Minggu, 25 Oktober 2009

ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA SEL SABIT

Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah (SDM) mengandung hemoglobin abnormal. Anemia sel sabit (atau penyakit Hemoglobin S) adalah salah satu hemoglobinopati yang paling umum terlihat dan berat. Gambaran menonjol dari hemoglobinopati adalah timbulnya sabit pada SDM. Semua hemoglobinopati menghasilkan manifestasi yang sama; namun, anemia sel sabit di mana tegangan oksigen dari darah menurun, Hb berpolimer, Hb rusak, dan SDM menjadi berbentuk sabit. Saat jaringan menjadi lebih hipoksik, makin terjadi bentuk sabit dan terjadi sabit. Sel-sel sabit dirusak oleh limpa dan lebih rapuh daripada SDM normal. Lama hidup SDM juga menurun dari normalnya 120 hari menjadi 17 hari (Martinelli, 1991). Perkembangan ini menyebabkan anemia. Sel sabit menghalangi aliran darah yang menyebabkan hipoksia lanjut, yang sebaliknya menyebabkan pembentukan sabit lanjut.

Prevalensi gen sel sabit yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat mencapai hingga 40% di daerah tertentu. Prevalensi Hb S lebih rendah didapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa bagian di India. Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8% sedangkan status homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3-1,5%.

Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Oleh karena itu, pasien homozigot (Gelehertr, 1999). Individu heterozigot (gen abnormal diwariskan hanya dari salah satu oarangtua) dikatakan memiliki sifat sel sabit. Individu-individu ini umumnya asimtomatik dan memiliki usia harapan hidup yang normal. Sifat sel sabit tidak memperpendek harapan hidup seseorang atau menyebabkan anemia. Ini tidak berubah jadi anemia sel sabit. Namun, selama pemajanan pada lingkungan dengan oksigen sangat rendah, seperti pada saat anestasi, di tempat ketinggian, penerbangan tanpa tekanan dan pada penyakit paru obstruktif kronis (COPD), SDM dari individu dengan sel sabit dapat membentuk sabit yang menyebabkan hipoksia jaringan sementara SDM kembali ke bentuk normal setelah individu kembali ke lingkungan dengan oksigen normal.

Kebanyakan individu dengan penyakit sel sabit menikmati tingkat fungsi yang sesuai bila mereka tidak mengalami komplikasi. Rata-rata lama hidup untuk individu dengan anemia sel sabit adalah 42 tahun (Martinelli, 1991). Stroke, gagal ginjal, dan kerusakan jantung adalah penyebab dari kematian.

1.2 Rumusan Masalah

Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit.

1.3 Tujuan Permasalahan

1.3.1. Tujuan umum

Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit.

1.3.2. Tujuan khusus

- Mampu memahami teori tentang anemia sel sabit

- Mampu melakukan pengkajian pada penderita yang menderita anemia sel sabit.

- Mampu merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien yang menderita anemia sel sabit

- Mampu menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang menderita anemia sel sabit

- Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan yang telah dipelajari pada pasien anemia sel sabit


BAB II

KONSEP DASAR ANEMIA SEL SABIT

2.1 Pengertian Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal.(Noer Sjaifullah,1999)

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer, 2002) Anemia Sel Sabit (Sickle cell anemia).Disebut juga anemia drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S.

Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.

2.2 Anatomi Fisiologi

Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cairan bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna.

2.3 Penyebab/ etiologi

Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi itu.

Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-sel darah merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit.

Gambar 1. Sel Darah Merah Berbentuk Sabit

Deoksigenasi dapat terjadi karena banyak alasan. Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi mikro secara lebih lambat daripada eritrosit normal, menyebabakan deoksigenasi menjadi lebih lama. Eritrosit Hb S melekat pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran darah. Peningkatan deoksigenasi dapat mengakibatkan SDM berada di bawah titik kritis dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskular. Karena kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit berkelompok, dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri, dan infark organ (Linker, 2001). Berulangnya episode pembentukan sabit dan kembali ke bentuk normal menyebabkan membran sel menjadi rapuh dan terpecah-pecah. Sel-sel kemudian mengalami hemolisis dan dibuang oleh sistem monositmakrofag. Dengan demikian siklus hidup SDM jelas berkurang, dan meningkatnya kebutuhan menyebabkan sumsum tulang melakukan penggantian. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A Sylvia, 2006)

Gambar 2. Menggambarkan siklus krisis infark sel sabit

Deoksigenasi

sel-sel darah

merah

Pembentukan sabit

Infark meningkat

SIKLUS KRISIS Dehidrasi

INFARK SEL SABIT asidosis


Obstruksi mikrovaskular Viskositas darah meningkat

Pembentukan sabit Stasis mikrovaskular

meningkat meningkat

Peningkatan

deoksigenasi


2.4 Patofisiologi

Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai α dan dua rantai β, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai. Trait sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga SDM masih mampu mensintesa kedua rantai β dan βs, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat. Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua gen abnormal dan hanya mempuntai rantai βs dan hanya hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002)

2.5 Gejala

Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya.
Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang ditandai dengan:

semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-tulang panjang)
demam, kadang sesak nafas.
Nyeri perut bisa sangat hebat dan bisa penderita bisa mengalami muntah; gejala ini mirip dengan apendisitis atau suatu kista indung telur.
Pada anak-anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas.
Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya.
Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-lama hati menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah merah yang hancur.
Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur.
Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang.
Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi.
Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi).

2.6 Manifestasi Klinik

No. Sistem Komplikasi Tanda dan Gejala
1. Jantung Gagal jantung kongestif Kardiomegali, takikardi, napas pendek, dispnea sewaktu kerja fisik, gelisah
2. Pernapasan Infark paru, pneumonia Nyeri dada, batuk, sesak napas, demam, gelisah
3. Saraf Pusat Trombosis serebral Afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan kandung kemih
4. Genitourinaria Disfungsi ginjal Nyeri pinggang, hematuria
5. Gastrointestinal Kolesistitis, fibrosis hati, abses hati Nyeri perut, hepatomegali, demam
6. Okular Ablasio retina, penyakit pembuluh darah perifer, perdarahan Nyeri, perubahan penglihatan, buta
7. Skeletal Nekrosis aseptik kaput femoris dan kaput humeri Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki
8. Kulit Ulkus tungkai kronis Nyeri, ulkus terbuka dan mengering

2.7 Prognosis/ penatalaksanaan

Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak. Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi SDM hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik. Pada kehamilan usuhakan agar Hb 10-12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot.(Noer Sjaifullah, 1999)

2.8 Pengobatan

Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan sabit, karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan dan penunjang. Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini dan pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami hipoksia. Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi dapat mengenai setiap bagian tubuh. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitis. Transfusi juga diperlukan selama kehamilan. Penderita seringkali cacat karena adanya nyeri berulang yang kronik karena adanya kejadian-kejadian oklusi pada pembuluh darah.




BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA SEL SABIT

3.1 Pengkajian Keperawatan

Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita anemia sel sabit yaitu :

1. Pengumpulan data

a. Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

b. Identitas penanggung

c. Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu

Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan pasien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.

Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan oleh kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit

e. Riwayat kesehatan sekarang

- Klien terlihat keletihan dan lemah

- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi

- Mengeluh nyeri mulut dan lidah

f. Pemeriksaan fisik

Aktivitas/ istirahat
Gejala: Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari, kehilangan produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat

Tanda: Tidak bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)

Sirkulasi
Gejala: Palpitasi atau nyeri dada anginal

Tanda: Takikardi, disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah, pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.

Eliminasi
Gejala: Sering berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)

Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, hepatomegali, asites, urine encer, kuning pucat, hematuria, berat jenis urine menurun

Integritas ego
Gejala: Mudah marah, kuatir, takut

Tanda: Ansietas, gelisah

Makanan/ cairan
Gejala: Haus, anoreksia, mual/ muntah

Tanda: Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas cubitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.

Hygiene
Gejala: Keletihan/ kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri

Tanda: Ceroboh, penampilan tidak rapi

Neurosensori
Gejala: Sakit kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada ekstremitas

Tanda: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang

Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri punggung, sakit kepala

Tanda: Penurunana rentang gerak, gelisah

Pernapasan
Gejala: Dispnea saat bekerja/ istirahat

Tanda: Distres pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas menurun, mengi

Keamanan
Gejala: Riwayat transfusi

Tanda: Demam ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman penglihatan

Seksualitas
Gejala: Kehilangan libido, amenorea, priapisme

Tanda: Maturitas seksual terlambat, serviks dan dinding vagina (anemia)

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Jumlah Darah Lengkap ( JDL): Leukosit dan trombosit menurun

b. Retikulosit: jumlah dapat bervariasi dari 30% – 50%

c. Pewarnaan SDM: menunjukkan sebagian sabit atau lengkap

d. LED: meningkat

e. Eritrosit: menurun

f. GDA: dapat menunjukkan penurunan PO2

g. Billirubin serum: meningkat

h. LDH: meningkat

i. TIBC: normal sampai menurun

j. IVP: mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal

k. Radiografik tulang: mungkin menunjukkan perubahan tulang

l. Rontgen: mungkin menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.

2. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis.

3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan.

4. Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

3.3 Tindakan/ Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah, yang ditandai oleh: dispnea, gelisah, takikardia, dan sianosis (hipoksia).

Tujuan Umum: Tidak terdapatnya sekret

Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan ventilasi/ oksigenasi dan bunyi napas normal.

Intervensi Rasional
Mandiri
Awasi frekuensi/ kedalaman pernapasan, area sianosis.

Auskultasi bunyi napas, catat adanya/ takadanya, dan bunyi adventisisus.

Kaji laporan nyeri dada dan peningkatan kelemahan.

Bantu dalam mengubah posisi, batuk dan napas dalam.

Kaji tingkat kesadaran.

Kaji toleransi aktivitas; tempatkan pasien pada tirah baring.

Dorong pasien untuk memilih periode istirahat dan aktivitas.

Peragakan dan dorong penggunaan teknik relaksasi.

Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.

Batasi pengunjung/ staf.

Kolaborasi

Berikan suplemen O2 sesuai indikasi.

Lakukan/ bantu fisioterapi dada.

Berikan pak SDM atau transfusi tukar sesuai indikasi.

Indikator keadekuatan fungsi pernapasan atau tingkat gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.

Terjadinya atelektasis dan stasis sekret dapat mengganggu pertukaran gas.

Menggambarkan terjadinya infeksi paru, yang meningkatkankerja jantung dan kebuttuhan oksigen.

Meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan sekresi, dan menurunkan stasis sekret.

Jaringan otak sangat sensitif pada penurunan oksigen dan merupakan indikator dini terjadinya hipoksia.

Penurunan kebutuhan metabolik tubuh menurunkan kebutuhan O2.

Melindungi dari kelelahan berlebihan.

Relaksasi menurunkan teganagn otot dan ansietas.

Masukan yang mencukupi perlu untuk mobilisasi sekret.

Melindungi dari potensial sumber infeksi pernapasan.

Memaksimalkan transpor O2 ke jaringan, khususnya pada adanya gangguan paru/ pneumonia.

Dilakukan untuk memobilisasi sekret dan meningkatkan pengisian udara area paru.

Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, melarutkan persentase hemoglobin S (untuk mencegah sabit) dan merusak sel sabit.


Diagnosa keperawatan: Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis, yang ditandai oleh: penurunan tanda vital, pucat, gelisah, nyeri tulang, angina, dan gangguan penglihatan.

Tujuan Umum: Perfusi jaringan adekuat

Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan yang dibuktikan oleh tanda vital yang stabil.

Intervensi Rasional
Mandiri
Awasi tanda vital dengan cermat. Kaji nadi untuk frekuensi, irama, dan volume.

Pengendapan dan sabit pembuluh perifer dapat menimbulkan obliterasi lengkap/ terjadi penurunan perfusi jaringan pada sekitar pembuluh darah.

Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, sianosis, diaforesis, pelambatan pengisian kapiler. Perubahan menunjukkan penurunan sirkulasi/ hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler.
Catat perubahan dalam tingkat kesadaran. Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi SSP akibat iskemia atau infark.
Pertahankan pemasukkan cairan adekuat. Dehidrasi tidak hanya menyebabkan hipovolemia tetapi meningkatkan pembentukan sabit dan oklusi kapiler.
Pertahankan suhu lingkungan dan kehangatan tubuh. Mencegah vasokontriksi; membantu dalam mempertahankan sirkulasi dan perfusi.
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Darah lenkap, BUN

Penurunan perfusi jaringan dapat menimbulkan infark organ jaringan seperti otak, hati, limpa, ginjal dsb.

Berikan cairan hipo-osmolar (mis. Cairan garam faal 0,45) melalui pompa infus. Hidrasi menurunkan konsentrasi Hb S dalam SDM, yang menurunkan kecenderungan sabit, dan juga menurunkan viskositas darah yang membantu untuk mempertahankan perfusi.
Berikan agen antisabit percobaan (mis, natrium sianat) dengan hati-hati. Agen antisabit ditujukan pada hidup panjang eritrosit dan mencegah sabit dengan mempengaruhi perubahan membran sel.
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan, yang ditandai oleh: anoreksia, dehidrasi (muntah, diare, demam).

Tujuan Umum: Intake cairan terpenuhi

Tujuan Khusus: Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.

Intervensi Rasional
Mandiri
Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat. Timbang tiap hari.

Pasien dapat menurunkan pemasukan cairan selama periode krisis karena malaise, anoreksia dsb.

Perhatikan karakteristik urine dan berat jenis. Ginjal dapat kehilangannya untuk mengkonsentrasikan urine, mengakibatkan kehilangan banyak urine encer.
Awasi tanda vital. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
Observasi demam, perubahan tingkat kesadaran, turgor kulit buruk, nyeri. Gejala yang menunjukkan dehidrasi.
Awasi tanda vital dengan ketat selama transfusi darah dan catat adanya dispnea, ronki, mengi, batuk, dan sianosis. Jantung dapat kelelahan dan cenderung gagal karena kebutuhan pada status anemia.
Kolaborasi
Berikan cairan sesuai indikasi.

Penggantian atas kehilangan/ defisit: dapat memperbaiki ginjal pada SDM.

Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Hb/Ht, elektrolir serum dan urine. Peningkatan menunjukkan hemokonsentrasi. Kehilangan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine dapat mengakibatkan penurunan Na+, K+, dan Cl+ serum.
Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah, yang ditandai oleh: nyeri lokal, menyebar, berdenyut, perih, sakit kepala.

Tujuan Umum: Mengurangi nyeri

Tujuan Khusus: Menyatakan nyaeri berkurang; menunjukkan postur badan rileks, bebas bergerak; meningkatkan asupan cairan.

Intervensi Rasional
Kaji berat dan lokasi nyeri. Tempat nyeri yang sering adalah sendi dan ekstremitas, dada, dan abdomen. Jaringan dan organ sangat peka terhadap trombosis mikrosirkulasi dengan akibat kerusakan hipoksik; hipoksia menyebabkan nyeri.
Berikan analgetik sesuai rsesp. Perhitungkan pemakaian anagelsik yang dikontrol pasien. Anageltik oploid penting untuk mengurangi nyeri yang berat.
Dukung asupan cairan peroral dan berikan cairan IV sesuai resep; memantau asupan dan haluaran cairan. Cairan akan memperbaiki hemodilusi dan menguraiakn algutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kecil.
Posisikan pasien dengan hati-hati dan sangga daerah nyeri; dukung penggunaan teknik relaksasi dan latihan pernapasan. Nyeri sendi dapat dikurangi selama krisis dengan gerakan yang hati-hati dan penggunaan kompres panas; teknik relaksasi dan latihan pernapasan dapat berfungsi sebagai pelemas. Penyumbatan pembuluh darah oleh sel sabit akan menurunkan sirkulasi.
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi, yang ditandai oleh: turgor kulit buruk, kulit kering, pucat.

Tujuan Umum: Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria: kulit segar, sirkulasi darah lancar.

Tujuan Khusus: Mencegah cedera; berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan faktor resiko/kerusakan kuilt.

Intervensi Rasional
Mandiri
Sering ubah posisi, bahkan bila duduk di kursi.

Mencegah tekanan jaringan lama dimana sirkulasi telah terganggu, menurunkan resiko trauma jaringan/ iskemia.

Inspeksi kulit/ titik tekanan secara teratur untuk kemerahan, beriakan pijatan lembut. Sirkulasi buruk pada jaringan, mencegah kerusakan kulit.
Pertahankan permukaan kulit kering dan bersih; linen kering/ bebas kerutan. Lembab, area terkontaminasi memberikan media yang baik untuk pertumbuhan organisme patogen.
Awasi tungkai terhadap kemerahan, perhatikan dengan ketat terhadap pembentukan ulkus. Potensi jalan masuk untuk organisme patogen. Pda adnya gangguan sistem imun, ini meningkatkanresiko infeksi/ pelambatan penyembuhan.
Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk. Meningkatkan aliran balik vena menurunkan stasis vena/ pembentukan edema.
Kolaborasi
Berikan kasur air atau tekanan udara.

Menurunkan tekanan jaringan dan membantu dalam memaksimalkan perfusi seluler untuk mencegah cedera.

Awasi status area iskemik, ulkus. Perhatikan distribusi, ukuran, kedalaman, karakter, dan drainase. Perbaikan atau lambanya penyembuhan menunjukkan status perfusi jaringan dan keefektifan intervensi.
Siapkan untuk/ bantu oksigenasi pada ulkus. Memaksimalkan pemberian oksigen ke jaringan, meningkatkan penyembuhan
Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya, yang ditandai oleh: pertanyaan; meminta informasi; tidak akurat mengikuti intruksi; dan ansietas.

Tujuan Umum: Memahami tentang penyakitnya

Tujuan Khusus: Menyatakan pemahaman proses penyakit, termasuk gejala krisis; melakukan perilaku yang perlu/perubahan pola hidup untuk mencegah komplikasi.

Intervensi Rasional
Berikan informasi tentang penyakitnya. Memberikan dasar pengethuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Menberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan pasien untuk memilih informasi.
Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4-6 liter cairan perhari. Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit/ krisis.
Dorongb latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.
3.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana haurs direvisi sesuai kebutuhan pasien.

3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.

Hasil evaluasi yang diharapkan/ kriteria: evaluasi pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut:

Mengatakan pemahaman situasi/ faktor resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria:

Menunjukkan teknik/ perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan pengobatan dengan kriteria:

c. Mengidentifikasikan hubungan tanda/ gejala penyebab.

d. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.

Mengidentifikasikan perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria:

f. Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.

g. Menyukai diri sebagai orang yang berguna.

Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria:

h. Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.

Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria:

i. Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan denagn nilai laboratorium normal.


















BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.

Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam.

Gejala klinis yang biasa terjadi pada seseorang yang gangguan anemia sel sabit dapat berupa : nyeri, pucat, kelemahan dan keletihan, palpitasi, takikardia, diare dan penurunan haluaran urin, penurunan nafsu makan, mual dan muntah, kulit kering, nafas pendek, gangguan penglihatan dan demam.

Pengkajian yang dilakukan pada klien yang anemia dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah; perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis; resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan; nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah; resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi; serta kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

Implementasi keperawatan pada klien anemia sel sabit harus sesuai dengan intervensi atau rencana keperawatan yang telah dibuat. Oleh karena itu perawat harus memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.

4.2 Saran

Karena penyakit dapat menimbulkan krisis yang berbahaya, mereka yang mengidap anemia sel sabit perlu bekerja keras untuk mempertahankan kesehatan yang baik. Mereka dapat melakukan hal ini dengan menjaga kebersiahn pribadi, dengan menghindari aktivitas yang berat yang berkepanjangan, dan dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang dan baik.

Para penderita anemia sel sabit hendaknya juga melakukan pemeriksaan medis yang teratur. Jika penderita anemia sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan teratur, maka ini memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit untuk hidup secara normal.

Dengan mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit, diharapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan harus secara profesional dan komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.





DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku. EGC: Jakarta

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC: Jakarta

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. EGC: Jakarta

Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. EGC: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar