Tuberculosis merupakan suatu penyakit yang sangat epidemic dan menular langsung yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberculosis tipe humanus.
Meskipun paling sering terlihat sebagai penyakit paru, tuberculosis dapat mengenai selain paru (16%) dan mempengaruhi organ dan jaringan lain. Insiden lebih tinggi pada laki-laki, bukan kulit putih, dan lahir di negara asing. Selain itu, orang pada risiko paling tinggi termasuk yang dapat terpajan pada basilus pada waktu lalu dan yang tidak mampu atau mempunyai kekebalan rendah karena kondisi kronis, seperti AIDS, kanker, usia lanjut, malnutrisi, dan sebagainya.
Sifat-sifat mikobakterium tuberculosis :
@ berbentuk basil dengan panjang 1-4/mm dengan ketebalan 0,3-0,6/mm.
@ sebagian besar terdiri atas asam lemak sehingga mikobakterium tuberculosis tahan asam dan tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
@ dapat hidup di udara kering dan keadaan dingin (almari es) yang disebut sifat dormant.
@ merupakan bakteri aerob, dimana bagian apical paru merupakan tempat predileksi TBC.
yang disebut sifat dormant.
@ merupakan bakteri aerob, dimana bagian apical paru merupakan tempat predileksi TBC.
Cara penularan :
@ pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
# ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan dahak dan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
@ basil mikobakterium tuberculosis -> masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infection) -> sampai ke alveoli -> terjadi infeksi primer (Ghon) -> menyebar ke kelenjar getah bening -> membentuk primer kompleks (Ranke)
Gejala-gejala umum :
@ suhu tubuh meningkat (hilang timbul) 40-41 derajat Celcius.
@ berkeringat pada malam hari tanpa melakukan aktivitas apapun.
@ lemas.
@ anoreksia.
@ berat badan menurun.
Gejala-gejala khusus :
@ batuk berdahak terus menerus selama 3 minggu atau lebih.
@ batuk lama dengan dahak bercampur darah.
@ nyeri dada.
@ sesak nafas.
@ nyeri tulang.
@ gangguan pencernaan kronis disertai penurunan berat badan.
@ panas tinggi dan biasanya disertai kejang pada anak.
Komplikasi :
@ hemoptisis berat
@ kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
@ bronkilektasis dan fibrosis pada paru.
@ pneumothorak spontan ; kolap spontan karena kerusakan jaringan paru.
@ penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal.
@ insfisiensi kardio pulmonal
ASUHAN KEPERAWATAN
>Anamnesis (Pengkajian)
1.Identitas : nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, penanggung jawab biaya (nama & alamat), dokter yang merujuk.
2.Riwayat penyakit sekarang : keluhan utama, jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas, latar belakang, lokasi anatomi dan penyebarannya, aktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuatnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan atau intermitten.
3.Riwayat penyakit terdahulu : pengobatan yang dijalani sekarang,apakah pernah dirawat sebelumnya, riwayat penyakit kronik dan menular, riwayat control, riwayat penggunaan obat, riwayat alergi, riwayat operasi.
4.Riwayat penyakit keluarga : umur, status anggota keluarga (hidup,mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga (jenis penyakit).
5.Observasi dan pemeriksaan fisik :
a.tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu badan, RR, kesadaran.
b.sistem pernafasan (B1) : keluhan (batuk, warna secret, sesak, produktif, nyeri dada, tidak produktif, konsistensi, bau), irama nafas (teratur, tidak teratur), jenis (dispnea, kusmaul, cheyne stokes), suara nafas (vesikuler, bronco vesikuler, ronki, wheezing), alat bantu nafas (ya, tidak).
c.sistem kardiovaskuler (B2) : keluhan nyeri dada (ya, tidak), irama jantung (regular, ireguler), S1/S2 tunggal (ya, tidak), suara jantung (normal, murmur, gallop), CRT, akral (hangat, panas, dingin, kering, basah), JVP (normal, meningkat, menurun).
d.sistem persyarafan (B3) : GCS, reflek fisiologis (patella, triceps, biceps), reflek patologis (babinsky, budzinsky, kernig), keluhan pusing (ya, tidak), pupil (isokor, anisokor), sclera/konjunctiva (anemis, ikterus), gangguan pandangan (ya, tidak), gangguan pendegaran (ya, tidak), gangguan penciuman (ya, tidak), lama tidur, gangguan tidur.
e.sistem perkemihan (B4) : kebersihan, keluhan kencing (nokturi, inkontinensia, gross hematuri, poliuria, anuria, disuria, retensi, oliguria, hesistensi), produksi urin, kandung kemih membesar (ya, tidak), nyeri tekanan kandung kemih, intake cairan (oral, parenteral), alat bantu kateter (ya, tidak).
f.sistem pencernaan (B5) : mulut (bersih, kotor, berbau), mukosa (lembab, kering, stomatitis), tenggorokan (sakit menelan, pembesaran tonsil, kesulitan menelan, nyeri tekan), abdomen (tegang, kembung, ascites), nyeri tekan pada abdomen, luka dan jenis operasi pada abdomen, gerak peristaltic, BAB dan konsistensi, diet, nafsu makan, porsi makan.
g.sistem musculoskeletal dan integument (B6) : pergerakan sendi, kekuatan otot, kelainan ekstremitas, kelainan tulang belakang, fraktur, traksi/spalk/gips, kompartemen syndrome, kulit (ikterik, sianosis, kemerahan, hiperpigmentasi), turgor, luka.
h.sistem endokrin : pembesaran kelenjar tyroid, pembesaran kelenjar getah bening, hipoglikemia, hiperglikemia, luka gangren.
#pada tahap dini sulit diketahui. tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, conchi basah).
Pada penderita TBC :
-Perkusi = hipersonor / tympani; efusi pleura (perkusi; pekak).
-Inspeksi = atropi pada retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis; tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
-Auskultasi = ada sekret disaluran nafas dan bronchi.
6.pengkajian psikosial : persepsi klien terhadap penyakitnya, ekspresi klien terhadap penyakitnya, reaksi saat interaksi, gangguan konsep diri.
7.personal hygiene dan kebiasaan : mandi, keramas, ganti pakaian, sikat gigi, memotong kuku, merokok, alcohol.
8.pengkajian spiritual : kebiasaan beribadah sebelum dan sesudah sakit.
9.pemeriksaan penunjang (diagnostic test) : pemeriksaan laboratorium, radiologi, bronchografi, spirometer, teknik polymerase chain reaction, becton dickinson diagnostic instreumen system (BACTEC), enzyme linked immunosorbent assay, MYCODOT.
#Pemeriksaan Radiologi :
-pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas atau bercak nodular.
-pada kavitas gambar bayangan berupa cincin tunggal atau ganda.
-pada klasfikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
-bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
-kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru.
-bayangan milier.
# Bronchografi :
-pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
# Pemeriksaan Laboratorium :
-darah = leukosit meninggi, LED meningkat, limfositosis.
-sputum = pewarnaan -> BTA positif; kultur (Lowenstein Jensen agar) -> tumbuh koloni mikobakterium tuberculosis.
Tes tuberculin : mantoux tes (indural lebih dari 10-15 mm).
# Spirometer :
-penurunan fungsi paru; kapasitas vital menurun.
# Teknik polymerase chain reaction :
-deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amolifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi kuman meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam specimen.
-teknik ini dapat mendeteksi adanya resistensi.
# Becton dickinson diagnostic instreumen system (BACTEC) :
-deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemah oleh mikobakterium tuberculosis.
# enzyme linked immunosorbent assay :
-deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
# MYCODOT :
-deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam serum pasien.
-bila terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir berubah.
10.terapi
> Diagnosis Keperawatan
1.bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
-sekret kental atau secret darah.
-kelemahan, upaya batuk buruk.
-edema trakeal / faringeal.
2.gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
-berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis.
-kerusakaan membrane alveolar kapiler.
-sekret yang kental.
-edema bronchial.
3.resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :
-daya tahan tubuh menurun, fungi sillia menurun, sekresi yang menetap.
-kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar.
-malnutrisi.
-terkontaminasi oleh lingkungan.
-kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4.perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan :
-kelelahan.
-batuk yang sering, adanya produksi sputum.
-dispnea.
-anoreksia.
-penurunan kemampuan financial.
5.kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan :
-tidak ada yang menerangkan.
-interpretasi yang salah.
-informasi yang didapat tidak lengkap / tidak akurat.
-terbatasnya pengetahuan.
>Intervensi
@ bersihan jalan nafas tidak efektif:
-posisi semi fowler / fowler, ajarkan latihan nafas dalam dan batuk dalam efektif.
-bersihan secret dari mulut dan trachea, suctin (b/p).
-pertahankan intake cairan 2500-3000 ml/hr.
-lembabkan udara / oksigen inspirasi.
-berikan obat : agen mukolitik, bronkodilator.
-pantau fungsi pernafasan; bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
-catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah, sputum, adanya hemoptisis.
@ gangguan pertukaran gas :
-latihan nafas dengan bibir disiutkan (pasien fibrosis atau kerusakan parenkim).
-bedrest, bantu kebutuhan.
-berikan oksigen.
-monitor GDA.
-evaluasi perubahan tingkat kesadaran.
@ resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi :
-anjurkan pasien menutup mulut jika batuk dan membuang dahak ditempat penampungan yang tertutup.
-gunakan masker setiap melakukan tindakan.
-berikan terapi dan monitor sputum BTA.
@ perubahan nutrisi :
-anjurkan bedrest.
-lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
-makan sedikit tapi sering (diet TKTP).
-monitor intake dan output.
@ kurang pengetahuan :
-tekankan pentingnya diet TKTP dan intake cairan yang adekuat.
-berikan informasi yang spesifik dan jelas.
-anjurkan untuk merubah perilaku buruk (rokok, minuman keras, begadang).
referensi :
* Doenges, Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Sabtu, 23 Oktober 2010
Senin, 18 Oktober 2010
ASKEP RHEUMATOID ARTRITIS
A. PENGERTIAN
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.( Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. ( Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. ( Arif Mansjour. 2001 )
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderit
C. MANIFESTASI KLINIS
Pola karakteristik dari persendian yang terkena
Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Gambaran Ekstra-artikular
Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia
Fenomena Raynaud.
Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.
Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa:
1. demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
2. nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
3. rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini erdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.
D. PATOFISIOLOGI
E. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
F. KRITERIA DIAGNOSTIK
Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasar pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.
Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)
2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
3. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan
4. Arthritis yang simetris
5. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum
6. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita (Lemone & Burke, 2001).
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
5. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan interpretasi informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
- Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
- Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
- Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
- Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional:.
a. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)
h. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat)
i. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi)
j. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.)
k. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut)
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:.
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b.Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri)
d.Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah)
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan interpretasi informasi.
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.
Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.( Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. ( Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. ( Arif Mansjour. 2001 )
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderit
C. MANIFESTASI KLINIS
Pola karakteristik dari persendian yang terkena
Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Gambaran Ekstra-artikular
Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia
Fenomena Raynaud.
Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.
Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa:
1. demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
2. nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
3. rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini erdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.
D. PATOFISIOLOGI
E. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
F. KRITERIA DIAGNOSTIK
Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasar pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.
Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)
2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
3. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan
4. Arthritis yang simetris
5. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum
6. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita (Lemone & Burke, 2001).
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
5. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan interpretasi informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
- Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
- Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
- Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
- Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional:.
a. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)
h. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat)
i. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi)
j. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.)
k. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut)
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:.
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b.Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri)
d.Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah)
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan interpretasi informasi.
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.
Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.
Jumat, 15 Oktober 2010
Kesehatan Reproduksi
Kesehatan Reproduksi, Ratusan juta tenaga kerjadi seluruh dunia saat bekerja pada kondisi yang tidak nyaman dan dapat mengakibatkan gangguan keshatan. Menurut International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 ribu kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya. Dari data ILO tahun 1999, penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu : kanker 34%, kecelakaan 25%, penyakit saluran pernapasan 21%, penyakit kardiovasculer 15%, dan lain-lain 5%. Dari data tersebut, bahwa penyebab utama kematian adalah kanker, sedangkan kelompok penyebab lain adalah pneumoconiosis penyakit neurologis dan penyakit ginjal. Selain penyakit yang mengenai hubungan yang menyebabkan kematian, masalah kesehatan lain terutama adalah ketulian, gangguan musculoskletal, dan gangguan reproduksi.(1)
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta prosesprosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemapuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah. Termasuk terakhir ini adalah hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara - cara keluarga berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan fertilitas yang tidak melawan hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan kesehatan yang memungkinkan para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan memberikan kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat. Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalaui hubungan seks.Beberapa wanita karena pekerjaannya yang mengggunakan bahan kimia, akan mengalami kesulitan mempunyai anak. Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi:
a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil);
b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb);
c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);
d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).(2)
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lainyang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi. (2)
Tabel dibawah ini adalah batasan yang dibuat oleh Divisi Kesehatan dan Keselamatan kerja negara bagian California, yang dapat dibandingkan dengan hasil monitor kesehatan industri yang dilakukan oleh perusahaan. Unit yang digunakan adalah “parts of chemical per million part of air (ppm)” yakni bagian dari zat kimia per sejuta bagian udara, atau “milligram of chemical per cubic meter of air (mg/m3)” yakni milligram dari zat kimia per kubik meter udara.
Beberapa wanita karena pekerjaannya yang mengggunakan bahan kimia, akan mengalami kesulitan mempunyai anak.Beberapa orang lelaki lainnya akan mengalami penurunan kualitas sperma karena jok tempat duduk di mobilnya panas. Ada juga beberapa eksekutif yang mengalami gairah seksual serta beberapa wanita karier yang mengalami frigiditas.(3)
Beberapa gangguan reproduksi yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu:
a. Abortus
Penyebab : kerja berat, cytotoxic drug
b. Premature
Penyebab: ionizing radiation
c. Lahir cacat
Penyebab : menthyl mercuri, ionizing radiasi
d. Kerusakan sperma
Penyebab : dioxin, anesthetic gates
e. Mandul
Penyebab: timah hitam, cadmium, chlodecone, dibromochlopropane (1)
Secara umum, sebagian besar pria bekerja atau menghabiskan waktunya ditempat kerja. Padahal ada banyak bahaya yang terdapat di tempat kerja. Radiasi, berbagai bahan kimia, obat-obatan, rokok, dan panas merupakan tipe-tipe bahaya yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk mempunyai anak yang sehat.
Meskipun lebih dari seribu bahan kimia di tempat kerja telah terbukti dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan reproduksi hewan, namun kebanyakan bahan tersebut tidak pernah diteliti pengaruhnya pada manusia. Bahkan lebih dari empat juta campuran bahan kimia tidak pernah diuji pengaruhnya.
Zat-zat berbahaya tersebut dapat memasuki tubuh kita melalui hirupan nafas (inhalation), kontak dengan kulit (absorbsion), atau tertelan (ingestion) jika pekerja tidak mencuci tangan dengan baik sebelum mereka makan, minum, ataupun merokok.
Bahan berbahaya yang terdapat di tempat kerja juga dapat secara tidak langsung membahayakan keluarga mereka yang berada dirumah. Beberapa bahan berbahaya dapat secara tidak sengaja terbawa ke rumah tanpa disadari para pekerja dan mempengaruhi kesehatan reproduksi sang istri atau kesehatan janin yang dikandungnya atau anggota keluarga lain yang masih muda. Sebagai contoh, timbal dapat terbawa pulang oleh pekerja melalui kulit, rambut, baju, sepatu, kotak peralatan kerja, atau kendaraan yang dibawa ke tempat kerja, padahal timbal tersebut dapat menyebabkan keracunan pada anggota keluarga dan bisa menyebabkan neurobehavioral dan gangguan pertumbuhan pada janin.
Bahaya-bahaya yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi para pekerja pria bekerja dengan mempengaruhi beberapa beberapa hal.
Pertama, jumlah sperma. Beberapa bahan berbahaya dapat memperlambat atau bahkan menghentikan produksi sperma. Hal ini berarti bahwa hanya akan dihasilkan lebih sedikit sperma untuk dapat membuahi sel telur. Jika tidak ada sperma yang diproduksi, maka pekerja tersebut dapat disebut steril. Jika bahaya yang memapar dapat mencegah proses pembuatan sperma, label steril itu menjadi permanen.
Kedua, bentuk sperma. Beberapa bahan berbahaya dapat membuat bentuk sel sperma menjadi berbeda. Jika sudah seperti itu, sperma akan mengalami kesulitan untuk berenang menuju sel telur atau membuahinya.
Ketiga, transfer sperma. Beberapa bahan berbahaya dapat terakumulasi pada epididimis, seminal vesicles, atau prostate. Hadirnya bahan tersebut dapat membunuh sperma, merubah cara/arah sperma berenang, atau menempel pada sperma dan dibawa menuju sel telur atau kepada bayi yang belum lahir.
Ketiga, kemampuan seksual. Perubahan pada jumlah hormon dapat mempengaruhi kemampuan seksual. Beberapa bahan kimia seperti alcohol, bisa mempengaruhi kemampuan untuk mencapai ereksi, sedangkan pada beberapa orang dapat mempengaruhi keinginan seksualnya. Beberapa obat-obatan, baik yang legal maupun tidak, dapat mempengaruhi kemampuan seksual.
Keempat, kromosom sperma. Beberapa bahan berbahaya dapat mempengaruhi kromosom yang terdapat pada sperma. Sperma dan sel telur masing-masing menyumbangkan 23 kromosom saat proses fertilisasi. DNA yang tersimpan pada kromosom inilah yang menentukan akan seperti apa rupa, bentuk dan fungsi tubuh bayi yang akan lahir. Radiasi atau bahan kimia dapat menyebabkan perubahan atau kerusakan pada DNA. Jika DNA sperma telah rusak, maka ia bisa jadi tidak akan bisa membuahi sel telur, atau jika ia berhasil membuahi sel telur, ia akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan janin. Beberapa jenis pengobatan terhadap kanker terbukti dapat menyebabkan hal tersebut.
Kelima, kehamilan. Jika sperma yang telah rusak dapat membuahi sel telur, sel telur bisa jadi tidak akan tumbuh dengan sempurna, sehingga dapat menyebabkan keguguran atau masalah kesehatan pada bayi yang akan dilahirkannya. Jika bahan berbahaya tersebut dibawanya oleh semen, janin mungkin akan terpapar sehingga dapat menyebabkan gangguan pada saat kehamilan atau gangguan kesehatan pada bayi setelah ia lahir.
Untuk melindungi dari bahaya yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi, beberapa langkah berikut dapat diterapkan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan para pekerja.
1. Simpanlah bahan kimia pada tempat/wadah yang tertutup saat tidak digunakan
2. Mencuci tangan sebelum makan, minum dan merokok
3. Hindari kontak antara bahan kimia dengan kulit
4. Jika bahan kimia kontak dengan kulit, ikuti petunjuk untuk membersihkannya sebagaimana tertera pada MSDS (material safety datasheet). Pengusaha/manajemen wajib menyediakan MSDS untuk semua bahan berbahaya yang digunakan di tempat kerja
5. Kenali bahaya yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi di tempat kerja anda.
6. Untuk mencegah kontaminasi di rumah:
o Gunakan pakaian yang berbeda pada waktu bekerja
o Ganti dan cuci baju yang telah terkontaminasi dengan sabun dan air sebelum pulang ke rumah
o Simpanlah baju yang akan digunakan untuk pulang kerja (atau berangkat kerja) dalam ruangan yang terpisah dari tempat kerja untuk mencegah kontaminasi
o Cuci baju kerja terpisah dari bahan cucian lainnya, usahakan mencucinya di tempat kerja
o Usahakan untuk tidak membawa baju kerja yang telah kotor/terkontaminasi atau benda lain ke rumah
7. Berpartisipasilah dalam program kesehatan dan keselamatan kerja seperti pelatihan, pendidikan, dan monitoring yang telah disediakan perusahaan
8. Pelajari menganai praktek kerja yang aman/baik, rekayasa engineering, dan alat pelindung diri (seperti sarung tangan, masker, coverall, google, dll) yang dapat mengurangi resiko paparan dengan bahan berbahaya.
9. Patuhi prosedur dan praktek kerja yang aman yang telah diimplementasikan oleh perusahaan anda untuk mencegah paparan bahan berbahaya di tempat kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi.(6)
Timbal sebagai salah satu unsur polutan udara, mutlak dikurangi penggunaannya. Beberapa produk bensin tanpa timbal sudah diperkenalkan mulai tahun 1985, yaitu Super TT. Super TT adalah bahan bakar dengan bilangan oktan (RON) sebesar 98. Jenis lain yaitu Petro 2T yang dirancang khusus untuk sepeda motor, adalah bensin tanpa timbal yang dikeluarkan oleh PT Sigma Rancang Perdana. Di awal tahun 1998, produk bensin tanpa timbal yang lain adalah BB2L (Bensin Biru 2 Langkah) dengan harga yang lebih murah daripada premium. Jika membandingkan terhadap bilangan oktan, Super TT mempunyai RON 98, premium 88 dan premix 94. Artinya produk tanpa timbalpun mampu memperpanjang oktan melebihi bensin yang masih mengandalkan unsur timbal. Bensin premium sendiri masih mengandung TEL 0,3 gr/lt dan premix 0,45 gr/lt. Kerugian yang ditimbulkan dari kasus pencemaran udara, lebih terasa jika ditinjau dari aspek kesehatan. Dari setiap unsur dalam komponen polutan udara berpeluang merugikan bagi kesehatan setiap organisme. Timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, dan sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa, dan meningkatkan spermatozoa abnormal dan aborsi spontan. Selain juga menurunkan Intellegent Quotient (IQ) pada anak – anak , menurunkan kemampuan berkonsentrasi, gangguan pernapasan, kanker paru–paru dan alergi. Dalam laporan Bank Dunia 1992, diketahui bahwa pencemaran udara akibat timbal, menimbulkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.000 kasus hipertensi dan menurunkankan IQ hingga 300.000 point. Juga Pb menurunkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen.(4)
DAFTAR PUSTAKA
1. Buchary. Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [28 screen]. Available from: http://www.library.usu.ac.id/download/ft/07002746.pdf
2. Harahap Juliandi. Kesehatan reproduksi. [online]. 2003. [Cited on, 2009 January 13]. [13 screen]. Available from: http://www.library.usu.ac.id/download/duniapsikologi.dagdigdug.com/files/2008/12/kesehatan-reproduksi.pdf
3. IDKI. Seminar kesehatan kerja gangguan reproduksi. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [4 screen]. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/coe/brosur_konasB_atam_2005_ind%20edit.pdf
4. Komite penghapusan bensin bertimbal. Dampak pemakaian bensin bertimbal dan kesehatan. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [8 screen]. Available from: http://www.kpbb.org/makalah_ind/Dampak%20Pemakaian%20Bensin%20Bertimbel%20dan%...
5. Anonymous. Pelatihan bagi pelatih kesehatan dan keselatan kerja. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [4 screen]. Available from: http://www-ilo-mirror.cornell.edu/public/english/region/asro/jakarta/download/pelatihan.pdf
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta prosesprosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemapuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah. Termasuk terakhir ini adalah hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara - cara keluarga berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan fertilitas yang tidak melawan hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan kesehatan yang memungkinkan para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan memberikan kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat. Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalaui hubungan seks.Beberapa wanita karena pekerjaannya yang mengggunakan bahan kimia, akan mengalami kesulitan mempunyai anak. Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi:
a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil);
b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb);
c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);
d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).(2)
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lainyang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi. (2)
Tabel dibawah ini adalah batasan yang dibuat oleh Divisi Kesehatan dan Keselamatan kerja negara bagian California, yang dapat dibandingkan dengan hasil monitor kesehatan industri yang dilakukan oleh perusahaan. Unit yang digunakan adalah “parts of chemical per million part of air (ppm)” yakni bagian dari zat kimia per sejuta bagian udara, atau “milligram of chemical per cubic meter of air (mg/m3)” yakni milligram dari zat kimia per kubik meter udara.
Beberapa wanita karena pekerjaannya yang mengggunakan bahan kimia, akan mengalami kesulitan mempunyai anak.Beberapa orang lelaki lainnya akan mengalami penurunan kualitas sperma karena jok tempat duduk di mobilnya panas. Ada juga beberapa eksekutif yang mengalami gairah seksual serta beberapa wanita karier yang mengalami frigiditas.(3)
Beberapa gangguan reproduksi yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu:
a. Abortus
Penyebab : kerja berat, cytotoxic drug
b. Premature
Penyebab: ionizing radiation
c. Lahir cacat
Penyebab : menthyl mercuri, ionizing radiasi
d. Kerusakan sperma
Penyebab : dioxin, anesthetic gates
e. Mandul
Penyebab: timah hitam, cadmium, chlodecone, dibromochlopropane (1)
Secara umum, sebagian besar pria bekerja atau menghabiskan waktunya ditempat kerja. Padahal ada banyak bahaya yang terdapat di tempat kerja. Radiasi, berbagai bahan kimia, obat-obatan, rokok, dan panas merupakan tipe-tipe bahaya yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk mempunyai anak yang sehat.
Meskipun lebih dari seribu bahan kimia di tempat kerja telah terbukti dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan reproduksi hewan, namun kebanyakan bahan tersebut tidak pernah diteliti pengaruhnya pada manusia. Bahkan lebih dari empat juta campuran bahan kimia tidak pernah diuji pengaruhnya.
Zat-zat berbahaya tersebut dapat memasuki tubuh kita melalui hirupan nafas (inhalation), kontak dengan kulit (absorbsion), atau tertelan (ingestion) jika pekerja tidak mencuci tangan dengan baik sebelum mereka makan, minum, ataupun merokok.
Bahan berbahaya yang terdapat di tempat kerja juga dapat secara tidak langsung membahayakan keluarga mereka yang berada dirumah. Beberapa bahan berbahaya dapat secara tidak sengaja terbawa ke rumah tanpa disadari para pekerja dan mempengaruhi kesehatan reproduksi sang istri atau kesehatan janin yang dikandungnya atau anggota keluarga lain yang masih muda. Sebagai contoh, timbal dapat terbawa pulang oleh pekerja melalui kulit, rambut, baju, sepatu, kotak peralatan kerja, atau kendaraan yang dibawa ke tempat kerja, padahal timbal tersebut dapat menyebabkan keracunan pada anggota keluarga dan bisa menyebabkan neurobehavioral dan gangguan pertumbuhan pada janin.
Bahaya-bahaya yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi para pekerja pria bekerja dengan mempengaruhi beberapa beberapa hal.
Pertama, jumlah sperma. Beberapa bahan berbahaya dapat memperlambat atau bahkan menghentikan produksi sperma. Hal ini berarti bahwa hanya akan dihasilkan lebih sedikit sperma untuk dapat membuahi sel telur. Jika tidak ada sperma yang diproduksi, maka pekerja tersebut dapat disebut steril. Jika bahaya yang memapar dapat mencegah proses pembuatan sperma, label steril itu menjadi permanen.
Kedua, bentuk sperma. Beberapa bahan berbahaya dapat membuat bentuk sel sperma menjadi berbeda. Jika sudah seperti itu, sperma akan mengalami kesulitan untuk berenang menuju sel telur atau membuahinya.
Ketiga, transfer sperma. Beberapa bahan berbahaya dapat terakumulasi pada epididimis, seminal vesicles, atau prostate. Hadirnya bahan tersebut dapat membunuh sperma, merubah cara/arah sperma berenang, atau menempel pada sperma dan dibawa menuju sel telur atau kepada bayi yang belum lahir.
Ketiga, kemampuan seksual. Perubahan pada jumlah hormon dapat mempengaruhi kemampuan seksual. Beberapa bahan kimia seperti alcohol, bisa mempengaruhi kemampuan untuk mencapai ereksi, sedangkan pada beberapa orang dapat mempengaruhi keinginan seksualnya. Beberapa obat-obatan, baik yang legal maupun tidak, dapat mempengaruhi kemampuan seksual.
Keempat, kromosom sperma. Beberapa bahan berbahaya dapat mempengaruhi kromosom yang terdapat pada sperma. Sperma dan sel telur masing-masing menyumbangkan 23 kromosom saat proses fertilisasi. DNA yang tersimpan pada kromosom inilah yang menentukan akan seperti apa rupa, bentuk dan fungsi tubuh bayi yang akan lahir. Radiasi atau bahan kimia dapat menyebabkan perubahan atau kerusakan pada DNA. Jika DNA sperma telah rusak, maka ia bisa jadi tidak akan bisa membuahi sel telur, atau jika ia berhasil membuahi sel telur, ia akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan janin. Beberapa jenis pengobatan terhadap kanker terbukti dapat menyebabkan hal tersebut.
Kelima, kehamilan. Jika sperma yang telah rusak dapat membuahi sel telur, sel telur bisa jadi tidak akan tumbuh dengan sempurna, sehingga dapat menyebabkan keguguran atau masalah kesehatan pada bayi yang akan dilahirkannya. Jika bahan berbahaya tersebut dibawanya oleh semen, janin mungkin akan terpapar sehingga dapat menyebabkan gangguan pada saat kehamilan atau gangguan kesehatan pada bayi setelah ia lahir.
Untuk melindungi dari bahaya yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi, beberapa langkah berikut dapat diterapkan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan para pekerja.
1. Simpanlah bahan kimia pada tempat/wadah yang tertutup saat tidak digunakan
2. Mencuci tangan sebelum makan, minum dan merokok
3. Hindari kontak antara bahan kimia dengan kulit
4. Jika bahan kimia kontak dengan kulit, ikuti petunjuk untuk membersihkannya sebagaimana tertera pada MSDS (material safety datasheet). Pengusaha/manajemen wajib menyediakan MSDS untuk semua bahan berbahaya yang digunakan di tempat kerja
5. Kenali bahaya yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi di tempat kerja anda.
6. Untuk mencegah kontaminasi di rumah:
o Gunakan pakaian yang berbeda pada waktu bekerja
o Ganti dan cuci baju yang telah terkontaminasi dengan sabun dan air sebelum pulang ke rumah
o Simpanlah baju yang akan digunakan untuk pulang kerja (atau berangkat kerja) dalam ruangan yang terpisah dari tempat kerja untuk mencegah kontaminasi
o Cuci baju kerja terpisah dari bahan cucian lainnya, usahakan mencucinya di tempat kerja
o Usahakan untuk tidak membawa baju kerja yang telah kotor/terkontaminasi atau benda lain ke rumah
7. Berpartisipasilah dalam program kesehatan dan keselamatan kerja seperti pelatihan, pendidikan, dan monitoring yang telah disediakan perusahaan
8. Pelajari menganai praktek kerja yang aman/baik, rekayasa engineering, dan alat pelindung diri (seperti sarung tangan, masker, coverall, google, dll) yang dapat mengurangi resiko paparan dengan bahan berbahaya.
9. Patuhi prosedur dan praktek kerja yang aman yang telah diimplementasikan oleh perusahaan anda untuk mencegah paparan bahan berbahaya di tempat kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi.(6)
Timbal sebagai salah satu unsur polutan udara, mutlak dikurangi penggunaannya. Beberapa produk bensin tanpa timbal sudah diperkenalkan mulai tahun 1985, yaitu Super TT. Super TT adalah bahan bakar dengan bilangan oktan (RON) sebesar 98. Jenis lain yaitu Petro 2T yang dirancang khusus untuk sepeda motor, adalah bensin tanpa timbal yang dikeluarkan oleh PT Sigma Rancang Perdana. Di awal tahun 1998, produk bensin tanpa timbal yang lain adalah BB2L (Bensin Biru 2 Langkah) dengan harga yang lebih murah daripada premium. Jika membandingkan terhadap bilangan oktan, Super TT mempunyai RON 98, premium 88 dan premix 94. Artinya produk tanpa timbalpun mampu memperpanjang oktan melebihi bensin yang masih mengandalkan unsur timbal. Bensin premium sendiri masih mengandung TEL 0,3 gr/lt dan premix 0,45 gr/lt. Kerugian yang ditimbulkan dari kasus pencemaran udara, lebih terasa jika ditinjau dari aspek kesehatan. Dari setiap unsur dalam komponen polutan udara berpeluang merugikan bagi kesehatan setiap organisme. Timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, dan sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa, dan meningkatkan spermatozoa abnormal dan aborsi spontan. Selain juga menurunkan Intellegent Quotient (IQ) pada anak – anak , menurunkan kemampuan berkonsentrasi, gangguan pernapasan, kanker paru–paru dan alergi. Dalam laporan Bank Dunia 1992, diketahui bahwa pencemaran udara akibat timbal, menimbulkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.000 kasus hipertensi dan menurunkankan IQ hingga 300.000 point. Juga Pb menurunkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen.(4)
DAFTAR PUSTAKA
1. Buchary. Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [28 screen]. Available from: http://www.library.usu.ac.id/download/ft/07002746.pdf
2. Harahap Juliandi. Kesehatan reproduksi. [online]. 2003. [Cited on, 2009 January 13]. [13 screen]. Available from: http://www.library.usu.ac.id/download/duniapsikologi.dagdigdug.com/files/2008/12/kesehatan-reproduksi.pdf
3. IDKI. Seminar kesehatan kerja gangguan reproduksi. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [4 screen]. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/coe/brosur_konasB_atam_2005_ind%20edit.pdf
4. Komite penghapusan bensin bertimbal. Dampak pemakaian bensin bertimbal dan kesehatan. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [8 screen]. Available from: http://www.kpbb.org/makalah_ind/Dampak%20Pemakaian%20Bensin%20Bertimbel%20dan%...
5. Anonymous. Pelatihan bagi pelatih kesehatan dan keselatan kerja. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [4 screen]. Available from: http://www-ilo-mirror.cornell.edu/public/english/region/asro/jakarta/download/pelatihan.pdf
Urtikaria
Urtikaria ialah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. (1-3)
Urtikaria juga kadang dikenal sebagai hives, nettle rash, buduran, kaligata. (1,2,4,5)
Sedangkan angioedema atau angioneuretik edema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran napas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular. (1)
Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita, maupun dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan.(1)
EPIDEMIOLOGI
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria dibanding orang muda. Umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35 tahun, dan jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun. (1,4,6,7)
Beberapa referensi mengatakan urtikaria lebih sering mengenai wanita dibanding laki-laki yaitu 4:1, namun perbandingan ini bervariasi pada urtikaria yang lain.(1,6)
ETIOLOGI
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya(1). Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain :
1. Obat
Bermacam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria, secara imunologik terdapat 2 tipe, yaitu tipe I atau II. Contohnya ialah aspirin, obat anti inflamasi non steroid, penisilin, sepalosporin, diuretik, dan alkohol. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin di asam arakidonat. (1,5)
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi imunologik, pada beberapa kasus urtikaria terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Makanan berupa protein atau bahan yang dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Makanan yang paling sering menimbulkan urtikaria pada orang dewasa yaitu, ikan, kerang, udang, telur, kacang, buah beri, coklat, arbei, keju. Sedangkan pada bayi yang paling sering yaitu, susu dan produk susu, telur, tepung, dan buah-buah sitrus (jeruk). (1,2,5,8)
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, agaknya hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan urtika bentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendiri setelah beberapa hari, minggu, atau bulan. (1.8)
4. Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseovulfin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria. (1)
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. (1-3,8)
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria. (1,3)
7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh
- Faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin.
- Faktor panas, misalnya sinar matahari, radiasi, dan panas pembakaran.
- Faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena darier. (1,5,8)
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infeksi parasit.
- Infeksi oleh bakteri contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis.
- Infeksi virus hepatitis, mononukleosis dan infeksi virus coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis.
- Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria. Infeksi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria. Infeksi parasit biasanya paling sering pada daerah beriklim tropis. (1,2,5,8)
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis menghambat eritema dan urtika, pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat. (1,2)
10. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. (1,5)
11. Penyakt sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Contoh penyakit sistemik yang sering menyebabkan urtikaria yaitu, sistemik lupus eritematosa (SLE), penyakit serum, hipetiroid, penyakit tiroid autoimun, karsinoma, limfoma, penyakit rheumatoid arthritis, leukositoklast vaskulitis, polisitemia vera (urtikaria akne-urtikaria papul melebihi vesikel), demam reumatik, dan reaksi transfusi darah. (1,5)
KLASIFIKASI
Terdapat beberapa penggolongan urtikaria
• Berdasarkan lamanya serangan berlangsung (1-5)
- Urtikaria akut, bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.
- Urtikaria kronik, bila serangan lebih dari 6 minggu.
• Berdasarkan morfologi klinis (1)
- Urtikaria papular bila berbentuk papul.
- Urtikaria gutata bila besarnya sebesar tetesan air.
- Urtikaria girata bila ukuran besar.
• Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan terkena (1,8)
- Urtikaria lokal
- Urtikaria generalisata
- Angioedema
• Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadi urtikaria (1,2,4,6,8)
- Urtikaria imunologik
a. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)
b. Ikut sertanya komplemen
c. Reaksi alergi tipe IV
- Urtikaria nonimunologik
a. langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator. (misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras)
b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (misalnya aspirin, obat anti inflamasi non-steroid)
c. Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar, dan bahan kolinergik.
- Urtikaria Idiopatik
Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya.
PATOGENESIS
Sel mast merupakan sel efektor primer pada patogenesis timbulnya gejala-gejala urtikaria. Di kulit, sel mast terdapat di dermis. Selain itu sel mast juga terdapat di pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf-saraf, dan organ tubuh.(6) Granul-granul dalam sel mast mengandung histamin, heparin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan Eosinophile Chemotactic Factor (ECF). Ada 2 macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah histamin dan heparin. Pelepasan mediator tersebut dihambat kromoglikat yang mencegah influks kalsium ke dalam sel. Sel mast yang kedua ditemukan di saluran cerna dan nafas. Proliferasi sel mast oleh dipicu IL-3 dan IL-4 dan bertambah pada infeksi parasit.(9)
Sel mast akan melepaskan mediator-mediator radang seperti histamin, leukotrin (SRSA), kinin, serotonin, PEG, PAF, dan lain-lain. Pelepasan mediator-mediator radang ini karena rangsangan dari beberapa faktor, antara lain faktor imunologik (reaksi alergi tipe I, II, III, IV, dan genetik yaitu defisiensi C1 esterase inhibitor) dan faktor nonimunologik (bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek kolinergik, alkohol, emosi, demam) (1,10). Mediator-mediator yang dilepaskan akan memberikan pengaruh-pengaruh yang berbeda.(12)
Salah satu mediator yang dilepaskan oleh sel mast yang sangat penting dalam proses timbulnya gejala-gejala pada urtikaria adalah histamin. Ada beberapa mekanisme pelepasan histamin. Faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya menyebabkan degranulasi sel mast dan melepaskan histamin ke jaringan dan sirkulasi. Histamin menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi kebocoran, dimana cairan berpindah dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga timbullah edema.(5)
Bila telah masuk ke dalam kulit, histamin menyebabkan triple response of Lewis, yaitu eritema lokal (vasodilatasi), suatu flare dengan karakteristik eritema di luar batas dari eritema lokal, hingga terbentuk suatu wheal akibat kebocoran cairan vena-vena postkapiler. Pembuluh darah terdiri dari 2 reseptor histamin. Reseptor yang selama ini diteliti adalah H1 dan H2.(5)
Reseptor H1 ketika dirangsang oleh histamin, akan menyebabkan refleks dari akson, vasodilatasi dan pruritus. Perangsangan reseptor H1, melalui saraf sensorik, menyebabkan kontrakasi otot polos pada traktus respiratorius dan gastrointestinal, pruritus, dan bersin. Ketika reseptor H2 dirangsang, terjadi vasodilatasi. Disamping itu reseptor H2 juga terdapat di permukaan membrane dari sel mast dan ketika dirangsang, akan menyebabkan produksi dari histamine. Aktivasi reseptor H2 sendiri akan menyebabkan peningkatan produksi asam lambung. Aktivasi H1 dan H2 bersamaan akan mengakibatkan hipotensi, takikardi, kemerahan, dan sakit kepala.(5,10)
GAMBARAN KLINIS
Urtikaria merupakan suatu kondisi kulit dengan manifestasi klinik berupa eritema dan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berbatas tegas pada kulit atau membran mukosa, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Keluhan subyektif biasanya terasa gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. (1,3,6)
Berikut adalah tabel gambaran klinis Urtikaria/Angioedema berdasarkan stimulus dan tipe respon:
Apabila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan napas, disebut angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang sering terkena adalah muka, disertai sesak nafas, serak dan rinitis. (1,3,6)
Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu kurang lebih 30 menit. Pada urtikari akibat tekanan, urtika timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di sekitar pinggang. Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang merangsang dan pekerjaan berat. Biasanya terasa sangat gatal, ukuran lesi bervariasi dari beberapa mm sampai numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri kepala. (1,6,8)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.(1) Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta, misalnya urtikaria vaskulitis atau adanya infeksi penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.(12) Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.(1)
Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan tes kulit invivo (skin prick test), pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test-RASTs) atau invitro yang mempunyai makna yang sama.(6,7,12) Pada prinsipnya tes kulit dan RAST, hanya bisa memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi anafilaksis. Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana. (7, 12)
Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya. Adanya alergen kontak terhadap karet sarung tangan atau buah-buahan, dapat dilakukan tes pada lengan bawah, pada kasus urtikaria kontak. Tes provokasi oral mungkin diperlukan untuk mengetahui kemungkinan urtikaria akibat obat atau makanan tertentu. (1,7)
Tes eleminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.(12)
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.(12)
Tes fisik lainnya bisa dengan es atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi pada suhu tertentu.(12)
B. Pemeriksaan Histopatologik
Perubahan histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan tetapi dapat membantu diagnosis (1,2). Epidermis pada umumnya normal. Ikatan-ikatan kolagen di retikular dermis terpisah oleh edema dan ada infiltrat inflamasi limfositik perivaskular. Biasanya juga terdapat peningkatan jumlah sel mast.(2)
Infiltrat limfositik ini biasanya ditemukan pada lesi urtikaria akut dan kronik. Beberapa lesi urtikaria mengandung infiltrat seluler campuran, antara lain limfosit, PMN, dan sel inflamasi lainnya. Tipe infiltrat campuran biasanya merupakan karakteristik dari bentuk refraktur dari urtikaria kronik seperti urtikaria mediasi-autoimun.(7)
Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papila dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah. (1)
Punch biopsy dengan ukuran 4 mm dapat digunakan membantu diagnosis. Urtikaria dapat juga mencakup kelainan histopatologis yang luas, mulai infiltrasi berbagai macam sel radang yang agak jarang dengan edema dermis yang menonjol disertai infiltrasi sel-sel radang yang relatif banyak. Sel-sel infiltrat tersebut terdiri dari neutrofil, limfosit dan eosinofil. Adanya infiltrat eosinofil, lebih mengarah pada urtikaria alergi.(1)
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, gejala, dan pemeriksaan fisik.
1. Anamnesa
Berdasarkan dari anamnesa pasien, keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk pada daerah lesi. Selain itu, pasien memiliki alergi terhadap obat dan makanan tertentu, atau pernah mengalami suatu pengalaman yang merupakan salah satu penyebab urtikaria, misalnya pernah mengalami suatu penyakit sistemik atau mengalami trauma psikis kejiwaan atau fisik yang berhubungan dengan suhu maupun tekanan. (1,3,6)
2. Pemeriksaan klinik
Pada pemeriksaan kulit ditemukan
a. Lokalisasi : Pada badan, tapi dapat juga mengenai ekstremitas, kepala dan leher. (11)
b. Efloresensi : Eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat. Bentuknya dapat papular. Epidermis di sekitar urtikaria normal. (1,6,8)
c. Ukurannya dari beberapa milimeter hingga sentimeter, dapat berbentuk dari lentikular, numular, sampai plakat. Karakteristik lesi berwarna kemerahan dan terasa gatal. (1,8)
Dalam membantu diagnosis, perlu pula dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan penyebab urtikaria, misalnya: (1,8,12)
- Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada organ dalam.
- Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok serta usapan vagina perlu untuk menyingkirkan adanya infeksi lokal.
- Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen.
- Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test) serta tes intradermal.
- Tes eliminasi makanan
- Pemeriksaan histopatologik
- Tes dengan es (ice cube test) dan air hangat.
- Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
- Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada urtikaria antara lain adalah :
1. Pitiriasis Rosea
Gambar 5. Makula eritema pada Pitiriasis Rosea*
Pitiriasis rosea merupakan suatu penyakit ringan yang menyebabkan peradangan kulit disertai pembentukan sisik berwarna kemerahan. Seperti pada urtikaria, pitiriasis rosea juga sering terjadi pada golongan dewasa muda dan adanya eritema dengan peninggian dan berbatas tegas serta gatal. Bentuknya bisa bulat atau lonjong. Untuk membedakan pitiriasis rosea dari urtikaria, pada urtikaria tidak mempunyai sisik. (1,3)
2. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau mempunyai struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitasi. Persamaan dermatitis kontak alergi dengan urtikaria adalah pada gambaran kliniknya yaitu terjadi eritema dengan peninggian atau pembengkakan. Untuk membedakan dermatitis kontak alergi dari urtikaria, pada anamnesis diketahui adanya kontak dengan alergen seperti nikel, lateks, dan sebagainya beberapa menit atau beberapa jam sebelum timbul gejala eritema tersebut.(1,14)
TERAPI
Terapi terbaik untuk urtikaria adalah mengobati penyebabnya dan jika memungkinkan menghindari penyebab yang dicurigai.(3,4,12)
Obat lini pertama untuk urtikaria adalah antihistamin antagonis reseptor H1. Obat ini berfungsi untuk mengurangi rasa gatal, serta memendekkan durasi terjadinya eritema dan pembengkakan.(4)
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 dan H2. Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria difokuskan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun efektivitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik, yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin baru yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedatif, golongan ini disebut antihistamin nonklasik.(4)
Antihistamin Klasik sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi tetapi sebaiknya dikombinasikan dengan antihistamin nonklasik. Biasanya antihistamin nonklasik diberikan pada siang hari dan klasik antihistamin diberikan pada malam hari. Antihistamin antagonis reseptor H1 klasik dengan kerja singkat seperti hidroksizina dihidroklorida, terdapat dalam bentuk tablet dan sirup diberikan dengan dosis 50-100 mg per hari pada dewasa, sedangkan untuk anak berumur di bawah 6 tahun dengan dosis 50 mg perhari, anak diatas umur 6 tahun dengan dosis 50-100 mg per hari dengan dosis terbagi. Penggunaan obat ini sebaiknya dihindari pada kehamilan trimester pertama. Disamping itu dapat diberikan antihistamin antagonis reseptor H1 kerja panjang (long acting) seperti difenhidramina diberikan dengan dosis 25-50 mg perhari dan dosis pada anak 5 mg/kgBB perhari dengan dosis maksimal 300 mg perhari.(4,7)
Berikut adalah bagan manajemen terapi untuk kronik urtikaria.
PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi. Kebanyakan kasus dapat disembuhkan dalam 1-4 hari. Urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. Hal ini juga tergantung dari penyebab dari urtikaria itu sendiri. (1,7,15)
KESIMPULAN
Urtikaria adalah reaksi vaskuler di kulit akibat faktor imunologik dan non-imunologik, biasanya ditandai dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan. Urtikaria dapat terjadi pada semua umur. Penyebabnya yaitu faktor imunologik (reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, IV, dan genetik) dan faktor non-imunologik (bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek kolinergik, alkohol, emosi, demam). Gejala yang timbul biasanya berupa edema setempat yang eritem, kemudian biasanya disertai gatal. Pengobatan yang selama ini diberikan sesuai dengan kausa dan diberikan juga anti histamin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aishah S. Urtikaria. ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Tempat. Indonesia: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2007.p.169-81
2. Arnold H L, Odom R B, James W D. Urticaria in : Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. USA: WB Saunders; 1990.p.1147-57
3. Moschella S L, Hurley H J. Disorder of immunity hypersensitivity and inflammation in : Dermatology 3rd Edition. USA: W.B.Saunders Company; 1992.p.286-301.
4. Grattan C, Black A. Urticaria and Angioedema. ln:Horn D, Mascaro J, Saurat J, Mancini A, Salasche S, Stingl G,eds. Dermatology Volume One. Inggris: Mosby; 2003.p. 287-302
5. Habif T P. Urticaria and Angioedema in : Clinical Dermatology 4th Edition A color Guide To diagnosis and therapy . London: Mosby; 2004.p.129-59.
6. Soter N A . Urticaria and Angioedema in : Fitzpatrick Dermatology in General Medicine 5th Edition Volume One . New York: McGraw Hill;1999.p.1409-19.
7. Sheikh J. Urticaria . ( Online ). (2007 ). ( 22 screens ). Available from : URL:http://www.emedicine.com. Accessed on : 05/06/2008.
8. Orkin M, Maibach H I, Dahl M V. Urticaria and Angioedema in : Dermatology 1st Edition . Minessota. Prentice Hall Intternational Inc. 1991 : 417-21.
9. Baratawidjaja K. Imunologi Dasar. Indonesia: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.p.46-48
10. Linscott M S. Urticaria. ( Online ). ( 2008 ). ( 19 screens ), Available from : URL:http://www.emedicine.com . Accessed on : 05/06/2008.
11. Siregar R S. Urtikaria dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 2. Jakarta: EGC; 2003.p.124-26.
12. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. Urtikaria dan Angioedema dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2006.p.257-61.
13. Stulberg D L, Wolfrey J. Pityriasis Rosea. ( Online ).( 2004 ) ( 17 screens ) . Available from : www.american familyphysician.com. Accessed on : 05/06/2008.
14. Anonymous. Allergic Contact Dermatitis ( Online ). (2008).(4 screens ). Available from : URL:http://www.dermnetNZ.com. Accessed on ; 05/06/2008.
15. Brown R G, Burns T. Berbagai Kelainan Eritematous dan Papuloskuamosa serta Penyakit Kulit akibat Sinar Matahari dalam : Lecture notes dermatologi edisi 8 terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga;2006.p.151-53.
Urtikaria juga kadang dikenal sebagai hives, nettle rash, buduran, kaligata. (1,2,4,5)
Sedangkan angioedema atau angioneuretik edema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran napas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular. (1)
Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita, maupun dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan.(1)
EPIDEMIOLOGI
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria dibanding orang muda. Umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35 tahun, dan jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun. (1,4,6,7)
Beberapa referensi mengatakan urtikaria lebih sering mengenai wanita dibanding laki-laki yaitu 4:1, namun perbandingan ini bervariasi pada urtikaria yang lain.(1,6)
ETIOLOGI
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya(1). Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain :
1. Obat
Bermacam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria, secara imunologik terdapat 2 tipe, yaitu tipe I atau II. Contohnya ialah aspirin, obat anti inflamasi non steroid, penisilin, sepalosporin, diuretik, dan alkohol. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin di asam arakidonat. (1,5)
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi imunologik, pada beberapa kasus urtikaria terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Makanan berupa protein atau bahan yang dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Makanan yang paling sering menimbulkan urtikaria pada orang dewasa yaitu, ikan, kerang, udang, telur, kacang, buah beri, coklat, arbei, keju. Sedangkan pada bayi yang paling sering yaitu, susu dan produk susu, telur, tepung, dan buah-buah sitrus (jeruk). (1,2,5,8)
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, agaknya hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan urtika bentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendiri setelah beberapa hari, minggu, atau bulan. (1.8)
4. Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseovulfin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria. (1)
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. (1-3,8)
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria. (1,3)
7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh
- Faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin.
- Faktor panas, misalnya sinar matahari, radiasi, dan panas pembakaran.
- Faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena darier. (1,5,8)
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infeksi parasit.
- Infeksi oleh bakteri contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis.
- Infeksi virus hepatitis, mononukleosis dan infeksi virus coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis.
- Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria. Infeksi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria. Infeksi parasit biasanya paling sering pada daerah beriklim tropis. (1,2,5,8)
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis menghambat eritema dan urtika, pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat. (1,2)
10. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. (1,5)
11. Penyakt sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Contoh penyakit sistemik yang sering menyebabkan urtikaria yaitu, sistemik lupus eritematosa (SLE), penyakit serum, hipetiroid, penyakit tiroid autoimun, karsinoma, limfoma, penyakit rheumatoid arthritis, leukositoklast vaskulitis, polisitemia vera (urtikaria akne-urtikaria papul melebihi vesikel), demam reumatik, dan reaksi transfusi darah. (1,5)
KLASIFIKASI
Terdapat beberapa penggolongan urtikaria
• Berdasarkan lamanya serangan berlangsung (1-5)
- Urtikaria akut, bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.
- Urtikaria kronik, bila serangan lebih dari 6 minggu.
• Berdasarkan morfologi klinis (1)
- Urtikaria papular bila berbentuk papul.
- Urtikaria gutata bila besarnya sebesar tetesan air.
- Urtikaria girata bila ukuran besar.
• Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan terkena (1,8)
- Urtikaria lokal
- Urtikaria generalisata
- Angioedema
• Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadi urtikaria (1,2,4,6,8)
- Urtikaria imunologik
a. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)
b. Ikut sertanya komplemen
c. Reaksi alergi tipe IV
- Urtikaria nonimunologik
a. langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator. (misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras)
b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (misalnya aspirin, obat anti inflamasi non-steroid)
c. Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar, dan bahan kolinergik.
- Urtikaria Idiopatik
Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya.
PATOGENESIS
Sel mast merupakan sel efektor primer pada patogenesis timbulnya gejala-gejala urtikaria. Di kulit, sel mast terdapat di dermis. Selain itu sel mast juga terdapat di pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf-saraf, dan organ tubuh.(6) Granul-granul dalam sel mast mengandung histamin, heparin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan Eosinophile Chemotactic Factor (ECF). Ada 2 macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah histamin dan heparin. Pelepasan mediator tersebut dihambat kromoglikat yang mencegah influks kalsium ke dalam sel. Sel mast yang kedua ditemukan di saluran cerna dan nafas. Proliferasi sel mast oleh dipicu IL-3 dan IL-4 dan bertambah pada infeksi parasit.(9)
Sel mast akan melepaskan mediator-mediator radang seperti histamin, leukotrin (SRSA), kinin, serotonin, PEG, PAF, dan lain-lain. Pelepasan mediator-mediator radang ini karena rangsangan dari beberapa faktor, antara lain faktor imunologik (reaksi alergi tipe I, II, III, IV, dan genetik yaitu defisiensi C1 esterase inhibitor) dan faktor nonimunologik (bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek kolinergik, alkohol, emosi, demam) (1,10). Mediator-mediator yang dilepaskan akan memberikan pengaruh-pengaruh yang berbeda.(12)
Salah satu mediator yang dilepaskan oleh sel mast yang sangat penting dalam proses timbulnya gejala-gejala pada urtikaria adalah histamin. Ada beberapa mekanisme pelepasan histamin. Faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya menyebabkan degranulasi sel mast dan melepaskan histamin ke jaringan dan sirkulasi. Histamin menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi kebocoran, dimana cairan berpindah dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga timbullah edema.(5)
Bila telah masuk ke dalam kulit, histamin menyebabkan triple response of Lewis, yaitu eritema lokal (vasodilatasi), suatu flare dengan karakteristik eritema di luar batas dari eritema lokal, hingga terbentuk suatu wheal akibat kebocoran cairan vena-vena postkapiler. Pembuluh darah terdiri dari 2 reseptor histamin. Reseptor yang selama ini diteliti adalah H1 dan H2.(5)
Reseptor H1 ketika dirangsang oleh histamin, akan menyebabkan refleks dari akson, vasodilatasi dan pruritus. Perangsangan reseptor H1, melalui saraf sensorik, menyebabkan kontrakasi otot polos pada traktus respiratorius dan gastrointestinal, pruritus, dan bersin. Ketika reseptor H2 dirangsang, terjadi vasodilatasi. Disamping itu reseptor H2 juga terdapat di permukaan membrane dari sel mast dan ketika dirangsang, akan menyebabkan produksi dari histamine. Aktivasi reseptor H2 sendiri akan menyebabkan peningkatan produksi asam lambung. Aktivasi H1 dan H2 bersamaan akan mengakibatkan hipotensi, takikardi, kemerahan, dan sakit kepala.(5,10)
GAMBARAN KLINIS
Urtikaria merupakan suatu kondisi kulit dengan manifestasi klinik berupa eritema dan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berbatas tegas pada kulit atau membran mukosa, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Keluhan subyektif biasanya terasa gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. (1,3,6)
Berikut adalah tabel gambaran klinis Urtikaria/Angioedema berdasarkan stimulus dan tipe respon:
Apabila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan napas, disebut angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang sering terkena adalah muka, disertai sesak nafas, serak dan rinitis. (1,3,6)
Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu kurang lebih 30 menit. Pada urtikari akibat tekanan, urtika timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di sekitar pinggang. Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang merangsang dan pekerjaan berat. Biasanya terasa sangat gatal, ukuran lesi bervariasi dari beberapa mm sampai numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri kepala. (1,6,8)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.(1) Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta, misalnya urtikaria vaskulitis atau adanya infeksi penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.(12) Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.(1)
Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan tes kulit invivo (skin prick test), pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test-RASTs) atau invitro yang mempunyai makna yang sama.(6,7,12) Pada prinsipnya tes kulit dan RAST, hanya bisa memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi anafilaksis. Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana. (7, 12)
Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya. Adanya alergen kontak terhadap karet sarung tangan atau buah-buahan, dapat dilakukan tes pada lengan bawah, pada kasus urtikaria kontak. Tes provokasi oral mungkin diperlukan untuk mengetahui kemungkinan urtikaria akibat obat atau makanan tertentu. (1,7)
Tes eleminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.(12)
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.(12)
Tes fisik lainnya bisa dengan es atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi pada suhu tertentu.(12)
B. Pemeriksaan Histopatologik
Perubahan histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan tetapi dapat membantu diagnosis (1,2). Epidermis pada umumnya normal. Ikatan-ikatan kolagen di retikular dermis terpisah oleh edema dan ada infiltrat inflamasi limfositik perivaskular. Biasanya juga terdapat peningkatan jumlah sel mast.(2)
Infiltrat limfositik ini biasanya ditemukan pada lesi urtikaria akut dan kronik. Beberapa lesi urtikaria mengandung infiltrat seluler campuran, antara lain limfosit, PMN, dan sel inflamasi lainnya. Tipe infiltrat campuran biasanya merupakan karakteristik dari bentuk refraktur dari urtikaria kronik seperti urtikaria mediasi-autoimun.(7)
Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papila dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah. (1)
Punch biopsy dengan ukuran 4 mm dapat digunakan membantu diagnosis. Urtikaria dapat juga mencakup kelainan histopatologis yang luas, mulai infiltrasi berbagai macam sel radang yang agak jarang dengan edema dermis yang menonjol disertai infiltrasi sel-sel radang yang relatif banyak. Sel-sel infiltrat tersebut terdiri dari neutrofil, limfosit dan eosinofil. Adanya infiltrat eosinofil, lebih mengarah pada urtikaria alergi.(1)
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, gejala, dan pemeriksaan fisik.
1. Anamnesa
Berdasarkan dari anamnesa pasien, keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk pada daerah lesi. Selain itu, pasien memiliki alergi terhadap obat dan makanan tertentu, atau pernah mengalami suatu pengalaman yang merupakan salah satu penyebab urtikaria, misalnya pernah mengalami suatu penyakit sistemik atau mengalami trauma psikis kejiwaan atau fisik yang berhubungan dengan suhu maupun tekanan. (1,3,6)
2. Pemeriksaan klinik
Pada pemeriksaan kulit ditemukan
a. Lokalisasi : Pada badan, tapi dapat juga mengenai ekstremitas, kepala dan leher. (11)
b. Efloresensi : Eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat. Bentuknya dapat papular. Epidermis di sekitar urtikaria normal. (1,6,8)
c. Ukurannya dari beberapa milimeter hingga sentimeter, dapat berbentuk dari lentikular, numular, sampai plakat. Karakteristik lesi berwarna kemerahan dan terasa gatal. (1,8)
Dalam membantu diagnosis, perlu pula dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan penyebab urtikaria, misalnya: (1,8,12)
- Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada organ dalam.
- Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok serta usapan vagina perlu untuk menyingkirkan adanya infeksi lokal.
- Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen.
- Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test) serta tes intradermal.
- Tes eliminasi makanan
- Pemeriksaan histopatologik
- Tes dengan es (ice cube test) dan air hangat.
- Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
- Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada urtikaria antara lain adalah :
1. Pitiriasis Rosea
Gambar 5. Makula eritema pada Pitiriasis Rosea*
Pitiriasis rosea merupakan suatu penyakit ringan yang menyebabkan peradangan kulit disertai pembentukan sisik berwarna kemerahan. Seperti pada urtikaria, pitiriasis rosea juga sering terjadi pada golongan dewasa muda dan adanya eritema dengan peninggian dan berbatas tegas serta gatal. Bentuknya bisa bulat atau lonjong. Untuk membedakan pitiriasis rosea dari urtikaria, pada urtikaria tidak mempunyai sisik. (1,3)
2. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau mempunyai struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitasi. Persamaan dermatitis kontak alergi dengan urtikaria adalah pada gambaran kliniknya yaitu terjadi eritema dengan peninggian atau pembengkakan. Untuk membedakan dermatitis kontak alergi dari urtikaria, pada anamnesis diketahui adanya kontak dengan alergen seperti nikel, lateks, dan sebagainya beberapa menit atau beberapa jam sebelum timbul gejala eritema tersebut.(1,14)
TERAPI
Terapi terbaik untuk urtikaria adalah mengobati penyebabnya dan jika memungkinkan menghindari penyebab yang dicurigai.(3,4,12)
Obat lini pertama untuk urtikaria adalah antihistamin antagonis reseptor H1. Obat ini berfungsi untuk mengurangi rasa gatal, serta memendekkan durasi terjadinya eritema dan pembengkakan.(4)
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 dan H2. Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria difokuskan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun efektivitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik, yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin baru yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedatif, golongan ini disebut antihistamin nonklasik.(4)
Antihistamin Klasik sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi tetapi sebaiknya dikombinasikan dengan antihistamin nonklasik. Biasanya antihistamin nonklasik diberikan pada siang hari dan klasik antihistamin diberikan pada malam hari. Antihistamin antagonis reseptor H1 klasik dengan kerja singkat seperti hidroksizina dihidroklorida, terdapat dalam bentuk tablet dan sirup diberikan dengan dosis 50-100 mg per hari pada dewasa, sedangkan untuk anak berumur di bawah 6 tahun dengan dosis 50 mg perhari, anak diatas umur 6 tahun dengan dosis 50-100 mg per hari dengan dosis terbagi. Penggunaan obat ini sebaiknya dihindari pada kehamilan trimester pertama. Disamping itu dapat diberikan antihistamin antagonis reseptor H1 kerja panjang (long acting) seperti difenhidramina diberikan dengan dosis 25-50 mg perhari dan dosis pada anak 5 mg/kgBB perhari dengan dosis maksimal 300 mg perhari.(4,7)
Berikut adalah bagan manajemen terapi untuk kronik urtikaria.
PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi. Kebanyakan kasus dapat disembuhkan dalam 1-4 hari. Urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. Hal ini juga tergantung dari penyebab dari urtikaria itu sendiri. (1,7,15)
KESIMPULAN
Urtikaria adalah reaksi vaskuler di kulit akibat faktor imunologik dan non-imunologik, biasanya ditandai dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan. Urtikaria dapat terjadi pada semua umur. Penyebabnya yaitu faktor imunologik (reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, IV, dan genetik) dan faktor non-imunologik (bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek kolinergik, alkohol, emosi, demam). Gejala yang timbul biasanya berupa edema setempat yang eritem, kemudian biasanya disertai gatal. Pengobatan yang selama ini diberikan sesuai dengan kausa dan diberikan juga anti histamin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aishah S. Urtikaria. ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Tempat. Indonesia: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2007.p.169-81
2. Arnold H L, Odom R B, James W D. Urticaria in : Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. USA: WB Saunders; 1990.p.1147-57
3. Moschella S L, Hurley H J. Disorder of immunity hypersensitivity and inflammation in : Dermatology 3rd Edition. USA: W.B.Saunders Company; 1992.p.286-301.
4. Grattan C, Black A. Urticaria and Angioedema. ln:Horn D, Mascaro J, Saurat J, Mancini A, Salasche S, Stingl G,eds. Dermatology Volume One. Inggris: Mosby; 2003.p. 287-302
5. Habif T P. Urticaria and Angioedema in : Clinical Dermatology 4th Edition A color Guide To diagnosis and therapy . London: Mosby; 2004.p.129-59.
6. Soter N A . Urticaria and Angioedema in : Fitzpatrick Dermatology in General Medicine 5th Edition Volume One . New York: McGraw Hill;1999.p.1409-19.
7. Sheikh J. Urticaria . ( Online ). (2007 ). ( 22 screens ). Available from : URL:http://www.emedicine.com. Accessed on : 05/06/2008.
8. Orkin M, Maibach H I, Dahl M V. Urticaria and Angioedema in : Dermatology 1st Edition . Minessota. Prentice Hall Intternational Inc. 1991 : 417-21.
9. Baratawidjaja K. Imunologi Dasar. Indonesia: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.p.46-48
10. Linscott M S. Urticaria. ( Online ). ( 2008 ). ( 19 screens ), Available from : URL:http://www.emedicine.com . Accessed on : 05/06/2008.
11. Siregar R S. Urtikaria dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 2. Jakarta: EGC; 2003.p.124-26.
12. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. Urtikaria dan Angioedema dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2006.p.257-61.
13. Stulberg D L, Wolfrey J. Pityriasis Rosea. ( Online ).( 2004 ) ( 17 screens ) . Available from : www.american familyphysician.com. Accessed on : 05/06/2008.
14. Anonymous. Allergic Contact Dermatitis ( Online ). (2008).(4 screens ). Available from : URL:http://www.dermnetNZ.com. Accessed on ; 05/06/2008.
15. Brown R G, Burns T. Berbagai Kelainan Eritematous dan Papuloskuamosa serta Penyakit Kulit akibat Sinar Matahari dalam : Lecture notes dermatologi edisi 8 terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga;2006.p.151-53.
Keracunan Sianida
. PENDAHULUAN
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.(1,2)
Bentuk-bentuk sianida bisa berupa : (2)
1. Inorganic cyanide : Hidrogen sianida (HCN)
2. Cyanide salts ( garam sianida) : Potasium sianida (KCN), sodium sianida (NaCN), calcium sianida (Ca(CN)2
3. Metal cyanide (logam sianida) : potasim silver cyanide ( C2AgN2K), gold(I) cyanide (AuCN), mercury cyanide (Hg(CN)2), zinc cyanide (Zn(CN)2, lead cyanide (Pb(CN)2
4. Metal cyanide salts : sodium cyanourite
5. Cyanogens halides : Cyanogen klorida (CClN), cyanogen bromide (CBrN)
6. Cyanogens : Cyanogen (CN)2
7. Aliphatic nitriles : Acetonitrile (C2H3N), acrylonitrile (C3H3N), butyronitrile ( C4H7N), propionitrile (C3H5N)
8. Cyanogens glycosides : Amygdalin ( C20H27NO11), linamarin (C10H17NO6)
Sianida bisa berupa gas berwarna seperti hydrogen cyanide (HCN) atau cyanogen chloride (CNCl), dapat juga berbentuk kristal seperti sodium cyanide (NaCN) or potassium cyanide (KCN). Kadang- kadang sianida berbau seperti “bitter almond”, tapi sianida tidak selalu berbau, dan tidak semua orang yang bisa mendeteksi bau sianida.(3).
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida pada suhu di bawah 780 F berbentuk cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat. Pada suhu yang lebih tinggi berbentuk gas yang tidak berwarna. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak. Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.(4,5)
Tabel 1. Sifat kima, fisika, dan biologi dari sianida
Hydrogen sianida Cyanogen chloride
Titik didih 25,70C 12,90C
Tekanan uap air/udara 740mmHg 1,000mmHg
Densitas:
Udara
Cair
Padat
0.99 pada 20°C
0.68 g/mL pada 25°C
2.1
1.18 g/mL pada 20°C
Crystal: 0.93 g/mL pada–40°C
Daya uap 1.1 x 106 mg/m3 pada25°C 2.6 x 106 mg/m3 pada 12.9°
Bentuk dan bau Gas dan berbau seperti “bitter almond” Gas atau cairan tidak berwarna
Daya larut:
Dalam air
Dalam bahan pelarut yang lain
Komplit pada suhu 250C
Dapat dicampur sempurna pada bahan pelarut organik lainnya
6.9 g/100 mLpada 20°C
Bisa dicampur dengan bahan organik lainnya tapi campurannya tidak stabil
Deteksi ICAD; M254A1 kit M256A1 kit
Lama hidup:
Dalam tanah
Pada materiel
< 1 jam
Rendah
Tidak tahan lama
Tidak tahan lama
Dekontaminasi pada kulit bila terkena Dengan air atau dengan air sabun Dengan air atau dengan air sabun
II. PENGGUNAAN SIANIDA
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang.. Adapun penggunaan sianida adalah (2,6)
1. Pada perindustrian dan pekerjaan
• Pemadam kebakaran
• Industri karet
• Industri plastic
• Industri kulit
• Pertambangan
• Penyepuhan dengan listrik(electroplating)
• Pengelasan
• Petugas laboratorium dan ahli kimia
• Pekerja yang menggunakan pestisida
• Pengasapan
• Industri kertas
2. Sumber lain yang juga berpotensi sebagai sumber sianida:
• Pembersih kuteks
• Bahan pelarut(aliphatic nitriles)
• Asap rokok
• Buah-buahan seperti apricot, cherry, apel, tanaman tertentu seprti bambu, singkong, almond, bayam, kacang, tepung tapioka
• Asap kendaraan bermotor
• Hasil pembakaran dari material sintetik seperti plastik(buku medical toksikology)
3. Penggunaan pada militer
Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai senjata. Sianida sebagai komponen yang sangat mematikan digunakan untuk meracuni angota keluarga kerajaan dan orang-orang yang dianggap dapat mengganggu keamanan. Tidak itu saja, Napoleon III mengusulkan untuk menggunakan sianida pada bayonet pasukannya Selama perang dunia pertama, Perancis menggunakan asam hidrosianik yang berbentuk gas. Tetapi racun sianida yang berbentuk gas ini mempunyai efek yang kurang mematikan dibandingkan dengan bentuk cairnya.(1)
Sementara itu, pihak Jerman sendiri pada waktu itu telah melengkapi pasukannya dengan masker yang dapat menyaring gas tersebut. Karena kurang efektifnya penggunaan gas ini, maka pada tahun 1916 Perancis mencoba jenis sianida gas lainnya yang mempunyai berat molekul yang lebih berat dari udara, lebih mudah terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan adalah Cyanogen chlorida, yang dibentuk dari potassium sianida. Racun jenis ini sudah cukup efektif pada konsentrasi yang rendah karena sudah bisa mengiritasi mata dan paru. Pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan paralysis hebat pada sistem pernafasan dan sistem saraf pusat.(1)
Dilain pihak, Austria ketika itu juga mengeluarkan gas beracun yang berasal dari potassium sianida dan bromin. Zat ini kemudian disebut sianogen bromida yang mempunyai efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan pada mukosa saluran pernafasan. Selama perang dunia ke II, Nazi Jerman menggunakan asam hidrosianik yang disebut mereka Zyklon B untuk menghabisi ribuan rakyat sipil dan tentara musuh.!,3)
Adapun sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN).(1,5)
III. ASAL PAPARAN SIANIDA
1. Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal hydrogen sianida di udara adalah 0,02-0,20 g/ml tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara sehingga lebih cepat terbang ke angkasa.(1,5,6)
Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat yang sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang jauh lebih tinggi.
2. Mata dan kulit
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar.(2,5,6)
3. Saluran pencernaan (ingested)
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan.(2,5,6)
IV. PATOFISIOLOGI
Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal. Sianida dapat di buang melalui beberapa proses tertentu sebelum sianida berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan dari cyanomethemoglobin (CNMetHb), sebagai hasil dari reaksi antara ion sianida (CN–) dan MetHb.(1,7)
Selain itu juga, sianida dapat dibuang dengan adanya(1)
• Ikatan dengan endothelial-derived relaxing factor (EDRF) dalam hal ini adalah asam nitirit.
• Bahan-bahan metal seperti emas, molibdenum atau komponen organik seperti hidrokobalamin sangat efektif mengeliminasi sianida dari dalam sel.
• Terakhir kali, albumin dapat merangsang kerja enzim dan menggunakan sulfur untuk mengikat sianida.
Sianida dapat dengan mudah menembus dinding sel. Oleh karena itu pihak militer sering menggunakan racun sianida walaupun secara inhalasi, memakan atau menelan garam sianida atau senyawa sianogenik lainnya. Karena sianida ini sebenarnya telah ada di alam walaupun dalam dosis yang rendah, maka tidak heran jika kebanyakan hewan mempunyai jalur biokimia intrinsik tersendiri untuk mendetoksifikasi ion sianida ini. Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida.(1,8)
V. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Seseorang dapat terkontaminasi melalui makanan, rokok dan sumber lainnya. Makan dan minum dari makanan yang mengandung sianida dapat mengganggu kesehatan. Setelah terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12.(1,5)
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia lainnya di dalam darah. Pada percobaan terhadap gas HCN pada tikus didapatkan kadar sianida tertinggi adalah pada paru yang diikuti oleh hati kemudian otak. Sebaliknya, bila sianida masuk melalui sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah di hati. Sianida juga mengakibatkan banyak efek pada sistem kardiovaskuler, termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan tekanan darah di dalam otak. Penelitian pada tikus membuktikan bahwa garam sianida dapat mengakibatkan kematian atau juga penyembuhan total. Selain itu, pada sianida dalam bentuk inhalasi baru menimbulkan efek dalam jangka waktu delapan hari. Bila timbul squele sebagai akibat keracunan sianida maka akan mengakibatkan perubahan pada otak dan hipoksia otak dan kematian dapat timbul dalam jangka waktu satu tahun.(1)
VI. TOKSISITAS
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida adalah;(1,2,9)
• Asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg•min/m3
• Sianogen klorida sekitar 11,000 mg•min/m3.
• Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
• Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.
• Perkiraan dalam bentuk oral 1,52mg/kg
• Ada juga yang melaporkan kematian bisa terjadi pada dosis 200-300 ppm. Dosis 110-135 ppm bisa mengakibatkan kefatalan setelah terpapar 30-60 menit, sedangkan pada konsentrasi 45-54 ppm sianida masih bisa ditoleransi oleh tubuh.
VII. GEJALA KLINIS
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari;(1)
• Dosis sianida
• Banyaknya paparan
• Jenis paparan
• Tipe komponen dari sianida
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.(1,9)
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah;(1,9)
• Hiperpnea sementara,
• Nyeri kepala,
• Dispnea
• Kecemasan
• Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
• Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.(1,9)
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti “cherry-red”, tetapi tanda ini tidak selalu ada(1)
VIII. PENEMUAN OTOPSI PADA KERACUNAN SIANIDA
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase yang mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin. Sianida cukup korosif diantara alkali lainnya, dapat menyebabkan kerusakan jaringan setempat yang tidak berhubungan dengan keracunan yang lebih umum melalui inhibisi enzim.(10)
Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat dikatakan menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya sianmethemoglobin. Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin. Pada beberapa kasus telah ditunjukkan gambaran lebam mayat sianotik gelap, yang mungkin disebabkan kurangnya oksigen dalam sel darah merah oleh karena terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan. Mungkin tidak ada tanda-tanda eksternal yang lain disamping warna kulit dan kemungkinan muntahan hitam disekitar bibir.(10)
Mungkin bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui bahwa banyak orang tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya berhubungan dengan genetik ( bukan berdasarkan pengalaman ). Ini penting diketahui oleh ahli patologi dan pegawai kamar mayat, bahwa keracunan sianida dapat membawa resiko. (10)
Di dalam jaringan mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang disebabkan karena oksi-hemaglobin yang tidak dapat digunakan oleh jaringan - yang mungkin lebih umum terjadi dari pada karena sianmethemoglobin. Garis perut dapat mengalami kerusakan hebat dan terlihat menutupi permukaan, dan dapat terdapat resapan darah pada lekukan mukosa. Ini terutama disebabkan kekuatan alkali yang kuat dari hidrolisa garam-garam natrium dan kalium sianida. Hidrogen sianida itu sendiri menyebabkan kerusakan yang tidak seperti itu. Dalam sedikitnya kasus yang berat, garis perut akan ditandai dengan striae berwarna merah gelap, yang mana rugae telah menutupinya ketika melewati lekukan diantaranya yang relatif tidak merusak.
Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun pendarahan di dinding perut. Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah muda pada mukosa dan mungkin beberapa pendarahan berupa petechiae. Mungkin juga sianida tersebut menjadi kristal / bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti almond.
Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida dapat sudah melewati masuk ke dalam sel cerna. Oesuphagus dapat mengalami kerusakan, terutama pada bagian mukosa oesophagus, yang bisa mengalami perubahan post mortem dari regurgitasi isi perut melalui relaksasi sphincter jantung setelah mati.
Darah yang mengandung sianida pada postmortem sedikit lebih rendah daripada premortem, ini dihubungkan dengan penguapan, formasi tiosinat atau jaringan ikat. Kadar darah postmortem pada korban yang meninggal akibat keracunan sianida akut dilaporkan mencapai 1,1-53g/ml setelah ditelan dan 1-15g/ml setelah dihisap. Sianida juga bisa diperiksa pada sampel jaringan postmortem.(2)
IX. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Sianida bisa diukur dalam plasma, sel darah merah, darah lengkap atau urin. Dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya penurunan tekanan partial oksigen (PO2) dengan adanya asidosis laktat. Pemeriksaan darah dan urin sangat penting pada mereka yang sering terpapar agen ini. Selain itu juga, pemeriksaan ini akan menentukan pemberian jenis terapi. Konsentrasi sianida dalam darah sangat berhubungan dengan gejala klinis yang akan ditimbulkannya.(1,2)
Karena sel darah merah banyak mengandung sianida di dalam darahnya, maka pemeriksaan seluruh komposisi darah sangat diperlukan. Hal ini cukup sulit dilakukan karena waktu paruh sianida yang pendek sehingga kandungan sianida dalam darah dengan cepat dapat berkurang. Oleh sebab itu, faktor waktu dan kondisi tempat penyimpanan sangat penting dalam menentukan hasil pemeriksaan(1,7)
X. TERAPI
Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan.(1,11)
• Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
• Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di dalam ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang.
• Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari manusia, terutama anak-anak.
• Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan air yang banyak. Jangan gunakan pemutih untuk menghilangkan sianida.
Tindakan pertama adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat balai pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan antidotum seperti sodium nitrite dan sodium thiosulfat untuk mencegah keracunan yang lebih serius. Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera ditatalaksana di rumah sakit karena bila terlambat dapat berakibat kematian.(5)
Penggunaan oksigen hiperbarik untuk mereka yang keracunan sianida masih sering dipakai. Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan meningkatkan efek dari antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila pendertia gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam. Perbaikan perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain itu juga, perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian antidotum. Obat vasopressor seperti epinefrin bila timbul hipotensi yang tidak memberi respon setelah diberikan terapi cairan. Berikan obat anti aritmia bila terjadi gangguan pada detak jantung. Setelah itu berikan sodium bikarbonat untuk mengoreksi asidosis yang timbul.(1,11)
Cara kerja obat-obatan diatas adalah dengan menghambat pembentukan ikatan sianida pada sitokrom oksidase dengan bantuan methemoglobin. Methemoglobin akan mengikat sianida dan membuangnya dari dalam sel maupun cairan ekstra seluler. Salah satu keterbatasan mengenai antidotum ini adalah hanya berdasar dari eksperimen menggunakan hewan. Karena itu cukup sulit untuk menilai keberhasilannya pada manusia. Selain itu juga, penelitian ini tidak dibuat bila sedang berada dalam situasi yang besifat emergensi.(1)
XI. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari keracunan sianida adalah keracunan CO karena sama-sama memberikan gambaran cherry red pada lebam mayat. Akan tetapi cherry red pada kasus keracunan sianida ini terjadi karena ikatan sianida dengan methemoglobin, sehingga produksi oksigen meningkat dalam tubuh( oksigen tidak aktif dalam jaringan), inilah yang memberikan warna cherry red pada kulit, sedangkan gambaran cherry red pada keracunan CO disebabkan karena ikatan yang lebih kuat antara CO dengan Hb dibandingkan ikatan antara Hb dengan oksigen.
XII. ASPEK MEDIKOLEGAL
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu atas dasar dari tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, yang kedua untuk mengetahui suatu peristiwa.(12)
Biasanya racun bias diunakan untuk membunuh tapi keracunan bias terjadi secara tidak sengaja pada pekerja yang sering terpapar dengan sianida.(13)
Pasal 133(1) KUHAP : Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.(12)
TAMBAHAN PATOFISIOLOGIS DAN GEJALA KLINIS DIAMBVIL DARI RFERENSI NO 1:
Keterangan dari gambar pada referensi no 1 hal 275:
Sianida bisa dipindahkan dengan beberapa proses sebelum memasuki sel. Kemunkinan proses yang paling penting adalah formasi dari sianomethemoglobin, yang terbentuk jika ion CN bereaksi dengan MetHb. MetHb terbentuk bila Hb bereaksi dengan berbagai macam variasi dari oksidant seperti (nitrite, dimethylaminopheno(DMAP), dan p-aminopropiophenone(PAPP)). Sianida bisa berikatan dengan endothelial-derived relaxing factor(EDRF,yang dipikirkan menjadi nitric oxide). Sianida bisa bertentangan dengan aksi dari carbonic anhydrase dan pH yang rendah, dengan demikian menurunkan konsentrasi dari CN di daerah ekstraselular. Logam berat( seperti gold, molybdenum, atau cobalt salts) atau komponen organik( seperti hidroksikobalamin) bisa membersihkan(detoksifikasi) CN, dimana secara efektif memindahkan CN dari sel. Akhirnya, albumin memperlihatkan sifat seperti enzim dan menggunakan ikatan element sulfur utuk mendetox CN. Secara teori juga mungkin bisa mencegah masuknya CN ke sel dengan memblok mekanisme transpor dengan suatu sbstansi seperti DIDS.
Paling tidak ada 4 enzim intaseluler yang berpengaruh pada proses detoksifikasi CN.
Beberpa reaksi mungkin bisa memperbaiki keracunan CN. Rangsangan metabolisme respirasi bisa memasuki sel dan menstimulasi produksi ATP melalui perbaikan jalur ATP atau substansi tambahan atau mekanisme radikal bebas. Hiperbarik oksigen atau oksigen bis amengurangi keracunan CN dengan cara bersaing dengan CN pada beberapa tempat( seperti sitokrom oksidase pada mitokondria yang menjadi tempat berikatan yang utama bagi CN). Reaksi lain yang mungkin terjadi adalah formasi dari cyanohydrin dengan alpha keto acid, pemblokan dari nitit, dan reaksi dari tempat yang lain(tempat dimana CN bisa berikatan) seperti myoglobin, sitokrom b5, atau komponen electron transport sistem(ETS) yang lain( seperti dinitropheno(DNP).
Penjelasan bagan gejala klinis dari referensi 1 hal 276:
DAFTAR PUSTAKA
1. Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter 10. Pharmacology Division. Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground, Maryland. USA. Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
2. Erdman AE. Cyanide. In: Dart RC. Medical Toxicology.Third edition. USA: A Wolters Kluwer Company.2004. p: 1155-66.
3. Anonymus. Fact About Cyanide.C. Departement Of Health and Human Service. Center for Disease Control and Prevention. 2003. Available from: www.bt.cdc.gov/agent/cyanide/basics/pdf/cyanide-facts.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
4. Anonymus. Hydrogen Cyanide (HCN).UN. available from : www.atsdr.cdc.gov/mhmi/mmg8.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
5. Centers for Disease Control and Prevention. The Facts About Cyanides. New York State Department Of Health. New York. 2004. Available from: www.health.state.ny.us/nysdoh/bt/chemical_terrorism/docs/cyanide_general.pdf. . [Access on: 24th Februari 2008].
6. Leybell I. Toxicity, Cyanide. Available on : : http://emedicine.org/html. [Access on: 24th Februari 2008].
7. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Cyanide. Division of Toxicology and Environmental Medicine. Atlanta. 2006. Available from: www.atsdr.cdc.gov/tfacts8.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
8. Alcorta R, Facep MD, Smoke Inhalation & Hydrogen Cyanide Poisoning. Jems Communication. EMD Pharmaceuticals. Elsevier. 2004. Available from: www.jems.com/data/pdf/smoke-poisoning.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
9. Anonymus. Cyanide 2. Relevance To Public Health. Page 13-23. Available from: www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp8-c2.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
10. Anonymous. Keracunan Zat Korosif dan logam. Available on : http://www.freewebs.com/reef_forensik/index.htm. [Access on: 24th Februari 2008].
11. Anonymus. Cyanide. Departement Of Health and Human Service. Center for Disease Control and Prevention. 2005. Available from: www.bt.cdc.gov/agent/canide/basics/pdf/cyanidecasedef.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
12. Abdul MI. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997.p. 330-31
13. Vijay C. Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi lima. Jakarta: Widya Medika. 1995 .p 330-31
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.(1,2)
Bentuk-bentuk sianida bisa berupa : (2)
1. Inorganic cyanide : Hidrogen sianida (HCN)
2. Cyanide salts ( garam sianida) : Potasium sianida (KCN), sodium sianida (NaCN), calcium sianida (Ca(CN)2
3. Metal cyanide (logam sianida) : potasim silver cyanide ( C2AgN2K), gold(I) cyanide (AuCN), mercury cyanide (Hg(CN)2), zinc cyanide (Zn(CN)2, lead cyanide (Pb(CN)2
4. Metal cyanide salts : sodium cyanourite
5. Cyanogens halides : Cyanogen klorida (CClN), cyanogen bromide (CBrN)
6. Cyanogens : Cyanogen (CN)2
7. Aliphatic nitriles : Acetonitrile (C2H3N), acrylonitrile (C3H3N), butyronitrile ( C4H7N), propionitrile (C3H5N)
8. Cyanogens glycosides : Amygdalin ( C20H27NO11), linamarin (C10H17NO6)
Sianida bisa berupa gas berwarna seperti hydrogen cyanide (HCN) atau cyanogen chloride (CNCl), dapat juga berbentuk kristal seperti sodium cyanide (NaCN) or potassium cyanide (KCN). Kadang- kadang sianida berbau seperti “bitter almond”, tapi sianida tidak selalu berbau, dan tidak semua orang yang bisa mendeteksi bau sianida.(3).
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida pada suhu di bawah 780 F berbentuk cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat. Pada suhu yang lebih tinggi berbentuk gas yang tidak berwarna. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak. Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.(4,5)
Tabel 1. Sifat kima, fisika, dan biologi dari sianida
Hydrogen sianida Cyanogen chloride
Titik didih 25,70C 12,90C
Tekanan uap air/udara 740mmHg 1,000mmHg
Densitas:
Udara
Cair
Padat
0.99 pada 20°C
0.68 g/mL pada 25°C
2.1
1.18 g/mL pada 20°C
Crystal: 0.93 g/mL pada–40°C
Daya uap 1.1 x 106 mg/m3 pada25°C 2.6 x 106 mg/m3 pada 12.9°
Bentuk dan bau Gas dan berbau seperti “bitter almond” Gas atau cairan tidak berwarna
Daya larut:
Dalam air
Dalam bahan pelarut yang lain
Komplit pada suhu 250C
Dapat dicampur sempurna pada bahan pelarut organik lainnya
6.9 g/100 mLpada 20°C
Bisa dicampur dengan bahan organik lainnya tapi campurannya tidak stabil
Deteksi ICAD; M254A1 kit M256A1 kit
Lama hidup:
Dalam tanah
Pada materiel
< 1 jam
Rendah
Tidak tahan lama
Tidak tahan lama
Dekontaminasi pada kulit bila terkena Dengan air atau dengan air sabun Dengan air atau dengan air sabun
II. PENGGUNAAN SIANIDA
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang.. Adapun penggunaan sianida adalah (2,6)
1. Pada perindustrian dan pekerjaan
• Pemadam kebakaran
• Industri karet
• Industri plastic
• Industri kulit
• Pertambangan
• Penyepuhan dengan listrik(electroplating)
• Pengelasan
• Petugas laboratorium dan ahli kimia
• Pekerja yang menggunakan pestisida
• Pengasapan
• Industri kertas
2. Sumber lain yang juga berpotensi sebagai sumber sianida:
• Pembersih kuteks
• Bahan pelarut(aliphatic nitriles)
• Asap rokok
• Buah-buahan seperti apricot, cherry, apel, tanaman tertentu seprti bambu, singkong, almond, bayam, kacang, tepung tapioka
• Asap kendaraan bermotor
• Hasil pembakaran dari material sintetik seperti plastik(buku medical toksikology)
3. Penggunaan pada militer
Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai senjata. Sianida sebagai komponen yang sangat mematikan digunakan untuk meracuni angota keluarga kerajaan dan orang-orang yang dianggap dapat mengganggu keamanan. Tidak itu saja, Napoleon III mengusulkan untuk menggunakan sianida pada bayonet pasukannya Selama perang dunia pertama, Perancis menggunakan asam hidrosianik yang berbentuk gas. Tetapi racun sianida yang berbentuk gas ini mempunyai efek yang kurang mematikan dibandingkan dengan bentuk cairnya.(1)
Sementara itu, pihak Jerman sendiri pada waktu itu telah melengkapi pasukannya dengan masker yang dapat menyaring gas tersebut. Karena kurang efektifnya penggunaan gas ini, maka pada tahun 1916 Perancis mencoba jenis sianida gas lainnya yang mempunyai berat molekul yang lebih berat dari udara, lebih mudah terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan adalah Cyanogen chlorida, yang dibentuk dari potassium sianida. Racun jenis ini sudah cukup efektif pada konsentrasi yang rendah karena sudah bisa mengiritasi mata dan paru. Pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan paralysis hebat pada sistem pernafasan dan sistem saraf pusat.(1)
Dilain pihak, Austria ketika itu juga mengeluarkan gas beracun yang berasal dari potassium sianida dan bromin. Zat ini kemudian disebut sianogen bromida yang mempunyai efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan pada mukosa saluran pernafasan. Selama perang dunia ke II, Nazi Jerman menggunakan asam hidrosianik yang disebut mereka Zyklon B untuk menghabisi ribuan rakyat sipil dan tentara musuh.!,3)
Adapun sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN).(1,5)
III. ASAL PAPARAN SIANIDA
1. Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal hydrogen sianida di udara adalah 0,02-0,20 g/ml tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara sehingga lebih cepat terbang ke angkasa.(1,5,6)
Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat yang sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang jauh lebih tinggi.
2. Mata dan kulit
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar.(2,5,6)
3. Saluran pencernaan (ingested)
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan.(2,5,6)
IV. PATOFISIOLOGI
Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal. Sianida dapat di buang melalui beberapa proses tertentu sebelum sianida berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan dari cyanomethemoglobin (CNMetHb), sebagai hasil dari reaksi antara ion sianida (CN–) dan MetHb.(1,7)
Selain itu juga, sianida dapat dibuang dengan adanya(1)
• Ikatan dengan endothelial-derived relaxing factor (EDRF) dalam hal ini adalah asam nitirit.
• Bahan-bahan metal seperti emas, molibdenum atau komponen organik seperti hidrokobalamin sangat efektif mengeliminasi sianida dari dalam sel.
• Terakhir kali, albumin dapat merangsang kerja enzim dan menggunakan sulfur untuk mengikat sianida.
Sianida dapat dengan mudah menembus dinding sel. Oleh karena itu pihak militer sering menggunakan racun sianida walaupun secara inhalasi, memakan atau menelan garam sianida atau senyawa sianogenik lainnya. Karena sianida ini sebenarnya telah ada di alam walaupun dalam dosis yang rendah, maka tidak heran jika kebanyakan hewan mempunyai jalur biokimia intrinsik tersendiri untuk mendetoksifikasi ion sianida ini. Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida.(1,8)
V. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Seseorang dapat terkontaminasi melalui makanan, rokok dan sumber lainnya. Makan dan minum dari makanan yang mengandung sianida dapat mengganggu kesehatan. Setelah terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12.(1,5)
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia lainnya di dalam darah. Pada percobaan terhadap gas HCN pada tikus didapatkan kadar sianida tertinggi adalah pada paru yang diikuti oleh hati kemudian otak. Sebaliknya, bila sianida masuk melalui sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah di hati. Sianida juga mengakibatkan banyak efek pada sistem kardiovaskuler, termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan tekanan darah di dalam otak. Penelitian pada tikus membuktikan bahwa garam sianida dapat mengakibatkan kematian atau juga penyembuhan total. Selain itu, pada sianida dalam bentuk inhalasi baru menimbulkan efek dalam jangka waktu delapan hari. Bila timbul squele sebagai akibat keracunan sianida maka akan mengakibatkan perubahan pada otak dan hipoksia otak dan kematian dapat timbul dalam jangka waktu satu tahun.(1)
VI. TOKSISITAS
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida adalah;(1,2,9)
• Asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg•min/m3
• Sianogen klorida sekitar 11,000 mg•min/m3.
• Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
• Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.
• Perkiraan dalam bentuk oral 1,52mg/kg
• Ada juga yang melaporkan kematian bisa terjadi pada dosis 200-300 ppm. Dosis 110-135 ppm bisa mengakibatkan kefatalan setelah terpapar 30-60 menit, sedangkan pada konsentrasi 45-54 ppm sianida masih bisa ditoleransi oleh tubuh.
VII. GEJALA KLINIS
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari;(1)
• Dosis sianida
• Banyaknya paparan
• Jenis paparan
• Tipe komponen dari sianida
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.(1,9)
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah;(1,9)
• Hiperpnea sementara,
• Nyeri kepala,
• Dispnea
• Kecemasan
• Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
• Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.(1,9)
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti “cherry-red”, tetapi tanda ini tidak selalu ada(1)
VIII. PENEMUAN OTOPSI PADA KERACUNAN SIANIDA
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase yang mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin. Sianida cukup korosif diantara alkali lainnya, dapat menyebabkan kerusakan jaringan setempat yang tidak berhubungan dengan keracunan yang lebih umum melalui inhibisi enzim.(10)
Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat dikatakan menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya sianmethemoglobin. Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin. Pada beberapa kasus telah ditunjukkan gambaran lebam mayat sianotik gelap, yang mungkin disebabkan kurangnya oksigen dalam sel darah merah oleh karena terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan. Mungkin tidak ada tanda-tanda eksternal yang lain disamping warna kulit dan kemungkinan muntahan hitam disekitar bibir.(10)
Mungkin bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui bahwa banyak orang tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya berhubungan dengan genetik ( bukan berdasarkan pengalaman ). Ini penting diketahui oleh ahli patologi dan pegawai kamar mayat, bahwa keracunan sianida dapat membawa resiko. (10)
Di dalam jaringan mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang disebabkan karena oksi-hemaglobin yang tidak dapat digunakan oleh jaringan - yang mungkin lebih umum terjadi dari pada karena sianmethemoglobin. Garis perut dapat mengalami kerusakan hebat dan terlihat menutupi permukaan, dan dapat terdapat resapan darah pada lekukan mukosa. Ini terutama disebabkan kekuatan alkali yang kuat dari hidrolisa garam-garam natrium dan kalium sianida. Hidrogen sianida itu sendiri menyebabkan kerusakan yang tidak seperti itu. Dalam sedikitnya kasus yang berat, garis perut akan ditandai dengan striae berwarna merah gelap, yang mana rugae telah menutupinya ketika melewati lekukan diantaranya yang relatif tidak merusak.
Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun pendarahan di dinding perut. Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah muda pada mukosa dan mungkin beberapa pendarahan berupa petechiae. Mungkin juga sianida tersebut menjadi kristal / bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti almond.
Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida dapat sudah melewati masuk ke dalam sel cerna. Oesuphagus dapat mengalami kerusakan, terutama pada bagian mukosa oesophagus, yang bisa mengalami perubahan post mortem dari regurgitasi isi perut melalui relaksasi sphincter jantung setelah mati.
Darah yang mengandung sianida pada postmortem sedikit lebih rendah daripada premortem, ini dihubungkan dengan penguapan, formasi tiosinat atau jaringan ikat. Kadar darah postmortem pada korban yang meninggal akibat keracunan sianida akut dilaporkan mencapai 1,1-53g/ml setelah ditelan dan 1-15g/ml setelah dihisap. Sianida juga bisa diperiksa pada sampel jaringan postmortem.(2)
IX. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Sianida bisa diukur dalam plasma, sel darah merah, darah lengkap atau urin. Dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya penurunan tekanan partial oksigen (PO2) dengan adanya asidosis laktat. Pemeriksaan darah dan urin sangat penting pada mereka yang sering terpapar agen ini. Selain itu juga, pemeriksaan ini akan menentukan pemberian jenis terapi. Konsentrasi sianida dalam darah sangat berhubungan dengan gejala klinis yang akan ditimbulkannya.(1,2)
Karena sel darah merah banyak mengandung sianida di dalam darahnya, maka pemeriksaan seluruh komposisi darah sangat diperlukan. Hal ini cukup sulit dilakukan karena waktu paruh sianida yang pendek sehingga kandungan sianida dalam darah dengan cepat dapat berkurang. Oleh sebab itu, faktor waktu dan kondisi tempat penyimpanan sangat penting dalam menentukan hasil pemeriksaan(1,7)
X. TERAPI
Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan.(1,11)
• Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
• Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di dalam ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang.
• Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari manusia, terutama anak-anak.
• Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan air yang banyak. Jangan gunakan pemutih untuk menghilangkan sianida.
Tindakan pertama adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat balai pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan antidotum seperti sodium nitrite dan sodium thiosulfat untuk mencegah keracunan yang lebih serius. Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera ditatalaksana di rumah sakit karena bila terlambat dapat berakibat kematian.(5)
Penggunaan oksigen hiperbarik untuk mereka yang keracunan sianida masih sering dipakai. Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan meningkatkan efek dari antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila pendertia gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam. Perbaikan perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain itu juga, perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian antidotum. Obat vasopressor seperti epinefrin bila timbul hipotensi yang tidak memberi respon setelah diberikan terapi cairan. Berikan obat anti aritmia bila terjadi gangguan pada detak jantung. Setelah itu berikan sodium bikarbonat untuk mengoreksi asidosis yang timbul.(1,11)
Cara kerja obat-obatan diatas adalah dengan menghambat pembentukan ikatan sianida pada sitokrom oksidase dengan bantuan methemoglobin. Methemoglobin akan mengikat sianida dan membuangnya dari dalam sel maupun cairan ekstra seluler. Salah satu keterbatasan mengenai antidotum ini adalah hanya berdasar dari eksperimen menggunakan hewan. Karena itu cukup sulit untuk menilai keberhasilannya pada manusia. Selain itu juga, penelitian ini tidak dibuat bila sedang berada dalam situasi yang besifat emergensi.(1)
XI. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari keracunan sianida adalah keracunan CO karena sama-sama memberikan gambaran cherry red pada lebam mayat. Akan tetapi cherry red pada kasus keracunan sianida ini terjadi karena ikatan sianida dengan methemoglobin, sehingga produksi oksigen meningkat dalam tubuh( oksigen tidak aktif dalam jaringan), inilah yang memberikan warna cherry red pada kulit, sedangkan gambaran cherry red pada keracunan CO disebabkan karena ikatan yang lebih kuat antara CO dengan Hb dibandingkan ikatan antara Hb dengan oksigen.
XII. ASPEK MEDIKOLEGAL
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu atas dasar dari tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, yang kedua untuk mengetahui suatu peristiwa.(12)
Biasanya racun bias diunakan untuk membunuh tapi keracunan bias terjadi secara tidak sengaja pada pekerja yang sering terpapar dengan sianida.(13)
Pasal 133(1) KUHAP : Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.(12)
TAMBAHAN PATOFISIOLOGIS DAN GEJALA KLINIS DIAMBVIL DARI RFERENSI NO 1:
Keterangan dari gambar pada referensi no 1 hal 275:
Sianida bisa dipindahkan dengan beberapa proses sebelum memasuki sel. Kemunkinan proses yang paling penting adalah formasi dari sianomethemoglobin, yang terbentuk jika ion CN bereaksi dengan MetHb. MetHb terbentuk bila Hb bereaksi dengan berbagai macam variasi dari oksidant seperti (nitrite, dimethylaminopheno(DMAP), dan p-aminopropiophenone(PAPP)). Sianida bisa berikatan dengan endothelial-derived relaxing factor(EDRF,yang dipikirkan menjadi nitric oxide). Sianida bisa bertentangan dengan aksi dari carbonic anhydrase dan pH yang rendah, dengan demikian menurunkan konsentrasi dari CN di daerah ekstraselular. Logam berat( seperti gold, molybdenum, atau cobalt salts) atau komponen organik( seperti hidroksikobalamin) bisa membersihkan(detoksifikasi) CN, dimana secara efektif memindahkan CN dari sel. Akhirnya, albumin memperlihatkan sifat seperti enzim dan menggunakan ikatan element sulfur utuk mendetox CN. Secara teori juga mungkin bisa mencegah masuknya CN ke sel dengan memblok mekanisme transpor dengan suatu sbstansi seperti DIDS.
Paling tidak ada 4 enzim intaseluler yang berpengaruh pada proses detoksifikasi CN.
Beberpa reaksi mungkin bisa memperbaiki keracunan CN. Rangsangan metabolisme respirasi bisa memasuki sel dan menstimulasi produksi ATP melalui perbaikan jalur ATP atau substansi tambahan atau mekanisme radikal bebas. Hiperbarik oksigen atau oksigen bis amengurangi keracunan CN dengan cara bersaing dengan CN pada beberapa tempat( seperti sitokrom oksidase pada mitokondria yang menjadi tempat berikatan yang utama bagi CN). Reaksi lain yang mungkin terjadi adalah formasi dari cyanohydrin dengan alpha keto acid, pemblokan dari nitit, dan reaksi dari tempat yang lain(tempat dimana CN bisa berikatan) seperti myoglobin, sitokrom b5, atau komponen electron transport sistem(ETS) yang lain( seperti dinitropheno(DNP).
Penjelasan bagan gejala klinis dari referensi 1 hal 276:
DAFTAR PUSTAKA
1. Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter 10. Pharmacology Division. Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground, Maryland. USA. Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
2. Erdman AE. Cyanide. In: Dart RC. Medical Toxicology.Third edition. USA: A Wolters Kluwer Company.2004. p: 1155-66.
3. Anonymus. Fact About Cyanide.C. Departement Of Health and Human Service. Center for Disease Control and Prevention. 2003. Available from: www.bt.cdc.gov/agent/cyanide/basics/pdf/cyanide-facts.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
4. Anonymus. Hydrogen Cyanide (HCN).UN. available from : www.atsdr.cdc.gov/mhmi/mmg8.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
5. Centers for Disease Control and Prevention. The Facts About Cyanides. New York State Department Of Health. New York. 2004. Available from: www.health.state.ny.us/nysdoh/bt/chemical_terrorism/docs/cyanide_general.pdf. . [Access on: 24th Februari 2008].
6. Leybell I. Toxicity, Cyanide. Available on : : http://emedicine.org/html. [Access on: 24th Februari 2008].
7. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Cyanide. Division of Toxicology and Environmental Medicine. Atlanta. 2006. Available from: www.atsdr.cdc.gov/tfacts8.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
8. Alcorta R, Facep MD, Smoke Inhalation & Hydrogen Cyanide Poisoning. Jems Communication. EMD Pharmaceuticals. Elsevier. 2004. Available from: www.jems.com/data/pdf/smoke-poisoning.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
9. Anonymus. Cyanide 2. Relevance To Public Health. Page 13-23. Available from: www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp8-c2.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
10. Anonymous. Keracunan Zat Korosif dan logam. Available on : http://www.freewebs.com/reef_forensik/index.htm. [Access on: 24th Februari 2008].
11. Anonymus. Cyanide. Departement Of Health and Human Service. Center for Disease Control and Prevention. 2005. Available from: www.bt.cdc.gov/agent/canide/basics/pdf/cyanidecasedef.pdf. [Access on: 24th Februari 2008].
12. Abdul MI. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997.p. 330-31
13. Vijay C. Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi lima. Jakarta: Widya Medika. 1995 .p 330-31
Langganan:
Postingan (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...