Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah (SDM) mengandung hemoglobin abnormal. Anemia sel sabit (atau penyakit Hemoglobin S) adalah salah satu hemoglobinopati yang paling umum terlihat dan berat. Gambaran menonjol dari hemoglobinopati adalah timbulnya sabit pada SDM. Semua hemoglobinopati menghasilkan manifestasi yang sama; namun, anemia sel sabit di mana tegangan oksigen dari darah menurun, Hb berpolimer, Hb rusak, dan SDM menjadi berbentuk sabit. Saat jaringan menjadi lebih hipoksik, makin terjadi bentuk sabit dan terjadi sabit. Sel-sel sabit dirusak oleh limpa dan lebih rapuh daripada SDM normal. Lama hidup SDM juga menurun dari normalnya 120 hari menjadi 17 hari (Martinelli, 1991). Perkembangan ini menyebabkan anemia. Sel sabit menghalangi aliran darah yang menyebabkan hipoksia lanjut, yang sebaliknya menyebabkan pembentukan sabit lanjut.
Prevalensi gen sel sabit yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat mencapai hingga 40% di daerah tertentu. Prevalensi Hb S lebih rendah didapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa bagian di India. Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8% sedangkan status homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3-1,5%.
Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Oleh karena itu, pasien homozigot (Gelehertr, 1999). Individu heterozigot (gen abnormal diwariskan hanya dari salah satu oarangtua) dikatakan memiliki sifat sel sabit. Individu-individu ini umumnya asimtomatik dan memiliki usia harapan hidup yang normal. Sifat sel sabit tidak memperpendek harapan hidup seseorang atau menyebabkan anemia. Ini tidak berubah jadi anemia sel sabit. Namun, selama pemajanan pada lingkungan dengan oksigen sangat rendah, seperti pada saat anestasi, di tempat ketinggian, penerbangan tanpa tekanan dan pada penyakit paru obstruktif kronis (COPD), SDM dari individu dengan sel sabit dapat membentuk sabit yang menyebabkan hipoksia jaringan sementara SDM kembali ke bentuk normal setelah individu kembali ke lingkungan dengan oksigen normal.
Kebanyakan individu dengan penyakit sel sabit menikmati tingkat fungsi yang sesuai bila mereka tidak mengalami komplikasi. Rata-rata lama hidup untuk individu dengan anemia sel sabit adalah 42 tahun (Martinelli, 1991). Stroke, gagal ginjal, dan kerusakan jantung adalah penyebab dari kematian.
1.2 Rumusan Masalah
Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit.
1.3 Tujuan Permasalahan
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit.
1.3.2. Tujuan khusus
- Mampu memahami teori tentang anemia sel sabit
- Mampu melakukan pengkajian pada penderita yang menderita anemia sel sabit.
- Mampu merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien yang menderita anemia sel sabit
- Mampu menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang menderita anemia sel sabit
- Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan yang telah dipelajari pada pasien anemia sel sabit
BAB II
KONSEP DASAR ANEMIA SEL SABIT
2.1 Pengertian Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal.(Noer Sjaifullah,1999)
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer, 2002) Anemia Sel Sabit (Sickle cell anemia).Disebut juga anemia drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S.
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
2.2 Anatomi Fisiologi
Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cairan bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna.
2.3 Penyebab/ etiologi
Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi itu.
Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-sel darah merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit.
Gambar 1. Sel Darah Merah Berbentuk Sabit
Deoksigenasi dapat terjadi karena banyak alasan. Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi mikro secara lebih lambat daripada eritrosit normal, menyebabakan deoksigenasi menjadi lebih lama. Eritrosit Hb S melekat pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran darah. Peningkatan deoksigenasi dapat mengakibatkan SDM berada di bawah titik kritis dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskular. Karena kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit berkelompok, dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri, dan infark organ (Linker, 2001). Berulangnya episode pembentukan sabit dan kembali ke bentuk normal menyebabkan membran sel menjadi rapuh dan terpecah-pecah. Sel-sel kemudian mengalami hemolisis dan dibuang oleh sistem monositmakrofag. Dengan demikian siklus hidup SDM jelas berkurang, dan meningkatnya kebutuhan menyebabkan sumsum tulang melakukan penggantian. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A Sylvia, 2006)
Gambar 2. Menggambarkan siklus krisis infark sel sabit
Deoksigenasi
sel-sel darah
merah
Pembentukan sabit
Infark meningkat
SIKLUS KRISIS Dehidrasi
INFARK SEL SABIT asidosis
Obstruksi mikrovaskular Viskositas darah meningkat
Pembentukan sabit Stasis mikrovaskular
meningkat meningkat
Peningkatan
deoksigenasi
2.4 Patofisiologi
Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai α dan dua rantai β, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai. Trait sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga SDM masih mampu mensintesa kedua rantai β dan βs, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat. Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua gen abnormal dan hanya mempuntai rantai βs dan hanya hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002)
2.5 Gejala
Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya.
Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang ditandai dengan:
semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-tulang panjang)
demam, kadang sesak nafas.
Nyeri perut bisa sangat hebat dan bisa penderita bisa mengalami muntah; gejala ini mirip dengan apendisitis atau suatu kista indung telur.
Pada anak-anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas.
Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya.
Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-lama hati menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah merah yang hancur.
Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur.
Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang.
Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi.
Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi).
2.6 Manifestasi Klinik
No. Sistem Komplikasi Tanda dan Gejala
1. Jantung Gagal jantung kongestif Kardiomegali, takikardi, napas pendek, dispnea sewaktu kerja fisik, gelisah
2. Pernapasan Infark paru, pneumonia Nyeri dada, batuk, sesak napas, demam, gelisah
3. Saraf Pusat Trombosis serebral Afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan kandung kemih
4. Genitourinaria Disfungsi ginjal Nyeri pinggang, hematuria
5. Gastrointestinal Kolesistitis, fibrosis hati, abses hati Nyeri perut, hepatomegali, demam
6. Okular Ablasio retina, penyakit pembuluh darah perifer, perdarahan Nyeri, perubahan penglihatan, buta
7. Skeletal Nekrosis aseptik kaput femoris dan kaput humeri Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki
8. Kulit Ulkus tungkai kronis Nyeri, ulkus terbuka dan mengering
2.7 Prognosis/ penatalaksanaan
Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak. Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi SDM hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik. Pada kehamilan usuhakan agar Hb 10-12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot.(Noer Sjaifullah, 1999)
2.8 Pengobatan
Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan sabit, karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan dan penunjang. Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini dan pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami hipoksia. Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi dapat mengenai setiap bagian tubuh. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitis. Transfusi juga diperlukan selama kehamilan. Penderita seringkali cacat karena adanya nyeri berulang yang kronik karena adanya kejadian-kejadian oklusi pada pembuluh darah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA SEL SABIT
3.1 Pengkajian Keperawatan
Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita anemia sel sabit yaitu :
1. Pengumpulan data
a. Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b. Identitas penanggung
c. Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan pasien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan oleh kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit
e. Riwayat kesehatan sekarang
- Klien terlihat keletihan dan lemah
- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
- Mengeluh nyeri mulut dan lidah
f. Pemeriksaan fisik
Aktivitas/ istirahat
Gejala: Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari, kehilangan produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat
Tanda: Tidak bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)
Sirkulasi
Gejala: Palpitasi atau nyeri dada anginal
Tanda: Takikardi, disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah, pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.
Eliminasi
Gejala: Sering berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)
Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, hepatomegali, asites, urine encer, kuning pucat, hematuria, berat jenis urine menurun
Integritas ego
Gejala: Mudah marah, kuatir, takut
Tanda: Ansietas, gelisah
Makanan/ cairan
Gejala: Haus, anoreksia, mual/ muntah
Tanda: Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas cubitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.
Hygiene
Gejala: Keletihan/ kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri
Tanda: Ceroboh, penampilan tidak rapi
Neurosensori
Gejala: Sakit kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada ekstremitas
Tanda: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang
Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri punggung, sakit kepala
Tanda: Penurunana rentang gerak, gelisah
Pernapasan
Gejala: Dispnea saat bekerja/ istirahat
Tanda: Distres pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas menurun, mengi
Keamanan
Gejala: Riwayat transfusi
Tanda: Demam ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman penglihatan
Seksualitas
Gejala: Kehilangan libido, amenorea, priapisme
Tanda: Maturitas seksual terlambat, serviks dan dinding vagina (anemia)
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Jumlah Darah Lengkap ( JDL): Leukosit dan trombosit menurun
b. Retikulosit: jumlah dapat bervariasi dari 30% – 50%
c. Pewarnaan SDM: menunjukkan sebagian sabit atau lengkap
d. LED: meningkat
e. Eritrosit: menurun
f. GDA: dapat menunjukkan penurunan PO2
g. Billirubin serum: meningkat
h. LDH: meningkat
i. TIBC: normal sampai menurun
j. IVP: mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
k. Radiografik tulang: mungkin menunjukkan perubahan tulang
l. Rontgen: mungkin menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
2. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan.
4. Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
3.3 Tindakan/ Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah, yang ditandai oleh: dispnea, gelisah, takikardia, dan sianosis (hipoksia).
Tujuan Umum: Tidak terdapatnya sekret
Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan ventilasi/ oksigenasi dan bunyi napas normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
Awasi frekuensi/ kedalaman pernapasan, area sianosis.
Auskultasi bunyi napas, catat adanya/ takadanya, dan bunyi adventisisus.
Kaji laporan nyeri dada dan peningkatan kelemahan.
Bantu dalam mengubah posisi, batuk dan napas dalam.
Kaji tingkat kesadaran.
Kaji toleransi aktivitas; tempatkan pasien pada tirah baring.
Dorong pasien untuk memilih periode istirahat dan aktivitas.
Peragakan dan dorong penggunaan teknik relaksasi.
Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
Batasi pengunjung/ staf.
Kolaborasi
Berikan suplemen O2 sesuai indikasi.
Lakukan/ bantu fisioterapi dada.
Berikan pak SDM atau transfusi tukar sesuai indikasi.
Indikator keadekuatan fungsi pernapasan atau tingkat gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.
Terjadinya atelektasis dan stasis sekret dapat mengganggu pertukaran gas.
Menggambarkan terjadinya infeksi paru, yang meningkatkankerja jantung dan kebuttuhan oksigen.
Meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan sekresi, dan menurunkan stasis sekret.
Jaringan otak sangat sensitif pada penurunan oksigen dan merupakan indikator dini terjadinya hipoksia.
Penurunan kebutuhan metabolik tubuh menurunkan kebutuhan O2.
Melindungi dari kelelahan berlebihan.
Relaksasi menurunkan teganagn otot dan ansietas.
Masukan yang mencukupi perlu untuk mobilisasi sekret.
Melindungi dari potensial sumber infeksi pernapasan.
Memaksimalkan transpor O2 ke jaringan, khususnya pada adanya gangguan paru/ pneumonia.
Dilakukan untuk memobilisasi sekret dan meningkatkan pengisian udara area paru.
Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, melarutkan persentase hemoglobin S (untuk mencegah sabit) dan merusak sel sabit.
Diagnosa keperawatan: Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis, yang ditandai oleh: penurunan tanda vital, pucat, gelisah, nyeri tulang, angina, dan gangguan penglihatan.
Tujuan Umum: Perfusi jaringan adekuat
Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan yang dibuktikan oleh tanda vital yang stabil.
Intervensi Rasional
Mandiri
Awasi tanda vital dengan cermat. Kaji nadi untuk frekuensi, irama, dan volume.
Pengendapan dan sabit pembuluh perifer dapat menimbulkan obliterasi lengkap/ terjadi penurunan perfusi jaringan pada sekitar pembuluh darah.
Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, sianosis, diaforesis, pelambatan pengisian kapiler. Perubahan menunjukkan penurunan sirkulasi/ hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler.
Catat perubahan dalam tingkat kesadaran. Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi SSP akibat iskemia atau infark.
Pertahankan pemasukkan cairan adekuat. Dehidrasi tidak hanya menyebabkan hipovolemia tetapi meningkatkan pembentukan sabit dan oklusi kapiler.
Pertahankan suhu lingkungan dan kehangatan tubuh. Mencegah vasokontriksi; membantu dalam mempertahankan sirkulasi dan perfusi.
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Darah lenkap, BUN
Penurunan perfusi jaringan dapat menimbulkan infark organ jaringan seperti otak, hati, limpa, ginjal dsb.
Berikan cairan hipo-osmolar (mis. Cairan garam faal 0,45) melalui pompa infus. Hidrasi menurunkan konsentrasi Hb S dalam SDM, yang menurunkan kecenderungan sabit, dan juga menurunkan viskositas darah yang membantu untuk mempertahankan perfusi.
Berikan agen antisabit percobaan (mis, natrium sianat) dengan hati-hati. Agen antisabit ditujukan pada hidup panjang eritrosit dan mencegah sabit dengan mempengaruhi perubahan membran sel.
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan, yang ditandai oleh: anoreksia, dehidrasi (muntah, diare, demam).
Tujuan Umum: Intake cairan terpenuhi
Tujuan Khusus: Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Intervensi Rasional
Mandiri
Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat. Timbang tiap hari.
Pasien dapat menurunkan pemasukan cairan selama periode krisis karena malaise, anoreksia dsb.
Perhatikan karakteristik urine dan berat jenis. Ginjal dapat kehilangannya untuk mengkonsentrasikan urine, mengakibatkan kehilangan banyak urine encer.
Awasi tanda vital. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
Observasi demam, perubahan tingkat kesadaran, turgor kulit buruk, nyeri. Gejala yang menunjukkan dehidrasi.
Awasi tanda vital dengan ketat selama transfusi darah dan catat adanya dispnea, ronki, mengi, batuk, dan sianosis. Jantung dapat kelelahan dan cenderung gagal karena kebutuhan pada status anemia.
Kolaborasi
Berikan cairan sesuai indikasi.
Penggantian atas kehilangan/ defisit: dapat memperbaiki ginjal pada SDM.
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Hb/Ht, elektrolir serum dan urine. Peningkatan menunjukkan hemokonsentrasi. Kehilangan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine dapat mengakibatkan penurunan Na+, K+, dan Cl+ serum.
Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah, yang ditandai oleh: nyeri lokal, menyebar, berdenyut, perih, sakit kepala.
Tujuan Umum: Mengurangi nyeri
Tujuan Khusus: Menyatakan nyaeri berkurang; menunjukkan postur badan rileks, bebas bergerak; meningkatkan asupan cairan.
Intervensi Rasional
Kaji berat dan lokasi nyeri. Tempat nyeri yang sering adalah sendi dan ekstremitas, dada, dan abdomen. Jaringan dan organ sangat peka terhadap trombosis mikrosirkulasi dengan akibat kerusakan hipoksik; hipoksia menyebabkan nyeri.
Berikan analgetik sesuai rsesp. Perhitungkan pemakaian anagelsik yang dikontrol pasien. Anageltik oploid penting untuk mengurangi nyeri yang berat.
Dukung asupan cairan peroral dan berikan cairan IV sesuai resep; memantau asupan dan haluaran cairan. Cairan akan memperbaiki hemodilusi dan menguraiakn algutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kecil.
Posisikan pasien dengan hati-hati dan sangga daerah nyeri; dukung penggunaan teknik relaksasi dan latihan pernapasan. Nyeri sendi dapat dikurangi selama krisis dengan gerakan yang hati-hati dan penggunaan kompres panas; teknik relaksasi dan latihan pernapasan dapat berfungsi sebagai pelemas. Penyumbatan pembuluh darah oleh sel sabit akan menurunkan sirkulasi.
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi, yang ditandai oleh: turgor kulit buruk, kulit kering, pucat.
Tujuan Umum: Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria: kulit segar, sirkulasi darah lancar.
Tujuan Khusus: Mencegah cedera; berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan faktor resiko/kerusakan kuilt.
Intervensi Rasional
Mandiri
Sering ubah posisi, bahkan bila duduk di kursi.
Mencegah tekanan jaringan lama dimana sirkulasi telah terganggu, menurunkan resiko trauma jaringan/ iskemia.
Inspeksi kulit/ titik tekanan secara teratur untuk kemerahan, beriakan pijatan lembut. Sirkulasi buruk pada jaringan, mencegah kerusakan kulit.
Pertahankan permukaan kulit kering dan bersih; linen kering/ bebas kerutan. Lembab, area terkontaminasi memberikan media yang baik untuk pertumbuhan organisme patogen.
Awasi tungkai terhadap kemerahan, perhatikan dengan ketat terhadap pembentukan ulkus. Potensi jalan masuk untuk organisme patogen. Pda adnya gangguan sistem imun, ini meningkatkanresiko infeksi/ pelambatan penyembuhan.
Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk. Meningkatkan aliran balik vena menurunkan stasis vena/ pembentukan edema.
Kolaborasi
Berikan kasur air atau tekanan udara.
Menurunkan tekanan jaringan dan membantu dalam memaksimalkan perfusi seluler untuk mencegah cedera.
Awasi status area iskemik, ulkus. Perhatikan distribusi, ukuran, kedalaman, karakter, dan drainase. Perbaikan atau lambanya penyembuhan menunjukkan status perfusi jaringan dan keefektifan intervensi.
Siapkan untuk/ bantu oksigenasi pada ulkus. Memaksimalkan pemberian oksigen ke jaringan, meningkatkan penyembuhan
Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya, yang ditandai oleh: pertanyaan; meminta informasi; tidak akurat mengikuti intruksi; dan ansietas.
Tujuan Umum: Memahami tentang penyakitnya
Tujuan Khusus: Menyatakan pemahaman proses penyakit, termasuk gejala krisis; melakukan perilaku yang perlu/perubahan pola hidup untuk mencegah komplikasi.
Intervensi Rasional
Berikan informasi tentang penyakitnya. Memberikan dasar pengethuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Menberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan pasien untuk memilih informasi.
Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4-6 liter cairan perhari. Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit/ krisis.
Dorongb latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.
3.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana haurs direvisi sesuai kebutuhan pasien.
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan/ kriteria: evaluasi pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut:
Mengatakan pemahaman situasi/ faktor resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria:
Menunjukkan teknik/ perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan pengobatan dengan kriteria:
c. Mengidentifikasikan hubungan tanda/ gejala penyebab.
d. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasikan perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria:
f. Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
g. Menyukai diri sebagai orang yang berguna.
Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria:
h. Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria:
i. Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan denagn nilai laboratorium normal.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.
Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam.
Gejala klinis yang biasa terjadi pada seseorang yang gangguan anemia sel sabit dapat berupa : nyeri, pucat, kelemahan dan keletihan, palpitasi, takikardia, diare dan penurunan haluaran urin, penurunan nafsu makan, mual dan muntah, kulit kering, nafas pendek, gangguan penglihatan dan demam.
Pengkajian yang dilakukan pada klien yang anemia dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah; perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis; resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan; nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah; resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi; serta kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
Implementasi keperawatan pada klien anemia sel sabit harus sesuai dengan intervensi atau rencana keperawatan yang telah dibuat. Oleh karena itu perawat harus memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
4.2 Saran
Karena penyakit dapat menimbulkan krisis yang berbahaya, mereka yang mengidap anemia sel sabit perlu bekerja keras untuk mempertahankan kesehatan yang baik. Mereka dapat melakukan hal ini dengan menjaga kebersiahn pribadi, dengan menghindari aktivitas yang berat yang berkepanjangan, dan dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang dan baik.
Para penderita anemia sel sabit hendaknya juga melakukan pemeriksaan medis yang teratur. Jika penderita anemia sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan teratur, maka ini memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit untuk hidup secara normal.
Dengan mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit, diharapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan harus secara profesional dan komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku. EGC: Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC: Jakarta
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. EGC: Jakarta
Minggu, 25 Oktober 2009
KOMUNIKASI DENGAN PASIEN ANAK
1.1. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu cara individu untuk melakukan interaksi dengan individu yang lain. Tanpa komunikasi, individu akan sulit mengungkapkan keinginan, pendapat dan menjalankan hubungan silaturahmi dengan individu lain. Komunikasi sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial individu. Bayangkan, apa yang terjadi jika antara satu individu dengan individu yang lain tidak mengetahui bagaimana cara berkomunikasi, kehidupan sosial tidak akan terjadi, informasi tidak didapatkan dan masyarakat akan menjalani kehidupan yang membosankan karena tidak dapat mencurahkan ide, pendapat dan perasaan mereka.
Komunikasi erat kaitanya dengan sistem indera, misalnya pendengaran. Untuk dapat memahami apa yang dikatakan secara verbal, kita harus mendengarkan. Jika pendengaran terganggu maka akan sulit untuk memahami informasi yang disampaikan secara lisan. Masih banyak lagi contoh hubungan komunikasi dengan sistem indera.
Perkembangan teknologi memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan informasi dalam jarak jauh. Komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan media massa ataupun elektronik, hanya saja tidak selamanya komunikasi yang dilakukan ini efektif. Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi yang sedang kita alami.
Komunikasi tidak hanya dilakukan ketika sudah mampu untuk berbicara. Sebenarnya dari awal kelahiran manusia sudah melakukan komunikasi. Meskipun tangisan yang dilakukan oleh anak masih sulit dibedakan. Untuk memahami komukasi yang dilakukan oleh anak, hendaknya perawat harus memiliki ilmu, baik tentang komunikasi, kepribadian anak sehingga dalam menjalankan asuhan keperawatan anak menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan anak, baik yang sehat maupun yang sakit.
1.2. Tujuan Penulisan
Memahami arti dari komunikasi
Menjelaskan perkembangan bicara pada anak
Memahami makna komunikasi yang dilakukan oleh anak
Menjelaskan teknik-teknik ketiak berkomunikasi dengan anak yang sehat atau sakit.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Pengertian Komunikasi
Menurut Davis, komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dan pemahamannya dari seseorang ke orang lain. Selain itu, Farland berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses interaksi antar manusia dan mempunyai arti. Secara umum, persepsi masyarakat tentang arti komunikasi adalah suatu penyampaian informasi yang hanya dilakukan secara verbal, baik tulisan maupun lisan. Akan tetapi, ruang lingkup komunikasi tidak hanya secara verbal saja, tetapi juga secara non verbal, yaitu berupa gerak tubuh dan simbol-simbol yang mempunyai makna. Setiap setelah melakukan komunikasi, akan terdapat suatu interaksi timbal balik antara si pengirim dan penerima pesan. Jadi, dapat disimpulkan, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seseorang ke orang lain baik secara verbal maupun non verbal atau menggunakan simbol-simbol dan menimbulkan interaksi timbal balik antara pengirim dan penerima pesan.
Komunikasi memiliki 4 fungsi yang hampir semua komunikasi menjalankan satu atau lebih dari 4 fungsi ini :
Mengendalikan Prilaku
Fungsi ini menekankan pada suatu informasi yang berisi tentang aturan yang harus dipatuhi untuk memperbaiki prilaku. Berikut adalah contohnya :
Seorang anak berusia 2 tahun yang senang menjambak rambut orang yang ada di dekatnya, maka untuk mengendalikan perilaku anak itu, kita harus memberikan pengertian kepadanya bahwa apa yang dia lakukan tidak baik.
2. Perkembangan Motivasi
Fungsi ini menjelaskan pentingnya komunikasi dalam memberikan support atas apa yang dilakukan seseorang yang memiliki dampak positif bagi orang tersebut. Misalnya :
Tn. Nick baru pertama kali melakukan ambulasi didampingi dengan perawat Nina. Ketika Tn.Nick merasa putus asa karena merasa tidak mampu melakukannya, perawat Nina memberikan motivasi kepadanya, “ Ayo, Tn. Nick. Anda pasti bisa melakukannya.”
Pengungkapan Emosional
Dalam hal ini komunikasi berfungsi untuk mengungkapkan perasaan marah, sedih, senang dsb. Sebagai contoh, seorang bayi yang menangis karena haus atau lapar, menggunakan tangisan untuk komunikasi, cemas tanpa sadar bayi akan menghisap jempolnya untuk meredakan kecemasannya.
Informasi
Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan ide, pendapat dan suatu berita baik atau buruk. Misalnya :
Seorang anak berusia 4 tahun memberikan informasi tentang apa yang sudah dialaminya ketika belajar dikelasnya,.”Hari ini aku dipuji sama ibu guru karena gambar yang ku buat sangat bagus.” Atau anak ingin memberitahukan apa yang diinginkannya “Aku ingin permen.”
Elemen proses komunikasi dimulai dari referen, yaitu suatu ide yang ingin disampaikan baik berupa objek, emosi atau tindakan. Pengirim pesan, yaitu subjek yang berperan untuk menyampaikan referen. Pesan, yaitu informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Saluran, medium pembawa pesan, baik berupa panca indera manusia maupun media elektronik. Penerima pesan, merupakan sasaran dan arah pesan yang disampaikan dan sebagai pemberi respon. Kemampuan pengirim dan penerima, merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh pengirim dan penerima. Dalam melakukan komunikasi tinjau lebih dahulu pengetahuan lawan bicara, hindari pemakaian istilah yang tidak dipahami oleh lawan bicara. Respon atau umpan balik akan ada jika pengirim pesan memberikan kesempatan kepada penerima pesan untuk memberi penjelasan.
2.1. Tipe Komunikasi F. Philip Rice
Menurut F. Philip Rice ada enam tipe komunikasi, yaitu :
Tipe Terbuka
Merupakan tipe komunikasi saling terbuka antara satu individu dengan individu yang lain. Individu I dan individu II secara leluasa dapat bercerita, mengekspresikan perasaanya dan pikirannya serta berdiskusi.
Tipe Permukaan
Komunikasi tipe ini terjalain bukan pada hal-hal penting : tidak riil, tidak detail dan hanya sekedar basa-basi sebatas permukaan. Komunikasi dapat terwujud karena tidak ada saling terbuka, penyebabnya bias perasaan takut mengecewakan, malu dan sebagainya.
Tipe Mengabaikan
Antara individu I dan individu II saling menghindar, sehingga tidak terjalin komunikasi. Tipe ini hampir sama dengan tipe permukaan. Hanya saja, pada tipe ini cara bicara antar individu saling terbawa emosi.
Tipe Komunikasi Salah
Tipe komunikasi yang terlalu menuntut keinginan diri sendiri. Bila tidak sesuai dengan yang duharapkan individu akan marah. Akibatnya lawan bicara takut berbuat salah.
Tipe Komunikasi Satu Arah
Komunikasi yang dilakukan oleh satu figur dominan yang berkomunikasi. Hanya ia yang boleh menentukan kapan lawan boleh bicara atau tidak.
Tipe Tanpa Ada Komunikasi
Komunikasi jarang terjadi meskiipun sebetulnya diantara individu tidak ada konflik nyata.
2.3. Tahapan Perkembangan Bicara Anak
Menangis adalah “percakapan sosial” pertama sang bayi. Tangisan di bulan pertama terdengar monoton, baik ketika ia lapar, sakit, ataupun merasa tak nyaman. Melalui tangisan, bayi berinteraksi dengan lingkungan. Ia tengah berkomunikasi untuk menyampaikan kebutuhannya kepada orang lain.
Sebaliknya, dengan menangis si kecil belajar, setiap tangisan ternyata punya makna tersendiri. Penggunaannya berbeda-beda dan bisa ditangkap maksudnya oleh orang lain.
1-4 BULAN: BAHASA TUBUH DAN SUARA VOKAL (smiling, cooing)
Sampai usia 4 bulan, bayi masih banyak berkomunikasi dengan cara menangis. Namun di usia 1,5 bulan si kecil mulai memunculkan tangis yang berbeda-beda. Tangisannya tidak lagi monoton seperti ketika baru lahir. Contoh:
Bila sakit diungkapkan dengan tangisan melengking keras diselingi rengekan dan rintihan.
Bila merasa tak nyaman akibat kepanasan atau cari perhatian umumnya bayi mengeluarkan rengekan yang terputus-putus.
Tangisan lapar terdengar keras dan panjang diselingi gerakan mengisap pada mulut mungilnya.
Di usia ini, selain menangis bayi berkomunikasi dengan menggumam bunyi vokal meski belum begitu jelas. Umumnya terdengar seperti bunyi “aaah” atau “oooh”.
Ada juga yang bergumam “uuuh” dan “eeeh”. Gumaman ini biasanya keluar saat bayi “mengutarakan” perasaan, seperti senang atau tak suka. Ketika gembira diajak bermain, gumaman yang keluar mungkin bernada panjang “aaah”.
Gumaman ini sebetulnya merupakan hasil tekanan pada otot-otot bicaranya.
Di usia 4 bulan, bayi mulai tertawa nyaring dan mampu mengeluarkan suara dari tenggorokan. Jadi, tak lagi hanya sebatas gumaman. Ia juga mulai mengekspresikan keterampilannya menunjukkan bahasa tubuh. Kendati bentuknya masih amat sederhana, seperti tersenyum saat memandang wajah orang yang dikenalnya, mengerutkan dahi ketika merasa tak nyaman, dan mulai memalingkan wajah ke arah sumber bunyi ketika dipanggil.
5-7 BULAN: KELUAR OCEHAN (babbling)
Di usia ini bayi mulai mengeluarkan suara ocehan pendek berupa suku kata (gabungan huruf mati dan huruf hidup), seperti “ba”, “da”. Ocehannya masih terbatas pada bunyi-bunyi eksplosif awal yang muncul karena adanya perubahan mekanisme suara.
Bayi amat senang dengan bentuk komunikasi berupa ocehan ini. Jika gembira bermain, bayi akan mengeluarkan ocehan yang lebih lama dan panjang. Ocehan ini kelak akan berkembang menjadi celoteh (memadukan berbagai suku kata) dan selanjutnya menjadi kata demi kata.
Di usia ini, bayi juga mulai belajar mengomunikasikan perasaannya tidak melulu lewat tangisan. Kalau ia tak suka, misalnya, ia mengeluarkan suara seperti melenguh. Sebaliknya, jika sedang merasa senang, ocehannya bertambah keras. Bahkan akan menjerit kesenangan meski belum dengan nada tinggi.
7-8 BULAN: OCEHAN MENINGKAT (babbling)
Ocehan bayi makin panjang, semisal “bababa” atau “dadada”. Kuantitasnya juga meningkat dengan cepat di antara bulan ke-6 sampai ke-8. Di tenggang waktu ini, orangtua diharapkan memberi stimulasi yang tepat dengan lebih sering mengajak bayi bercakap-cakap dalam intonasi naik turun dan ekspresif agar mudah ditangkap.
8-12 BULAN: KELUAR CELOTEHAN PANJANG (lalling)
Ocehan konsonan-vokal seperti “dadada”, “uh-uh-uh” dan “mamama” akan meningkat jadi celoteh yang maknanya dalam. Pertama, berceloteh adalah dasar bagi perkembangan berbicara. Kedua, celoteh adalah bagian dari komunikasi bayi dengan orang lain. Ini terlihat ketika ia mendapat respons terhadap celotehnya, bayi akan lebih giat berceloteh dibandingkan bila ia berceloteh sendirian. Ketiga, dengan berceloteh bayi merasa menjadi bagian dari kelompok sosial karena celotehnya ditanggapi. Ini akan membuat bayi mengembangkan rasa percaya dirinya yang kelak akan sangat menentukan kemandiriannya.
11-14 BULAN: KATA-KATA PERTAMANYA NYARIS LENGKAP (speaking)
Secara spesifik, bayi mampu mengucapkan satu patah kata yang berarti meskipun belum sempurna/lengkap, misalnya “ma” untuk mama, “pa” untuk papa, “num” untuk minum, dan “nen” untuk menetek. Di usia ini bayi juga sudah mampu melakukan tugas yang diminta seperti “lempar bolanya!” atau “ayo minum” sambil orangtua menunjuk benda yang dimaksud.
2.4. Mengenal Temperamen Anak
Salah satu yang menpengarui atau menentukan kepribadian anak yaitu temperamen. Utnuk dapat berkomunikasi dengan baik, perawat hendaknya memhami temparamen anak yang dia asuh terlebih dahulu. Menurut Hipocrates (460 – 375 SM) teperamen manusia ada 4 yang kadarnya berbeda. Namun terdapat temperamen yang paling menonjol diantara keempatnya.
Tipe Phelgmatic
Anak cenderung pendiam meskipun dalam keadaan sakit, dia tidak banyak bicara. Perawat harus lebih proaktif untuk memancingnya berbicara.
Tipe Sanguine
Anak dengan tipe sanguine lebih senang bermain. Cirinya adalah cenderung gembira, ceria dan mudah akrab dengan orang lain, pandai bercerita, tidak mudah marah maupun sedih. Hanya saja sulit untuk diajak serius.
Tipe Choleric
Anak terlihat gesit dan nyaris tidak pernah diam. Paling tidak suka diatur, punya kemauan sendiri dan cukup keras. Anak temperamen ini cenderung mengabaikan perasaan orang lain daan sulit bertenggang rasa terhadap usaha dan perasaan yang tengah dilakukan. Untuk menghadapi anak seperti ini harus bersikap bijaksana.
Tipe Melankolis
Anak sangat sensitive dan berperasaan halus, cenderung pendiam dan tertutup dan kurang bias mengekspresikan perasaannya. Perawat mesti pandai- pandai menjaga perasaanya. Jangan sampai menyinggung dan membuat hatinya terluka. Bila dia berbuat salah tegur dengan halus dan terfokus terhadap kesalahan yang dilakukannya. Hindari cara-cara kasar dan melabelinya dengan sebutan negatif.
Komunikasi merupakan suatu cara individu untuk melakukan interaksi dengan individu yang lain. Tanpa komunikasi, individu akan sulit mengungkapkan keinginan, pendapat dan menjalankan hubungan silaturahmi dengan individu lain. Komunikasi sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial individu. Bayangkan, apa yang terjadi jika antara satu individu dengan individu yang lain tidak mengetahui bagaimana cara berkomunikasi, kehidupan sosial tidak akan terjadi, informasi tidak didapatkan dan masyarakat akan menjalani kehidupan yang membosankan karena tidak dapat mencurahkan ide, pendapat dan perasaan mereka.
Komunikasi erat kaitanya dengan sistem indera, misalnya pendengaran. Untuk dapat memahami apa yang dikatakan secara verbal, kita harus mendengarkan. Jika pendengaran terganggu maka akan sulit untuk memahami informasi yang disampaikan secara lisan. Masih banyak lagi contoh hubungan komunikasi dengan sistem indera.
Perkembangan teknologi memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan informasi dalam jarak jauh. Komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan media massa ataupun elektronik, hanya saja tidak selamanya komunikasi yang dilakukan ini efektif. Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi yang sedang kita alami.
Komunikasi tidak hanya dilakukan ketika sudah mampu untuk berbicara. Sebenarnya dari awal kelahiran manusia sudah melakukan komunikasi. Meskipun tangisan yang dilakukan oleh anak masih sulit dibedakan. Untuk memahami komukasi yang dilakukan oleh anak, hendaknya perawat harus memiliki ilmu, baik tentang komunikasi, kepribadian anak sehingga dalam menjalankan asuhan keperawatan anak menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan anak, baik yang sehat maupun yang sakit.
1.2. Tujuan Penulisan
Memahami arti dari komunikasi
Menjelaskan perkembangan bicara pada anak
Memahami makna komunikasi yang dilakukan oleh anak
Menjelaskan teknik-teknik ketiak berkomunikasi dengan anak yang sehat atau sakit.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Pengertian Komunikasi
Menurut Davis, komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dan pemahamannya dari seseorang ke orang lain. Selain itu, Farland berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses interaksi antar manusia dan mempunyai arti. Secara umum, persepsi masyarakat tentang arti komunikasi adalah suatu penyampaian informasi yang hanya dilakukan secara verbal, baik tulisan maupun lisan. Akan tetapi, ruang lingkup komunikasi tidak hanya secara verbal saja, tetapi juga secara non verbal, yaitu berupa gerak tubuh dan simbol-simbol yang mempunyai makna. Setiap setelah melakukan komunikasi, akan terdapat suatu interaksi timbal balik antara si pengirim dan penerima pesan. Jadi, dapat disimpulkan, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seseorang ke orang lain baik secara verbal maupun non verbal atau menggunakan simbol-simbol dan menimbulkan interaksi timbal balik antara pengirim dan penerima pesan.
Komunikasi memiliki 4 fungsi yang hampir semua komunikasi menjalankan satu atau lebih dari 4 fungsi ini :
Mengendalikan Prilaku
Fungsi ini menekankan pada suatu informasi yang berisi tentang aturan yang harus dipatuhi untuk memperbaiki prilaku. Berikut adalah contohnya :
Seorang anak berusia 2 tahun yang senang menjambak rambut orang yang ada di dekatnya, maka untuk mengendalikan perilaku anak itu, kita harus memberikan pengertian kepadanya bahwa apa yang dia lakukan tidak baik.
2. Perkembangan Motivasi
Fungsi ini menjelaskan pentingnya komunikasi dalam memberikan support atas apa yang dilakukan seseorang yang memiliki dampak positif bagi orang tersebut. Misalnya :
Tn. Nick baru pertama kali melakukan ambulasi didampingi dengan perawat Nina. Ketika Tn.Nick merasa putus asa karena merasa tidak mampu melakukannya, perawat Nina memberikan motivasi kepadanya, “ Ayo, Tn. Nick. Anda pasti bisa melakukannya.”
Pengungkapan Emosional
Dalam hal ini komunikasi berfungsi untuk mengungkapkan perasaan marah, sedih, senang dsb. Sebagai contoh, seorang bayi yang menangis karena haus atau lapar, menggunakan tangisan untuk komunikasi, cemas tanpa sadar bayi akan menghisap jempolnya untuk meredakan kecemasannya.
Informasi
Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan ide, pendapat dan suatu berita baik atau buruk. Misalnya :
Seorang anak berusia 4 tahun memberikan informasi tentang apa yang sudah dialaminya ketika belajar dikelasnya,.”Hari ini aku dipuji sama ibu guru karena gambar yang ku buat sangat bagus.” Atau anak ingin memberitahukan apa yang diinginkannya “Aku ingin permen.”
Elemen proses komunikasi dimulai dari referen, yaitu suatu ide yang ingin disampaikan baik berupa objek, emosi atau tindakan. Pengirim pesan, yaitu subjek yang berperan untuk menyampaikan referen. Pesan, yaitu informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Saluran, medium pembawa pesan, baik berupa panca indera manusia maupun media elektronik. Penerima pesan, merupakan sasaran dan arah pesan yang disampaikan dan sebagai pemberi respon. Kemampuan pengirim dan penerima, merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh pengirim dan penerima. Dalam melakukan komunikasi tinjau lebih dahulu pengetahuan lawan bicara, hindari pemakaian istilah yang tidak dipahami oleh lawan bicara. Respon atau umpan balik akan ada jika pengirim pesan memberikan kesempatan kepada penerima pesan untuk memberi penjelasan.
2.1. Tipe Komunikasi F. Philip Rice
Menurut F. Philip Rice ada enam tipe komunikasi, yaitu :
Tipe Terbuka
Merupakan tipe komunikasi saling terbuka antara satu individu dengan individu yang lain. Individu I dan individu II secara leluasa dapat bercerita, mengekspresikan perasaanya dan pikirannya serta berdiskusi.
Tipe Permukaan
Komunikasi tipe ini terjalain bukan pada hal-hal penting : tidak riil, tidak detail dan hanya sekedar basa-basi sebatas permukaan. Komunikasi dapat terwujud karena tidak ada saling terbuka, penyebabnya bias perasaan takut mengecewakan, malu dan sebagainya.
Tipe Mengabaikan
Antara individu I dan individu II saling menghindar, sehingga tidak terjalin komunikasi. Tipe ini hampir sama dengan tipe permukaan. Hanya saja, pada tipe ini cara bicara antar individu saling terbawa emosi.
Tipe Komunikasi Salah
Tipe komunikasi yang terlalu menuntut keinginan diri sendiri. Bila tidak sesuai dengan yang duharapkan individu akan marah. Akibatnya lawan bicara takut berbuat salah.
Tipe Komunikasi Satu Arah
Komunikasi yang dilakukan oleh satu figur dominan yang berkomunikasi. Hanya ia yang boleh menentukan kapan lawan boleh bicara atau tidak.
Tipe Tanpa Ada Komunikasi
Komunikasi jarang terjadi meskiipun sebetulnya diantara individu tidak ada konflik nyata.
2.3. Tahapan Perkembangan Bicara Anak
Menangis adalah “percakapan sosial” pertama sang bayi. Tangisan di bulan pertama terdengar monoton, baik ketika ia lapar, sakit, ataupun merasa tak nyaman. Melalui tangisan, bayi berinteraksi dengan lingkungan. Ia tengah berkomunikasi untuk menyampaikan kebutuhannya kepada orang lain.
Sebaliknya, dengan menangis si kecil belajar, setiap tangisan ternyata punya makna tersendiri. Penggunaannya berbeda-beda dan bisa ditangkap maksudnya oleh orang lain.
1-4 BULAN: BAHASA TUBUH DAN SUARA VOKAL (smiling, cooing)
Sampai usia 4 bulan, bayi masih banyak berkomunikasi dengan cara menangis. Namun di usia 1,5 bulan si kecil mulai memunculkan tangis yang berbeda-beda. Tangisannya tidak lagi monoton seperti ketika baru lahir. Contoh:
Bila sakit diungkapkan dengan tangisan melengking keras diselingi rengekan dan rintihan.
Bila merasa tak nyaman akibat kepanasan atau cari perhatian umumnya bayi mengeluarkan rengekan yang terputus-putus.
Tangisan lapar terdengar keras dan panjang diselingi gerakan mengisap pada mulut mungilnya.
Di usia ini, selain menangis bayi berkomunikasi dengan menggumam bunyi vokal meski belum begitu jelas. Umumnya terdengar seperti bunyi “aaah” atau “oooh”.
Ada juga yang bergumam “uuuh” dan “eeeh”. Gumaman ini biasanya keluar saat bayi “mengutarakan” perasaan, seperti senang atau tak suka. Ketika gembira diajak bermain, gumaman yang keluar mungkin bernada panjang “aaah”.
Gumaman ini sebetulnya merupakan hasil tekanan pada otot-otot bicaranya.
Di usia 4 bulan, bayi mulai tertawa nyaring dan mampu mengeluarkan suara dari tenggorokan. Jadi, tak lagi hanya sebatas gumaman. Ia juga mulai mengekspresikan keterampilannya menunjukkan bahasa tubuh. Kendati bentuknya masih amat sederhana, seperti tersenyum saat memandang wajah orang yang dikenalnya, mengerutkan dahi ketika merasa tak nyaman, dan mulai memalingkan wajah ke arah sumber bunyi ketika dipanggil.
5-7 BULAN: KELUAR OCEHAN (babbling)
Di usia ini bayi mulai mengeluarkan suara ocehan pendek berupa suku kata (gabungan huruf mati dan huruf hidup), seperti “ba”, “da”. Ocehannya masih terbatas pada bunyi-bunyi eksplosif awal yang muncul karena adanya perubahan mekanisme suara.
Bayi amat senang dengan bentuk komunikasi berupa ocehan ini. Jika gembira bermain, bayi akan mengeluarkan ocehan yang lebih lama dan panjang. Ocehan ini kelak akan berkembang menjadi celoteh (memadukan berbagai suku kata) dan selanjutnya menjadi kata demi kata.
Di usia ini, bayi juga mulai belajar mengomunikasikan perasaannya tidak melulu lewat tangisan. Kalau ia tak suka, misalnya, ia mengeluarkan suara seperti melenguh. Sebaliknya, jika sedang merasa senang, ocehannya bertambah keras. Bahkan akan menjerit kesenangan meski belum dengan nada tinggi.
7-8 BULAN: OCEHAN MENINGKAT (babbling)
Ocehan bayi makin panjang, semisal “bababa” atau “dadada”. Kuantitasnya juga meningkat dengan cepat di antara bulan ke-6 sampai ke-8. Di tenggang waktu ini, orangtua diharapkan memberi stimulasi yang tepat dengan lebih sering mengajak bayi bercakap-cakap dalam intonasi naik turun dan ekspresif agar mudah ditangkap.
8-12 BULAN: KELUAR CELOTEHAN PANJANG (lalling)
Ocehan konsonan-vokal seperti “dadada”, “uh-uh-uh” dan “mamama” akan meningkat jadi celoteh yang maknanya dalam. Pertama, berceloteh adalah dasar bagi perkembangan berbicara. Kedua, celoteh adalah bagian dari komunikasi bayi dengan orang lain. Ini terlihat ketika ia mendapat respons terhadap celotehnya, bayi akan lebih giat berceloteh dibandingkan bila ia berceloteh sendirian. Ketiga, dengan berceloteh bayi merasa menjadi bagian dari kelompok sosial karena celotehnya ditanggapi. Ini akan membuat bayi mengembangkan rasa percaya dirinya yang kelak akan sangat menentukan kemandiriannya.
11-14 BULAN: KATA-KATA PERTAMANYA NYARIS LENGKAP (speaking)
Secara spesifik, bayi mampu mengucapkan satu patah kata yang berarti meskipun belum sempurna/lengkap, misalnya “ma” untuk mama, “pa” untuk papa, “num” untuk minum, dan “nen” untuk menetek. Di usia ini bayi juga sudah mampu melakukan tugas yang diminta seperti “lempar bolanya!” atau “ayo minum” sambil orangtua menunjuk benda yang dimaksud.
2.4. Mengenal Temperamen Anak
Salah satu yang menpengarui atau menentukan kepribadian anak yaitu temperamen. Utnuk dapat berkomunikasi dengan baik, perawat hendaknya memhami temparamen anak yang dia asuh terlebih dahulu. Menurut Hipocrates (460 – 375 SM) teperamen manusia ada 4 yang kadarnya berbeda. Namun terdapat temperamen yang paling menonjol diantara keempatnya.
Tipe Phelgmatic
Anak cenderung pendiam meskipun dalam keadaan sakit, dia tidak banyak bicara. Perawat harus lebih proaktif untuk memancingnya berbicara.
Tipe Sanguine
Anak dengan tipe sanguine lebih senang bermain. Cirinya adalah cenderung gembira, ceria dan mudah akrab dengan orang lain, pandai bercerita, tidak mudah marah maupun sedih. Hanya saja sulit untuk diajak serius.
Tipe Choleric
Anak terlihat gesit dan nyaris tidak pernah diam. Paling tidak suka diatur, punya kemauan sendiri dan cukup keras. Anak temperamen ini cenderung mengabaikan perasaan orang lain daan sulit bertenggang rasa terhadap usaha dan perasaan yang tengah dilakukan. Untuk menghadapi anak seperti ini harus bersikap bijaksana.
Tipe Melankolis
Anak sangat sensitive dan berperasaan halus, cenderung pendiam dan tertutup dan kurang bias mengekspresikan perasaannya. Perawat mesti pandai- pandai menjaga perasaanya. Jangan sampai menyinggung dan membuat hatinya terluka. Bila dia berbuat salah tegur dengan halus dan terfokus terhadap kesalahan yang dilakukannya. Hindari cara-cara kasar dan melabelinya dengan sebutan negatif.
KOMUNIKASI DENGAN PASIEN TAK SADAR
A. Latar Belakang
Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul sejak manusia diciptakan hidup di dunia ini. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan manusia lain untuk melangsungkan kehidupannya. Didalam berinteraksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya tidak dapat terlepas dari kegiatan komunikasi. Manusia yang normal akan selalu terlibat komunikasi dalam melakukan interaksi dengan sesamanya, baik melalui komunikasi verbal maupun non verbal, dan akan terus berlangsung sepanjang hidupnya. Pentingnya hubungan yang terjadi antar sesama manusia dikemukakan oleh Klinger (1977) yang mengatakan bahwa hubungan dengan manusia lain ternyata sangat mempengaruhi manusia itu sendiri. Manusia tergantung terhadap manusia lain karena manusia adalah makhluk yang selalu berusaha mempengaruhi, yaitu melalui pengertian yang diberi, informasi yang dibagi, serta semangat yang disumbangkan. Semuanya dapat membentuk pengetahuan, menguatkan perasaan dan meneguhkan prilaku manusia.
Selama beberapa dekade terakhir, keperawatan khususnya dalam hal komunikasi antara perawat dan klien telah mengalami perubahan-perubahan yang mengagumkan. Perubahan ini tidak hanya ditujukan pada sifat interaksi antara pasien klien dengan perewat, tetapi juga pada status dan wewenang perawat. Dalam hal ini Rogers (1974) mengidentifikasi bahwa yang diperlukan untuk menciptakan komunikasi yang baik antara perawat dan pasien yaitu kepedulian yang mendalam atau penerimaan yang penuh dari perawat terhadap klien, dan Authier (1986) mengatakan sebagai suatu cara mendengarkan pasien sepenuhnya. Ellis (1992) mengatakan bahwa komunikasi adalah hal yang mendasar dari semua hubungan profesional dalam lingkungan kerja, yang disebut ‘jaring hubungan’. Perawat profesional harus mampu membedakan saluran dan gaya komunikasi serta memilih metode komunikasi yang paling sesuai dengan situasi pasien dan keluarga. Tetapi ada perbedaan pendapat tentang konsep bawah sadar memang berguna atau perlu ilmu khusus untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak sadar. Dan dalam menyingkapi situasi yang seperti ini, seorang perawat harus mampu bertindak sesuai dengan skill yang dimilikinya.
Para perawat berada dalam pekerjaan dimana komunikasi interpersonal merupakan inti dari pekerjaan. Semua tugas keperawatan berkisar pada kebutuhan bagi perawat untuk menjadi komunikator yang efektif, apakah dalam berhubungan dengan rekan kerja atau dengan klien.
B. Permasalahan
Dalam makalah ini kami mengangkat masalah mengenai “Bagaimana berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar”
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah yang berhubungan dengan metode berkomunikasi dengan pasien tidak sadar yaitu sebagai berikut:
Menyadari betapa pentingnya komunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
Mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
Mengetahui prinsip-prinsip dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pasien yang Tidak Sadar
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural/metabolik di tingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien tidak responsif, mereka masih dapat menerima rangsangan. Pendengaran dianggap sebagai sensasi terakhir yang hilang dengan ketidaksadaran dan yang menjadi pertama berfungsi. Faktor ini akan menjadi pertimbangan mengapa perawat tetap harus berkomunikasi pada klien tidak sadar sekali pun.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.
B. Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar
a. Fungsi komunikasi dengan pasien tidak sadar
Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Mengandalikan prilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki respon dan klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai pengendali prilaku. Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien hanya berbaring, imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan yang berarti. Walaupun dengan berbaring ini pasien tetap memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
2. Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran, tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya. Perawat dapat menggunakan kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan motivasi pada klien. Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri klien untuk menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini akan terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam. Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar, karena klien masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.
3. Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya perawat dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat berinteraksi dengan klien. Perawat dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi dan semua hal positif yang dapat perawat katakan pada klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara tidak langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat juga tidak boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien. Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan situasi yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien bila klien telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah kita lakukan terhadapnya.
4. Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan yang akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus dikomunikasikan untuk menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh untuk menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien tidak sadar ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan pada klien. Perawat dapat memberitahu maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan menjalankan satu atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan perawat berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi penting adanya. Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas. Dibawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien, terhadap klien tidak sadar.
Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan seorang pasien yang memiliki hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.
Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk membantu sesama, memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling membantu. Perawat akan membantu siapapun walaupun ia seorang yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap memperhatikan hak-haknya sebagai klien.
b. Dimensi Hubungan yang Membantu
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk hubungan saling percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas. Pada komunikasi dengan pasien tidak sadar kita tetap melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan membantu dalam komunikasi terapeutik.
1. Rasa Percaya
Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai kepercayaan bahwa orang lain akan memberi bantuan ketika membutuhkan, selalu ada jika sedang diperlukan. Hubungan yang mempercaya ini tidak dapat berkembang kecuali jika klien percaya bahwa perawat ingin merawat demi kebaikan klien sendiri. Komunikasi perawat dengan klien yang tidak sadar rasa percaya dapat tumbuh pada klien jika perawat dapat menunjukan semua tindakan ingin membantu klien serta dengan komunikasi yang baik pula. Untuk meningkatkan rasa percaya klien, perawat harus bertindak secara konsisten, dapat dipercaya dan kompeten. Kejujuran dalam memberikan informasi kepada klien juga dapat membantu terjadinya rasa percaya.
2. Empati
Empati telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam hubungan membantu. Rasa empati yaitu merasakan, memahami kondisi klien pada saat itu. Rasa empati ini sangat membantu hubungan terapeutik perawat dengan klien. Dari point ini perawat dapat menjadi pemotivasi terhadap klien dengan adanya rasa empati, hubungan yang terjalin akan menjadi lebih efektif.
3. Perhatian
Perhatian adalah memiliki penghargaan positif terhadap orang lain, merupakan dasar untuk hubungan yang membantu. Perawat menunjukkan perhatian dengan menerima klien sebagaimana mereka adanya dan menghargai mereka sebagai individu. Perawat menghargai pasien yang tidak sadar selayaknya pasien yang sadar, bahwa klien tetap mengetahui apa yang perawat komunikasikan selayaknya ia sadar. Klien akan merasakan bahwa perawat menunjukan perhatian dengan menerima klien sebagaimana mereka adanya. Perhatian juga meningkatkan rasa percaya dan mengurangi kecemasan. Penghilangan kecemasan dan stress akan meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu penyembuhan.
4. Autonomi
Autonomi adalah kemampuan mengontrol diri. Perawat dituntut untuk tidak menyepelekan hal ini. Setiap manusia itu unik dan tiada yang sama. Perawat harus berusaha mengontrol diri terhadap hal-hal yang sensitif terhadap klien. Pada pasien yang tidak sadar, perawat harus berhati-hati untuk berbicara hal yang negatif di dekat klien, karena hal itu sangat berpengaruh terhadap klien.
5. Mutualitas
Mutualitas meliputi perasaan untuk berbagi dengan sesama. Perawat dan klien bekerja sebagai tim yang ikut serta dalam perawatan. Perasaan untuk merasakan bahwa kita saling membutuhkan dapat menumbuhkan hubungan yang membantu dalam komunikasi terapeutik. Akan terjalin rasa percaya pada klien terhadap perawat yang dapat membantu penyembuhan klien.
C. Cara berkomunikasi dengan pasien tak sadar
Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun teknik yang dapat terapkan, meliputi:
a. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada klien. Dengan menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh klien.
b. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci dari pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan diberikan pada klien untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.
c. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan informasi. Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien. Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
d. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu atau mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang tidak sadar dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back pada penerima yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar.
Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang melakukan komunikasi satu arah tersebut.
D. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dengan Pasien yang tidak Sadar
Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.
Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul sejak manusia diciptakan hidup di dunia ini. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan manusia lain untuk melangsungkan kehidupannya. Didalam berinteraksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya tidak dapat terlepas dari kegiatan komunikasi. Manusia yang normal akan selalu terlibat komunikasi dalam melakukan interaksi dengan sesamanya, baik melalui komunikasi verbal maupun non verbal, dan akan terus berlangsung sepanjang hidupnya. Pentingnya hubungan yang terjadi antar sesama manusia dikemukakan oleh Klinger (1977) yang mengatakan bahwa hubungan dengan manusia lain ternyata sangat mempengaruhi manusia itu sendiri. Manusia tergantung terhadap manusia lain karena manusia adalah makhluk yang selalu berusaha mempengaruhi, yaitu melalui pengertian yang diberi, informasi yang dibagi, serta semangat yang disumbangkan. Semuanya dapat membentuk pengetahuan, menguatkan perasaan dan meneguhkan prilaku manusia.
Selama beberapa dekade terakhir, keperawatan khususnya dalam hal komunikasi antara perawat dan klien telah mengalami perubahan-perubahan yang mengagumkan. Perubahan ini tidak hanya ditujukan pada sifat interaksi antara pasien klien dengan perewat, tetapi juga pada status dan wewenang perawat. Dalam hal ini Rogers (1974) mengidentifikasi bahwa yang diperlukan untuk menciptakan komunikasi yang baik antara perawat dan pasien yaitu kepedulian yang mendalam atau penerimaan yang penuh dari perawat terhadap klien, dan Authier (1986) mengatakan sebagai suatu cara mendengarkan pasien sepenuhnya. Ellis (1992) mengatakan bahwa komunikasi adalah hal yang mendasar dari semua hubungan profesional dalam lingkungan kerja, yang disebut ‘jaring hubungan’. Perawat profesional harus mampu membedakan saluran dan gaya komunikasi serta memilih metode komunikasi yang paling sesuai dengan situasi pasien dan keluarga. Tetapi ada perbedaan pendapat tentang konsep bawah sadar memang berguna atau perlu ilmu khusus untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak sadar. Dan dalam menyingkapi situasi yang seperti ini, seorang perawat harus mampu bertindak sesuai dengan skill yang dimilikinya.
Para perawat berada dalam pekerjaan dimana komunikasi interpersonal merupakan inti dari pekerjaan. Semua tugas keperawatan berkisar pada kebutuhan bagi perawat untuk menjadi komunikator yang efektif, apakah dalam berhubungan dengan rekan kerja atau dengan klien.
B. Permasalahan
Dalam makalah ini kami mengangkat masalah mengenai “Bagaimana berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar”
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah yang berhubungan dengan metode berkomunikasi dengan pasien tidak sadar yaitu sebagai berikut:
Menyadari betapa pentingnya komunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
Mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
Mengetahui prinsip-prinsip dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pasien yang Tidak Sadar
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural/metabolik di tingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien tidak responsif, mereka masih dapat menerima rangsangan. Pendengaran dianggap sebagai sensasi terakhir yang hilang dengan ketidaksadaran dan yang menjadi pertama berfungsi. Faktor ini akan menjadi pertimbangan mengapa perawat tetap harus berkomunikasi pada klien tidak sadar sekali pun.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.
B. Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar
a. Fungsi komunikasi dengan pasien tidak sadar
Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Mengandalikan prilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki respon dan klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai pengendali prilaku. Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien hanya berbaring, imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan yang berarti. Walaupun dengan berbaring ini pasien tetap memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
2. Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran, tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya. Perawat dapat menggunakan kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan motivasi pada klien. Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri klien untuk menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini akan terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam. Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar, karena klien masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.
3. Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya perawat dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat berinteraksi dengan klien. Perawat dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi dan semua hal positif yang dapat perawat katakan pada klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara tidak langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat juga tidak boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien. Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan situasi yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien bila klien telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah kita lakukan terhadapnya.
4. Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan yang akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus dikomunikasikan untuk menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh untuk menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien tidak sadar ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan pada klien. Perawat dapat memberitahu maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan menjalankan satu atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan perawat berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi penting adanya. Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas. Dibawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien, terhadap klien tidak sadar.
Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan seorang pasien yang memiliki hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.
Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk membantu sesama, memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling membantu. Perawat akan membantu siapapun walaupun ia seorang yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap memperhatikan hak-haknya sebagai klien.
b. Dimensi Hubungan yang Membantu
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk hubungan saling percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas. Pada komunikasi dengan pasien tidak sadar kita tetap melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan membantu dalam komunikasi terapeutik.
1. Rasa Percaya
Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai kepercayaan bahwa orang lain akan memberi bantuan ketika membutuhkan, selalu ada jika sedang diperlukan. Hubungan yang mempercaya ini tidak dapat berkembang kecuali jika klien percaya bahwa perawat ingin merawat demi kebaikan klien sendiri. Komunikasi perawat dengan klien yang tidak sadar rasa percaya dapat tumbuh pada klien jika perawat dapat menunjukan semua tindakan ingin membantu klien serta dengan komunikasi yang baik pula. Untuk meningkatkan rasa percaya klien, perawat harus bertindak secara konsisten, dapat dipercaya dan kompeten. Kejujuran dalam memberikan informasi kepada klien juga dapat membantu terjadinya rasa percaya.
2. Empati
Empati telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam hubungan membantu. Rasa empati yaitu merasakan, memahami kondisi klien pada saat itu. Rasa empati ini sangat membantu hubungan terapeutik perawat dengan klien. Dari point ini perawat dapat menjadi pemotivasi terhadap klien dengan adanya rasa empati, hubungan yang terjalin akan menjadi lebih efektif.
3. Perhatian
Perhatian adalah memiliki penghargaan positif terhadap orang lain, merupakan dasar untuk hubungan yang membantu. Perawat menunjukkan perhatian dengan menerima klien sebagaimana mereka adanya dan menghargai mereka sebagai individu. Perawat menghargai pasien yang tidak sadar selayaknya pasien yang sadar, bahwa klien tetap mengetahui apa yang perawat komunikasikan selayaknya ia sadar. Klien akan merasakan bahwa perawat menunjukan perhatian dengan menerima klien sebagaimana mereka adanya. Perhatian juga meningkatkan rasa percaya dan mengurangi kecemasan. Penghilangan kecemasan dan stress akan meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu penyembuhan.
4. Autonomi
Autonomi adalah kemampuan mengontrol diri. Perawat dituntut untuk tidak menyepelekan hal ini. Setiap manusia itu unik dan tiada yang sama. Perawat harus berusaha mengontrol diri terhadap hal-hal yang sensitif terhadap klien. Pada pasien yang tidak sadar, perawat harus berhati-hati untuk berbicara hal yang negatif di dekat klien, karena hal itu sangat berpengaruh terhadap klien.
5. Mutualitas
Mutualitas meliputi perasaan untuk berbagi dengan sesama. Perawat dan klien bekerja sebagai tim yang ikut serta dalam perawatan. Perasaan untuk merasakan bahwa kita saling membutuhkan dapat menumbuhkan hubungan yang membantu dalam komunikasi terapeutik. Akan terjalin rasa percaya pada klien terhadap perawat yang dapat membantu penyembuhan klien.
C. Cara berkomunikasi dengan pasien tak sadar
Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun teknik yang dapat terapkan, meliputi:
a. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada klien. Dengan menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh klien.
b. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci dari pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan diberikan pada klien untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.
c. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan informasi. Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien. Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
d. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu atau mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang tidak sadar dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back pada penerima yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar.
Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang melakukan komunikasi satu arah tersebut.
D. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dengan Pasien yang tidak Sadar
Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.
ASUHAN KEPERWATAN KLIEN DENGAN TETANUS
A. Definisi
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
B. Etologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro yang berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik.Termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
C. Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka baker, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.
Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin.
Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat.
Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot manjadi kejang mudah sekali terangsang.
Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.
D. Gejala klinis
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan gejala dini.
7. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1. tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang tanpa sekuele.
2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas.
Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka.
Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
2. Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3. Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
E. Diagnosis
Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu.
F. Diagnosis banding
Spasme yang disebabkan oleh striknin jarang menyebabkan spasme otot rahang tetapi didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fospat). Kejang pada meningitis dapat dibedakan dengan kelainan cairan serebropinalis. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing dan kucing disertai gejala spasme laring dan faring yang terus menerus dengan pleiositosis tetapi tanpa trismus.
Trismus dapat pula terjadi pada argina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi yang hebat, pembesaran getah bening leher. Kuduk baku juga dapat terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis, preumonia lobaris atas, miositis leher, spondilitis leher.
G. Pemeriksaan diagnostic
~ Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
~ Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000 ca.
H. Komplikasi
1. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
2. Asfiksia
3. Atelektaksis karena obstruksi secret
4. Fraktura kompresi.
I. Prognosis
Dipengaruhi oleh beberapa factor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat mudah (neunatus) dan usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onsed yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya kompikasi terutama spame otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan.
Mortalitas di Amerika Serikat dilaporkan 62 % (masih tinggi)
J. Penatalaksanaan
a. Secara Umum
~ Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.
~ Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi pada sonde parenteral.
~ Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.
~ Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.
~ Mengatur cairan dan elektrolit.
b. Obat-obatan
1. Antitoksin
Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
2. Anti kejang/Antikonvulsan
~ Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/1.M. untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari (max. 200 mg/hari).
~ Klorpromasin 3 x 25 mg/1.M/hari untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.
~ Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.
4. Antibiotik
Penizilin prokain 1, juta 1.u/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari/1.V
Dapat memusnakan oleh tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.
K. Pencegahan
1. Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan sebagai dapat paad usia 3,4 dan 5 bulan. Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun.
2. Bila mendapat luka :
~ Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi dan dicuci dengan H2O2.
~ Pemberian ATS 1500 iu secepatnya.
~ Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat imunisasi dasar.
~ Bila luka berta berikan pp selama 2-3 hari (50.000 iu/kg BB/hari).
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
B. Etologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro yang berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik.Termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
C. Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka baker, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.
Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin.
Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat.
Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot manjadi kejang mudah sekali terangsang.
Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.
D. Gejala klinis
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan gejala dini.
7. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1. tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang tanpa sekuele.
2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas.
Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka.
Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
2. Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3. Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
E. Diagnosis
Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu.
F. Diagnosis banding
Spasme yang disebabkan oleh striknin jarang menyebabkan spasme otot rahang tetapi didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fospat). Kejang pada meningitis dapat dibedakan dengan kelainan cairan serebropinalis. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing dan kucing disertai gejala spasme laring dan faring yang terus menerus dengan pleiositosis tetapi tanpa trismus.
Trismus dapat pula terjadi pada argina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi yang hebat, pembesaran getah bening leher. Kuduk baku juga dapat terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis, preumonia lobaris atas, miositis leher, spondilitis leher.
G. Pemeriksaan diagnostic
~ Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
~ Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000 ca.
H. Komplikasi
1. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
2. Asfiksia
3. Atelektaksis karena obstruksi secret
4. Fraktura kompresi.
I. Prognosis
Dipengaruhi oleh beberapa factor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat mudah (neunatus) dan usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onsed yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya kompikasi terutama spame otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan.
Mortalitas di Amerika Serikat dilaporkan 62 % (masih tinggi)
J. Penatalaksanaan
a. Secara Umum
~ Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.
~ Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi pada sonde parenteral.
~ Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.
~ Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.
~ Mengatur cairan dan elektrolit.
b. Obat-obatan
1. Antitoksin
Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
2. Anti kejang/Antikonvulsan
~ Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/1.M. untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari (max. 200 mg/hari).
~ Klorpromasin 3 x 25 mg/1.M/hari untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.
~ Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.
4. Antibiotik
Penizilin prokain 1, juta 1.u/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari/1.V
Dapat memusnakan oleh tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.
K. Pencegahan
1. Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan sebagai dapat paad usia 3,4 dan 5 bulan. Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun.
2. Bila mendapat luka :
~ Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi dan dicuci dengan H2O2.
~ Pemberian ATS 1500 iu secepatnya.
~ Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat imunisasi dasar.
~ Bila luka berta berikan pp selama 2-3 hari (50.000 iu/kg BB/hari).
BATAS LEGAL DALAM KEPERAWATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang Masalah
Praktik keperawatan yang aman mencakup pemahaman tentang batasan legal dimana perawat harus berfungsi. Seperti halnya semua aspek keperawatan saat ini, pemahaman tentang implikasi hukum mendukung pikiran kritis pada bagian perawat. Perawat harus memahami hukum untuk melindungi dirinya dari pertanggungjawaban dan untuk melindungi hak-hak klien. Perawat tidak perlu takut hukum, akan tetapi harus memandang informasi yang mengikutinya sebagai dasar pemahaman apa yang diharapkan oleh masyarakat kita dari pemberi asuhan keperawatan professional. Hukum di masyarakat kita berubah-ubah dan dengan terus menerus berubah untuk memenuhi kebutuhan manusia dan hukum dimaksudkan untuk melindungi. Karena teknologi telah memperluas peranan perawat, dilemma etis yang dihubungkan dengan perawatan klien telah meningkat dan sering juga menjadi masalah legal juga. Ketika hukum federal mengena untuk semua negara bagian, perawat juga harus sadar bahwa hukum beragam secara luas melintasi negeri. Perawat penting untuk mengetahui hukum di Negara mereka yang mempengaruhi praktik mereka. Publik mendapat informasi lebih baik dibanding waktu lampau tentang hak-hak perawatan keehatan mereka. Terbiasanya perawat dengan hukum meningkatkan kemampuannya untuk menjadi advokat klien.
1.2 Tujuan
¶ Untuk mengetahui batas legal dalam tindakan keperawatan
¶ Untuk mengetahui pengendalian hukum oleh perawat dan klien.
¶ Untuk mengetahui dasar hukum malpraktik, indipliner, dan kelalaian.
¶ Untuk memenuhi mata kuliah etika perawatan
1.3 Permasalahan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Batasan Legal dalam Tindakan Keperawatan
Perawat perlu tahu tentang hukum yang mengatur prakteknya untuk :
Memberikan kepastian bahwa keputusan & tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum.
melindungi perawat dari liabilitas.
Perjanjian atau kontrak dalam perwalian
Kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau perjanjian resmi antara dua atau lebih partai untuk mengerjakan atau tidak sesuatu. Dalam konteks hukum, kontrak sering disebut dengan perikatan atau perjanjian. Perikatan artinya mengikat orang yang satu dengan orang lain. Hukum perikatan di atur dlm UU hukum Perdata pasal 1239
” Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termaktub dalam bab ini dan bab yang lalu.” Lebih lanjut menurut ketentuan pasal 1234 KUHPdt, setiap perikatan adalah untuk memberikan, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perikatan dapat dikatakan sah bila memenuhi syarat sbb:
v Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (Consencius)
v Ada kecakapan thp pihak2 untuk membuat perjanjian (capacity). Ada sesuatu hal tertentu ( a certain subjec matter) dan ada sesuatu sebab yang halal (Legal Cause).(Muhammad 1990).
v Kontrak perawat-pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan keperawatan.
v Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat kerja.
v Kontrak Perawat-Pasien digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah pihak yang bekerja sama.
v Kontrak juga untuk menggugat pihak yang melanggar kontrak yang disepakati
Perawat profesional harus mampu memahami batasan legal yang mempengaruhi praktik sehari-hari mereka. Hal ini yang dikaitkan dengan penilaian yang baik dan menyuarakan pembuatan keputusan yang menjamin asuhan keperawatan yang aman dan sesuai.
Pedoman legal yang harus diikuti perawat diambil dari undang-undang, hukum pengaturan, dan hukum adat.
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukum akan terikat secara hukum untuk menanggung denda atau hukum penjara. Anda tidak perlu takut akan melanggar hukum jika anda :
¶ Hanya melakukan hal-hal yang sudah diajarkan dan berada dalam cukup pelatihan.
¶ Selalu memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang terbaru.
¶ Selalu menempatkan keselamatan dan kesejahteraan pasien sebagai hal yang terpenting.
¶ Melakukan pekerjaan sesuai dengan kebijakan fasilitas.
2.2 Batasan Kelalaian atau Malpraktik
Kesalahan adalah kesalahan sipil yang dibuat terhadap seseorang atau hak milik. Kesalahan bisa diklasifikasi menjadi kesalahan tidak disengaja atau disengaja. Contoh dari kesalahan yang tidak disengaja adalah kelalaian atau malpraktik. Malpraktik merupakan kelalaian yang dilakukan oleh seorang profesional seperti perawat atau dokter. Kesalahan disengaja merupakan tindakan disengaja yang melanggar hak seseorang. Misalnya, pelecehan, pemukulan, pemfitnahan, atau invasi pribadi.
Perbedaaan bergantung pada tindakan atau pengabaian yang terlibat pada masalah tentang “ ilmu atau seni kedokteran yang memerlukan keterampilan khusus yang tidak dimilki orang biasa,“ atau bahkan dapat dipahami berdasarkan pengalaman individu setiap hari pada juri. Jika diperlukan opini profesional dari seorang ahli dengan keterampilan dan pengetahuan khusus, teori tentang malpraktik lebih berlaku daripada kelalaian biasa.
Kelalaian adalah prilaku yang tidak sesuai standar perawatan. Malpraktik terjadi ketika asuhan keperawatan tidak sesuai yang menuntut praktik keperawatan yang aman. Tidak perlu ada kesengajaan, suatu kelalaian dapat terjadi. Kelalaian ditetapkan oleh hukum untuk perlindungan orang lain terhadap resiko bahaya yang tidak seharusnya. Ini dikarakteristikkan oleh ketidakperhatian, keprihatian atau kurang perhatian. Kelalaian atau malpraktik bisa mencakup kecerobohan, seperti tidak memeriksa balutan lengan yang memungkinkan pemberian medikasi yang salah. Bagaimanapun, kecerobohan tidak selalu sebagai penyebab. Jika perawat melakukan prosedur dimana mereka telah terlatih dan melakukan dengan hati –hati, tetapi masih membahayakan klien, dapat dibuat tuntunan kelalaian atau malpraktik. Jika perawat memberikan perawatan yang tidak sesuai dengan standar, mereka dapat dianggap lalai. Karena tindakan ini dilakukan oleh perawat professional, kelalaian perawat disebut malpraktik.
Perawat telah terlibat dalam banyak tindakan lalai atau malpraktik profesional, contohnya :
kesalahan terapi intravena yang menyebabkan infiltrasi atau flebitis.
luka bakar pada klien karena terapi panas yang tidak tepat pemantauannya.
jatuh yang menyebabkan cidera pada klien.
kesalahan menggunakan tehnik aseptik ketika diperlukan.
kesalahan menghitung spon, instrumen, atau jarum dalam kasus operasi.
Perawat harus melakukan semua prosedur secara besar. Mereka juga harus menggunakan penilaian profesional saat mereka menjalankan program dokter dan juga terapi keperawatan mandiri dimana mereka berwewenang. Setiap perawat yang tidak memenuhi standar praktik atau perawatan yang dapat diterima atau melakukan tugasnya dengan ceroboh berisiko dianggap lalai.
Karena malpraktik adalah kelalaian yang berhubungan dengan praktik profesional, kriteria berikut harus ditegakkan dalam gugatan hukum malpraktik terhadap seorang perawat :
perawat (terdakwa) berhutang tugas pada klien (penggugat).
perawat tidak melakukan tugas tersebut atau melanggar tugas perawatan.
klien cidera.
baik penyebab aktual dan kemungkinan mencederai klien adalah akibat dari kegagalan perawat untuk melakukan tugas.
2.3 Dasar Hukum Malpraktik
Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dan perawat dengan dakwaan melakukan malpraktik makin meningkat dimana-mana, termasuk di negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari kewajiban dan tugas profesinya dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab. Di negara- negara maju tiga besar dokter spesialis menjadi sasaran utama tuntutan ketidaklayakan dalam praktik, yaitu spesialis bedah, anastesi dan kebidanan dan penyakit kandungan.
Walaupun UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan sudah dicabut oleh UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, namun perumusan malpraktik/kelalaian medik tercanutm pada pasal 11b masih dapat dipergunakan yaitu :
dengan tidak mengurangi ketentuan–ketentuan di dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratif dalam hal sebagai berikut :
melalaikan kewajiban.
Melakukan suatu hal yang tidak seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya, maupun sumpah sebagai tenaga kesehatannya.
2.4 Penanganan Malpraktik
Walaupun dalam KODEKI telah tercantum tindakan-tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Akan tetapi sanksi bila terjadi pelanggaran etik tidak dapat diterapkan dengan seksama.
Dalam etik sebenarnya tidak ada batas –batas yang jelas antara boleh atau tidak, oleh karena itu kadang kala sulit memberikan sanksi-sanksinya.
Di negara-negara maju terdapat suatu Dewan Medis yang bertugas melakukan pembinaan etik profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam etik kedokteran.
Di negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran ( MKEK), baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian, MKEK ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter ataupun masyarakat.
Masih banyak kasus yang keburu diajukan ke pengadilan sebelum ditangani oleh MKEK. Oleh karena fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982 Departemen Kesehatan membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di pusat dan tingkat provinsi.
Tugas P3EK adalah untuk menangani kasus-kasus malpraktik yang tidak dapat ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan usul-usul kepada pejabat yang berwenang.
Jadi instansi pertama yang menangani kasus malpraktik etik adalah MKEK cabang atau wilayah. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK maka akan dirujuk ke P3EK provinsi dan jika P3EK provinsi tidak mampu menanganinya maka kasus tersebut diteruskan ke P3EK pusat.
2.5 Pengendalian Hukum Oleh Perawat dan Klien
Pelayanan keperawatan di masa mendatang harus dapat memberikan consumer minded terhadap pelayana keperawatan yang di terima. Hal ini didasarkan pada ”trends” perubahan saat ini dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, perawat perawat diharapkan dapat mendefinisikan, mengimplementasikan dan mengukur perbedaan bahwa praktik keperawatan harus dapat sebagai indikator terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang profesional di masa depan. Sementara itu pelayanan keperawatan di masa mendatang belum jelas, maka perawat profesional di masa mendatang harus dapat memberikan dampak yang positif terhadap kualitas sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ada 4 hal yang harus dijadikan perhatian utama keperawatan di Indonesia :
¶ Memahami dan menerapkan peran perawat
¶ Komitmen terhadap identitas keperawatan
¶ Perhatian terhadap perubahan dan trend pelayanan kesehatan kepada masyarakat
¶ Komitmen dalam memenuhi tuntutan tantangan sistem pelayanan kesehatan melalui upaya yang kreatif dan inovatif.
Perawat Indonesia di masa depan harus dapat memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang berkembang seiring dengan perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sehingga perawat dituntut mampu menjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan.
Perawat dapat mengurangi kesempatan mereka terkena perkara hukum dengan mengikuti standar perawatan, memberikan perawatan kesehatan yang kompeten, dan mengembangkan hubungan empatik dengan klien. Selain itu, dokumentasi yang hati-hati, lengkap, dan objektif berperan sebagai bukti standar asuhan keperawatan yang diberikan. Dokumentasi yang tepat waktu dan jujur penting untuk memberikan komunikasi yang perlu antar anggota tim pelayanan kesehatan. Dokumentasi digunakan dalam banyak cara yang menguntungkan klien dan menunjukkan bahwa perawat adalah pemberi perawatan yang efektif. Dokumentasi yang baik juga mempertahankan pemberi perawatan kesehatan lain yang mempunyai pengetahuan baru tentang tindakan terbaru yang diterima klien sehingga perawatan terus menerus diberikan dengan aman.
Hubungan perawat-klien sangat penting, tidak hanya dalam menjamin kualitas perawatan tetapi juga dalam meminimalkan risiko hukum. Saling percaya terbentuk antara perawat dan klien. Klien yang percaya bahwa perawat melakukan tugas mereka secara benar dan memperhatikan kesejahteraan mereka mungkin urung untuk memulai perkara hukum melawan perawat. Perawatan yang tulus untuk klien adalah peranan penting perawat dan merupakan alat manajemen-risiko efektif. Bagaimana pun, perawatan tidak akan secara total melindungi perawat jika terjadi kelalaian praktik. Ketika klien cedera, pemeriksaan tentang kejadian bisa berimplikasi pada perawat bahkan jika klien merasa baik terhadap mereka.
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang Masalah
Praktik keperawatan yang aman mencakup pemahaman tentang batasan legal dimana perawat harus berfungsi. Seperti halnya semua aspek keperawatan saat ini, pemahaman tentang implikasi hukum mendukung pikiran kritis pada bagian perawat. Perawat harus memahami hukum untuk melindungi dirinya dari pertanggungjawaban dan untuk melindungi hak-hak klien. Perawat tidak perlu takut hukum, akan tetapi harus memandang informasi yang mengikutinya sebagai dasar pemahaman apa yang diharapkan oleh masyarakat kita dari pemberi asuhan keperawatan professional. Hukum di masyarakat kita berubah-ubah dan dengan terus menerus berubah untuk memenuhi kebutuhan manusia dan hukum dimaksudkan untuk melindungi. Karena teknologi telah memperluas peranan perawat, dilemma etis yang dihubungkan dengan perawatan klien telah meningkat dan sering juga menjadi masalah legal juga. Ketika hukum federal mengena untuk semua negara bagian, perawat juga harus sadar bahwa hukum beragam secara luas melintasi negeri. Perawat penting untuk mengetahui hukum di Negara mereka yang mempengaruhi praktik mereka. Publik mendapat informasi lebih baik dibanding waktu lampau tentang hak-hak perawatan keehatan mereka. Terbiasanya perawat dengan hukum meningkatkan kemampuannya untuk menjadi advokat klien.
1.2 Tujuan
¶ Untuk mengetahui batas legal dalam tindakan keperawatan
¶ Untuk mengetahui pengendalian hukum oleh perawat dan klien.
¶ Untuk mengetahui dasar hukum malpraktik, indipliner, dan kelalaian.
¶ Untuk memenuhi mata kuliah etika perawatan
1.3 Permasalahan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Batasan Legal dalam Tindakan Keperawatan
Perawat perlu tahu tentang hukum yang mengatur prakteknya untuk :
Memberikan kepastian bahwa keputusan & tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum.
melindungi perawat dari liabilitas.
Perjanjian atau kontrak dalam perwalian
Kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau perjanjian resmi antara dua atau lebih partai untuk mengerjakan atau tidak sesuatu. Dalam konteks hukum, kontrak sering disebut dengan perikatan atau perjanjian. Perikatan artinya mengikat orang yang satu dengan orang lain. Hukum perikatan di atur dlm UU hukum Perdata pasal 1239
” Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termaktub dalam bab ini dan bab yang lalu.” Lebih lanjut menurut ketentuan pasal 1234 KUHPdt, setiap perikatan adalah untuk memberikan, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perikatan dapat dikatakan sah bila memenuhi syarat sbb:
v Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (Consencius)
v Ada kecakapan thp pihak2 untuk membuat perjanjian (capacity). Ada sesuatu hal tertentu ( a certain subjec matter) dan ada sesuatu sebab yang halal (Legal Cause).(Muhammad 1990).
v Kontrak perawat-pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan keperawatan.
v Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat kerja.
v Kontrak Perawat-Pasien digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah pihak yang bekerja sama.
v Kontrak juga untuk menggugat pihak yang melanggar kontrak yang disepakati
Perawat profesional harus mampu memahami batasan legal yang mempengaruhi praktik sehari-hari mereka. Hal ini yang dikaitkan dengan penilaian yang baik dan menyuarakan pembuatan keputusan yang menjamin asuhan keperawatan yang aman dan sesuai.
Pedoman legal yang harus diikuti perawat diambil dari undang-undang, hukum pengaturan, dan hukum adat.
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukum akan terikat secara hukum untuk menanggung denda atau hukum penjara. Anda tidak perlu takut akan melanggar hukum jika anda :
¶ Hanya melakukan hal-hal yang sudah diajarkan dan berada dalam cukup pelatihan.
¶ Selalu memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang terbaru.
¶ Selalu menempatkan keselamatan dan kesejahteraan pasien sebagai hal yang terpenting.
¶ Melakukan pekerjaan sesuai dengan kebijakan fasilitas.
2.2 Batasan Kelalaian atau Malpraktik
Kesalahan adalah kesalahan sipil yang dibuat terhadap seseorang atau hak milik. Kesalahan bisa diklasifikasi menjadi kesalahan tidak disengaja atau disengaja. Contoh dari kesalahan yang tidak disengaja adalah kelalaian atau malpraktik. Malpraktik merupakan kelalaian yang dilakukan oleh seorang profesional seperti perawat atau dokter. Kesalahan disengaja merupakan tindakan disengaja yang melanggar hak seseorang. Misalnya, pelecehan, pemukulan, pemfitnahan, atau invasi pribadi.
Perbedaaan bergantung pada tindakan atau pengabaian yang terlibat pada masalah tentang “ ilmu atau seni kedokteran yang memerlukan keterampilan khusus yang tidak dimilki orang biasa,“ atau bahkan dapat dipahami berdasarkan pengalaman individu setiap hari pada juri. Jika diperlukan opini profesional dari seorang ahli dengan keterampilan dan pengetahuan khusus, teori tentang malpraktik lebih berlaku daripada kelalaian biasa.
Kelalaian adalah prilaku yang tidak sesuai standar perawatan. Malpraktik terjadi ketika asuhan keperawatan tidak sesuai yang menuntut praktik keperawatan yang aman. Tidak perlu ada kesengajaan, suatu kelalaian dapat terjadi. Kelalaian ditetapkan oleh hukum untuk perlindungan orang lain terhadap resiko bahaya yang tidak seharusnya. Ini dikarakteristikkan oleh ketidakperhatian, keprihatian atau kurang perhatian. Kelalaian atau malpraktik bisa mencakup kecerobohan, seperti tidak memeriksa balutan lengan yang memungkinkan pemberian medikasi yang salah. Bagaimanapun, kecerobohan tidak selalu sebagai penyebab. Jika perawat melakukan prosedur dimana mereka telah terlatih dan melakukan dengan hati –hati, tetapi masih membahayakan klien, dapat dibuat tuntunan kelalaian atau malpraktik. Jika perawat memberikan perawatan yang tidak sesuai dengan standar, mereka dapat dianggap lalai. Karena tindakan ini dilakukan oleh perawat professional, kelalaian perawat disebut malpraktik.
Perawat telah terlibat dalam banyak tindakan lalai atau malpraktik profesional, contohnya :
kesalahan terapi intravena yang menyebabkan infiltrasi atau flebitis.
luka bakar pada klien karena terapi panas yang tidak tepat pemantauannya.
jatuh yang menyebabkan cidera pada klien.
kesalahan menggunakan tehnik aseptik ketika diperlukan.
kesalahan menghitung spon, instrumen, atau jarum dalam kasus operasi.
Perawat harus melakukan semua prosedur secara besar. Mereka juga harus menggunakan penilaian profesional saat mereka menjalankan program dokter dan juga terapi keperawatan mandiri dimana mereka berwewenang. Setiap perawat yang tidak memenuhi standar praktik atau perawatan yang dapat diterima atau melakukan tugasnya dengan ceroboh berisiko dianggap lalai.
Karena malpraktik adalah kelalaian yang berhubungan dengan praktik profesional, kriteria berikut harus ditegakkan dalam gugatan hukum malpraktik terhadap seorang perawat :
perawat (terdakwa) berhutang tugas pada klien (penggugat).
perawat tidak melakukan tugas tersebut atau melanggar tugas perawatan.
klien cidera.
baik penyebab aktual dan kemungkinan mencederai klien adalah akibat dari kegagalan perawat untuk melakukan tugas.
2.3 Dasar Hukum Malpraktik
Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dan perawat dengan dakwaan melakukan malpraktik makin meningkat dimana-mana, termasuk di negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari kewajiban dan tugas profesinya dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab. Di negara- negara maju tiga besar dokter spesialis menjadi sasaran utama tuntutan ketidaklayakan dalam praktik, yaitu spesialis bedah, anastesi dan kebidanan dan penyakit kandungan.
Walaupun UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan sudah dicabut oleh UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, namun perumusan malpraktik/kelalaian medik tercanutm pada pasal 11b masih dapat dipergunakan yaitu :
dengan tidak mengurangi ketentuan–ketentuan di dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratif dalam hal sebagai berikut :
melalaikan kewajiban.
Melakukan suatu hal yang tidak seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya, maupun sumpah sebagai tenaga kesehatannya.
2.4 Penanganan Malpraktik
Walaupun dalam KODEKI telah tercantum tindakan-tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Akan tetapi sanksi bila terjadi pelanggaran etik tidak dapat diterapkan dengan seksama.
Dalam etik sebenarnya tidak ada batas –batas yang jelas antara boleh atau tidak, oleh karena itu kadang kala sulit memberikan sanksi-sanksinya.
Di negara-negara maju terdapat suatu Dewan Medis yang bertugas melakukan pembinaan etik profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam etik kedokteran.
Di negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran ( MKEK), baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian, MKEK ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter ataupun masyarakat.
Masih banyak kasus yang keburu diajukan ke pengadilan sebelum ditangani oleh MKEK. Oleh karena fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982 Departemen Kesehatan membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di pusat dan tingkat provinsi.
Tugas P3EK adalah untuk menangani kasus-kasus malpraktik yang tidak dapat ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan usul-usul kepada pejabat yang berwenang.
Jadi instansi pertama yang menangani kasus malpraktik etik adalah MKEK cabang atau wilayah. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK maka akan dirujuk ke P3EK provinsi dan jika P3EK provinsi tidak mampu menanganinya maka kasus tersebut diteruskan ke P3EK pusat.
2.5 Pengendalian Hukum Oleh Perawat dan Klien
Pelayanan keperawatan di masa mendatang harus dapat memberikan consumer minded terhadap pelayana keperawatan yang di terima. Hal ini didasarkan pada ”trends” perubahan saat ini dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, perawat perawat diharapkan dapat mendefinisikan, mengimplementasikan dan mengukur perbedaan bahwa praktik keperawatan harus dapat sebagai indikator terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang profesional di masa depan. Sementara itu pelayanan keperawatan di masa mendatang belum jelas, maka perawat profesional di masa mendatang harus dapat memberikan dampak yang positif terhadap kualitas sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ada 4 hal yang harus dijadikan perhatian utama keperawatan di Indonesia :
¶ Memahami dan menerapkan peran perawat
¶ Komitmen terhadap identitas keperawatan
¶ Perhatian terhadap perubahan dan trend pelayanan kesehatan kepada masyarakat
¶ Komitmen dalam memenuhi tuntutan tantangan sistem pelayanan kesehatan melalui upaya yang kreatif dan inovatif.
Perawat Indonesia di masa depan harus dapat memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang berkembang seiring dengan perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sehingga perawat dituntut mampu menjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan.
Perawat dapat mengurangi kesempatan mereka terkena perkara hukum dengan mengikuti standar perawatan, memberikan perawatan kesehatan yang kompeten, dan mengembangkan hubungan empatik dengan klien. Selain itu, dokumentasi yang hati-hati, lengkap, dan objektif berperan sebagai bukti standar asuhan keperawatan yang diberikan. Dokumentasi yang tepat waktu dan jujur penting untuk memberikan komunikasi yang perlu antar anggota tim pelayanan kesehatan. Dokumentasi digunakan dalam banyak cara yang menguntungkan klien dan menunjukkan bahwa perawat adalah pemberi perawatan yang efektif. Dokumentasi yang baik juga mempertahankan pemberi perawatan kesehatan lain yang mempunyai pengetahuan baru tentang tindakan terbaru yang diterima klien sehingga perawatan terus menerus diberikan dengan aman.
Hubungan perawat-klien sangat penting, tidak hanya dalam menjamin kualitas perawatan tetapi juga dalam meminimalkan risiko hukum. Saling percaya terbentuk antara perawat dan klien. Klien yang percaya bahwa perawat melakukan tugas mereka secara benar dan memperhatikan kesejahteraan mereka mungkin urung untuk memulai perkara hukum melawan perawat. Perawatan yang tulus untuk klien adalah peranan penting perawat dan merupakan alat manajemen-risiko efektif. Bagaimana pun, perawatan tidak akan secara total melindungi perawat jika terjadi kelalaian praktik. Ketika klien cedera, pemeriksaan tentang kejadian bisa berimplikasi pada perawat bahkan jika klien merasa baik terhadap mereka.
Sabtu, 24 Oktober 2009
Asuhan Keperawatan di ruang intensif
Pendahuluan
Latar Belakang
Perawatan Intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu untuk dikembangkan di Indonesia. Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensiv bertujuan :
1. Memberi asuhan keperawatan bagi pasien
dengan penyakit berat yang potensial reversible.
2. Memberi asuhan keperawatan bagi pasien yang
perlu observasi ketat dengan atau tanpa
pengobatan yang tidak dapat diberikan
diruangan perawatan umum.
3. Memberi pelayanan kesehatan bagi pasien dengan
potensial adanya kerusakan organ.
4. Mengurangi kesakitan dan kematian yang dapat
dihindari pada pasien – pasien dengan penyakit kritis
(Adam & Asbome , 1997).
Untuk itu perawat ICU dituntut memiliki
: Pengetahuan, Ketrampilan, Daya Analisa dan Tanggungjawab yang tinggi, mampu bekerja mandiri, mampu membuat keputusan yang tepat dan cepat serta berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
B. Permasalahan
Sebagian besar Rumah Sakit di Indonesia (Kelas A – C) sudah mempunyai pelayanan Intensive namun pelayanan yang diberikan dari SDM, sarana, prasarana dan asuhan keperawatan masih sangat bervariasi, pengalaman dilapangan menunjukkan :
- Modifikasi tenaga perawat di ICU masih
sama di ruangan perawatan umum.
- Ruang tidak memenuhi syarat.
Pelayanan keperawatan belum maksimal dan masih banyak keluhan masyarakat tentang kinerja perawat.
Adanya asumsi tentang persepsi masyarakat bahwa ketika keluarga dirawat di ICU tidak ada harapan untuk hidup
C. Tujuan
Meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan diruang perawatan intensif
(ICU).
Latar Belakang
Perawatan Intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu untuk dikembangkan di Indonesia. Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensiv bertujuan :
1. Memberi asuhan keperawatan bagi pasien
dengan penyakit berat yang potensial reversible.
2. Memberi asuhan keperawatan bagi pasien yang
perlu observasi ketat dengan atau tanpa
pengobatan yang tidak dapat diberikan
diruangan perawatan umum.
3. Memberi pelayanan kesehatan bagi pasien dengan
potensial adanya kerusakan organ.
4. Mengurangi kesakitan dan kematian yang dapat
dihindari pada pasien – pasien dengan penyakit kritis
(Adam & Asbome , 1997).
Untuk itu perawat ICU dituntut memiliki
: Pengetahuan, Ketrampilan, Daya Analisa dan Tanggungjawab yang tinggi, mampu bekerja mandiri, mampu membuat keputusan yang tepat dan cepat serta berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
B. Permasalahan
Sebagian besar Rumah Sakit di Indonesia (Kelas A – C) sudah mempunyai pelayanan Intensive namun pelayanan yang diberikan dari SDM, sarana, prasarana dan asuhan keperawatan masih sangat bervariasi, pengalaman dilapangan menunjukkan :
- Modifikasi tenaga perawat di ICU masih
sama di ruangan perawatan umum.
- Ruang tidak memenuhi syarat.
Pelayanan keperawatan belum maksimal dan masih banyak keluhan masyarakat tentang kinerja perawat.
Adanya asumsi tentang persepsi masyarakat bahwa ketika keluarga dirawat di ICU tidak ada harapan untuk hidup
C. Tujuan
Meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan diruang perawatan intensif
(ICU).
Herpes - jamur
Asuhan Keperawatan
1.1 Latar Belakang
Penyakit herpes selama ini dianggap sebagai penyakit "kotor" karena berkaitan dengan aktivitas seksual yang tidak sehat. Padahal, tidak semua penyakit herpes disebabkan oleh kegiatan seksual. Dalam dunia media, penyakit herpes merupakan bentuk lain dari penyakit cacar. Ini merupakan peradangan kulit yang ditandai oleh pembentukan gelembung-gelembung berisi air secara berkelompok. Penyakit herpes merupakan salah satu penyakit yang bisa menular lewat hubungan seksual.
Sementara itu, herpes zoster atau shingles disebabkan oleh Virus Varisela Zoster. Gelembung cairan herpes zoster dapat timbul di mana saja di seluruh bagian tubuh. Jenis herpes yang juga dikenal dengan nama cacar ular ini disebut sebagai lanjutan penyakit cacar air. Pasalnya, jenis virus yang menyerang sama. Hanya saja, pada herpes zoster, gelembung cairan lebih besar dan berkelompok di bagian tertentu. Setiap orang yang pernah terkena cacar air berpotensi terkena herpes zoster.
Herpes simpleks dikenal juga dengan nama herpes febrilis, herpes labialis, herpes genitalia, fever blister, atau cold sore. Penyebabnya adalah virus herpes simpleks atau Herpes Virus Hominis (HVH) tipe-1 atau tipe-2. Faktor pencetusnya antara lain kondisi emosional, menstruasi, hubungan seksual, stres psikis, asupan minuman beralkohol, serta konsumsi makanan pedas atau daging kambing.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah yang disebut herpes ?
Bagaimana etiologinya ?
Bagaimana Penatalaksaan asuhan keperawatannya ?
1.3 Tujuan
Dengan adanya makalah asuhan keperawatan herpes ini, mahasiswa mampu menjelaskan definisi herpes, baik herpes zoster maupun herpes simplek serta dapat mengetahui tata cara penanganannya dengan asuhan keperawatan yang benar dan tidak keluar dari etika keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Herpes Zoster
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Herpes Simplek
Penyakt infeksiosa dan kontagiosa yang disebabkan oleh virus herpes simplek tipe 1 dan 2 dengan kecenderungan menyerang kulit-mukosa (orofasial , genital), terdapat kemungkinan manifestasi ekstrakutan dan cenderung untuk residif karena sering terjadi persintensi virus. Derajat penularannya tinggi, tetapi karena patogenitas dan daya tahan terhadap infeksi baik, maka infeksi ini sering berjalan tanpa gejala atau gejala ringan, subklinis atau hanya local. ( Rassner Dermatologie Lehrbuch und atlas, 1995)
B. Etiologi
Herpes zoster :
Reaktivasi virus varisela zoster
Herpes Simplek :
Virus herpes simpleks ( VHS ) tipe 1 dan tipe 2 adalah virus herpes hominis yang termasuk virus DNA.
C. Patofisiologi
Herpes Zoster
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kranalis kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persyarafan ganglion tersebut. Kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranalis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik
Herpes Simpleks
. Belum jelas, ada kemungkinan :
- Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal dari
perifer ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius. Faktor precipitasi
adalah penurunan sistim imun host.
- Reaktivitas infeksi herpes virus laten dalam otak.
- Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi
dari secret genital yang terinfeksi pada saat persalinan.
D. Tanda dan Gejala
Herpes Zoster
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama. Sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terhadap gejala prodromal baik sistemik seperti demam, pusing, malaise maupun lokal seperti nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan sebagainya. Setelah timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pastala dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah yang disebut herpes zoster haemoragik dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Massa tunasnya 7-12 hari. Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar geth bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persyarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus atas nervus fasialis dan otikus.
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang-cabang pertana nervus trigeminus. Sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasalis dan otikus sehingga menyebabkan pengelihatan ganda paralisis otot muka (Paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsnug dalam waktu yang singkat dan kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema. Pada Herpes Zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisa berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi. Nauralgia pasca laterpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Hal ini cenderung dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun.
Herpes simpleks
Masa inkubasi umunya berkisar antara 3-7 hari, tapi dapat lebih lama
• Infeksi primer
Berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise, anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Tempat predileksi VHS tipe 1 di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, bisaanya dimulai pada usia anak – anak. Inkolasi dapat terjadi secara kebetulan, musalna kontak kulit pada perawata . dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari. Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis.
Tempat predileksi VHS tiper 2 di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus.
Cara hubungan seksual orogenital, dapat menyebabkan herpes pada daerah genital yang disebabkan oleh VHS tipe 1 atau di daerah mulut dan rongga mulut yang disebabkan VHS tipe 2
• Fase Laten
Tidak ditemukan gejala klinism tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Penularan dapat terjadi pada fase ii, akibat pelepasan virus terus berlangsung meskipun dalam jumlah sedikit.
• Infeksi Rekurens
Reaktivasi VHS pada ganglion dorsalis mencapai klit sehingga menimbulkan gejala klinis. Dapat dipicu oleh trauma fisik. Obat-obatan, menstruasi, dan dapat pula timbul akibat jenis makan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal local sebelum timbul vesikel, berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Dapat timbul pada tempat yang sama(loco) atau tempat lain/temat disekitarnya (non loco).
E. Pemeriksaan Penunjang
Herpes Zoster
Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak
Herpes Simpleks
Virus herpes dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibia. Jika tidak ada lesi dapat diperiksa antibody VHS. Pada percobaan Tzanck denga perwarnaan Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel datia berinti banyka dan badan inklusi intranuklear.
F. Komplikasi
Herpes Zoster :
Pada usia lanjut lebih dari 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetik.
Herpes Simpleks
- Infeksi bakteri sekunder/
- Eritema multiforme portherpetika
G. Penatalaksanaan
Herpes Zoster
Terapi sistemik umumnya bersifat simtonatik, untuk nyerinya diberikan analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. Terapi seirng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.
Herpes Simpleks
1. Medikamentosa
• Belum ada terapi radikal
• Pada episode pertama, berikan:
- Asiklovir 200mg per oral 5 kali sehari selama 7 hari, atau
- Asiklovir 5 mg/kg BB , Intravena tiap 8 jam selama 7 hari ( bila gejala sistemik berat), atau
- Preparat isoprinoson sebagai imunomodulator , atau
- Asklovir parenteral atau preparat adenine arainosid ( vitarabin) untuk penyakit yang lebih berat atau timbul komplikasi pada alat dalam.
• Pada episode rekurensi, umumnya tidak perlu diobati karena bisa membaik, namun bila perlu dapat di obati dengan krim asiklovir. Bila pasien dengan gejala berat dan lama, berikan asiklovir 200mg peroral 5 kali sehari, selam 5 hari. Jika timbul ulserasi dapat dilakkkan kompres.
2. Nonmedikamentosa
Memberikan pendidikan kepada pasien denga menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
- Bahaya PMS dan komplikasinya
- Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
- Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
- Hindari hubungan seksual sebelum sembuh , dan memakai kondom jika tak dapat menghindari lagi
- Cara – cara menghindari infeksi PMS di masa dating berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih panjang.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data Subyektif
Demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan pegal, hipenestesi.
Data Obyektif
Eritema, vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah, dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan aleus dengan penyembuhan berupa sikatrik.
Dapat pula dijumpai pembesaran kelenjar lympe regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermafonal sesuai dengan tempat persyarafan.
Paralitas otot muka
Data Penunjang
Pemeriksaan percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.
B. Diagnosa Keperawatan
• Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus
• Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah
• Cemas s.d adanya lesi pada wajah
• Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus
C. Rencana
No Diagnosa
Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus, ditandai dengan :
DS : pusing, nyeri otot, tulang, pegal
DO: erupsi kulit berupa papul eritema, vseikel, pustula, krusta Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan
Kriteria hsil :
Rasa nyeri berkurang/hilang
Klien bisa istirahat dengan cukup
Ekspresi wajah tenang Kaji kualitas & kuantitas nyeri
Kaji respon klien terhadap nyeri
Jelaskan tentang proses penyakitnya
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Hindari rangsangan nyeri
Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang teraupeutik
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
2. Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah, ditandai dengan :
DS : -
DO: kulit eritem vesikel, krusta pustula Tujuan :
Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari
Kriteria hasil :
Tidak ada lesi baru
Lesi lama mengalami involusi Kaji tingkat kerusakan kulit
Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi
Kelola tx topical sesuai program
Berikan diet TKTP
3. Cemas s.d adanya lesi pada wajah, ditandai dengan :
DS : klien menyatakan takut wajahnya cacat
DO : tampak khawatir lesi pada wajah Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas akan hilang/berkurang
Kriteria hasil :
Pasien merasa yakin penyakitnya akan sembuh sempurna
Lesi tidak ada infeksi sekunder Kaji tingkat kecemasan klien
Jalaskan tentang penyakitnya dan prosedur perawatan
Tingkatkan hubungan teraupeutik
Libatkan keluarga untuk member dukungan
4. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus Tujuan :
Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit Isolasikan klien
Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Herpes Merupakan Penyakit menular dan infeksius yang bisa menyerang seseorang dimana saja dan kapan saja. Jadi herpes bukan merupakan penyakit yang dianggap masyarakat sebagai penyakit “kotor” karena herpes menular tidak saja dengan hubungan seksual namun kontak langsung dengan virus ini ditempat lain juga bisa tertular. Misalnya makan makanan yang tidak bersih dan terkontaminasi virus herpes atau mungking terpapar, tersentuh, kontak langsung dengan penderita herpes.
3.2 Saran
Taati UP ( universal precausion ) dengan baik. Gunakan pengaman jika terpaksa kontak dengan penderita herpes. Makanlah makanan yang bersih dan pastikan bahwa makanan tersebut sudah benar – benar masak. Jika ada penderita yang belum tertangani, segera tangani dengan baik. Segera rujuk ke Rumah Sakit jika penyakit mengganas
DAFTAR PUSTAKA
FKUI, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius. Hal:151-152
Rassner, 1995. Buku Ajar Dan Atlas Dermatologi. Jakarta. EGC. Hal:42-43
Wikipedia, 2010. Herpes Zoster. Http://id.wikipedia.com. (12 April 2010)
1.1 Latar Belakang
Penyakit herpes selama ini dianggap sebagai penyakit "kotor" karena berkaitan dengan aktivitas seksual yang tidak sehat. Padahal, tidak semua penyakit herpes disebabkan oleh kegiatan seksual. Dalam dunia media, penyakit herpes merupakan bentuk lain dari penyakit cacar. Ini merupakan peradangan kulit yang ditandai oleh pembentukan gelembung-gelembung berisi air secara berkelompok. Penyakit herpes merupakan salah satu penyakit yang bisa menular lewat hubungan seksual.
Sementara itu, herpes zoster atau shingles disebabkan oleh Virus Varisela Zoster. Gelembung cairan herpes zoster dapat timbul di mana saja di seluruh bagian tubuh. Jenis herpes yang juga dikenal dengan nama cacar ular ini disebut sebagai lanjutan penyakit cacar air. Pasalnya, jenis virus yang menyerang sama. Hanya saja, pada herpes zoster, gelembung cairan lebih besar dan berkelompok di bagian tertentu. Setiap orang yang pernah terkena cacar air berpotensi terkena herpes zoster.
Herpes simpleks dikenal juga dengan nama herpes febrilis, herpes labialis, herpes genitalia, fever blister, atau cold sore. Penyebabnya adalah virus herpes simpleks atau Herpes Virus Hominis (HVH) tipe-1 atau tipe-2. Faktor pencetusnya antara lain kondisi emosional, menstruasi, hubungan seksual, stres psikis, asupan minuman beralkohol, serta konsumsi makanan pedas atau daging kambing.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah yang disebut herpes ?
Bagaimana etiologinya ?
Bagaimana Penatalaksaan asuhan keperawatannya ?
1.3 Tujuan
Dengan adanya makalah asuhan keperawatan herpes ini, mahasiswa mampu menjelaskan definisi herpes, baik herpes zoster maupun herpes simplek serta dapat mengetahui tata cara penanganannya dengan asuhan keperawatan yang benar dan tidak keluar dari etika keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Herpes Zoster
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Herpes Simplek
Penyakt infeksiosa dan kontagiosa yang disebabkan oleh virus herpes simplek tipe 1 dan 2 dengan kecenderungan menyerang kulit-mukosa (orofasial , genital), terdapat kemungkinan manifestasi ekstrakutan dan cenderung untuk residif karena sering terjadi persintensi virus. Derajat penularannya tinggi, tetapi karena patogenitas dan daya tahan terhadap infeksi baik, maka infeksi ini sering berjalan tanpa gejala atau gejala ringan, subklinis atau hanya local. ( Rassner Dermatologie Lehrbuch und atlas, 1995)
B. Etiologi
Herpes zoster :
Reaktivasi virus varisela zoster
Herpes Simplek :
Virus herpes simpleks ( VHS ) tipe 1 dan tipe 2 adalah virus herpes hominis yang termasuk virus DNA.
C. Patofisiologi
Herpes Zoster
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kranalis kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persyarafan ganglion tersebut. Kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranalis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik
Herpes Simpleks
. Belum jelas, ada kemungkinan :
- Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal dari
perifer ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius. Faktor precipitasi
adalah penurunan sistim imun host.
- Reaktivitas infeksi herpes virus laten dalam otak.
- Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi
dari secret genital yang terinfeksi pada saat persalinan.
D. Tanda dan Gejala
Herpes Zoster
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama. Sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terhadap gejala prodromal baik sistemik seperti demam, pusing, malaise maupun lokal seperti nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan sebagainya. Setelah timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pastala dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah yang disebut herpes zoster haemoragik dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Massa tunasnya 7-12 hari. Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar geth bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persyarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus atas nervus fasialis dan otikus.
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang-cabang pertana nervus trigeminus. Sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasalis dan otikus sehingga menyebabkan pengelihatan ganda paralisis otot muka (Paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsnug dalam waktu yang singkat dan kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema. Pada Herpes Zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisa berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi. Nauralgia pasca laterpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Hal ini cenderung dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun.
Herpes simpleks
Masa inkubasi umunya berkisar antara 3-7 hari, tapi dapat lebih lama
• Infeksi primer
Berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise, anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Tempat predileksi VHS tipe 1 di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, bisaanya dimulai pada usia anak – anak. Inkolasi dapat terjadi secara kebetulan, musalna kontak kulit pada perawata . dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari. Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis.
Tempat predileksi VHS tiper 2 di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus.
Cara hubungan seksual orogenital, dapat menyebabkan herpes pada daerah genital yang disebabkan oleh VHS tipe 1 atau di daerah mulut dan rongga mulut yang disebabkan VHS tipe 2
• Fase Laten
Tidak ditemukan gejala klinism tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Penularan dapat terjadi pada fase ii, akibat pelepasan virus terus berlangsung meskipun dalam jumlah sedikit.
• Infeksi Rekurens
Reaktivasi VHS pada ganglion dorsalis mencapai klit sehingga menimbulkan gejala klinis. Dapat dipicu oleh trauma fisik. Obat-obatan, menstruasi, dan dapat pula timbul akibat jenis makan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal local sebelum timbul vesikel, berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Dapat timbul pada tempat yang sama(loco) atau tempat lain/temat disekitarnya (non loco).
E. Pemeriksaan Penunjang
Herpes Zoster
Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak
Herpes Simpleks
Virus herpes dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibia. Jika tidak ada lesi dapat diperiksa antibody VHS. Pada percobaan Tzanck denga perwarnaan Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel datia berinti banyka dan badan inklusi intranuklear.
F. Komplikasi
Herpes Zoster :
Pada usia lanjut lebih dari 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetik.
Herpes Simpleks
- Infeksi bakteri sekunder/
- Eritema multiforme portherpetika
G. Penatalaksanaan
Herpes Zoster
Terapi sistemik umumnya bersifat simtonatik, untuk nyerinya diberikan analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. Terapi seirng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.
Herpes Simpleks
1. Medikamentosa
• Belum ada terapi radikal
• Pada episode pertama, berikan:
- Asiklovir 200mg per oral 5 kali sehari selama 7 hari, atau
- Asiklovir 5 mg/kg BB , Intravena tiap 8 jam selama 7 hari ( bila gejala sistemik berat), atau
- Preparat isoprinoson sebagai imunomodulator , atau
- Asklovir parenteral atau preparat adenine arainosid ( vitarabin) untuk penyakit yang lebih berat atau timbul komplikasi pada alat dalam.
• Pada episode rekurensi, umumnya tidak perlu diobati karena bisa membaik, namun bila perlu dapat di obati dengan krim asiklovir. Bila pasien dengan gejala berat dan lama, berikan asiklovir 200mg peroral 5 kali sehari, selam 5 hari. Jika timbul ulserasi dapat dilakkkan kompres.
2. Nonmedikamentosa
Memberikan pendidikan kepada pasien denga menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
- Bahaya PMS dan komplikasinya
- Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
- Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
- Hindari hubungan seksual sebelum sembuh , dan memakai kondom jika tak dapat menghindari lagi
- Cara – cara menghindari infeksi PMS di masa dating berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih panjang.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data Subyektif
Demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan pegal, hipenestesi.
Data Obyektif
Eritema, vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah, dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan aleus dengan penyembuhan berupa sikatrik.
Dapat pula dijumpai pembesaran kelenjar lympe regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermafonal sesuai dengan tempat persyarafan.
Paralitas otot muka
Data Penunjang
Pemeriksaan percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.
B. Diagnosa Keperawatan
• Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus
• Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah
• Cemas s.d adanya lesi pada wajah
• Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus
C. Rencana
No Diagnosa
Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus, ditandai dengan :
DS : pusing, nyeri otot, tulang, pegal
DO: erupsi kulit berupa papul eritema, vseikel, pustula, krusta Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan
Kriteria hsil :
Rasa nyeri berkurang/hilang
Klien bisa istirahat dengan cukup
Ekspresi wajah tenang Kaji kualitas & kuantitas nyeri
Kaji respon klien terhadap nyeri
Jelaskan tentang proses penyakitnya
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Hindari rangsangan nyeri
Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang teraupeutik
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
2. Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah, ditandai dengan :
DS : -
DO: kulit eritem vesikel, krusta pustula Tujuan :
Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari
Kriteria hasil :
Tidak ada lesi baru
Lesi lama mengalami involusi Kaji tingkat kerusakan kulit
Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi
Kelola tx topical sesuai program
Berikan diet TKTP
3. Cemas s.d adanya lesi pada wajah, ditandai dengan :
DS : klien menyatakan takut wajahnya cacat
DO : tampak khawatir lesi pada wajah Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas akan hilang/berkurang
Kriteria hasil :
Pasien merasa yakin penyakitnya akan sembuh sempurna
Lesi tidak ada infeksi sekunder Kaji tingkat kecemasan klien
Jalaskan tentang penyakitnya dan prosedur perawatan
Tingkatkan hubungan teraupeutik
Libatkan keluarga untuk member dukungan
4. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus Tujuan :
Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit Isolasikan klien
Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Herpes Merupakan Penyakit menular dan infeksius yang bisa menyerang seseorang dimana saja dan kapan saja. Jadi herpes bukan merupakan penyakit yang dianggap masyarakat sebagai penyakit “kotor” karena herpes menular tidak saja dengan hubungan seksual namun kontak langsung dengan virus ini ditempat lain juga bisa tertular. Misalnya makan makanan yang tidak bersih dan terkontaminasi virus herpes atau mungking terpapar, tersentuh, kontak langsung dengan penderita herpes.
3.2 Saran
Taati UP ( universal precausion ) dengan baik. Gunakan pengaman jika terpaksa kontak dengan penderita herpes. Makanlah makanan yang bersih dan pastikan bahwa makanan tersebut sudah benar – benar masak. Jika ada penderita yang belum tertangani, segera tangani dengan baik. Segera rujuk ke Rumah Sakit jika penyakit mengganas
DAFTAR PUSTAKA
FKUI, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius. Hal:151-152
Rassner, 1995. Buku Ajar Dan Atlas Dermatologi. Jakarta. EGC. Hal:42-43
Wikipedia, 2010. Herpes Zoster. Http://id.wikipedia.com. (12 April 2010)
Langganan:
Postingan (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...