• Pendarahan, yang terlihat dengan adanya hematoma di skrotum atau

reroperitoneal.
• Infeksi luka operasi.
• Trauma pada nervus ilioinguinal yang mengakibatkan terjadinya

hipostesia pada tungkai ipsilateral dan permukaan lateral skrotum. 1

Hasil dan Prognosis
Seminoma
Setalah dilakukaan orkiectomi radikal dan pemberian radiasi

eksterna, maka pada pasien seminoma stag I 5-years disease-fre surviva

rate mencapai 95% dan 92-94% pada seminoma stag IIA. Pada pasien dengan

staging ang lebih tinggi yang telah menjalani orkiekomi radikal yang

diikuti dengan pemberian kemoterapi maka 5-years disease-fre surviva rate

nya 35-75%.3

Nonseminoma
Pasien pada stag I yang menjalani orchiektomi radikal dan RPLND

memiliki 5-years disease-fre surviva rate yang tinggi mencapai 96-100%.

Pada pasien stag II dengan massa tumor yang kecil dan telah menjalani

orkoiektomi radikal dan kemoterapi 5-years disease-fre surviva rate nya

mencapai 90% sedangkan pasien pada stag ini tapi dengan massa tumor yang

besar yang telah dilakukan orchiektomi radikal diikuti dengan kmoterapi

dan RPLND memiliki 5-years disease-fre surviva rate sebesar 55-80%.3

Tindak Lanjut
Semua pasien dengan kanker sel germinal memerlukan pengamatan

secara teratur. Pasien yang telah menjalani tindakan RPLND atau

radioterapi memerlukan pengamatan lanjutan setiap 3 bulan selama 2 tahun,

lalu setiap 6 bulan selama 5 tahun selanjutnya setiap satu tahun. Pada

setiap kunjungan haruslah dilakukan pemeriksaan fisik pada sisa testis,

abdomen dan kelenjar getah bening sekitarnya, perlu pula dilakukan

pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar AFP, hCG dan LDH. Selain

itu perlu pula dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorak dan abdomen. 1

TUMOR TESTIS NON SEL GERMINAL
Tumor testis non sel germinal hanya meliputi 5-6% dari seluruh

kasus tu or testis. Terdapat 3 tipe tumor testis non sel germinal yaitu

tumor sel leydig, tumor sel sertoli, dan gonadoblastoma.
1. Tumor sel leydig
Tumor sel leydig adalah tumor testis non sel germinal tersering yang

dijumpai meliputi 1-3% dari seluruh tumor testis. Tumor ini 25% terjadi

pada anak-anak, dangan 5-10% merupakan tumor bilateral. Terdapat jenis

yang jinak dan ganas. Penyebab tumor jenis ini tidak diketahui dan tidak

seperti pada tumor testis sel germinal yang dihubungkan dengan

kriptokidisme maka tumor sel leydig tidak dikaitkan dengan kelainan

tersebut. 3
Tampak adanya lesi kecil yang berwarna kekuningan tanpa adanya gambaran

hemoragi dan nekrosis. Terdapat sel-sel heksagonal yang granuler dengan

sitoplasma yang berisi vakuola-vakuola lemak. 3

Gambaran mikroskopos tumor Gambaran mikroskopos

tumor
sel leydig tipe jinak

sel leydig tipe ganas
Temuan klinis yang dapat ditemukan pada penyakit ini berupa virilization

pada pasien usia pra pubertas dan merupakan suatu tumor jinak. Pada pasien

dewasa biasanya tidak bergejala meskipun pada 20-25% kasus terdapat adanya

ginekomastia dan tumor bersifat ganas pada 10% kasus. Pada pemeriksaan

laboratorium terdapat peningkatan kadar 17-ketosteroid serumdan urin dan

juga kadar estrogen. Pemeriksaan 17-ketosteroid penting untuk membedakan

jenis jinak dengan yang ganas, peningkatan 10-30 kali kadar enzim ini

adalah pertanda untuk tumor ganas dan indikasi untuk dilakukan RPLND. 3
Terapi inisial dari tumor ini adalah orchiektomi radikal. Peran

kemoterapi untuk tumor ini maih belum dapat ditentukan karena kasus tumor

sel leydig sangatlah jarang. 3
Progonosis tumor sel leydig jenis jinak sangat baik sedangkan

untuk jenis yang ganas prognosisnya buruk.3

2. Tumor sel sertoli
Tumor sel sertoli merupakan kasus yang sangat jarang, hanya meliputi

kurang dari 1% dari seluruh kasus tumor testis. Dari seluruh kasus tumor

sel sertoli 10% nya merupakan jenis ganas sedangkan sisanya merupakan lesi

jinak. Pada lesi jiank terlihat sel-sel dengan gambaran yang baik seperti

pada sel leydig normal sedangkan pada jenis ganas terlihat sel dengan

batas-batas yang tidak jelas. Secara mikroskopis tampak sel-sel yang

heterogan yang merupakan campuran dari sel epitel dan sel stroma.3
Gambaran mikroskopis tumor

Gambaran mikroskopis tumor
sel sertoli jenis jinak

sel sertoli jenis ganas
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa tumor pada testis dan

terjadi virilisasi pada penderita anak-anak. Pada 30% kasus ditemukan

adanya ginekomastia pada pasien dewasa.3
Tindakan orchiektomi merupakan terapi awal untuk tumor ini dan RPLND

diindikasikan untuk jenis tumor ganas. Peran kemoterapi dan radioterapi

untuk tumor sel sertoli masih belum jelas. 3

3. Gonadoblastoma
Gonadoblastoma hanya meliputi 0,5% dari seluruh kasus tumor testis dan

hampir selalu ditemukan pada pasien dengan disgenesis testis. Penderita

tumor ini sebagian besar dijumpai pada usia dibawah 30 tahun.
Manifestasi klinis yang terlihat pada kelainan ini berkaitan dengan

keadaan yang mendasari timbulnya gonadoblastoma yaitu adanya disgenesis

kelenjar gonad. Hal yang penting diperhatikan bahwa 4/5 pasien

gonadoblasoma secara fenotip adalah wanita dan pada penderita pria murni

biasanya menderita kriptokidisme dan hipospadia. 3
Terapi pilihan untuk gonadoblastoma adalah orchiektomi

radikal. Jika ditemukan adanya disgenesis kelenjar gonad maka tindakan

gonadektomi kontralateral selain dari pengangkatan kelenjar gonad yang

terkena merupakan indikasi dari kelainan ini karena gonadoblastoma

cenderung untuk mengenai kedua testis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar