Selasa, 07 Juli 2009

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Leptospirosis

Pengertian

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme leptospira interogens tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Pertama kali dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yaitu disertai ikterus ini dengan penyakit yang lain yang menyebabkan ikterus. Bentuk yang beratnya dikenal sebagai weil’s disease.

Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama yaitu :
Mud fever
Slime fever
Swemp fever
Autumnal fever
Infectious joundice
Fiel faver
Care cutter fever

Etiologi

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira. Genus leptospira terdiri dari 2 kelompok atau kompleks, yaitu patogen linterrogans, dan yang non patogen atau saprofit L.biflexa. Kelompok patogen terdapat pada hewan dan manusia. Ciri khas dari organisme ini yakni terbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 cm dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung organisme sering membengkat, membentuk suatu kait terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan flagella. SP irochaeta ini halus, sehingga dalam mikroskopis lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil dengan pemeriksaan lapangan redup mikroskopis biasa morfologi lekospira secara vibum dapat dilihat. Lepto spina membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk membuat kultur yang positif dengan mediaum Fletcher’s dapat tumbuh dengan baik.

Kelompok yang patogen terdiri atas sub group yang masing-masing terbagi atas berbagai serotipe yang jumlanya sangat banyak. Saat ini telah ditemukan lebih dari 240 serotipe yang tergabung dalam 23 sergrup, diantaranya yang dapat menginfeksi manusia adalah licterohaemorhagiae, L.Javanika, L. celledoni, L. canicola, L. ballum, L. pyrogeres, Lcynopterl, L. automnalis, L australis, L pomona, L. gripothyphosa, L hepdomadis, L batakae, L tardssovi, L. panaka, L. anadamena (shermani), L rananum,L bufonis, L. copenhageni.

Menurut para peneliti yang sering menginfeksi manusia adalah Lictero haemorrhagieae dengan reservoir tikus, L canicola dengan reservoir anjing, dan L. pmona dengan reservoirnya sapi dan babi.


Gambaran Klinis

Manifestasi klinis mulai dari keluhan atau gejala yang ringan sajat seperti demam keluhan mirip influenza, sebagaimana yang dikenal dengan weil disease, meskipun hal tersebut jarang terjadi kebanyakan leptospirosis tidaklah selamanya muncul sebagai penyakit yang berat. Masa tunas berkisar antara 2-26 hari (kebanyakan 7-13 hari dengan rata-rata 10 hari). Biasanya akan ditemui perjalanan klinis bifisik. FASe I yang dinamakan fase leptospiremia adalah fase dijumpainya leptospira dalam darah. Pada fase leptospriremia ini timbul gejala demam yang mendadak disertai gejala sakit yang mendadak bagian kepala. Frontac, oksipital atau bitemporal. Juga dijumpai gejala keluhan nyeri otot, nyeri tekan, pada otot terutama otot gastrolenemius, paha dan pingggang. Juga sering dijumpai pula mual, muntah, dan mencret.

Dalam penelitian terhadap 559 kasus leptospirosis di Malaysia barat selama 10 tahun (1958-1968) mengemukakan. Pola klinis leptospirosis :
Demam : 100 % kasus
Injeksi konjungtiva 54 % kasus
Jaundic : 46 % kasus
Muskular tanderes : 45 %
Nyeri otot 32 %
Gejala abdominal 29 %
Menggigil 22 %
Pening 25 %
Hepato megali 18 %
Splenomegali 1 %
Perdarahan 5 %
Batuk 4 %
Proteinuria 25 %
Azotemia 20 %
Fase yang ke-2 (fase imun) yaitu berkaitan dengan munculnya antibodi IeM, sementara konsentrasi C3 normal, manifestasinya lebih klinis atau bervariasi dari fase 1. Setelah relatif asimtomatik selama 1-3 hari gejala pada fase ini sudah menghilang. Fase ini demam jarang melewati 39°C, biasanya berlangsung 1-3 hari saja. Juga sering di sertai iridosiditis, mielitis, ensefalitis.
Fase yang ke-3 (fase penyembuhan), fase ini biasanya terjadi pada minggu ke-2 sampai dengan minggu ke-4. Patogenesisnya belum diketahui, demam dan nyeri otot masih dijumpai yang kemudian berangsur-angsur hilang.


Pemeriksaan penunjang

Pada penderita leptospirosis ditemukan penurunan kadar trombosit dan meningkat dalam asidosis metabolisme, disfungsi hati, syok. Glukosa serum hiperglikemia yang terjadi menunjukkan glukoneogenesis dan glikogenoliis di dalam hati.
Pada pemeriksaan darah rutin biasanya dijumpai leukositosis. Walaupun kadang-kadnag jumlah leukosit normal atau menurun, pada pemeriksaan hitung jenis biasanya didapati neutrofil meninggi. Laju endap darah juga tinggi terjadi anemia, pada pemeriksaan urin selalu didapati albuminuria. Jika terjadi komplikasi pada ginjal BUN, ureum dan kreatinin akan tinggi, komplikasi di hati ditandai dengan peninggian transaminase dan bilirubin.


Pengkajian
Aktivitas atau istirahat
Gejala : malaise

Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit di bawah jangkauan normal
Denyut ferifer kuat, cepat
Suara jantung : disritmia
Kulit hangat, kulit kering, pucat, lembab

Eliminasi
Gejala : Diare

Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia, mual atau muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak
Penurunan haluaran, konsentrasi urine

Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, pingsan
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, koma

Nyeri
Gejala : Kejang abdominal, lokalisasi rasa sakit atau ketidaknyamanan urtikaria.

Pernafasan
Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pernafasan, penggunaan kortikosteroid, infeksi baru, penyakit vital
Gejala : Suhu sebelumnya meningkat (37,95°C/lebih) tetapi mungkin normal pada lansia, atau mengganggu pasien
Kadang subnormal (dibawah 36,63°C)
Menggigil
Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi, eritema, ruam eritema makuler

Seksualitas
Gejala : Pruritus perineal
Baru saja menjalani kelahiran
Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vagina purulen

Penyuluhan
Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemahkan, misal hati, ginjal, jantung, kanker.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Peningkatan suhu tubuh (hipertemia) berhubungan dengan peningkatan metabolisme penyakit.

Kriteria Hasil :
Suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan
Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan

Intervensi :
Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol
Anjurkan pasien untuk banyak minum
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia.
Kriteria Hasil :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan

Intervensi :
Kaji keluhan mual dan muntah
Berikan makanan sedikit tapi sering
Kaji cara makan yang dihidangkan
Berikan makanan selagi hangat
Ukur berat badan pasien tiap hari

Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.

Kriteria Hasil :
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Pasien mampu mandiri

Intervensi :
Kaji keluhan pasien
Kaji hal-hal yang mampu dan tidak mampu dilakukan pasien
Bantu pasien untuk memenuhi aktivitasnya
Bantu pasien untuk mandiri
Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau

DAFTAR PUSTAKA

Setiati Siti, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, FKUI, Jakarta.

Noer, Sjaifoellah, 1996, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar