Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila. Lima sendi utama (Sila) penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke 4 Preambule (Pembukaan) UUD1 945.
Pancasila sebagai Sejarah - Sejarah pembentukan pancasila erat kaitannya dengan Perjuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda dan jepang.
Penjajahan Belanda usai pada 8 Maret 1942, Sejak itu Indonesia diduduki oleh Jepang. Namun Jepang tidak lama melakukan pendudukan di Indonesia. Karena Sejak tahun 1944, tentara Jepang mulai kesulitan dalam menghadapi tentara Sekutu.
Untuk mendapat simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada rakyat indonesia. Janji ini diucapkan pada tanggal 7 September 1944 oleh Perdana Menteri Kaiso.
Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura)
Dalam maklumat tersebut juga dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas BPUPKI adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya diberikan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk bangsa Indonesia setelah merdeka nanti. Pada sidang pertama Ir. Soekarno dan Muhammad Yamin mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka.
Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
Muhammad Yamin memberikan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga memberikan usul secara tertulis yang juga terdiri dari lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Bung Karno (1 Juni 1945)
Pada Tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno (Ir. Soekarno) di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengusulkan calon dasar negara yang terdiri dari lima asas, oleh bung karno kelima asas tersebut diberi nama Pancasila, inilah awal terbentuknya dasar negara Pancasila, yang kemudian pada tanggal tersebut dikenang sebagai hari lahirnya Pancasila. 1 Juni menjadi tanggal yang sangat penting, karena di situlah Pancasila telah lahir, dan inilah hari lahir dasar negara Indonesia. berikut kelima asas yang diusulkan Bung Karno sebagai calon dasar negara:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal tersebut oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Kemudian Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal tersebut menurutnya juga bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Selesai sidang 1 BPUPKI, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan dalam sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri dari 8 orang, yaitu:
- Mr. Muh. Yamin
- Ir. Soekarno
- K.H. Wachid Hasjim
- Ki Bagus Hadikusumo
- M. Sutardjo Kartohadikusumo
- R. Otto Iskandar Dinata
- Mr. A.A. Maramis
- Drs. Muh. Hatta
Kemudian Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berada (berasal) di Jakarta. Hasil yang dapat dicapai antara lain adalah dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul / Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
- Mr. Muh. Yamin
- Ir. Soekarno
- Mr. A.A. Maramis
- Drs. Muh. Hatta
- K.H. Wachid Hasyim
- Mr. Ahmad Subardjo
- Abikusno Tjokrosujoso
- Abdul Kahar Muzakkir
- H. Agus Salim
Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang ini pada tanggal tersebut juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-14 juli 1945, Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno) dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Kemudian Pada tanggal 9 Agustus dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang menggantikan BPUPKI. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI menggelar sidang, dengan acara utama memilih Presiden dan Wakil Presiden dan mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya).
Untuk pengesahan Pembukaan (Preambul), terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul (pembukaan), Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya.
Inti dari pertemuan tersebut adalah, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata "ketuhanan" yang berbunyi "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari Indonesia yang baru saja diproklamasikan, hal tersebut karena mayoritas penduduk di indonesia bagian timur beragama non-muslim.
Usul kemudian disampaikan oleh Muh. Hatta pada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada KH. Wakhid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta kemudian berusaha meyakinkan tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia.
Setelah dilakukan Musyarah dan Mufakat serta Oleh karena pendekatan yang intens dan demi persatuan dan kesatuan, akhirnya dihapuslah kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan "Yang Maha Esa".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar