Rambut tebal dan kuat tentu menjadi mahkota yang indah. Namun, kadang rambut tidak sesuai dengan keinginan. Seringkali rambut rontok dan membuat rambut terlihat tipis. Bahkan lambat laun kebotakan bisa terjadi karena rambut terlalu sering rontok. Bagaimana cara mendapatkan rambut yang tebal dan kuat?
Setiap kali menyisir rambut, seringkali terlihat rambut yang rontok pada sisir. Sebenarnya ini hal yang wajar, karena adanya regenerasi rambut. Tapi, bila rambut yang rontok cukup banyak (lebih dari 100 helai per hari) dapat membuat rambut menipis bahkan menyebabkan kebotakan. Rambut yang terlihat tipis tentu tidak menarik karena impian dari kebanyakan orang adalah memiliki rambut tebal, indah dan kuat. Untuk Anda yang mengalami masalah rambut tipis dan ingin menambah volume rambut, berikut hal-hal yang dapat dilakukan:
*
Pilih shampo yang sesuai
Shampo memegang peranan penting dalam membentuk keindahan rambut. Untuk membantu menyelesaikan rambut Anda yang tidak tebal sebaiknya pilihlah shampo yang mengandung protein yang dapat menambah volume rambut.
*
Gunakan produk tambahan untuk rambut
Agar rambut dapat tumbuh subur, Anda dapat membantunya dengan memberikan vitamin atau produk tambahan lain yang dapat merangsang pertumbuhan rambut. Pilih produk yang mengandung panthenol.
*
Gunakan sisir bergigi jarang
Menggunakan sisir tujuannya untuk merapikan rambut. Akibat berbagai kegiatan, angin atau hal lainnya membuat rambut menjadi berantakan. Menggunakan sisir rapat tentu membuat semakin banyak rambut yang rontok.
*
Keringkan rambut dengan benar
Sehabis keramas, teknik mengeringkan rambut yang benar adalah dengan menekan-nekan kepala dengan handuk kering. Bila Anda menggunakan hair dryer, cobalah untuk mengangkat rambut sedikir demi sedikit dan gunakan hair dryer dengan pengaturan dingin agar kutikula mengeras sehingga rambut tidak mudah rontok, sebaliknya akan membuat rambut terlihat tebal.
*
Kuatkan rambut agar tidak mudah rontok
Caranya adalah dengan menggunakan minyak jojoba yang akan menjaga rambut dari kerusakan. Rambut menjadi tidak mudah rapuh sebaliknya rambut menjadi kuat.
*
Teknik menata rambut sehingga rambut terlihat tebal
Gunakan hair dryer. Tundukkan kepala, setelah setengah kering segera angkat kepala dan rapikan rambut dengan menggunakan sisir bulat berukuran sedang.
Tentu untuk mendapatkan rambut tebal, rambut kuat dan rambut indah tidaklah sulit. Dengan beberapa upaya khusus, Anda dapat membuat mahkota kepala Anda menjadi bertambah indah.
Minggu, 29 November 2009
Tips Rambut Indah
Sebagai mahkota wanita, rambut merupakan bagian penting dari penampilan. Rambut yang indah dan terawat tentu akan menambah daya tarik seseorang. Itulah sebabnya rambut perlu mendapat perhatian khusus. Salah perawatan pada rambut, akan mengakibatkan rambut menjadi kusam dan rusak. Bagaimana cara untuk menjaga rambut tetap indah dan menawan?
Sebenarnya untuk membuat dan menjaga rambut Anda tetap indah tidak memerlukan perawatan yang mahal. Ada beberapa tips yang mudah dilakukan. Agar rambut Anda menjadi indah, Anda dapat mencoba beberapa tips berikut ini.
Lakukan pola hidup sehat
Pola hidup sehat mencakup tidak merokok, rajin berolahraga secara teratur, mengkonsumsi makanan bergizi, juga melakukan refreshing dan relaksasi agar pikiran tidak menjadi stress. Untuk makanan, Anda dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, C, E, selenium karena zat ini yang sangat baik menjaga kesehatan rambut.
Usahakan tidur cukup dan nyenyak setiap hari
Bila tidur Anda terganggu, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah tidak lancar. Akibatnya rambut tidak mendapat nutrisi yang cukup dan menyebabkan rambut kusam. Oleh karena itu, jangan bebani pikiran Anda dengan hal-hal yang dapat mengganggu tidur Anda.
Gunakan produk perawatan rambut yang sesuai
Bila menggunakan produk perawatan rambut, perhatikan komposisi produk. Hindari produk yang berbahan alkohol dalam konsentrasi tinggi karena kandungan tersebut dapat merusak rambut. Saat menggunakan produk tersebut, jangan langsung dikenakan di kulit kepala karena menyebabkan pori-pori kepala tertutup dan dapat merusak kulit kepala yang selanjutnya merusak rambut.
Bila berenang, olesi dengan air basa atau penutup rambut
Tujuan dari hal ini adalah agar rambut tidak terkontaminasi dengan air kolam yang kandungan kimianya dapat merusak rambut Anda.
Gunakan sisir dari kayu
Sisir yang terbuat dari kayu dapat mengurangi kerontokan rambut. Kebersihan sisir juga perlu dijaga agar kotoran yang ada dalam sisir tidak melekat pada rambut Anda.
Pilih shampoo yang sesuai
Setelah memperhatikan jenis rambut, hal ini menjadi dasar bagi Anda untuk memilih shampo yang akan dipakai. Pilih shampo yang berkualitas yang sesuai dengan kondisi rambut.
Sebenarnya untuk membuat dan menjaga rambut Anda tetap indah tidak memerlukan perawatan yang mahal. Ada beberapa tips yang mudah dilakukan. Agar rambut Anda menjadi indah, Anda dapat mencoba beberapa tips berikut ini.
Lakukan pola hidup sehat
Pola hidup sehat mencakup tidak merokok, rajin berolahraga secara teratur, mengkonsumsi makanan bergizi, juga melakukan refreshing dan relaksasi agar pikiran tidak menjadi stress. Untuk makanan, Anda dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, C, E, selenium karena zat ini yang sangat baik menjaga kesehatan rambut.
Usahakan tidur cukup dan nyenyak setiap hari
Bila tidur Anda terganggu, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah tidak lancar. Akibatnya rambut tidak mendapat nutrisi yang cukup dan menyebabkan rambut kusam. Oleh karena itu, jangan bebani pikiran Anda dengan hal-hal yang dapat mengganggu tidur Anda.
Gunakan produk perawatan rambut yang sesuai
Bila menggunakan produk perawatan rambut, perhatikan komposisi produk. Hindari produk yang berbahan alkohol dalam konsentrasi tinggi karena kandungan tersebut dapat merusak rambut. Saat menggunakan produk tersebut, jangan langsung dikenakan di kulit kepala karena menyebabkan pori-pori kepala tertutup dan dapat merusak kulit kepala yang selanjutnya merusak rambut.
Bila berenang, olesi dengan air basa atau penutup rambut
Tujuan dari hal ini adalah agar rambut tidak terkontaminasi dengan air kolam yang kandungan kimianya dapat merusak rambut Anda.
Gunakan sisir dari kayu
Sisir yang terbuat dari kayu dapat mengurangi kerontokan rambut. Kebersihan sisir juga perlu dijaga agar kotoran yang ada dalam sisir tidak melekat pada rambut Anda.
Pilih shampoo yang sesuai
Setelah memperhatikan jenis rambut, hal ini menjadi dasar bagi Anda untuk memilih shampo yang akan dipakai. Pilih shampo yang berkualitas yang sesuai dengan kondisi rambut.
Flexi Unlimited: Internet Unlimited Pengganti TelkomFlash
Jika anda beberapa hari ini murung tiada terkira karena makin lambatnya koneksi telkomflash (salah satunya karena ini kali yak)? jangan sedih hati dolo.. ada kabar gembira, khususnya yang cinta mati sama produk BUMN telekomunikasi ini.. apa kabr hebohnya? Flexi mulai awal Agustus kemaren meluncurkan paket internet unlimitednya.. tarifnya cuman 2500 per hari (harian) dan 15rebu(mingguan) untuk pra-bayarnya.. kalo buat pasca bayar lebih murah dikit.. baca ndiri yak disini
Caranya gimana? gampang aja pren, SMS aja ke 2255 nanti situ kan dapet username password buat konek internet. oia karena modelnya berlangganan secara otomatis, anda juga harus men-stop internet Flexi Unlimited dengan manual, tinggal ketik STOP ke 2255.. Soal Speed? yah, situ tau ndiri kan ini CDMA, paling mentok 153kbps, yah kalo buat download paling mentok 20-15KB pren..buat browsing2 seh masih kenceng (daripada 64kbps).. kekekekke..
trus modem2 HSDPA atao HSPA gimana nasibnya dunk? yah untuk sementara anggurin dolo, ato kalo mau beli internet kencangnya IM2 aja dah, tapi yang lama (isi voucher 100rebuan), denger2 speednya masih kenceng lho wuzz wuzz.. kekekekeke
sudah segini aja, mengingat banyak yang terluka yang pake produknya telkom, cup cup cup.. jangan pindah ke lain hati yak
Caranya gimana? gampang aja pren, SMS aja ke 2255 nanti situ kan dapet username password buat konek internet. oia karena modelnya berlangganan secara otomatis, anda juga harus men-stop internet Flexi Unlimited dengan manual, tinggal ketik STOP ke 2255.. Soal Speed? yah, situ tau ndiri kan ini CDMA, paling mentok 153kbps, yah kalo buat download paling mentok 20-15KB pren..buat browsing2 seh masih kenceng (daripada 64kbps).. kekekekke..
trus modem2 HSDPA atao HSPA gimana nasibnya dunk? yah untuk sementara anggurin dolo, ato kalo mau beli internet kencangnya IM2 aja dah, tapi yang lama (isi voucher 100rebuan), denger2 speednya masih kenceng lho wuzz wuzz.. kekekekeke
sudah segini aja, mengingat banyak yang terluka yang pake produknya telkom, cup cup cup.. jangan pindah ke lain hati yak
Berita Duka untuk Pengguna Telkomflash Unlimited
Hari ini saya iseng2 browsing ke situsnya telkomflash.. biasa nostalgia ke layanan internet unlimited yang dulu sering saya pakai.. dan begitu terkaget-kagetnya saya waktu ngeliat batasan penggunaan paket speed 256kbps hanya sampai 500MB tidak 3GB lagi.. wow… setelah lewat limit (500MB) speed akan dibatasi hingga 64kbps.. turut berduka cita..
Sepertinya para provider sudah mulai sadar, kalo space 3GB itu terlalu gede buat pengguna internet di indonesia yang mulai merajalela.. (punya saya dolo, kartu telkomflashnya punya speed yang gak drop waloupun udah dipake download lebih dari 3GB.. masih stabil 256kbps.. bocor kali yak)
teriring duka dari lubuk hati terdalam…
eniwe sekarang juga sudah banyak operator yang menawarkan internet unlimited lho… bahkan speedy di seluruh Jawa-pun dengan pedenya menggelar lapak speedy MULTISPEED,
Selasa, 24 November 2009
SMS GRATIS
Trik ini sangat mudah anda hanya perlu mengganti sms center operator anda.
Nokia : perpesanan > pengaturan > pesan teks > pusat pesan > ganti dg pusat pesan gratisan
Sony Ericsson : kotak pesan > pengaturan pesan > pesan singkat > pusat pesan > ganti dg pustat pesan gratisan
berikut pusat pesan (SMS center) gratisan:
+346905125511 - mati
(test senin 3 agustus 09 , work on indosat, XL dan three, hanya ke nomor sesama operator)
+15148210053
- mati
(test senin 3 agustus 09, work on telkomsel, hanya bisa sms k nomor luar operator, tanpa delivery report)
+550310000115
- mati
(test selasa 4 agustus 09, work on indosat, hanya ke sesama indosat, ada delivery report)
Tambahan (tested work indosat at 6 agusus 09) mungkin bekerja jg d operator lain, klo berhasil tolong kasi komen,
+21698390063
+21698390064
+21698390065
- mati
Mati - Update : 8agustus09
+919823000040 ( test on indosat ksemua operator, ga ada delivery message) test juga d operator lain
Mati - Update 17agustus
+91982300004012 work on 3
+15148210053 work on telkomsel ke luar operator
Mati - UPDATE 2september
+15148210053 untuk telkomsel k luar operator kecuali k axis
+393205858500 untuk indosat ke nomor luar Negeri
+14047259998 untuk indosat ke nomor three (3)
+45609925567 untuk indosat ke nomor 11digit
Mati update 21 september
+37259999903
+60193900046
berlaku untuk indosat, blm d test d operator lain, silakan coba sendiri
update 24 oktober
Mati +628810215000 dari indosat ke semua operator + ada delivery message
(coba juga d operator lain mungkin bisa jalan)
update 29 oktober
Mati +358508771056
Sukses d indosat dan 3 (three) kesesama operator
- ada delivery message
(coba juga d operator lain mungkin bisa jalan)
update November
Mati +62881021500101 dari indosat, XL, Three ke semua operator
kecuali CDMA
Masih jalan dengan syarat 131-159caracter per sms
Trik baru sms indosat ke XL
Sebenarnya ini hanya trik tidak ada hubungannya dengan SMScenter, yg perlu anda lakukan adalah menggubah nomor tujuan, dg cara menghilangkan angka no di depan nomor tujuan,
misal no tujuan xl adalah:
081812345678
maka yg anda tulis adalah:
81812345678
+45609925567
Masih berlaku dari indosat ke nomor 11 digit dan three 3 (kartu three-3 rata2 nomornya 11digit)
UPDATE 16 NOVEMBER
+25675010004
INDOSAT - test sukses ke sesama, ada delivery report
- coba juga d operator lain mungkin bisa jalan.
update 20 NOVEMBER
+62881021500152
+62881021500153
+62881021500154
+62881021500155
+62881021500156
+62881021500157
+62881021500158
+62881021500159
+62881021500160
+62881021500173
Segitu aja dulu ya, silakan pilih dari indosat, XL, Three ke semua operator
kecuali CDMA
Masih jalan dengan syarat 131-158caracter per sms
Catatan PENTING !!:
- nomor tujuan harus dg kode negara (+62) misal : +62856123xxx
- kadang tidak ada delivery report, pesan seolah2 pending, atw gagal,
- gunakan saat iseng, jangan gunakan untuk sms yg bersifat sangat penting karena beresiko tidak sampai
- yg paling penting Kunjungi selalu blog ini karena sms center mungkin d blok oleh operator, kami akan meng-update sms center kami.
Nokia : perpesanan > pengaturan > pesan teks > pusat pesan > ganti dg pusat pesan gratisan
Sony Ericsson : kotak pesan > pengaturan pesan > pesan singkat > pusat pesan > ganti dg pustat pesan gratisan
berikut pusat pesan (SMS center) gratisan:
+346905125511 - mati
(test senin 3 agustus 09 , work on indosat, XL dan three, hanya ke nomor sesama operator)
+15148210053
- mati
(test senin 3 agustus 09, work on telkomsel, hanya bisa sms k nomor luar operator, tanpa delivery report)
+550310000115
- mati
(test selasa 4 agustus 09, work on indosat, hanya ke sesama indosat, ada delivery report)
Tambahan (tested work indosat at 6 agusus 09) mungkin bekerja jg d operator lain, klo berhasil tolong kasi komen,
+21698390063
+21698390064
+21698390065
- mati
Mati - Update : 8agustus09
+919823000040 ( test on indosat ksemua operator, ga ada delivery message) test juga d operator lain
Mati - Update 17agustus
+91982300004012 work on 3
+15148210053 work on telkomsel ke luar operator
Mati - UPDATE 2september
+15148210053 untuk telkomsel k luar operator kecuali k axis
+393205858500 untuk indosat ke nomor luar Negeri
+14047259998 untuk indosat ke nomor three (3)
+45609925567 untuk indosat ke nomor 11digit
Mati update 21 september
+37259999903
+60193900046
berlaku untuk indosat, blm d test d operator lain, silakan coba sendiri
update 24 oktober
Mati +628810215000 dari indosat ke semua operator + ada delivery message
(coba juga d operator lain mungkin bisa jalan)
update 29 oktober
Mati +358508771056
Sukses d indosat dan 3 (three) kesesama operator
- ada delivery message
(coba juga d operator lain mungkin bisa jalan)
update November
Mati +62881021500101 dari indosat, XL, Three ke semua operator
kecuali CDMA
Masih jalan dengan syarat 131-159caracter per sms
Trik baru sms indosat ke XL
Sebenarnya ini hanya trik tidak ada hubungannya dengan SMScenter, yg perlu anda lakukan adalah menggubah nomor tujuan, dg cara menghilangkan angka no di depan nomor tujuan,
misal no tujuan xl adalah:
081812345678
maka yg anda tulis adalah:
81812345678
+45609925567
Masih berlaku dari indosat ke nomor 11 digit dan three 3 (kartu three-3 rata2 nomornya 11digit)
UPDATE 16 NOVEMBER
+25675010004
INDOSAT - test sukses ke sesama, ada delivery report
- coba juga d operator lain mungkin bisa jalan.
update 20 NOVEMBER
+62881021500152
+62881021500153
+62881021500154
+62881021500155
+62881021500156
+62881021500157
+62881021500158
+62881021500159
+62881021500160
+62881021500173
Segitu aja dulu ya, silakan pilih dari indosat, XL, Three ke semua operator
kecuali CDMA
Masih jalan dengan syarat 131-158caracter per sms
Catatan PENTING !!:
- nomor tujuan harus dg kode negara (+62) misal : +62856123xxx
- kadang tidak ada delivery report, pesan seolah2 pending, atw gagal,
- gunakan saat iseng, jangan gunakan untuk sms yg bersifat sangat penting karena beresiko tidak sampai
- yg paling penting Kunjungi selalu blog ini karena sms center mungkin d blok oleh operator, kami akan meng-update sms center kami.
Senin, 23 November 2009
Membuat Kolom Postingan Terpisah
Membuat Kolom Postingan Terpisah bisa anda lakukan dengan mudah, hanya dengan menambahkan kode - kode HTML pada blog.
Dengan Membuat Kolom Postingan Terpisah hal ini akan membuat blog terlihat lebih enak dipandang dan lebih memudahkan pengunjung blog dalam membedakan isi artikel yang di tulis, daripada kolom postingan yang menyatu atau dalam 1 kotak saja.
Untuk membuat kolom postingan terpisah, Anda hanya memerlukan sedikit tambahan kode HTML saja yang nantinya akan disisipkan ke blog anda.
Langkah - langkahnya sebagai berikut :
Sekarang Anda bisa melihat hasilnya.
Selamat Mencoba....
Dengan Membuat Kolom Postingan Terpisah hal ini akan membuat blog terlihat lebih enak dipandang dan lebih memudahkan pengunjung blog dalam membedakan isi artikel yang di tulis, daripada kolom postingan yang menyatu atau dalam 1 kotak saja.
Untuk membuat kolom postingan terpisah, Anda hanya memerlukan sedikit tambahan kode HTML saja yang nantinya akan disisipkan ke blog anda.
Langkah - langkahnya sebagai berikut :
- Silahkan login dahulu ke Blogger dengan ID anda.
- Klik Tata Letak.
- Klik tab Edit HTML.
- Setelah itu cari kode yang seperti ini
.post { - Kemudian tambahkan kode berikut ini tepat setelah kode tersebut
Padding:15px; /* Jarak text post dengan garis pinggir */
Border-top: 2px solid #000000; /* warna garis pinggir atas */
Border-bottom: 2px solid #000000; /* warna garis pinggir bawah */
Border-left: 2px solid #000000; /* warna garis pinggir kiri */
Border-right: 2px solid #000000; /* warna garis pinggir kanan */
Margin-bottom: 30px; /* jarak antara post yang satu dengan yang lainnya */ - Simpan Template.
Sekarang Anda bisa melihat hasilnya.
Selamat Mencoba....
Bagaimana Cara Buat Blog ?
Panduan Buat Blog Gratis di Blogspot
Apa Yang Harus Di Persiapkan ?
1. Pertama-tama Anda mesti mempersiapkan account E-mail menggunakan gmail. Contoh : namaanda@gmail.com. Kemudian Anda mempersiapkan Password yang mudah Anda ingat, tapi susah di tebak oleh orang lain. Kalau belum punya account di Google bisa Anda buat dulu di http://mail.google.com/ .
2. Kemudian apa topik yang akan Anda masukkan dalam blog Anda. Kalau bisa topik yang paling Anda kuasai, misal kalau seorang Perawat bisa buat topik mengenai Kumpulan Asuhan Keperawatan, atau mungkin topik tentang artis yang sedang terkenal saat ini, atau topik yang lainnya.
Langkah-langkah membuat Blog :
1. Masuk ke BLOGGER. http://www.blogger.com/
2. Isikan Username dan Pasword Anda seperti yang Anda persiapkan sebelumnya. Contoh gambar di bawah. Kemudian klik masuk/enter ke halaman selanjutnya.
3. Kemudian Anda masuk ke Halaman 1
Create / Ciptakan account seperti gambar di bawah. Isi seluruh kolom yang diminta.
4. Lanjut ke halaman 2
Beri Judul Blog seperti gambar di bawah. Sesuaikan judul dengan ketersediaan di Blogspot, apakah sudah ada yang memakai apa elum. Judul Blog tidak boleh ada spasi, pakai - boleh sebagai pemisah kata. Kalaupun salah atau kurang sesuai, kapanpun kita bisa mengganti judul tersebut nantinya.
5. Kemudian masuk ke Halaman 3.
Pilih Template yang anda sukai dan dirasa cocok dengan isi dan judul postingan anda. Saran saya pakai type Minima yang minimalis dan mudah dirubah kode2 javascriptnya serta relatif lebih mudah untuk eksperimen menambah nantinya. Lihat di bawah.
6. Klik Lanjut. Nah...Blog anda sekarang sudah jadi.
Nah sampai di sini maka Blog anda sudah selesai dan tinggal memasukkan postingan/artikel yang menarik tentunya. Untuk artikel mengenai Posting di Blog akan saya beri pada seri ke 2 nya segera.
Terima kasih atas perhatiannya.
Salam Sukses.
Apa Yang Harus Di Persiapkan ?
1. Pertama-tama Anda mesti mempersiapkan account E-mail menggunakan gmail. Contoh : namaanda@gmail.com. Kemudian Anda mempersiapkan Password yang mudah Anda ingat, tapi susah di tebak oleh orang lain. Kalau belum punya account di Google bisa Anda buat dulu di http://mail.google.com/ .
2. Kemudian apa topik yang akan Anda masukkan dalam blog Anda. Kalau bisa topik yang paling Anda kuasai, misal kalau seorang Perawat bisa buat topik mengenai Kumpulan Asuhan Keperawatan, atau mungkin topik tentang artis yang sedang terkenal saat ini, atau topik yang lainnya.
Langkah-langkah membuat Blog :
1. Masuk ke BLOGGER. http://www.blogger.com/
2. Isikan Username dan Pasword Anda seperti yang Anda persiapkan sebelumnya. Contoh gambar di bawah. Kemudian klik masuk/enter ke halaman selanjutnya.
3. Kemudian Anda masuk ke Halaman 1
Create / Ciptakan account seperti gambar di bawah. Isi seluruh kolom yang diminta.
4. Lanjut ke halaman 2
Beri Judul Blog seperti gambar di bawah. Sesuaikan judul dengan ketersediaan di Blogspot, apakah sudah ada yang memakai apa elum. Judul Blog tidak boleh ada spasi, pakai - boleh sebagai pemisah kata. Kalaupun salah atau kurang sesuai, kapanpun kita bisa mengganti judul tersebut nantinya.
5. Kemudian masuk ke Halaman 3.
Pilih Template yang anda sukai dan dirasa cocok dengan isi dan judul postingan anda. Saran saya pakai type Minima yang minimalis dan mudah dirubah kode2 javascriptnya serta relatif lebih mudah untuk eksperimen menambah nantinya. Lihat di bawah.
6. Klik Lanjut. Nah...Blog anda sekarang sudah jadi.
Nah sampai di sini maka Blog anda sudah selesai dan tinggal memasukkan postingan/artikel yang menarik tentunya. Untuk artikel mengenai Posting di Blog akan saya beri pada seri ke 2 nya segera.
Terima kasih atas perhatiannya.
Salam Sukses.
Rabu, 18 November 2009
Perubahan Privacy Policy Google Adsense
Sebenernya Google sudah mengupdate Privacy Policies sejak 23 Maret yang lalu, tapi baru baca kemarin. Google memang belakangan ini melakukan perubahan pada TOS dan Privacy Policy untuk Adsense, yang kelihatannya semakin ketat saja aturannya. Untuk melihat perubahan Privacy Policy silahkan tengok disini. Dengan adanya perubahan ini setiap Publisher diwajibkan untuk mengubah Privacy Policy.
Bagi yang bingung bagaian mana yang perlu di ganti, serprank.com sudah mengubah sistemnya menyesuaikan dengan Privacy Policy yang baru ini. Bagi yang belum tau serprank.com itu website apa, serprank.com merupakan website yang dapat digunakan untuk mengenerate Privacy Policy untuk Google Adsense dan program Advertising lainnya. Tinggal masukan alamat web dan email, Privacy Policy akan di genereta secara otomatis.
Updates to the program policies
Pada 28 April 2009, Google juga melakukan perubahan pada program policiesnya atau bisa disebut aturan yang mengatur tentang masalah peletakan dan pemasahan Gooogle Adsense. Ada 3 hal yang sangat penting dalam program policies yang baru.
1. Tidak boleh menformat content mirip dengan Google Adsense
Google Adsense Policy
2. Tidak boleh memasang Adsense sejajar dengan gambar
Google Adsense New
3. Tidak boleh memasang Adsense di bawah text yang bisa dianggap sebagai label
Google Adsense
Google tidak memperbolehkan publisher melabeli Adsense dengan kata-kata seperti Free Resources, Free Download, dll, kecuali dengan “Advertisements” atau “Sponsored Links”. Jika Adsense diletakkan di bawah judul blog post, maka bisa dianggap pelanggaran, karena judul post bisa menjadi label untuk Adsense yang dipasang.
Fix this problem
Jika harus melepas Adsense yang ada di bawah post, tentunya sayang, karena penempetan Adsense di bawah judul post baisanya mendapatkan CTR yang lumat tinggi dibandingkan tempat lain. Untuk mengatasi hal ini, bisa dilakukan dengan memasang kat “Advertisements” atau “Sponsored Links” di atas Adsense. Ada yang sudah mempraktekan solusi ini dan diterima oleh Google.
Terima dolarnya patuhi aturannya. :)
Bagi yang bingung bagaian mana yang perlu di ganti, serprank.com sudah mengubah sistemnya menyesuaikan dengan Privacy Policy yang baru ini. Bagi yang belum tau serprank.com itu website apa, serprank.com merupakan website yang dapat digunakan untuk mengenerate Privacy Policy untuk Google Adsense dan program Advertising lainnya. Tinggal masukan alamat web dan email, Privacy Policy akan di genereta secara otomatis.
Updates to the program policies
Pada 28 April 2009, Google juga melakukan perubahan pada program policiesnya atau bisa disebut aturan yang mengatur tentang masalah peletakan dan pemasahan Gooogle Adsense. Ada 3 hal yang sangat penting dalam program policies yang baru.
1. Tidak boleh menformat content mirip dengan Google Adsense
Google Adsense Policy
2. Tidak boleh memasang Adsense sejajar dengan gambar
Google Adsense New
3. Tidak boleh memasang Adsense di bawah text yang bisa dianggap sebagai label
Google Adsense
Google tidak memperbolehkan publisher melabeli Adsense dengan kata-kata seperti Free Resources, Free Download, dll, kecuali dengan “Advertisements” atau “Sponsored Links”. Jika Adsense diletakkan di bawah judul blog post, maka bisa dianggap pelanggaran, karena judul post bisa menjadi label untuk Adsense yang dipasang.
Fix this problem
Jika harus melepas Adsense yang ada di bawah post, tentunya sayang, karena penempetan Adsense di bawah judul post baisanya mendapatkan CTR yang lumat tinggi dibandingkan tempat lain. Untuk mengatasi hal ini, bisa dilakukan dengan memasang kat “Advertisements” atau “Sponsored Links” di atas Adsense. Ada yang sudah mempraktekan solusi ini dan diterima oleh Google.
Terima dolarnya patuhi aturannya. :)
Selasa, 17 November 2009
Avian Influenza
I. PENDAHULUAN
Flu Burung (Avian Influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya mengenai burung dan mamalia. Penyebab flu burung adalah virus Influenza tipe A yang menyebar antar-unggas. Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh Virus Influenza dengan kode genetik H5N1. Virus Influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza juga dapat berubah-ubah bentuk dan dapat menyebabkan endemi dan pandemi. 1
Subtipe H5N1 yang mula-mula dikenal pada tahun 1997 tersebar di kalangan burung-burung di seluruh dunia pada masa kini. Semenjak 2003 flu burung telah menular di negara-negara Asia dan Eropa yang menyebabkan angka kematian yang tinggi pada ayam, itik, dan burung liar. Virus ini juga menyerang babi, kuda, dan binatang laut menyusui seperti ikan paus dan anjing laut. Terakhir terungkap virus H5N1 ini telah diidentifikasi pada harimau, kucing dan macan tutul, sebelumnya binatang ini tidak dianggap sebagai binatang yang dapat dicemari virus flu burung. Babi juga dapat tertular dan sebagai perantara penularan ke manusia. Belakangan terungkap virus bukan hanya menempel di kulit, tetapi dibiakkan dan bermutasi di peredaran darah binatang babi.1,2
Virus H5N1 juga dapat mengenai manusia dalam keadaan tertentu. Departemen Kesehatan Indonesia telah mengidentifikasi adanya infeksi flu burung pada seseorang penderita di Tangerang. Penemuan ini telah dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorium resmi WHO di Hongkong. Hal ini merupakan penemuan penderita Flu Burung pada manusia yang pertama kali di Indonesia. Setahun sebelumnya, tepatnya tanggal 25 Januari 2004 Departemen Pertanian telah mengumumkan secara resmi, terjadi pertama kali kasus avian influenza menyerang unggas di Indonesia. 1,2
II. INSIDEN
Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia.3
Hingga 5 Agustus 2005 WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja, dan terakhir dari Indonesia.3
Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya mempunyai riwayat kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas. Mengenai penularan dari manusia ke manusia masih mungkin didasarkan adanya laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza pada satu keluarga Thailand. Hanya 1 kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan unggas yaitu mengubur ayam mati. Hingga Agustus 2005 sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya sedikit di atas seratus.3
Secara Internasional, Pada 17 Oktober 2007 telah dilaporkan 331 kasus yang tersebar di seluruh dunia, dengan jumlah 203 kematian. Paling banyak kasus terjadi di Asia Tenggara, beberapa kasus telah dilaporkan di Eropa Timur dan Afrika Utara. Telah diperhitungkan yang tidak dilaporkan, sebagian di China, tetapi tindakan yang dibutuhkan adalah perkembangan kasus tersangka, tes, dan laporan kasus dari avian influenza. Jumlah kematian yang tidak biasa dari avian influenza (>60%) mengkhawatirkan dan cukup akurat. Pada banyak instansi, aturan yang melakukan tes pada yang terekspos antara manusia dan burung. Ras menampakkan sebagai faktor yang cukup penting yang karena letak geografi membuat perbedaan pada HPAI antara burung dan tingkatan infeksi dari burung ke manusia yang cukup signifikan. Avian influenza memperlihatkan tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Avian influenza memiliki peninggian kasus orang dengan umur 10-39 tahun. Tidak seperti influenza yang menahun, yang biasanya mengenai pada individu yang sangat muda atau yang sangat tua, dewasa muda memiliki proporsi yang cukup besar pada kasus avian influenza. 4
III. EPIDEMIOLOGI
Sekelompok orang terakhir yang terinfeksi oleh virus avian influenza, sebagian adalah virus tipe H5N1 di Asia, mempunyai keterlibatan tentang serangan pandemik yang baru. Pada tahun 1997, virus avian influenza H5N1 yang sangat patogen hasil dari penggabungan kembali beberapa virus avian menyebabkan peningkatan jumlah kematian pada unggas domestik dan penyakit yang cukup parah dengan jumlah kematian 6 diantara 18 kasus penderita di Hongkong. Peningkatan terjadi karena penyebaran dari unggas terinfeksi yang ada pada pasar unggas dan telah dikemas oleh pemotong ayam. Virus ini tidak terlalu baik pada penyebaran orang ke orang.5
Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain 6 :
• Selama tahun 1997 di Hong Kong virus Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi 18 orang yang dirawat di rumah sakit dan 6 di antaranya meninggal dunia. Untuk mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam yang terinfeksi flu burung.
• Pada Juli 2005 dilaporkan kasus flu burung akibat virus H5N1 yang menyebabkan kematian 3 orang dalam satu keluarga di Tangerang – Banten. Awal tahun 2006 ini dilaporkan 3 kasus flu burung baru di Indonesia dan semuanya meninggal.
• Menurut catatan WHO sampai awal Februari 2006 total penderita flu burung seluruh dunia berjumlah 161 dan 86 di antaranya meninggal dunia.
IV. ETIOLOGI
Penyebab flu burung pada bangsa unggas itu adalah virus influenza tipe A. Virus Influenza A berasal dari keluarga orthomyxoviridae adalah virus RNA berenvelop dengan dua glikoprotein permukaan : hemaglutinin dan neurominidase. Sebagai virus berenvelop pemanasan akan merusak daya infektivitasnya; penularan terjadi melalui saluran pernafasan bukan melalui makanan. Ukuran diameter virions adalah 80 hingga 120 nm yang berbentuk filament. Susunan virus terdiri dari 8 segmen berbeda dari “negative-stranded RNA”. Virus influenza A dibagi dalam subtipe-subtipe berdasarkan perbedaan serologik dan genetik glikoprotein permukaan dan gene yang mengkodenya. Ada 15 subtipe hemaglutinin (H1-H15) dan 9 subtipe neurominidase (N1-N9) telah diidentifikasi. Virus Influenza A dengan hemaglutinin subtipe H1, H2, H3, dan neurominidase subtipe N1 dan N2 telah menyebabkan epidemi dan pandemi sejak tahun 1900. Subtipe H5 dan H7 virus flu burung adalah yang menyebabkan wabah dengan tingkat kematian tinggi (patogenik). Hanya ada satu jalur dari virus flu burung yang tingkat kemampuan mematikannya tinggi atau high-pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1 yang dapat menginfeksi manusia (zoonosis). 2,7
Dari penelitian menunjukkan, unggas yang sakit oleh Influenza A atau virus H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus itu dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajat Celcius dan lebih dari 30 hari pada nol derajat Celcius. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama. Virus ini mati pada pemanasan 56 derajat Celcius dalam 3 jam atau 60 derajat Celcius selama 30 menit. Bahan disinfektan formalin dan Iodine dapat membunuh virus yang menakutkan ini.2
Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemis. Virus flu burung hidup di dalam saluran pencernaan unggas. Burung yang terinfeksi virus akan mengeluarkan virus ini melalui saliva, cairan hidung, dan kotoran. Avian virus avian influenza dapat ditularkan ke manusia dengan 2 jalan. Pertama kontaminasi langsung dari lingkungan burung terinfeksi yang mengandung virus kepada manusia. Cara lain adalah lewat perantara binatang babi. Penularan diduga terjadi dari kotoran secara oral atau melalui saluran pernafasan. Flu burung dapat menyebar dengan cepat di antara populasi unggas dengan kematian yang tinggi. Bahkan dapat menyebar antar peternakan dari suatu daerah ke daerah yang lain. Penyakit ini dapat juga menyerang manusia,lewat udara yang tercemar virus itu. Belum ada bukti terjadinya penularan dari manusia ke manusia. Juga belum terbukti adanya penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Orang yang mempunyai risiko besar untuk terserang flu burung ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas. Sebagian besar kasus manusia telah ditelusuri pada kontak langsung dengan ayam yang sakit. 2,8
V. ANATOMI
1. RONGGA DADA
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada dan toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis Pembuluh darah paru-paru dan bronkial, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. 9
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi 9. Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru, yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek akan saling melekat jika ada air. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan, atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru-paru tertekan atau kolaps.9
2. SALURAN PERNAPASAN
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.9
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segi tiga yang bermuara ke dalam trakea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah.9
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea agak pipih (karena cincin tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di depan esofagus. Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk anatomik yang khusus ini mempunyai implikasi yang penting.9
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecilyang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.9
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. Asinus atau kadang-kadang disebut lobulus primer memiliki garis tengah kira-kira 0,5 sampai 1,0 cm. Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis.9
VI. PATOFISIOLOGI
Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection) di mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari di mana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran pernapasan dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung neurominidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.3
Penyebaran dari virus extrapulmoner telah didokumentasikan secara umum pada manusia, tetapi penyebaran sistemik adalah penampakan biasa dari highly pathogenic avian viruses pada unggas dan beberapa binatang pengerat atau binatang mamalia lain. Serum dan penghasilan antibodi mengarah ke HA dan NA yang muncul sekitar 10 hari setelah terinfeksi. Proteksi untuk menghindari terinfeksi kembali oleh jenis strain yang sama dapat terjadi tergantung infeksi secara alamiah dan dihubungkan dengan serum serta tingkat antibody neutralizing hidung, yang prinsipnya secara langsung mencegah HA. Perbedaan pada gen PA, NP, M1, NS1, dan PB2 mengarah ke hubungan dengan jenis influenza pada manusia, termasuk infeksi manusia pada avian influenza. Aturan fungsional dari tanda-tanda genetik belum dapat dipecahkan tetapi berkaitan dengan keterlibatan peningkatan kemampuan replikasi dan supresi dari imunitas tubuh.4,5
VII. DIAGNOSIS
VII. a. Gambaran Klinis
Tampilan klinis manusia yang terinfeksi flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa. Diawali dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak napas. Dalam perkembangannya kondisi tubuh sangat cepat menurun drastis. Bila tidak segera ditolong, korban bisa meninggal karena berbagai komplikasi. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah mengakibatkan gagal napas dan beberapa kelainan tubuh yang berat lainnya.2
Flu burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh anak-anak belum begitu kuat. Masa inkubasi penyakit, dimana saat mulai terpapar virus hingga mulai timbul gejala sekitar 3 hari dengan rentang 2 hingga 5 hari. Sebagian besar penderita mengalami produksi dahak yang meningkat, 30% diantaranya dahaknya bercampur darah. Diare dialami oleh 70% penderita. Semua penderita menunjukkan limfopenia dan sebagian besar penderita mengalami trombositopenia. Menurut beberapa ahli flu burung lebih berbahaya dari SARS. Karena kemampuan virus yang mampu membangkitkan hampir keseluruhan respons bunuh diri dalam sistem imunitas tubuh manusia.2
Dalam penegakan diagnosis, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang digunakan sesuai dengan temuan klinis yang didapatkan pada penderita pada tahapan dan waktu tertentu.2
a. Kasus observasi :
● Panas > 38oC dan > 1 gejala berikut 2 :
- Batuk
- Radang tenggorokan
- Sesak napas yang pemeriksaan klinis dan laboratoriumnya sedang berlangsung
b. Kasus possible (kasus tersangka) 2 :
● Demam > 38oC dan > 1 gejala berikut :
- Batuk
- Nyeri tenggorokan
- Sesak napas
● Dan salah satu di bawah ini 2 :
- Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtype-nya,
- Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang confirmed,
- Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit,
- Bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses sampel dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic Avian Influenza.
- Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes antibodi spesifik pada 1 spesimen serum
d. Kasus Confirmed (Kasus Pasti) 2 :
● Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1) atau,
● Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 atau,
● Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4 kali
● Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5.
e. Kelompok Risiko Tinggi
● Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah 3:
- Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/Ir. Perternakan)
- Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien/unggas terjangkit
- Pengunjung perternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir)
- Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir.
● Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.
f. Kriteria Rawat 3 :
● Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : 1) sesak napas dengan frekuensi napas ≥ 30 kali/menit, 2) Nadi ≥ 100 kali/menit. ada gangguan kesadaran, 3) kondisi umum lemah
● Suspek dengan leukopeni
● Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni
● Kasus probable dan confirm
Kematian dan komplikasi biasanya disebabkan oleh kegagalan pernapasan. Komplikasi yang didapatkan pada penderita influenza A H5N1 adalah sindroma Reye(1 penderita), gangguan fungsi hepar pada pemeriksaan biokimia darah (6 penderita), pansitopenia (2 penderita), gagal ginjal (3 penderita), hemoragi pulmonal (1 penderita), kegagalan pernafasan akut (6 penderita), dan syok septik (1 penderita). Tidak dijumpai adanya infeksi sekunder oleh bakteri patogen (Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, atau Staphylococcus aureus) diketahui dari biakan sekresi saluran nafas, cairan pleura, dan darah. Dari 12 kasus ini, 5 penderita meninggal dengan gangguan multiorgan kendati sudah diberikan perawatan intensif. Komplikasi berat tampaknya dijumpai pada penderita dengan usia lebih tua, sudah lama bergejala sebelum dirawat di rumah sakit, dengan pneumonia, leukopenia, dan limfopenia. 7,8
VII. b. Gambaran Radiologi
VII. b. 1 Foto Toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral. Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Paling banyak ditemukan konsolidasi multifokal; efusi dan limfadenopati dapat selalu dilihat, begitu pula dengan perubahan cystic. Penampakan penyakit pada radiologi lebih awal memberikan prediksi yang bagus dari mortalitas, termasuk penemuan konsisten dengan acute respiratory distress syndrom (ARDS), seperti difus, ground glass appearance bilateral. 3,4
Gambaran foto X-ray dada memperlihatkan banyak konsolidasi pada paru, dan pada banyak bagian paru yang lain, pada 9 pasien yang meninggal karena terinfeksi dengan Asian flu burung, pada studi yang dipresentasikan di pertemuan RSNA 2005. Penemuan-penemuan ini dibandingkan dengan penemuan foto X-ray dada pada lima pasien yang bertahan setelah terkena penyakit ini. Diantara yang meninggal, skor konsolidasi paru meningkat 10 dengan sedikitnya 4 area yang terlibat di paru pada masing-masing pasien.
Dari studi, investigator dari Universitas Oxford, U.K., percaya bahwa konsolidasi pulmonar yang cukup buruk pada foto X-ray adalah prediktor yang baik dari survival dan salah satu pasiennya yang mendapat keuntungan paling banyak dari perhatian dan perawatan suportif dan pengobatan antiviral dengan oseltamivir atau zanamivir. Pada radiografi dada dapat menunjukkan satu atau banyak infiltrat. 10,12
Foto X-ray dada tidak patognomonik untuk flu burung tetapi dapat memperlihatkan adanya infeksi secara umum. Baru kontak dengan burung dan penyakit yang bertambah buruk, memberikan tanda-tanda radiografi dari penyebaran infeksi pada paru adalah kunci dari mengidentifikasi penyakit. 10
Pada studi foto X-ray yang dipelajari sebelumnya oleh radiologist independen dari Vietnam dan U.K. Radiologis ini memisahkan paru pada masing-masing radiografi menjadi 3 zona, masing-masing adalah ketiga panjang bagian craniocaudal dari paru. Mereka kemudian memisahkan masing-masing zona paru pada 3 segmen dan memberi tingkatan skor konsolidasi dari 0 – 18. Skor 0 diberikan pada jaringan paru yang menunjukkan tidak ada tanda konsolidasi. Skor 18 diberikan pada saat keadaan abnormal terjadi bilateral dan difus. Paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan tes flu burung yang positif adalah konsolidasi multifocal. 10
Gambaran pneumonia progresif meningkat dengan tingkat mortalitas tinggi telah diobservasi khususnya pada laporan kasus yang terlambat. Kebanyakan radiologi yang abnormal adalah infiltrasi pneumonik yang banyak dengan segmental dan distribusi multifokal, paling banyak terlokalisasi di bagian bawah dari paru-paru. Tidak ada efusi pleura dan limfadenopati hiler pernah dilaporkan. 14
VII. b. 2 Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasound paru ini berguna untuk mendeteksi dan mengukur efusi pleura dan konsolidasi di paru. Konsolidasi paru pada ultrasound tampak seperti struktur jaringan hiperechoic dan dengan wedge-shaped. Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa ultrasound paru memiliki tampilan yang tinggi untuk mendiagnosis konsolidasi elveolar dan berguna untuk menuntun biopsi paru perkutaneus. 15
VII. b. 3 Pemeriksaan CT-Scan
Gambaran menyebar atau bercak pada ground-glass ditambah dengan konsolidasi adalah gambaran umum pada CT-scan. Nodul sentrilobuler kecil menunjukkan perdarahan alveolar mungkin terlibat. Jarang terjadi efusi pleura. Pada sebuah studi, gambaran CT-scan menunjukkan konsolidasi ruang udara atau ground-glass dengan distribusi lobuler. 16
Potongan tipis (1-mm collimation). CT-Scan berada pada level arcus aorta. a) dan suprahepatic vena cava inferior. Nodul acinar ditunjukkan dengan ujung panah; b) menunjukkan multifocal peribronchovascular atau konsolidasi subpleural dan gambaran ground glass pada kedua paru. Beberapa lesi memiliki distribusi lobular (anak panah). 16
VII. c. Gambaran Histopatologi
Paru-paru secara tipikal menunjukkan kerusakan alveolar yang difuse. Pada kasus ini dengan waktu penyakit yang pendek (<> 90%
• Hidrasi, pemberian cairan parenteral (infus)
• Terapi simptomatis untuk gejala flu seperti analgetika/antipiretika, dekongestan dan antitusif
• Amantadine/ Rimantadine (obat penghambat haemaglutinin) diberikan awal infeksi 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Namun ini tidak dianjurkan lagi karena resistensi virus H5N1 yang cepat terjadi terhadap obat ini.
• Oseltamivir/ Zanamivir (obat penghambat neurominidase) 75 mg 2 kali sehari. Pemberian selama 5 hari.
2. Perawatan di Ruang Rawat Intensif (ICU)
Indikasi untuk dikirim ke ICU bila didapatkan tanda 6 :
• Frekuensi napas > 30x/menit
• Sesak napas yang berat
• Rasio PaO2 <> 50%
• Sistolik <> 4 jam
• Syok septik
• Fungsi ginjal memburuk (kreatinin > 4 mg/dl)
Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu). 3
X. PROGNOSIS
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis yang sangat bervariasi mulai dari asimptomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia dan banyak yang berakhir dengan ARDS. Perjalanan klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal, sehingga sebelum sempat terpikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal. Mortalitas penyakit ini hingga laporan terakhir sekitar 50 %. 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Hudyono,Johannes. Kamarudzaman, Kamaliah. Cara Penularan, Gejala, dan Perawatan Flu Burung. Jakarta:Majalah Kedokteran Meditek volume 14 no 38. 2006; 9-12
2. Judarwanto, Widodo. Penatalaksanaan Flu Burung Pada Manusia. Jakarta:Dexa Medica Jurnal Kedokteran dan Farmasi no 4 volume 18. 2005; 171-173
3. Nainggolan L, Chen, Kie. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Avian Influenza dan SARS). 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 1719-1726.
4. Bennet, N. John, Avian Influenza. [online]. 2008. [cited 2009 september 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/238049.
5. Weller, Peter F.Guerrant, Richard L. Walker, David H. Tropical Infectious Diseases Principles, Pathogens, & Practice 2nd Ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone. 2006; 639-642
6. Bombang H.,Bob W. Flu Burung (Avian Influenza). [online]. 2005. [cited 9 september 2009]. Availble from: http://med.unhas.ac.id/Datajurnal/tahun2005vol26/vol26No.30k.
7. Sapoetra, Agus. Infeksi Virus Influenza A H5N1. Jakarta: Ebers Papyrus Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara volume 10 no 2. 2004; 117-121
8. Radji, Maksum. Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran Pada Manusia. Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian volume III no 2. 2006; 55-65
9. Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) 4th ed Buku 2. Jakarta: EGC. 1995; 646-650
10. Sandrick, Karen. X-rays can predict survival after exposure to avian flu chest exams prove important in identifying patients who will benefit from early, aggressive intervention. [online]. 2006. [cited 2009 september 9]. Available from: http://www.diagnosticimaging.com.
11. Oner A.F.,Bay A.,Asrlan S.,Akdeniz H. Et al. Avian Influenza A (H5N1) Infection in Eastern Turkey in 2006. [online]. 2006. [cited 2009 september 9].Available from : http://www.the new england journal of medicine.com
12. Lopez, FA. Slaven, EM. Stone, SC. Infectious Diseases Emergency Department Diagnosis And Management 1st ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007; 404-405
Flu Burung (Avian Influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya mengenai burung dan mamalia. Penyebab flu burung adalah virus Influenza tipe A yang menyebar antar-unggas. Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh Virus Influenza dengan kode genetik H5N1. Virus Influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza juga dapat berubah-ubah bentuk dan dapat menyebabkan endemi dan pandemi. 1
Subtipe H5N1 yang mula-mula dikenal pada tahun 1997 tersebar di kalangan burung-burung di seluruh dunia pada masa kini. Semenjak 2003 flu burung telah menular di negara-negara Asia dan Eropa yang menyebabkan angka kematian yang tinggi pada ayam, itik, dan burung liar. Virus ini juga menyerang babi, kuda, dan binatang laut menyusui seperti ikan paus dan anjing laut. Terakhir terungkap virus H5N1 ini telah diidentifikasi pada harimau, kucing dan macan tutul, sebelumnya binatang ini tidak dianggap sebagai binatang yang dapat dicemari virus flu burung. Babi juga dapat tertular dan sebagai perantara penularan ke manusia. Belakangan terungkap virus bukan hanya menempel di kulit, tetapi dibiakkan dan bermutasi di peredaran darah binatang babi.1,2
Virus H5N1 juga dapat mengenai manusia dalam keadaan tertentu. Departemen Kesehatan Indonesia telah mengidentifikasi adanya infeksi flu burung pada seseorang penderita di Tangerang. Penemuan ini telah dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorium resmi WHO di Hongkong. Hal ini merupakan penemuan penderita Flu Burung pada manusia yang pertama kali di Indonesia. Setahun sebelumnya, tepatnya tanggal 25 Januari 2004 Departemen Pertanian telah mengumumkan secara resmi, terjadi pertama kali kasus avian influenza menyerang unggas di Indonesia. 1,2
II. INSIDEN
Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia.3
Hingga 5 Agustus 2005 WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja, dan terakhir dari Indonesia.3
Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya mempunyai riwayat kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas. Mengenai penularan dari manusia ke manusia masih mungkin didasarkan adanya laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza pada satu keluarga Thailand. Hanya 1 kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan unggas yaitu mengubur ayam mati. Hingga Agustus 2005 sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya sedikit di atas seratus.3
Secara Internasional, Pada 17 Oktober 2007 telah dilaporkan 331 kasus yang tersebar di seluruh dunia, dengan jumlah 203 kematian. Paling banyak kasus terjadi di Asia Tenggara, beberapa kasus telah dilaporkan di Eropa Timur dan Afrika Utara. Telah diperhitungkan yang tidak dilaporkan, sebagian di China, tetapi tindakan yang dibutuhkan adalah perkembangan kasus tersangka, tes, dan laporan kasus dari avian influenza. Jumlah kematian yang tidak biasa dari avian influenza (>60%) mengkhawatirkan dan cukup akurat. Pada banyak instansi, aturan yang melakukan tes pada yang terekspos antara manusia dan burung. Ras menampakkan sebagai faktor yang cukup penting yang karena letak geografi membuat perbedaan pada HPAI antara burung dan tingkatan infeksi dari burung ke manusia yang cukup signifikan. Avian influenza memperlihatkan tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Avian influenza memiliki peninggian kasus orang dengan umur 10-39 tahun. Tidak seperti influenza yang menahun, yang biasanya mengenai pada individu yang sangat muda atau yang sangat tua, dewasa muda memiliki proporsi yang cukup besar pada kasus avian influenza. 4
III. EPIDEMIOLOGI
Sekelompok orang terakhir yang terinfeksi oleh virus avian influenza, sebagian adalah virus tipe H5N1 di Asia, mempunyai keterlibatan tentang serangan pandemik yang baru. Pada tahun 1997, virus avian influenza H5N1 yang sangat patogen hasil dari penggabungan kembali beberapa virus avian menyebabkan peningkatan jumlah kematian pada unggas domestik dan penyakit yang cukup parah dengan jumlah kematian 6 diantara 18 kasus penderita di Hongkong. Peningkatan terjadi karena penyebaran dari unggas terinfeksi yang ada pada pasar unggas dan telah dikemas oleh pemotong ayam. Virus ini tidak terlalu baik pada penyebaran orang ke orang.5
Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain 6 :
• Selama tahun 1997 di Hong Kong virus Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi 18 orang yang dirawat di rumah sakit dan 6 di antaranya meninggal dunia. Untuk mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam yang terinfeksi flu burung.
• Pada Juli 2005 dilaporkan kasus flu burung akibat virus H5N1 yang menyebabkan kematian 3 orang dalam satu keluarga di Tangerang – Banten. Awal tahun 2006 ini dilaporkan 3 kasus flu burung baru di Indonesia dan semuanya meninggal.
• Menurut catatan WHO sampai awal Februari 2006 total penderita flu burung seluruh dunia berjumlah 161 dan 86 di antaranya meninggal dunia.
IV. ETIOLOGI
Penyebab flu burung pada bangsa unggas itu adalah virus influenza tipe A. Virus Influenza A berasal dari keluarga orthomyxoviridae adalah virus RNA berenvelop dengan dua glikoprotein permukaan : hemaglutinin dan neurominidase. Sebagai virus berenvelop pemanasan akan merusak daya infektivitasnya; penularan terjadi melalui saluran pernafasan bukan melalui makanan. Ukuran diameter virions adalah 80 hingga 120 nm yang berbentuk filament. Susunan virus terdiri dari 8 segmen berbeda dari “negative-stranded RNA”. Virus influenza A dibagi dalam subtipe-subtipe berdasarkan perbedaan serologik dan genetik glikoprotein permukaan dan gene yang mengkodenya. Ada 15 subtipe hemaglutinin (H1-H15) dan 9 subtipe neurominidase (N1-N9) telah diidentifikasi. Virus Influenza A dengan hemaglutinin subtipe H1, H2, H3, dan neurominidase subtipe N1 dan N2 telah menyebabkan epidemi dan pandemi sejak tahun 1900. Subtipe H5 dan H7 virus flu burung adalah yang menyebabkan wabah dengan tingkat kematian tinggi (patogenik). Hanya ada satu jalur dari virus flu burung yang tingkat kemampuan mematikannya tinggi atau high-pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1 yang dapat menginfeksi manusia (zoonosis). 2,7
Dari penelitian menunjukkan, unggas yang sakit oleh Influenza A atau virus H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus itu dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajat Celcius dan lebih dari 30 hari pada nol derajat Celcius. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama. Virus ini mati pada pemanasan 56 derajat Celcius dalam 3 jam atau 60 derajat Celcius selama 30 menit. Bahan disinfektan formalin dan Iodine dapat membunuh virus yang menakutkan ini.2
Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemis. Virus flu burung hidup di dalam saluran pencernaan unggas. Burung yang terinfeksi virus akan mengeluarkan virus ini melalui saliva, cairan hidung, dan kotoran. Avian virus avian influenza dapat ditularkan ke manusia dengan 2 jalan. Pertama kontaminasi langsung dari lingkungan burung terinfeksi yang mengandung virus kepada manusia. Cara lain adalah lewat perantara binatang babi. Penularan diduga terjadi dari kotoran secara oral atau melalui saluran pernafasan. Flu burung dapat menyebar dengan cepat di antara populasi unggas dengan kematian yang tinggi. Bahkan dapat menyebar antar peternakan dari suatu daerah ke daerah yang lain. Penyakit ini dapat juga menyerang manusia,lewat udara yang tercemar virus itu. Belum ada bukti terjadinya penularan dari manusia ke manusia. Juga belum terbukti adanya penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Orang yang mempunyai risiko besar untuk terserang flu burung ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas. Sebagian besar kasus manusia telah ditelusuri pada kontak langsung dengan ayam yang sakit. 2,8
V. ANATOMI
1. RONGGA DADA
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada dan toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis Pembuluh darah paru-paru dan bronkial, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. 9
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi 9. Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru, yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek akan saling melekat jika ada air. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan, atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru-paru tertekan atau kolaps.9
2. SALURAN PERNAPASAN
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.9
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segi tiga yang bermuara ke dalam trakea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah.9
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea agak pipih (karena cincin tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di depan esofagus. Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk anatomik yang khusus ini mempunyai implikasi yang penting.9
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecilyang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.9
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. Asinus atau kadang-kadang disebut lobulus primer memiliki garis tengah kira-kira 0,5 sampai 1,0 cm. Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis.9
VI. PATOFISIOLOGI
Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection) di mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari di mana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran pernapasan dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung neurominidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.3
Penyebaran dari virus extrapulmoner telah didokumentasikan secara umum pada manusia, tetapi penyebaran sistemik adalah penampakan biasa dari highly pathogenic avian viruses pada unggas dan beberapa binatang pengerat atau binatang mamalia lain. Serum dan penghasilan antibodi mengarah ke HA dan NA yang muncul sekitar 10 hari setelah terinfeksi. Proteksi untuk menghindari terinfeksi kembali oleh jenis strain yang sama dapat terjadi tergantung infeksi secara alamiah dan dihubungkan dengan serum serta tingkat antibody neutralizing hidung, yang prinsipnya secara langsung mencegah HA. Perbedaan pada gen PA, NP, M1, NS1, dan PB2 mengarah ke hubungan dengan jenis influenza pada manusia, termasuk infeksi manusia pada avian influenza. Aturan fungsional dari tanda-tanda genetik belum dapat dipecahkan tetapi berkaitan dengan keterlibatan peningkatan kemampuan replikasi dan supresi dari imunitas tubuh.4,5
VII. DIAGNOSIS
VII. a. Gambaran Klinis
Tampilan klinis manusia yang terinfeksi flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa. Diawali dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak napas. Dalam perkembangannya kondisi tubuh sangat cepat menurun drastis. Bila tidak segera ditolong, korban bisa meninggal karena berbagai komplikasi. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah mengakibatkan gagal napas dan beberapa kelainan tubuh yang berat lainnya.2
Flu burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh anak-anak belum begitu kuat. Masa inkubasi penyakit, dimana saat mulai terpapar virus hingga mulai timbul gejala sekitar 3 hari dengan rentang 2 hingga 5 hari. Sebagian besar penderita mengalami produksi dahak yang meningkat, 30% diantaranya dahaknya bercampur darah. Diare dialami oleh 70% penderita. Semua penderita menunjukkan limfopenia dan sebagian besar penderita mengalami trombositopenia. Menurut beberapa ahli flu burung lebih berbahaya dari SARS. Karena kemampuan virus yang mampu membangkitkan hampir keseluruhan respons bunuh diri dalam sistem imunitas tubuh manusia.2
Dalam penegakan diagnosis, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang digunakan sesuai dengan temuan klinis yang didapatkan pada penderita pada tahapan dan waktu tertentu.2
a. Kasus observasi :
● Panas > 38oC dan > 1 gejala berikut 2 :
- Batuk
- Radang tenggorokan
- Sesak napas yang pemeriksaan klinis dan laboratoriumnya sedang berlangsung
b. Kasus possible (kasus tersangka) 2 :
● Demam > 38oC dan > 1 gejala berikut :
- Batuk
- Nyeri tenggorokan
- Sesak napas
● Dan salah satu di bawah ini 2 :
- Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtype-nya,
- Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang confirmed,
- Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit,
- Bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses sampel dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic Avian Influenza.
- Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes antibodi spesifik pada 1 spesimen serum
d. Kasus Confirmed (Kasus Pasti) 2 :
● Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1) atau,
● Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 atau,
● Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4 kali
● Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5.
e. Kelompok Risiko Tinggi
● Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah 3:
- Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/Ir. Perternakan)
- Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien/unggas terjangkit
- Pengunjung perternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir)
- Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir.
● Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.
f. Kriteria Rawat 3 :
● Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : 1) sesak napas dengan frekuensi napas ≥ 30 kali/menit, 2) Nadi ≥ 100 kali/menit. ada gangguan kesadaran, 3) kondisi umum lemah
● Suspek dengan leukopeni
● Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni
● Kasus probable dan confirm
Kematian dan komplikasi biasanya disebabkan oleh kegagalan pernapasan. Komplikasi yang didapatkan pada penderita influenza A H5N1 adalah sindroma Reye(1 penderita), gangguan fungsi hepar pada pemeriksaan biokimia darah (6 penderita), pansitopenia (2 penderita), gagal ginjal (3 penderita), hemoragi pulmonal (1 penderita), kegagalan pernafasan akut (6 penderita), dan syok septik (1 penderita). Tidak dijumpai adanya infeksi sekunder oleh bakteri patogen (Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, atau Staphylococcus aureus) diketahui dari biakan sekresi saluran nafas, cairan pleura, dan darah. Dari 12 kasus ini, 5 penderita meninggal dengan gangguan multiorgan kendati sudah diberikan perawatan intensif. Komplikasi berat tampaknya dijumpai pada penderita dengan usia lebih tua, sudah lama bergejala sebelum dirawat di rumah sakit, dengan pneumonia, leukopenia, dan limfopenia. 7,8
VII. b. Gambaran Radiologi
VII. b. 1 Foto Toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral. Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Paling banyak ditemukan konsolidasi multifokal; efusi dan limfadenopati dapat selalu dilihat, begitu pula dengan perubahan cystic. Penampakan penyakit pada radiologi lebih awal memberikan prediksi yang bagus dari mortalitas, termasuk penemuan konsisten dengan acute respiratory distress syndrom (ARDS), seperti difus, ground glass appearance bilateral. 3,4
Gambaran foto X-ray dada memperlihatkan banyak konsolidasi pada paru, dan pada banyak bagian paru yang lain, pada 9 pasien yang meninggal karena terinfeksi dengan Asian flu burung, pada studi yang dipresentasikan di pertemuan RSNA 2005. Penemuan-penemuan ini dibandingkan dengan penemuan foto X-ray dada pada lima pasien yang bertahan setelah terkena penyakit ini. Diantara yang meninggal, skor konsolidasi paru meningkat 10 dengan sedikitnya 4 area yang terlibat di paru pada masing-masing pasien.
Dari studi, investigator dari Universitas Oxford, U.K., percaya bahwa konsolidasi pulmonar yang cukup buruk pada foto X-ray adalah prediktor yang baik dari survival dan salah satu pasiennya yang mendapat keuntungan paling banyak dari perhatian dan perawatan suportif dan pengobatan antiviral dengan oseltamivir atau zanamivir. Pada radiografi dada dapat menunjukkan satu atau banyak infiltrat. 10,12
Foto X-ray dada tidak patognomonik untuk flu burung tetapi dapat memperlihatkan adanya infeksi secara umum. Baru kontak dengan burung dan penyakit yang bertambah buruk, memberikan tanda-tanda radiografi dari penyebaran infeksi pada paru adalah kunci dari mengidentifikasi penyakit. 10
Pada studi foto X-ray yang dipelajari sebelumnya oleh radiologist independen dari Vietnam dan U.K. Radiologis ini memisahkan paru pada masing-masing radiografi menjadi 3 zona, masing-masing adalah ketiga panjang bagian craniocaudal dari paru. Mereka kemudian memisahkan masing-masing zona paru pada 3 segmen dan memberi tingkatan skor konsolidasi dari 0 – 18. Skor 0 diberikan pada jaringan paru yang menunjukkan tidak ada tanda konsolidasi. Skor 18 diberikan pada saat keadaan abnormal terjadi bilateral dan difus. Paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan tes flu burung yang positif adalah konsolidasi multifocal. 10
Gambaran pneumonia progresif meningkat dengan tingkat mortalitas tinggi telah diobservasi khususnya pada laporan kasus yang terlambat. Kebanyakan radiologi yang abnormal adalah infiltrasi pneumonik yang banyak dengan segmental dan distribusi multifokal, paling banyak terlokalisasi di bagian bawah dari paru-paru. Tidak ada efusi pleura dan limfadenopati hiler pernah dilaporkan. 14
VII. b. 2 Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasound paru ini berguna untuk mendeteksi dan mengukur efusi pleura dan konsolidasi di paru. Konsolidasi paru pada ultrasound tampak seperti struktur jaringan hiperechoic dan dengan wedge-shaped. Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa ultrasound paru memiliki tampilan yang tinggi untuk mendiagnosis konsolidasi elveolar dan berguna untuk menuntun biopsi paru perkutaneus. 15
VII. b. 3 Pemeriksaan CT-Scan
Gambaran menyebar atau bercak pada ground-glass ditambah dengan konsolidasi adalah gambaran umum pada CT-scan. Nodul sentrilobuler kecil menunjukkan perdarahan alveolar mungkin terlibat. Jarang terjadi efusi pleura. Pada sebuah studi, gambaran CT-scan menunjukkan konsolidasi ruang udara atau ground-glass dengan distribusi lobuler. 16
Potongan tipis (1-mm collimation). CT-Scan berada pada level arcus aorta. a) dan suprahepatic vena cava inferior. Nodul acinar ditunjukkan dengan ujung panah; b) menunjukkan multifocal peribronchovascular atau konsolidasi subpleural dan gambaran ground glass pada kedua paru. Beberapa lesi memiliki distribusi lobular (anak panah). 16
VII. c. Gambaran Histopatologi
Paru-paru secara tipikal menunjukkan kerusakan alveolar yang difuse. Pada kasus ini dengan waktu penyakit yang pendek (<> 90%
• Hidrasi, pemberian cairan parenteral (infus)
• Terapi simptomatis untuk gejala flu seperti analgetika/antipiretika, dekongestan dan antitusif
• Amantadine/ Rimantadine (obat penghambat haemaglutinin) diberikan awal infeksi 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Namun ini tidak dianjurkan lagi karena resistensi virus H5N1 yang cepat terjadi terhadap obat ini.
• Oseltamivir/ Zanamivir (obat penghambat neurominidase) 75 mg 2 kali sehari. Pemberian selama 5 hari.
2. Perawatan di Ruang Rawat Intensif (ICU)
Indikasi untuk dikirim ke ICU bila didapatkan tanda 6 :
• Frekuensi napas > 30x/menit
• Sesak napas yang berat
• Rasio PaO2 <> 50%
• Sistolik <> 4 jam
• Syok septik
• Fungsi ginjal memburuk (kreatinin > 4 mg/dl)
Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu). 3
X. PROGNOSIS
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis yang sangat bervariasi mulai dari asimptomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia dan banyak yang berakhir dengan ARDS. Perjalanan klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal, sehingga sebelum sempat terpikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal. Mortalitas penyakit ini hingga laporan terakhir sekitar 50 %. 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Hudyono,Johannes. Kamarudzaman, Kamaliah. Cara Penularan, Gejala, dan Perawatan Flu Burung. Jakarta:Majalah Kedokteran Meditek volume 14 no 38. 2006; 9-12
2. Judarwanto, Widodo. Penatalaksanaan Flu Burung Pada Manusia. Jakarta:Dexa Medica Jurnal Kedokteran dan Farmasi no 4 volume 18. 2005; 171-173
3. Nainggolan L, Chen, Kie. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Avian Influenza dan SARS). 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 1719-1726.
4. Bennet, N. John, Avian Influenza. [online]. 2008. [cited 2009 september 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/238049.
5. Weller, Peter F.Guerrant, Richard L. Walker, David H. Tropical Infectious Diseases Principles, Pathogens, & Practice 2nd Ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone. 2006; 639-642
6. Bombang H.,Bob W. Flu Burung (Avian Influenza). [online]. 2005. [cited 9 september 2009]. Availble from: http://med.unhas.ac.id/Datajurnal/tahun2005vol26/vol26No.30k.
7. Sapoetra, Agus. Infeksi Virus Influenza A H5N1. Jakarta: Ebers Papyrus Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara volume 10 no 2. 2004; 117-121
8. Radji, Maksum. Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran Pada Manusia. Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian volume III no 2. 2006; 55-65
9. Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) 4th ed Buku 2. Jakarta: EGC. 1995; 646-650
10. Sandrick, Karen. X-rays can predict survival after exposure to avian flu chest exams prove important in identifying patients who will benefit from early, aggressive intervention. [online]. 2006. [cited 2009 september 9]. Available from: http://www.diagnosticimaging.com.
11. Oner A.F.,Bay A.,Asrlan S.,Akdeniz H. Et al. Avian Influenza A (H5N1) Infection in Eastern Turkey in 2006. [online]. 2006. [cited 2009 september 9].Available from : http://www.the new england journal of medicine.com
12. Lopez, FA. Slaven, EM. Stone, SC. Infectious Diseases Emergency Department Diagnosis And Management 1st ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007; 404-405
Cardiac Arrest
Jantung merupakan organ vital yang bertugas memompa darah untuk semua organ-organ badan. Henti jantung atau cardiac arrest adalah suatu keadaan berhentinya sirkulasi normal dari darah dalam kaitannya dengan kegagalan jantung untuk berkontaksi secara efektif selama systole. Kegagalan untuk berkontraksi dapat mengakibatkan kematian yang mendadak, bahkan dapat terjadi kematian seketika (Instantaneous Death) dan disebut sudden cardiac death (SCD). Cardiac arrest biasa disebut cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest. Cardiac arrest berbeda dengan infark miokard, dimana aliran darah ke jantung yang masih berdetak terganggu.1,2,3
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa faktor, diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax. 1,2
Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengan segera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian mungkin bisa dicegah. 1,2,4
Cardiac arrest dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Hal ini dapat juga terjadi secara tiba-tiba pada seseorang yang terlihat sehat, dan menyebabkan kematian yang mendadak atau sudden cardiac death (SCD). Hal ini merupakan suatu kegawat daruratan medis, dapat berpotensi untuk membaik jika ditangani seawal mungkin. Penanganan pertama untuk cardiac arrest adalah cardiopulmonary resuscitation (biasa disebut CPR) yang akan mendukung sirkulasi peredaran darah sampai tersedia perawatan medis yang pasti. Penanganan berikutnya sangat bergantung pada irama jantung yang terlihat pada pemeriksaan lanjutan, apakah terdapat aritmia atau tidak, tetapi sering kali diperlukan defibrillasi untuk mengembalikan irama jantung normal sebab sebagian besar cardiac arrest terjadi akibat ventricular fibrillation dan ventricular tachicardia. Saat ini, cardiac arrest masih merupakan penyebab utama kematian di dunia. Sekitar separuh dari semua kematian akibat penyakit jantung digolongkan sebagai sudden cardiac death.2,5
DEFENISI
Cardiac arrest disebut juga cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest, merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi. Gejala dan tanda yang tampak, antara lain hilangnya kesadaran; napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas); tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat terasa pada arteri; dan tidak denyut jantung.2,6
ETIOLOGI
Penyebab cardiac arrest yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan tidak ada darah ke dalam sirkulasi.7
Aritmia dicetuskan oleh beberapa faktor, diantaranya: penyakit jantung koroner yang menyebabkan infark miokard (serangan jantung), stress fisik (perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan yang mempengaruhi jantung, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax. 1,2,6,7
ANATOMI
A.d.1. Suplai arteri pada Jantung
Arteri koronaria adalah yang bertanggungjawab untuk mensuplai jantung itu sendiri dengan darah yang kaya oksigen. Arteri koronaria adalah end-arteries yang diujung dan bila terjadi penyumbatan, maka suplai darah ke otot miokardium akan terhambat (infark miokard). Bila lumen pembuluh darah menyempit karena perubahan atheromatous pada dinding pembuluh darah, pasien akan mengeluh nyeri dada yang meningkat secara bertahap pada aktivitas berat (angina). Kondisi ini tidak memungkinkan otot miokardium meningkatkan kontraksi untuk memenuhi kebutuhan suplai darah, akibat berkurangnya suplai darah arteri.8
Terdapat variasi ukuran dan letak dari arteri koronaria. Sebagai contoh, pada sebagian orang, cabang posterior interventikular dari arteri koronaria kanannya lebih besar dan menyuplai darah ke sebagian besar bagian ventrikel kiri sedangkan pada kebanyakan orang tempat ini disuplai oleh cabang anterior interventrikular dari arteri koronaria kiri. Contoh lain, nodus sino-atrial umumnya disuplai oleh cabang nodus dari arteri koronaria kanan, akan tetapi pada 30-40% populasi menerima suplai dari arteri koronaria kiri.8
A.d.2. Saluran darah vena jantung
Sistem aliran darah vena pada jantung sebagai berikut:
Vena-vena dan arteri-arteri koronaria mengalir ke dalam atrium kanan melalui sinus koronaria. Sinus koronaria mengalir ke dalam atrium kanan ke arah kiri dari dan superior ke pembukaan dari vena cava inferior. Great Cardiac Vein mengikuti cabang anterior interventrikular dari koronaria kiri dan kemudian menjalar ke arah belakang kiri pada cabang-cabang atrioventrikular. Pembuluh darah vena sedang mengikuti arteri interventrikular posterior dan bersamaan dengan pembuluh darah vena kecil yang mengikuti arteri marginalis, mengalir ke dalam sinus koronaria. Sinus koronaria mengalir ke pembuluh darah vena pada jantung.8
A.d.3. Sistem konduksi jantungekg
Terdapat 3 jenis sel dalam jantung yang berperan dalam proses impuls normal di dalam jantung, yaitu:8,9
1. Sel perintis (pacemaker cells) Sumber daya listrik jantung.
Nodus sino- atrial (SA) adalah pacemaker jantung. Ia terletak di atas krista terminalis, dibawah pembukaan vena cava superior di dalam atrium kanan.
2. Sel konduksi listrik Kabel jantung.
Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA diantar melalui otot-otot atrial untuk menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrial. Impuls tiba ke nodus atrioventrikular (AV) yang terletak di septum interatrial dibawah pembukaan sinus koronaria. Dari sini impuls diantar ke ventrikel melalui serabut atrioventrikular (His) yang turun ke dalam septum interventrikular. Serabut His terbagi menjadi 2 cabang kanan dan kiri. Cabang-cabang ini akan berakhir pada serabut-serabut Purkinje dalam subendokardium dari ventrikel.
3. Sel miokardium Mesin kontraksi jantung.
Jika sebuah gelombang depolarisasi mencapai sebuah sel jantung, kalsium akan dilepaskan ke dalam sel sehingga sel tersebut berkontraksi. Sel jantung memiliki banyak sekali protein kontraktil, yaitu aktin dan miosin.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).1,2,4
Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing2 etiologi yang mendasari terjadinya cardiac arrest.
A.d.1. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.5,7
A.d.2. Stess fisik.
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi, diantaranya:1,7
• perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam
• sengatan listrik
• kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat
• Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah
• Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki gangguan jantung.
Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleks
akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
A.d.3. Kelainan Bawaan
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga. Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA.7
A.d.4. Perubahan struktur jantung
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung.7
A.d.5. Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.2
A.d.6. Tamponade jantung
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.2
A.d.7. Tension pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.2
PENEMUAN AUTOPSI 10
Terdapat beberapa faktor yang dapat menuntun kita menegakkan diagnosis cardiac arrest maupun sudden cardiac death(SCD), di antaranya adalah hasil temuan di TKP, menunjukkan posisi kematian yang tidak wajar, khas untuk suatu kematian mendadak. Korban mungkin ditemukan meninggal dalam keadaan hanya mengenakan pakaian dalam keadaan tertelungkup, maupun tergeletak di samping kabel listrik.
Hasil pemeriksaan autopsi juga dapat menunjukkan adanya temuan penyakit-penyakit yang mendasari terjadinya cardiac arrest, seperti penyakit jantung koroner, pembesaran jantung, trombosis, maupun tanda-tanda kekerasan seperti penjeratan yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest.
ASPEK MEDIKOLEGAL
Setiap kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar, sebelum dapat dibuktikan bahwa tidak ada bukti-bukti yang mendukungnya. Dengan demikian dalam penyelidikan kedokteran forensik pada kematian yang mendadak atau terlihat seperti wajar, alasan yang sangat penting dalam otopsi adalah menentukan apakah terdapat tindak kejahatan. Dari sudut kedokteran forensik, tujuan utama pemeriksaan kasus kematian mendadak adalah menentukan cara kematian korban. KUHAP pasal 133 (1) menyatakan ”Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.” 3,11
Pemeriksaan kasus kematian mendadak perlu beberapa alasan, antara lain:3
1. Menentukan adakah peran tindak kejahatan pada kasus tersebut
2. Klaim pada asuransi
3. Menentukan apakah kematian tersebut karena penyakit akibat industri atau merupakan kecelakaan belaka, terutama pada pekerja industri
4. Adakah faktor keracunan yang berperan
5. Mendeteksi epidemiologi penyakit untuk pelayanan kesehatan masyarakat
Pada kasus kematian yang terjadi seketika atau tak terduga, khususnya bila ada tanda-tanda penyakit sebelumnya dan kemungkinan sakit sangat kecil, untuk menentukan penyebabnya hanya ada satu cara yaitu dilakukannya pemeriksaan otopsi pada jenazah, bila perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan lain seperti pemeriksaan toksikologi. Hal ini sangat penting untuk menentukan apakah termasuk kematian mendadak yang wajar.3
Adapun kepentingan otopsi antara lain:3
1. Untuk keluarga korban, dapat menjelaskan sebab kematian
2. Untuk kepentingan umum, melindungi yang lain agar dapat terhindar dari penyebab kematian yang sama
Penentuan kasus kematian adalah berdasarkan proses interpretasi yang meliputi:3
1. Perubahan patologi anatomi, bakteriologi dan kimia
2. Pemilihan lesi yang fatal pada korban
Pada kasus kematian mendadak yang sering kita hadapi, tindakan yang mampu dilakukan pada kematian mendadak adalah:3
1. Semua keterangan tentang almarhum dikumpulkan dari keluarga, teman, polisi, atau saksi-saksi, yang meliputi: usia, penyakit yang pernah diderita, pernah berobat dimana, hasil pemeriksaan laboratorium, tingkah laku yang aneh, dan lain-lain.
2. Keadaan korban dan sekitar korban saat ditemukan, pakaian yang ditemukan, tanda-tanda kekerasan atau luka, posisi tubuh, temperatur, lebam mayat, kaku mayat, situasi TKP rapi atau berantakan, adanya barang-barang yang mencurigakan.
3. Keadaan sebelum korban meninggal
4. Bila sebab kematian tidak pasti, sarankan kepada keluarga untuk melapor kepada polisi, jika polisi tidak meminta visum et repertum dapat diberi surat kematian.
5. Dalam mengisi formulir B, pada sebab kematian bila tidak dketahui sebab kematiannya ditulis tidak diketahui atau mati mendadak.
6. Bila dilakukan pemeriksaan dalam, buat preparat histopatologi bagian organ-organ tertentu, diperiksa dan dilakukan pemeriksaan toksikologi
7. Sebaiknya jangan menandatangani surat kematian tanpa memeriksa korban, dan jangan menyentuh apapun terutama yang dipakai sebagai barang bukti.
Dari hasil pemeriksaan kemungkinan:3
1. Korban meninggal secara wajar dan sebab kematian jelas misalnya coronary heart disease, maka diberi surat kematian dan dikuburkan
2. Sebab kematian tidak jelas, keluarga/dokter lapor ke polisi, kemudian polisi minta visum et repertum, setelah SPVR datang maka korban diotopsi untuk menentukan sebab kematian korban.
3. Korban meninggal secara tidak wajar, misalnya ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan, maka keluarga atau dokter lapor ke polisi.
4. Korban diduga meninggal secara wajar, misalnya CVA tetapi juga ditemukan tanda-tanda kekerasan, maka keluarga atau dokter lapor ke polisi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Janet M. Torpy, MD. The journal of the american medical assosiation. JAMA [serial online] 2006, Januari [cited 2008 July 18]; 295(1):[2 screen]. Availabel from: URL:http://jama.ama-assn.org/cgi/citmgr?gca=jama;295/1/124
2. Cardiac arrest. [Online]. 2008 July 14 [cited 2008 july 18];[ 13screens]. Availabel from: URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Sudden_cardiac_death
3. Mutahal, Apuranto H. Kematian mendadak. In: Apuranto H, Hoediyanto, editors. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Edisi 3. Surabaya: Airlangga; 2007. p.185-8.
4. Cardiac arrest, first aid. [Online]. 2007 August [cited 2008 july 18];[3 screens]. Available from: URL: http://www.merck.com/mmhe/sec24/ch299/ch299a.html
5. Sudden cardiac death. [Online]. 2006 July 16 [cited 2008 july 18];[21 screens]. Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic276.htm#section~Differentials
6. Definition of cardiac arrest. [Online]. 2001 November [cited 2008 Jully 23];[2 screens]. Available from: URL: [http://www.medicinenet.com/script/main/hp.asp
7. Sudden cardiac arrest(SCA). [Online]. 2008 March [cited 2008 july 18];[4 screens]. Available from: URL: http://www.medic8.com/blood-disorders/index.htm
8. Faiz O, Moffat D, editors. The heart II. In: Anatomi at a glance. USA: Blackwell publishing;2002. P.23-24.
9. Thaler MS, editor. Dasar EKG. In: Satu-satunya EKG yang anda perlukan. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2000. p.10-4,20-2.
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa faktor, diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax. 1,2
Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengan segera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian mungkin bisa dicegah. 1,2,4
Cardiac arrest dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Hal ini dapat juga terjadi secara tiba-tiba pada seseorang yang terlihat sehat, dan menyebabkan kematian yang mendadak atau sudden cardiac death (SCD). Hal ini merupakan suatu kegawat daruratan medis, dapat berpotensi untuk membaik jika ditangani seawal mungkin. Penanganan pertama untuk cardiac arrest adalah cardiopulmonary resuscitation (biasa disebut CPR) yang akan mendukung sirkulasi peredaran darah sampai tersedia perawatan medis yang pasti. Penanganan berikutnya sangat bergantung pada irama jantung yang terlihat pada pemeriksaan lanjutan, apakah terdapat aritmia atau tidak, tetapi sering kali diperlukan defibrillasi untuk mengembalikan irama jantung normal sebab sebagian besar cardiac arrest terjadi akibat ventricular fibrillation dan ventricular tachicardia. Saat ini, cardiac arrest masih merupakan penyebab utama kematian di dunia. Sekitar separuh dari semua kematian akibat penyakit jantung digolongkan sebagai sudden cardiac death.2,5
DEFENISI
Cardiac arrest disebut juga cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest, merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi. Gejala dan tanda yang tampak, antara lain hilangnya kesadaran; napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas); tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat terasa pada arteri; dan tidak denyut jantung.2,6
ETIOLOGI
Penyebab cardiac arrest yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan tidak ada darah ke dalam sirkulasi.7
Aritmia dicetuskan oleh beberapa faktor, diantaranya: penyakit jantung koroner yang menyebabkan infark miokard (serangan jantung), stress fisik (perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan yang mempengaruhi jantung, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax. 1,2,6,7
ANATOMI
A.d.1. Suplai arteri pada Jantung
Arteri koronaria adalah yang bertanggungjawab untuk mensuplai jantung itu sendiri dengan darah yang kaya oksigen. Arteri koronaria adalah end-arteries yang diujung dan bila terjadi penyumbatan, maka suplai darah ke otot miokardium akan terhambat (infark miokard). Bila lumen pembuluh darah menyempit karena perubahan atheromatous pada dinding pembuluh darah, pasien akan mengeluh nyeri dada yang meningkat secara bertahap pada aktivitas berat (angina). Kondisi ini tidak memungkinkan otot miokardium meningkatkan kontraksi untuk memenuhi kebutuhan suplai darah, akibat berkurangnya suplai darah arteri.8
Terdapat variasi ukuran dan letak dari arteri koronaria. Sebagai contoh, pada sebagian orang, cabang posterior interventikular dari arteri koronaria kanannya lebih besar dan menyuplai darah ke sebagian besar bagian ventrikel kiri sedangkan pada kebanyakan orang tempat ini disuplai oleh cabang anterior interventrikular dari arteri koronaria kiri. Contoh lain, nodus sino-atrial umumnya disuplai oleh cabang nodus dari arteri koronaria kanan, akan tetapi pada 30-40% populasi menerima suplai dari arteri koronaria kiri.8
A.d.2. Saluran darah vena jantung
Sistem aliran darah vena pada jantung sebagai berikut:
Vena-vena dan arteri-arteri koronaria mengalir ke dalam atrium kanan melalui sinus koronaria. Sinus koronaria mengalir ke dalam atrium kanan ke arah kiri dari dan superior ke pembukaan dari vena cava inferior. Great Cardiac Vein mengikuti cabang anterior interventrikular dari koronaria kiri dan kemudian menjalar ke arah belakang kiri pada cabang-cabang atrioventrikular. Pembuluh darah vena sedang mengikuti arteri interventrikular posterior dan bersamaan dengan pembuluh darah vena kecil yang mengikuti arteri marginalis, mengalir ke dalam sinus koronaria. Sinus koronaria mengalir ke pembuluh darah vena pada jantung.8
A.d.3. Sistem konduksi jantungekg
Terdapat 3 jenis sel dalam jantung yang berperan dalam proses impuls normal di dalam jantung, yaitu:8,9
1. Sel perintis (pacemaker cells) Sumber daya listrik jantung.
Nodus sino- atrial (SA) adalah pacemaker jantung. Ia terletak di atas krista terminalis, dibawah pembukaan vena cava superior di dalam atrium kanan.
2. Sel konduksi listrik Kabel jantung.
Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA diantar melalui otot-otot atrial untuk menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrial. Impuls tiba ke nodus atrioventrikular (AV) yang terletak di septum interatrial dibawah pembukaan sinus koronaria. Dari sini impuls diantar ke ventrikel melalui serabut atrioventrikular (His) yang turun ke dalam septum interventrikular. Serabut His terbagi menjadi 2 cabang kanan dan kiri. Cabang-cabang ini akan berakhir pada serabut-serabut Purkinje dalam subendokardium dari ventrikel.
3. Sel miokardium Mesin kontraksi jantung.
Jika sebuah gelombang depolarisasi mencapai sebuah sel jantung, kalsium akan dilepaskan ke dalam sel sehingga sel tersebut berkontraksi. Sel jantung memiliki banyak sekali protein kontraktil, yaitu aktin dan miosin.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).1,2,4
Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing2 etiologi yang mendasari terjadinya cardiac arrest.
A.d.1. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.5,7
A.d.2. Stess fisik.
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi, diantaranya:1,7
• perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam
• sengatan listrik
• kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat
• Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah
• Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki gangguan jantung.
Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleks
akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
A.d.3. Kelainan Bawaan
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga. Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA.7
A.d.4. Perubahan struktur jantung
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung.7
A.d.5. Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.2
A.d.6. Tamponade jantung
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.2
A.d.7. Tension pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.2
PENEMUAN AUTOPSI 10
Terdapat beberapa faktor yang dapat menuntun kita menegakkan diagnosis cardiac arrest maupun sudden cardiac death(SCD), di antaranya adalah hasil temuan di TKP, menunjukkan posisi kematian yang tidak wajar, khas untuk suatu kematian mendadak. Korban mungkin ditemukan meninggal dalam keadaan hanya mengenakan pakaian dalam keadaan tertelungkup, maupun tergeletak di samping kabel listrik.
Hasil pemeriksaan autopsi juga dapat menunjukkan adanya temuan penyakit-penyakit yang mendasari terjadinya cardiac arrest, seperti penyakit jantung koroner, pembesaran jantung, trombosis, maupun tanda-tanda kekerasan seperti penjeratan yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest.
ASPEK MEDIKOLEGAL
Setiap kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar, sebelum dapat dibuktikan bahwa tidak ada bukti-bukti yang mendukungnya. Dengan demikian dalam penyelidikan kedokteran forensik pada kematian yang mendadak atau terlihat seperti wajar, alasan yang sangat penting dalam otopsi adalah menentukan apakah terdapat tindak kejahatan. Dari sudut kedokteran forensik, tujuan utama pemeriksaan kasus kematian mendadak adalah menentukan cara kematian korban. KUHAP pasal 133 (1) menyatakan ”Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.” 3,11
Pemeriksaan kasus kematian mendadak perlu beberapa alasan, antara lain:3
1. Menentukan adakah peran tindak kejahatan pada kasus tersebut
2. Klaim pada asuransi
3. Menentukan apakah kematian tersebut karena penyakit akibat industri atau merupakan kecelakaan belaka, terutama pada pekerja industri
4. Adakah faktor keracunan yang berperan
5. Mendeteksi epidemiologi penyakit untuk pelayanan kesehatan masyarakat
Pada kasus kematian yang terjadi seketika atau tak terduga, khususnya bila ada tanda-tanda penyakit sebelumnya dan kemungkinan sakit sangat kecil, untuk menentukan penyebabnya hanya ada satu cara yaitu dilakukannya pemeriksaan otopsi pada jenazah, bila perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan lain seperti pemeriksaan toksikologi. Hal ini sangat penting untuk menentukan apakah termasuk kematian mendadak yang wajar.3
Adapun kepentingan otopsi antara lain:3
1. Untuk keluarga korban, dapat menjelaskan sebab kematian
2. Untuk kepentingan umum, melindungi yang lain agar dapat terhindar dari penyebab kematian yang sama
Penentuan kasus kematian adalah berdasarkan proses interpretasi yang meliputi:3
1. Perubahan patologi anatomi, bakteriologi dan kimia
2. Pemilihan lesi yang fatal pada korban
Pada kasus kematian mendadak yang sering kita hadapi, tindakan yang mampu dilakukan pada kematian mendadak adalah:3
1. Semua keterangan tentang almarhum dikumpulkan dari keluarga, teman, polisi, atau saksi-saksi, yang meliputi: usia, penyakit yang pernah diderita, pernah berobat dimana, hasil pemeriksaan laboratorium, tingkah laku yang aneh, dan lain-lain.
2. Keadaan korban dan sekitar korban saat ditemukan, pakaian yang ditemukan, tanda-tanda kekerasan atau luka, posisi tubuh, temperatur, lebam mayat, kaku mayat, situasi TKP rapi atau berantakan, adanya barang-barang yang mencurigakan.
3. Keadaan sebelum korban meninggal
4. Bila sebab kematian tidak pasti, sarankan kepada keluarga untuk melapor kepada polisi, jika polisi tidak meminta visum et repertum dapat diberi surat kematian.
5. Dalam mengisi formulir B, pada sebab kematian bila tidak dketahui sebab kematiannya ditulis tidak diketahui atau mati mendadak.
6. Bila dilakukan pemeriksaan dalam, buat preparat histopatologi bagian organ-organ tertentu, diperiksa dan dilakukan pemeriksaan toksikologi
7. Sebaiknya jangan menandatangani surat kematian tanpa memeriksa korban, dan jangan menyentuh apapun terutama yang dipakai sebagai barang bukti.
Dari hasil pemeriksaan kemungkinan:3
1. Korban meninggal secara wajar dan sebab kematian jelas misalnya coronary heart disease, maka diberi surat kematian dan dikuburkan
2. Sebab kematian tidak jelas, keluarga/dokter lapor ke polisi, kemudian polisi minta visum et repertum, setelah SPVR datang maka korban diotopsi untuk menentukan sebab kematian korban.
3. Korban meninggal secara tidak wajar, misalnya ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan, maka keluarga atau dokter lapor ke polisi.
4. Korban diduga meninggal secara wajar, misalnya CVA tetapi juga ditemukan tanda-tanda kekerasan, maka keluarga atau dokter lapor ke polisi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Janet M. Torpy, MD. The journal of the american medical assosiation. JAMA [serial online] 2006, Januari [cited 2008 July 18]; 295(1):[2 screen]. Availabel from: URL:http://jama.ama-assn.org/cgi/citmgr?gca=jama;295/1/124
2. Cardiac arrest. [Online]. 2008 July 14 [cited 2008 july 18];[ 13screens]. Availabel from: URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Sudden_cardiac_death
3. Mutahal, Apuranto H. Kematian mendadak. In: Apuranto H, Hoediyanto, editors. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Edisi 3. Surabaya: Airlangga; 2007. p.185-8.
4. Cardiac arrest, first aid. [Online]. 2007 August [cited 2008 july 18];[3 screens]. Available from: URL: http://www.merck.com/mmhe/sec24/ch299/ch299a.html
5. Sudden cardiac death. [Online]. 2006 July 16 [cited 2008 july 18];[21 screens]. Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic276.htm#section~Differentials
6. Definition of cardiac arrest. [Online]. 2001 November [cited 2008 Jully 23];[2 screens]. Available from: URL: [http://www.medicinenet.com/script/main/hp.asp
7. Sudden cardiac arrest(SCA). [Online]. 2008 March [cited 2008 july 18];[4 screens]. Available from: URL: http://www.medic8.com/blood-disorders/index.htm
8. Faiz O, Moffat D, editors. The heart II. In: Anatomi at a glance. USA: Blackwell publishing;2002. P.23-24.
9. Thaler MS, editor. Dasar EKG. In: Satu-satunya EKG yang anda perlukan. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2000. p.10-4,20-2.
Syok Hipovolemik
I. Pendahuluan
Syok hipovolemik merupakan salah satu jenis syok yang disebabkan oleh hilangnya darah, plasma, atau cairan interstitiel dalam jumlah yang besar. Hilangnya darah dan plasma menyebabkan hipovolemia secara langsung. Hilangnya cairan interstitiel menyebabkan hipovolemia secara tidak langsung dengan memicu terjadinya difusi plasma dari intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Syok hipovolemik mulai berkembang ketika volume intravaskuler berkurang sekitar 15 %. Syok hipovolemik pada anak merupakan tipe syok yang paling sering terjadi, berhubungan dengan pengurangan
IX. Diagnosa Banding
Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.11
Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena attau 40 ml laruan dextrose 40% intravena.11
X. Penatalaksanaan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.4,6,7
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.7,9
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar. 4,6,7,9
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. 6,7,9
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.7,9
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan mengganti kebutuhan harian.4,9
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroentritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akut.7,9
XII. Aspek Medikolegal
Penanganan yang salah terhadap pasien syok hipovolemik biasanya disebabkan oleh kegagalan untuk mengetahui munculnya syok secara dini.4
• Kelalaian tersebut menyebabkan terjadinya penundaan untuk mendiagnosis penyebab dan dalam meresusitasi pasien.
• Kelalaian tersebut kadang disebabkan oleh karena hanya mengandalkan perubahan tekanan darah atau kadar hematokrit awal, daripada tanda-tanda penurunan perfusi perifer, untuk membuat diagnosis.
• Cedera-cedera pada pasien dengan trauma bisa saja tidak diperiksa secara teliti, terutama bila dokter yang memeriksa lebih fokus terhadap cedera yang lebih nampak. Kelalaian tersebut dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan selangkap-lengkapnya, memantau kondisi pasien secara berlanjuut dan intensif, dan melakukan pemeriksaan berkala.
• Pasien usia lanjut memiliki toleransi tubuh yang kurang terhadap hipovolemia dibandingkan dengan pasien pada umumnya. Terapi yang agresif sebaiknya dilakukan lebih awal untuk menghindari komplikasi yang potensial, seperti infark miokard dan stroke.
• Pada pasien-pasien yang memerlukan resusitasi yang lebih luas, penanganannya sebaiknya diarahkan untuk menghindari terjadinya hipotermia, karena kondisi tersebut dapat memicu terjadinya aritmia atau koagulopati. Hipotermia dapat dihindari dengan cara menghangatkan cairan intravena sebelum diberikan kepada pasien.
• Pasien-pasien yang mengkonsumsi obat-obatan beta bloker atau calsium-channel blocker dan pasien yang menggunakan alat pacu jantung mungkin tidak dapat mengalami respon takikardi akibat hipovolemia, kondisi tersebut dapat mengaburkan penegakan diagnosis syok. Untuk meminimalisasi kelalaian tersebut, sebaiknya dilakukan anamnesis yang teliti mengenai penggunaan obat-obatan pada pasien. Sebaiknya pemeriksa juga memeriksa gejala-gejala penurunan perfusi perifer lainnya pada pasien.
• Koagulopati dapat terjadi pada pasien yang menerima resusitasi dalam jumlah besar. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya dilusi trombosit dan faktor-faktor pembekuan namun jarang terjadi pada jam pertama saat resusitasi. Keterangan mengenai dasar-dasar terjadinya koagulasi sebaiknya digambarkan dalam bagan dan diberikan panduan mengenai prosedur pemberian trombosit dan plasma.
Adapun Hukum/Undang-Undang yang berhubungan dengan kasus-kasus syok hipovolemik antara lain (UU No 23. Tentang Kesehatan; UU No 29 tentang Praktik Kedokteran Tahun 2004; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
• UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 5312
1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
3. Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
• UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 5412
1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
• UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 5512
1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 4513
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 4613
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 5014
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 5113
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 5213
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 7913
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :
a. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
• KUHP, Pasal 35914
Barang siapa karena kesalahan (kealpaaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baldwin KM, Cheek DJ, dan Morris SE. Shock, Multiple Organ Dysfunction Syndrome, and Burns in Adults. In: PATOPHYSIOLOGY The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. Ed. Kathryn L. McCance, RN, Ph.D. dan Sue E. Huether, RN, Ph.D. USA: Elsevier Mosby. 2006. p1625-1642
2. Hazinski MF, Mondozzi MA, dan Baker RAU. Shock, Multiple Organ Dysfunction Syndrome, and Burns in Children. In: PATOPHYSIOLOGY The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. Ed. Kathryn L. McCance, RN, Ph.D. dan Sue E. Huether, RN, Ph.D. USA: Elsevier Mosby. 2006. p1655-1668
3. Perez E. Hypovolemic Shock. [online]. 2006. [cited 2008 July 8]: [1 screen]. Available from: URL:http://www.healthline.com
4. Kolecki P dan Menckhoff CR. Shock, Hypovolemic. [online]. 2008. [cited 2008 July 7]: [1 screen]. Available from: URL:http://www.emedicine.com
5. Ganong WF. Cardiovascular Disorders: Vascular Disease. In: McPhee SJ dan Ganong WF. Patophysiology of disease, an introduction to clinical medicine, fifth edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2006. p 322-325.
6. Mitchell RN. Hemodynamic Disorders, Thromboembolic Disease, and Shock. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran, pathologic basis of disease. USA: Elsevier Saunders. 2005. p 139-142.
Syok hipovolemik merupakan salah satu jenis syok yang disebabkan oleh hilangnya darah, plasma, atau cairan interstitiel dalam jumlah yang besar. Hilangnya darah dan plasma menyebabkan hipovolemia secara langsung. Hilangnya cairan interstitiel menyebabkan hipovolemia secara tidak langsung dengan memicu terjadinya difusi plasma dari intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Syok hipovolemik mulai berkembang ketika volume intravaskuler berkurang sekitar 15 %. Syok hipovolemik pada anak merupakan tipe syok yang paling sering terjadi, berhubungan dengan pengurangan
IX. Diagnosa Banding
Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.11
Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena attau 40 ml laruan dextrose 40% intravena.11
X. Penatalaksanaan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.4,6,7
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.7,9
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar. 4,6,7,9
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. 6,7,9
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.7,9
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan mengganti kebutuhan harian.4,9
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroentritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akut.7,9
XII. Aspek Medikolegal
Penanganan yang salah terhadap pasien syok hipovolemik biasanya disebabkan oleh kegagalan untuk mengetahui munculnya syok secara dini.4
• Kelalaian tersebut menyebabkan terjadinya penundaan untuk mendiagnosis penyebab dan dalam meresusitasi pasien.
• Kelalaian tersebut kadang disebabkan oleh karena hanya mengandalkan perubahan tekanan darah atau kadar hematokrit awal, daripada tanda-tanda penurunan perfusi perifer, untuk membuat diagnosis.
• Cedera-cedera pada pasien dengan trauma bisa saja tidak diperiksa secara teliti, terutama bila dokter yang memeriksa lebih fokus terhadap cedera yang lebih nampak. Kelalaian tersebut dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan selangkap-lengkapnya, memantau kondisi pasien secara berlanjuut dan intensif, dan melakukan pemeriksaan berkala.
• Pasien usia lanjut memiliki toleransi tubuh yang kurang terhadap hipovolemia dibandingkan dengan pasien pada umumnya. Terapi yang agresif sebaiknya dilakukan lebih awal untuk menghindari komplikasi yang potensial, seperti infark miokard dan stroke.
• Pada pasien-pasien yang memerlukan resusitasi yang lebih luas, penanganannya sebaiknya diarahkan untuk menghindari terjadinya hipotermia, karena kondisi tersebut dapat memicu terjadinya aritmia atau koagulopati. Hipotermia dapat dihindari dengan cara menghangatkan cairan intravena sebelum diberikan kepada pasien.
• Pasien-pasien yang mengkonsumsi obat-obatan beta bloker atau calsium-channel blocker dan pasien yang menggunakan alat pacu jantung mungkin tidak dapat mengalami respon takikardi akibat hipovolemia, kondisi tersebut dapat mengaburkan penegakan diagnosis syok. Untuk meminimalisasi kelalaian tersebut, sebaiknya dilakukan anamnesis yang teliti mengenai penggunaan obat-obatan pada pasien. Sebaiknya pemeriksa juga memeriksa gejala-gejala penurunan perfusi perifer lainnya pada pasien.
• Koagulopati dapat terjadi pada pasien yang menerima resusitasi dalam jumlah besar. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya dilusi trombosit dan faktor-faktor pembekuan namun jarang terjadi pada jam pertama saat resusitasi. Keterangan mengenai dasar-dasar terjadinya koagulasi sebaiknya digambarkan dalam bagan dan diberikan panduan mengenai prosedur pemberian trombosit dan plasma.
Adapun Hukum/Undang-Undang yang berhubungan dengan kasus-kasus syok hipovolemik antara lain (UU No 23. Tentang Kesehatan; UU No 29 tentang Praktik Kedokteran Tahun 2004; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
• UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 5312
1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
3. Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
• UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 5412
1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
• UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 5512
1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 4513
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 4613
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 5014
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 5113
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 5213
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
• UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 7913
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :
a. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
• KUHP, Pasal 35914
Barang siapa karena kesalahan (kealpaaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baldwin KM, Cheek DJ, dan Morris SE. Shock, Multiple Organ Dysfunction Syndrome, and Burns in Adults. In: PATOPHYSIOLOGY The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. Ed. Kathryn L. McCance, RN, Ph.D. dan Sue E. Huether, RN, Ph.D. USA: Elsevier Mosby. 2006. p1625-1642
2. Hazinski MF, Mondozzi MA, dan Baker RAU. Shock, Multiple Organ Dysfunction Syndrome, and Burns in Children. In: PATOPHYSIOLOGY The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. Ed. Kathryn L. McCance, RN, Ph.D. dan Sue E. Huether, RN, Ph.D. USA: Elsevier Mosby. 2006. p1655-1668
3. Perez E. Hypovolemic Shock. [online]. 2006. [cited 2008 July 8]: [1 screen]. Available from: URL:http://www.healthline.com
4. Kolecki P dan Menckhoff CR. Shock, Hypovolemic. [online]. 2008. [cited 2008 July 7]: [1 screen]. Available from: URL:http://www.emedicine.com
5. Ganong WF. Cardiovascular Disorders: Vascular Disease. In: McPhee SJ dan Ganong WF. Patophysiology of disease, an introduction to clinical medicine, fifth edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2006. p 322-325.
6. Mitchell RN. Hemodynamic Disorders, Thromboembolic Disease, and Shock. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran, pathologic basis of disease. USA: Elsevier Saunders. 2005. p 139-142.
Hiposmia
PENDAHULUAN
Fungsi penghidu dan pengecapan yang normal sangat berperan dalam nutrisi dan penting untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat. Gangguan penciuman umumnya sukar didiagnosa dan sukar untuk diobati biasanya karena kurangnya pengetahuan pada individu. Gangguan penciuman bisa sekunder akibat proses perjalanan penyakit atau bisa juga sebagai keluhan primer .Daya menghidu yang hilang atau berkurang terjadi pada kira-kira 1% dari mereka yang berusia di bawah 60 tahun dan lebih dari 50 % pada mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. (1,2)
Indera penghidu yang merupakan fungsi nervus olfaktorius (N.I), sangat erat hubungannya dengan indera pengecap yang dilakukan oleh saraf trigeminus (N.V), karena seringkali kedua sensoris ini bekerja bersama-sama, sehingga gangguan pada salah satu indera tersebut biasanya turut mengganggu fungsi indera yang satu lagi. Reseptor organ penghidu terdapat di regio olfaktorius dihidung bagian sepertiga atas. Serabut saraf olfaktorius berjalan melalui lubang-lubang pada lamina kribrosa os etmoid menuju bulbus olfaktorius didasar fossa kranii anterior. (3)
Partikel bau dapat mencapai reseptor penghidu bila menarik napas dengan kuat atau partikel tersebut larut dalam lendir yang terdapat di daerah olfaktorius. Disebut hiposmia bila daya menghidu berkurang, anosmia bila daya menghidu hilang, dan disosmia bila terjadi perubahan persepsi penghidu. Disosmia terbagi lagi menjadi phantosmia (persepsi adanya bau tanpa ada stimulus) dan parosmia atau troposmia (perubahan persepsi terhadap bau dengan adanya stimulus). (3,4,5,6)
Sel penciuman adalah sel saraf bipolar yang terdapat di daerah yang terbentang di atas dari konka media sampai ke atap, dan daerah septum yang berhadapan. Akson dari sensosel dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk serat saraf yang melalui lamina kribrosa ke dalam bulbus olfaktorius. Akson dari sel-sel ini membentuk traktus olfaktorius yang menuju ke otak. (2,5,6)
ANATOMI HIDUNG
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah adalah pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, alar nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (Os nasalis), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar mayor, beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.(3,7,8)
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.(3,7,8)
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. (3,7,8)
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os rnaksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung.(3,7)
Persarafan hidung (2,3,5,6,7,8,9)
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dan n.oftalmikus (N.V-I).
Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada rnukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
Mukosa Hidung (3,7,8)
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel toraks berlapis semu (pseudostratitied columnar epitelium) yang mempunyai silia dan di antaranya terdapat sel-sel goblet.
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.
Mukosa olfaktorius terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa ini dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. Di antara sel-sel reseptor (neuron) terdapat banyak kelenjar Bowman penghasil mukus (air, mukopolisakarida, enzim, antibodi, garam-garam dan protein pengikat bau). Sejumlah besar kelenjar Bowman terdapat dalam lamina propria pada region olfaktorius. Sel-sel reseptor bau merupakan satu-satunya sistem saraf pusat yang dapat berganti secara regular (4-8 minggu).
Sistem olfaktorius terdiri dari mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama. Neuroepitel olfaktorius terletak di bagian atas rongga hidung di dekat cribiform plate, septum nasi superior dan dinding nasal superolateral. Struktur ini merupakan neuroepitelium pseudostratified khusus yang didalamnya terdapat reseptor olfaktorius utama. (3,5,6,7,9)
Variasi menghidu pada individu mencirikan struktur region penghidu, perbedaan ini berhubungan dengan ketebalan mukosa (biasanya sekitar 60 mikron), ukuran sel dan vesikel olfaktorius. Epitelium olfaktorius terdiri atas tiga lapisan sel yaitu saraf bipolar olfaktorius, sel sustentakular penyokong yang besar jumlahnya dan sejumlah sel basal. Sel-sel olfaktorius merupakan suatu neuron bipolar. Ujung distal sel ini merupakan suatu dendrit yang telah mengalami modifikasi yang menonjol di atas permukaan epitel membentuk vesikel olfaktorius. Silia berdiri di atas tonjolan mukosa yang dinamakan vesikel olfaktorius dan masuk ke dalam lapisan sel-sel reseptor olfaktoria. Pada permukaan vesikel terdapat 10 sampai 15 silia nonmotil. Ujung proksimal sel membentuk akson, di mana akson ini bergabung dengan akson lainnya membentuk neuron olfaktorius. (3,5,6,7,8,9)
Neuron olfaktorius mempunyai akson yang tidak bermielin, akson dari sensosel dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk serat saraf yang melalui lamina kribrosa ke dalam bulbus olfaktorius. Bulbus olfaktorius terletak di basal lobus frontalis. Bulbus olfaktorius terdiri atas beberapa lapisan ( dari luar ke dalam bulbus), yaitu lapisan gromerular, lapisan pleksiformis eksternalis, lapisan sel mitral, lapisan pleksiformis internal dan lapisan sel granula. Di dalam bulbus olfaktorius terjadi sinaps dengan dendrit neuron kedua. Akson-akson neuron kedua membentuk traktus olfaktorius, yang berjalan ke otak untuk berhubungan dengan sejumlah nuklei, fasikuli dan traktus lainnya.(3,5,6,7,8,9)
FISIOLOGI PENCIUMAN
Sensasi penghidu diperantarai oleh stimulasi sel reseptor olfaktorius oleh zat - zat kimia yang mudah menguap. Untuk dapat menstimulasi reseptor olfaktorius, molekul yang terdapat dalam udara harus mengalir melalui rongga hidung dengan arus udara yang cukup turbulen dan bersentuhan dengan reseptor. Faktor-faktor yang menentukan efektivitas stimulasi bau meliputi durasi, volume dan kecepatan menghirup. Tiap sel reseptor olfaktorius merupakan neuron bipolar sensorik utama.(5,7,8)
Dalam rongga hidung rata-rata terdapat lebih dari 100 juta reseptor. Neuron olfaktorius bersifat unik karena secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel basal yang terletak dibawahnya. Sel-sel reseptor baru dihasilkan kurang lebih setiap 30-60 hari. (5,6)
Pada inspirasi dalam, molekul udara lebih banyak menyentuh mukosa olfaktorius sehingga sensasi bau bisa tercium. Terdapat beberapa syarat zat-zat yang dapat menyebabkan perangsangan penghidu yaitu zat-zat harus mudah menguap supaya mudah masuk ke dalam kavum nasi, zat-zat harus sedikit larut dalam air supaya mudah melalui mukus dan zat-zat harus mudah larut dalam lemak karena sel-sel rambut olfaktoria dan ujung luar sel-sel olfaktoria terdiri dari zat lemak.(7,8)
Zat-zat yang ikut dalam udara inspirasi akan larut dalam lapisan mukus yang berada pada permukaan membran. Molekul bau yang larut dalam mukus akan terikat oleh protein spesifik (G-PCR). G-protein ini akan terstimulasi dan mengaktivasi enzim Adenyl Siklase. Aktivasi enzim Adenyl Siklase mempercepat konversi ATP kepada cAMP. Aksi cAMP akan membuka saluran ion Ca++, sehingga ion Ca++ masuk ke dalam silia menyebabkan membran semakin positif, terjadi depolarisasi hingga menghasilkan aksi potensial. Aksi potensial pada akson-akson sel reseptor menghantar sinyal listrik ke glomeruli (bulbus olfaktorius). Di dalam glomerulus, akson mengadakan kontak dengan dendrit sel-sel mitral. Akson sel-sel mitral kemudiannya menghantar sinyal ke korteks piriformis (area untuk mengidentifikasi bau), medial amigdala dan korteks enthoris (berhubungan dengan memori).(5)
ETIOLOGI HIPOSMIA (1,3)
Hiposmia dapat disebabkan oleh proses-proses patologis di sepanjang jalur olfaktorius. Kelainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa defek konduktif atau sensorineural. Pada defek konduktif (transport) terjadi gangguan transmisi stimulus bau menuju neuroepitel olfaktorius. Pada defek sensorineural prosesnya melibatkan struktur saraf yang lebih sentral. Secara keseluruhan, penyebab defisit penghidu yang utama adalah penyakit pada rongga hidung dan atau sinus, sebelum terjadinya infeksi saluran nafas atas karena virus dan trauma kepala.
Defek konduktif
1. Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan hiposmia. Kelainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe, termasuk rhinitis alergika, akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik menyebabkan penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti dengan hiposmia meski telah dilakukan intervensi medis, alergis dan pembedahan secara agresif.
2. Adanya massa/tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi aliran odorant ke epitel olfaktorius. Kelainannya meliputi polip nasal (paling sering), inverting papilloma, dan keganasan.
3. Abnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat menyebabkan obstruksi.
4. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hiposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak dengan trakheotomi dan dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam jangka waktu yang lama kadang tetap menderita gangguan pembauan meski telah dilakukan dekanulasi, hal ini terjadi karena tidak adanya stimulasi sistem olfaktorius pada usia yang dini.
Defek sentral/sensorineural
1. Proses infeksi/inflamasi menyebabkan defek sentral dan gangguan pada transmisi sinyal. Kelainannya meliputi infeksi virus (yang merusak neuroepitel), sarkoidosis (mempengaruhi stuktur saraf), Wegener granulomatosis, dan sklerosis multipel.
2. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsi pembauan.
3. Trauma kepala, operasi otak, atau perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
4. Hiposmia juga dapat disebabkan oleh toksisitas dari obat-obatan sistemik atau inhalasi (aminoglikosida, formaldehid). Banyak obat-obatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya alkohol, nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara langsung.
5. Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengaruhi pembauan.
6. Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per tahun. Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder karena berkurangnya sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi proses kognitif di susunan saraf pusat.
7. Proses degeneratif pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, Alzheimer disease, proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus Alzheimer disease, hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan gejala pertama dari proses penyakitnya. Sejalan dengan proses penuaan, berkurangnya fungsi pembauan lebih berat daripada fungsi pengecapan, dimana penurunannya nampak paling menonjol selama usia dekade ketujuh.
DIAGNOSIS
Tahapan pertama dalam mendiagnosis adalah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Pada anamnesis perlu ditanyakan lama keluhan, apakah dirasakan terus-menerus atau hilang timbul dan apakah unilateral. Selain itu perlu diketahui apakah ada riwayat trauma, masalah medis lainnya, dan obat-obatan yangdiminum.(1,3,5,8)
Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan lengkap pada telinga, saluran napas bagian atas, kepala, dan leher. Kelainan pada masing-masing daerah kepala dan leher dapat menyebabkan disfungsi penciuman. Keberadaan otitis media serosa dapat menunjukkan adanya massa nasofaring atau peradangan. Pemeriksaan hidung yang seksama untuk mencari massa hidung, gumpalan darah, polip, dan peradangan membran hidung sangat penting. Bila ada, rinoskopi anterior harus ditunjang dengan pemeriksaan endoskopik pada rongga hidung dan nasofaring. Keberadaan telekantus pada pemeriksaan mata dapat mengarah ke massa atau peradangan di sinus. Massa nasofaring yang menonjol ke rongga mulut atau drainase purulen di orofaring dapat ditemukan pada pemeriksaan mulut. Leher harus dipalpasi untuk mencari massa atau pembesaran tiroid. Pemeriksaan saraf yang menekankan pada nervus kranialis dan fungsi sensorimotorik sangat penting. (1,3)
Pemeriksaan olfaktorius terbagi dua, yaitu pemeriksaan olfaktorius subjektif dan objektif. Pada pemeriksaan olfaktorius subjektif, pelbagai bahan diletakkkan di depan hidung penderita secara terpisah antara kedua lubang hidung sebelum dan setelah dekongesti dari mukosa hidung. Beberapa jenis substansi digunakan, yaitu yang mempunyai bau yang akan menstimulasi hanya nervus olfaktorius (kopi, coklat, vanilla, lavender), substansi yang menstimulasi komponen trigeminal (menthol, asam asetat), serta substansi yang turut mempunyai komponen pengecapan (kloroform piridine).(8)
Pemeriksaan olfaktorius subjektif juga bisa dilakukan menggunakan alat test yang siap pakai, misalnya Sniffin’ Sticks. Sniffin’ Sticks menggunakan sejumlah stik n-butanol yang berbentuk seperti pen dan mengandung bau dengan konsentrasi yang berbeda. Melalui penggunaan alat ini, kemampuan mendeteksi bau, membedakan bau-bau yang berlainan serta kemampuan mengidentifikasi bau dapat dinilai. Pasien yang dites akan ditutup matanya, kemudian pemeriksa akan meminta pasien menghidu tiga stik, dimana antara ketiga-tiga stik tersebut hanya satu stik yang mempunyai bau. Jika pasien tidak bisa mendeteksi sebarang bau atau mengidentifikasi stik yang salah, maka digunakan stik dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Konsentrasi stik yang diberikan akan terus meningkat sehingga pasien dapat mengidentifikasi dengan benar paling kurang dua kali. Setelah itu dinilai pada konsentrasi yang mana pasien bisa mendeteksi bau tersebut dengan benar. Tes ini hanya memerlukan waktu 10 menit dan mudah dilakukan. (8,10,11)
Pemeriksaan olfaktorius objektif jauh lebih mahal dibanding pemeriksaan subjektif dan biasanya dilakukan di pusat-pusat yang lebih besar. Bau murni serta stimulan nervus trigeminus diberikan kepada pasien secara terpisah, kemudian respon yang terjadi diukur dan dianalisis menggunakan komputer. Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan adalah tes gula darah, tes reduksi urin dan lain- lain.(1,3,8)
CT scan atau MRI kepala dibutuhkan untuk menyingkirkan neoplasma pada fossa kranii anterior, fraktur fossa kranii anterior yang tak diduga sebelumnya, sinusitis paranasalis, dan neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis. Kelainan tulang paling bagus dilihat melalui CT, sedangkan MRI bermanfaat untuk mengevaluasi bulbus olfaktorius, ventrikel, dan jaringan-jaringan lunak lainnya di otak. CT koronal paling baik untuk memeriksa anatomi dan penyakit pada lempeng kribiformis, fossa kranii anterior, dan sinus. (1,4,8)
Gambar 10 : Contoh gambaran neuroblastoma pada bulbus olfaktorius
IINTERPRETASI & TINDAKAN LANJUT
Hiposmia yang hilang timbul dan bervariasi derajatnya dapat disebabkan oleh rhinitis vasomotor, rhinitis alergi atau sinusitis.Keluhan ini dapat hilang bila penyebabnya diobati.Pada polip nasi, tumor hidung rhinitis kronis spesifik (rhinitis atrofi, sifilis, lepra, skleroma, tuberkulosis) terjadi hiposmia akibat dari sumbatan, yang akan hilang bila penyakitnya diobati.(3)
Rinitis medikamentosa akibat dari pemakaian obat tetes hidung menyebabkan hiposmia atau anosmia yang akan sembuh bila pemakaian obat-obatan penyebabnya dihentikan.(3)
Tumor n.olfaktorius bentuknya mirip polip nasi. Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaaan histologi dan diterapi dengan pembedahan. (3)
Faktor usia lanjut dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya daya penghidu, terutamanya tidak mampu menghidu zat yang berbentuk gas. Kelainan ini tidak dapat diobati.(3)
Trauma kepala ringan atau berat dapat menimbulkan anosmia. Trauma dapat mengenai daerah oksipital atau frontal. Pada pascatrauma, dapat terjadi parosmia, yaitu penciuman bau sangat berbeda dengan yang seharusnya dan biasanya tercium bau yang tidak enak dan kadang-kadang sensasi bau ini timbul secara spontan. Kelainan penghidu ini mungkin dapat sembuh, yang akan terjadi dalam beberapa minggu setelah trauma. Bila setelah tiga bulan tidak membaik, berarti prognosisnya buruk.(3)
Tumor intrakranial yang menekan n.olfaktorius mula-mula akan menaikkan ambang penghidu dan mungkin akan menimbulkan masa kelelahan penghidu yang makin lama makin memanjang. Osteomata atau meningiomata di dasar tengkorak atau sinus paranasalis dapat menimbulkan anosmia unilateral. Tumor lobus frontal selain menyebabkan gangguan penghidu sering juga disertai dengan gejala lain, yaitu gangguan penglihatan, sakit kepala dan kadang-kadang kejang lokal. (3)
Epilepsi lobus temporal dapat didahului oleh aura penghidu. Seringkali halusinasi bau yang timbul adalah bau busuk atau bau sesuatu yang terbakar, jarang yang bau wangi. Gejala ini tidak menetap.(3)
Kelainan psikologik seperti rendah diri mungkin menyebabkan merasa bau badan atau bau napas sendiri. Pasien setelah diperiksa, bila ternyata tidak ada kelainan perlu diyakinkan dan dihilangkan gangguan psikologiknya. Kelainan psikiatrik seperti depresi, skizofrenia atau demensia senilis dapat menimbulkan halusinasi bau. Kasus demikian perlu dirujuk ke seorang psikiater.(3,6)
Kadang-kadang ada keluhan hilangnya penghidu pada pasien hysteria atau berpura-pura (malingering) pascaoperasi hidung atau trauma. Bila diperiksa biasanya pasien mengatakan tidak dapat mendeteksi ammonia.(3)
TERAPI
A. Hiposmia Konduktif
Terapi bagi pasien-pasien dengan kurang penciuman hantaran akibat rinitis alergi, rinitis dan sinusitis bakterial, polip, neoplasma, dan kelainan-kelainan struktural pada rongga hidung dapat dilakukan secara rasional dan dengan kemungkinan perbaikan yang tinggi. Terapi berikut ini seringkali efektif dalam memulihkan sensasi terhadap bau yaitu pengelolaan alergi, terapi antibiotik, terapi glukokortikoid sistemik dan topikal dan operasi untuk polip nasal, deviasi septum nasal, dan sinusitis hiperplastik kronik.(1)
B. Hiposmia Sensorineural
Tidak ada terapi dengan kemanjuran yang telah terbukti bagi kurang penciuman sensorineural. Untungnya, penyembuhan spontan sering terjadi. Sebagian dokter menganjurkan terapi zink dan vitamin. Defisiensi zink yang mencolok tidak diragukan lagi dapat menyebabkan kehilangan dan gangguan sensasi bau, namun bukan merupakan masalah klinis kecuali di daerah-daerah geografik yang sangat kekurangan. Terapi vitamin sebagian besar dalam bentuk vitamin A. Degenerasi epitel akibat defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anosmia, namun defisiensi vitamin A bukanlah masalah klinis yang sering ditemukan di negara-negara barat. Pajanan pada rokok dan bahan-bahan kimia beracun di udara yang lain dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan spontan dapat terjadi bila faktor pencetusnya dihilangkan; karenanya, konseling pasien sangat membantu pada kasus-kasus ini. (1)
PROGNOSIS
Prognosis hiposmia sebagian besar bergantung pada etiologinya. Hiposmia akibat obstruksi yang disebabkan oleh polip, neoplasma, pembengkakan mukosa, atau deviasi septum dapat disembuhkan. Bila sumbatan tadi dihilangkan, kemampuan penciuman semestinya kembali. Sebagian besar pasien yang kehilangan indra penciumannya selama menderita infeksi saluran napas bagian atas sembuh sempurna kemampuan penciumannya; namun, sebagian kecil pasien tak pernah sembuh setelah gejala-gejala ISPA lainnya membaik. (1)
Trauma kepala di daerah frontal paling sering menyebabkan hiposmia, meskipun anosmia total lima kali lebih sering terjadi pada benturan terhadap oksipital. Penyembuhan fungsi penciuman setelah cedera kepala traumatik hanyalah 10% dan kualitas kemampuan penciuman setelah perbaikan biasanya buruk. Pajanan terhadap racun-racun seperti rokok dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan dapat terjadi dengan menghilangkan bahan penyebabnya.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Lalwani AK, Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head & Neck
Surgery, 2004, McGraw Hill Inc : United States of America
2. Leopold DA, Holbrook EN, Disorder of Taste and Smell, 2006,
Available from : www.emedicine/disorderoftasteandsmell.html
3. Soepardi EA, Iskandar N, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga – Hidung –
Tenggorok – Kepala leher, 2001, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta.
4. Clinical Policy Bulletin : Smell and Taste Disorder,Diagnosis, 2007,
Available from : http://www.aetna.com/cpb/medical/data
5. James BS, Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery,
2002, BC Decker : Hamilton
6. Bailey BJ, Healy GB, Johnson JT, Head and Neck Surgery – Otolaryngology, 3rd
Edition, 2001, Lippincott Williams & Wilkins Publisher
7. Adams, Boeis, Higler, Buku Ajar Penyakit THT BOIES, Edisi ke – 6, 1997,
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
8. Probst R, Grevers G, Iro H, Basic Otorhinolaryngology, 2006, Thieme : New
York
9. Vokshoor A, McGregor J, Anatomy of Olfactory System, 2008,
Available from : http://www.emedicine.netscape.com
Fungsi penghidu dan pengecapan yang normal sangat berperan dalam nutrisi dan penting untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat. Gangguan penciuman umumnya sukar didiagnosa dan sukar untuk diobati biasanya karena kurangnya pengetahuan pada individu. Gangguan penciuman bisa sekunder akibat proses perjalanan penyakit atau bisa juga sebagai keluhan primer .Daya menghidu yang hilang atau berkurang terjadi pada kira-kira 1% dari mereka yang berusia di bawah 60 tahun dan lebih dari 50 % pada mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. (1,2)
Indera penghidu yang merupakan fungsi nervus olfaktorius (N.I), sangat erat hubungannya dengan indera pengecap yang dilakukan oleh saraf trigeminus (N.V), karena seringkali kedua sensoris ini bekerja bersama-sama, sehingga gangguan pada salah satu indera tersebut biasanya turut mengganggu fungsi indera yang satu lagi. Reseptor organ penghidu terdapat di regio olfaktorius dihidung bagian sepertiga atas. Serabut saraf olfaktorius berjalan melalui lubang-lubang pada lamina kribrosa os etmoid menuju bulbus olfaktorius didasar fossa kranii anterior. (3)
Partikel bau dapat mencapai reseptor penghidu bila menarik napas dengan kuat atau partikel tersebut larut dalam lendir yang terdapat di daerah olfaktorius. Disebut hiposmia bila daya menghidu berkurang, anosmia bila daya menghidu hilang, dan disosmia bila terjadi perubahan persepsi penghidu. Disosmia terbagi lagi menjadi phantosmia (persepsi adanya bau tanpa ada stimulus) dan parosmia atau troposmia (perubahan persepsi terhadap bau dengan adanya stimulus). (3,4,5,6)
Sel penciuman adalah sel saraf bipolar yang terdapat di daerah yang terbentang di atas dari konka media sampai ke atap, dan daerah septum yang berhadapan. Akson dari sensosel dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk serat saraf yang melalui lamina kribrosa ke dalam bulbus olfaktorius. Akson dari sel-sel ini membentuk traktus olfaktorius yang menuju ke otak. (2,5,6)
ANATOMI HIDUNG
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah adalah pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, alar nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (Os nasalis), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar mayor, beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.(3,7,8)
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.(3,7,8)
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. (3,7,8)
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os rnaksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung.(3,7)
Persarafan hidung (2,3,5,6,7,8,9)
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dan n.oftalmikus (N.V-I).
Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada rnukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
Mukosa Hidung (3,7,8)
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel toraks berlapis semu (pseudostratitied columnar epitelium) yang mempunyai silia dan di antaranya terdapat sel-sel goblet.
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.
Mukosa olfaktorius terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa ini dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. Di antara sel-sel reseptor (neuron) terdapat banyak kelenjar Bowman penghasil mukus (air, mukopolisakarida, enzim, antibodi, garam-garam dan protein pengikat bau). Sejumlah besar kelenjar Bowman terdapat dalam lamina propria pada region olfaktorius. Sel-sel reseptor bau merupakan satu-satunya sistem saraf pusat yang dapat berganti secara regular (4-8 minggu).
Sistem olfaktorius terdiri dari mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama. Neuroepitel olfaktorius terletak di bagian atas rongga hidung di dekat cribiform plate, septum nasi superior dan dinding nasal superolateral. Struktur ini merupakan neuroepitelium pseudostratified khusus yang didalamnya terdapat reseptor olfaktorius utama. (3,5,6,7,9)
Variasi menghidu pada individu mencirikan struktur region penghidu, perbedaan ini berhubungan dengan ketebalan mukosa (biasanya sekitar 60 mikron), ukuran sel dan vesikel olfaktorius. Epitelium olfaktorius terdiri atas tiga lapisan sel yaitu saraf bipolar olfaktorius, sel sustentakular penyokong yang besar jumlahnya dan sejumlah sel basal. Sel-sel olfaktorius merupakan suatu neuron bipolar. Ujung distal sel ini merupakan suatu dendrit yang telah mengalami modifikasi yang menonjol di atas permukaan epitel membentuk vesikel olfaktorius. Silia berdiri di atas tonjolan mukosa yang dinamakan vesikel olfaktorius dan masuk ke dalam lapisan sel-sel reseptor olfaktoria. Pada permukaan vesikel terdapat 10 sampai 15 silia nonmotil. Ujung proksimal sel membentuk akson, di mana akson ini bergabung dengan akson lainnya membentuk neuron olfaktorius. (3,5,6,7,8,9)
Neuron olfaktorius mempunyai akson yang tidak bermielin, akson dari sensosel dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk serat saraf yang melalui lamina kribrosa ke dalam bulbus olfaktorius. Bulbus olfaktorius terletak di basal lobus frontalis. Bulbus olfaktorius terdiri atas beberapa lapisan ( dari luar ke dalam bulbus), yaitu lapisan gromerular, lapisan pleksiformis eksternalis, lapisan sel mitral, lapisan pleksiformis internal dan lapisan sel granula. Di dalam bulbus olfaktorius terjadi sinaps dengan dendrit neuron kedua. Akson-akson neuron kedua membentuk traktus olfaktorius, yang berjalan ke otak untuk berhubungan dengan sejumlah nuklei, fasikuli dan traktus lainnya.(3,5,6,7,8,9)
FISIOLOGI PENCIUMAN
Sensasi penghidu diperantarai oleh stimulasi sel reseptor olfaktorius oleh zat - zat kimia yang mudah menguap. Untuk dapat menstimulasi reseptor olfaktorius, molekul yang terdapat dalam udara harus mengalir melalui rongga hidung dengan arus udara yang cukup turbulen dan bersentuhan dengan reseptor. Faktor-faktor yang menentukan efektivitas stimulasi bau meliputi durasi, volume dan kecepatan menghirup. Tiap sel reseptor olfaktorius merupakan neuron bipolar sensorik utama.(5,7,8)
Dalam rongga hidung rata-rata terdapat lebih dari 100 juta reseptor. Neuron olfaktorius bersifat unik karena secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel basal yang terletak dibawahnya. Sel-sel reseptor baru dihasilkan kurang lebih setiap 30-60 hari. (5,6)
Pada inspirasi dalam, molekul udara lebih banyak menyentuh mukosa olfaktorius sehingga sensasi bau bisa tercium. Terdapat beberapa syarat zat-zat yang dapat menyebabkan perangsangan penghidu yaitu zat-zat harus mudah menguap supaya mudah masuk ke dalam kavum nasi, zat-zat harus sedikit larut dalam air supaya mudah melalui mukus dan zat-zat harus mudah larut dalam lemak karena sel-sel rambut olfaktoria dan ujung luar sel-sel olfaktoria terdiri dari zat lemak.(7,8)
Zat-zat yang ikut dalam udara inspirasi akan larut dalam lapisan mukus yang berada pada permukaan membran. Molekul bau yang larut dalam mukus akan terikat oleh protein spesifik (G-PCR). G-protein ini akan terstimulasi dan mengaktivasi enzim Adenyl Siklase. Aktivasi enzim Adenyl Siklase mempercepat konversi ATP kepada cAMP. Aksi cAMP akan membuka saluran ion Ca++, sehingga ion Ca++ masuk ke dalam silia menyebabkan membran semakin positif, terjadi depolarisasi hingga menghasilkan aksi potensial. Aksi potensial pada akson-akson sel reseptor menghantar sinyal listrik ke glomeruli (bulbus olfaktorius). Di dalam glomerulus, akson mengadakan kontak dengan dendrit sel-sel mitral. Akson sel-sel mitral kemudiannya menghantar sinyal ke korteks piriformis (area untuk mengidentifikasi bau), medial amigdala dan korteks enthoris (berhubungan dengan memori).(5)
ETIOLOGI HIPOSMIA (1,3)
Hiposmia dapat disebabkan oleh proses-proses patologis di sepanjang jalur olfaktorius. Kelainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa defek konduktif atau sensorineural. Pada defek konduktif (transport) terjadi gangguan transmisi stimulus bau menuju neuroepitel olfaktorius. Pada defek sensorineural prosesnya melibatkan struktur saraf yang lebih sentral. Secara keseluruhan, penyebab defisit penghidu yang utama adalah penyakit pada rongga hidung dan atau sinus, sebelum terjadinya infeksi saluran nafas atas karena virus dan trauma kepala.
Defek konduktif
1. Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan hiposmia. Kelainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe, termasuk rhinitis alergika, akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik menyebabkan penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti dengan hiposmia meski telah dilakukan intervensi medis, alergis dan pembedahan secara agresif.
2. Adanya massa/tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi aliran odorant ke epitel olfaktorius. Kelainannya meliputi polip nasal (paling sering), inverting papilloma, dan keganasan.
3. Abnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat menyebabkan obstruksi.
4. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hiposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak dengan trakheotomi dan dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam jangka waktu yang lama kadang tetap menderita gangguan pembauan meski telah dilakukan dekanulasi, hal ini terjadi karena tidak adanya stimulasi sistem olfaktorius pada usia yang dini.
Defek sentral/sensorineural
1. Proses infeksi/inflamasi menyebabkan defek sentral dan gangguan pada transmisi sinyal. Kelainannya meliputi infeksi virus (yang merusak neuroepitel), sarkoidosis (mempengaruhi stuktur saraf), Wegener granulomatosis, dan sklerosis multipel.
2. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsi pembauan.
3. Trauma kepala, operasi otak, atau perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
4. Hiposmia juga dapat disebabkan oleh toksisitas dari obat-obatan sistemik atau inhalasi (aminoglikosida, formaldehid). Banyak obat-obatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya alkohol, nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara langsung.
5. Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengaruhi pembauan.
6. Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per tahun. Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder karena berkurangnya sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi proses kognitif di susunan saraf pusat.
7. Proses degeneratif pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, Alzheimer disease, proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus Alzheimer disease, hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan gejala pertama dari proses penyakitnya. Sejalan dengan proses penuaan, berkurangnya fungsi pembauan lebih berat daripada fungsi pengecapan, dimana penurunannya nampak paling menonjol selama usia dekade ketujuh.
DIAGNOSIS
Tahapan pertama dalam mendiagnosis adalah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Pada anamnesis perlu ditanyakan lama keluhan, apakah dirasakan terus-menerus atau hilang timbul dan apakah unilateral. Selain itu perlu diketahui apakah ada riwayat trauma, masalah medis lainnya, dan obat-obatan yangdiminum.(1,3,5,8)
Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan lengkap pada telinga, saluran napas bagian atas, kepala, dan leher. Kelainan pada masing-masing daerah kepala dan leher dapat menyebabkan disfungsi penciuman. Keberadaan otitis media serosa dapat menunjukkan adanya massa nasofaring atau peradangan. Pemeriksaan hidung yang seksama untuk mencari massa hidung, gumpalan darah, polip, dan peradangan membran hidung sangat penting. Bila ada, rinoskopi anterior harus ditunjang dengan pemeriksaan endoskopik pada rongga hidung dan nasofaring. Keberadaan telekantus pada pemeriksaan mata dapat mengarah ke massa atau peradangan di sinus. Massa nasofaring yang menonjol ke rongga mulut atau drainase purulen di orofaring dapat ditemukan pada pemeriksaan mulut. Leher harus dipalpasi untuk mencari massa atau pembesaran tiroid. Pemeriksaan saraf yang menekankan pada nervus kranialis dan fungsi sensorimotorik sangat penting. (1,3)
Pemeriksaan olfaktorius terbagi dua, yaitu pemeriksaan olfaktorius subjektif dan objektif. Pada pemeriksaan olfaktorius subjektif, pelbagai bahan diletakkkan di depan hidung penderita secara terpisah antara kedua lubang hidung sebelum dan setelah dekongesti dari mukosa hidung. Beberapa jenis substansi digunakan, yaitu yang mempunyai bau yang akan menstimulasi hanya nervus olfaktorius (kopi, coklat, vanilla, lavender), substansi yang menstimulasi komponen trigeminal (menthol, asam asetat), serta substansi yang turut mempunyai komponen pengecapan (kloroform piridine).(8)
Pemeriksaan olfaktorius subjektif juga bisa dilakukan menggunakan alat test yang siap pakai, misalnya Sniffin’ Sticks. Sniffin’ Sticks menggunakan sejumlah stik n-butanol yang berbentuk seperti pen dan mengandung bau dengan konsentrasi yang berbeda. Melalui penggunaan alat ini, kemampuan mendeteksi bau, membedakan bau-bau yang berlainan serta kemampuan mengidentifikasi bau dapat dinilai. Pasien yang dites akan ditutup matanya, kemudian pemeriksa akan meminta pasien menghidu tiga stik, dimana antara ketiga-tiga stik tersebut hanya satu stik yang mempunyai bau. Jika pasien tidak bisa mendeteksi sebarang bau atau mengidentifikasi stik yang salah, maka digunakan stik dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Konsentrasi stik yang diberikan akan terus meningkat sehingga pasien dapat mengidentifikasi dengan benar paling kurang dua kali. Setelah itu dinilai pada konsentrasi yang mana pasien bisa mendeteksi bau tersebut dengan benar. Tes ini hanya memerlukan waktu 10 menit dan mudah dilakukan. (8,10,11)
Pemeriksaan olfaktorius objektif jauh lebih mahal dibanding pemeriksaan subjektif dan biasanya dilakukan di pusat-pusat yang lebih besar. Bau murni serta stimulan nervus trigeminus diberikan kepada pasien secara terpisah, kemudian respon yang terjadi diukur dan dianalisis menggunakan komputer. Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan adalah tes gula darah, tes reduksi urin dan lain- lain.(1,3,8)
CT scan atau MRI kepala dibutuhkan untuk menyingkirkan neoplasma pada fossa kranii anterior, fraktur fossa kranii anterior yang tak diduga sebelumnya, sinusitis paranasalis, dan neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis. Kelainan tulang paling bagus dilihat melalui CT, sedangkan MRI bermanfaat untuk mengevaluasi bulbus olfaktorius, ventrikel, dan jaringan-jaringan lunak lainnya di otak. CT koronal paling baik untuk memeriksa anatomi dan penyakit pada lempeng kribiformis, fossa kranii anterior, dan sinus. (1,4,8)
Gambar 10 : Contoh gambaran neuroblastoma pada bulbus olfaktorius
IINTERPRETASI & TINDAKAN LANJUT
Hiposmia yang hilang timbul dan bervariasi derajatnya dapat disebabkan oleh rhinitis vasomotor, rhinitis alergi atau sinusitis.Keluhan ini dapat hilang bila penyebabnya diobati.Pada polip nasi, tumor hidung rhinitis kronis spesifik (rhinitis atrofi, sifilis, lepra, skleroma, tuberkulosis) terjadi hiposmia akibat dari sumbatan, yang akan hilang bila penyakitnya diobati.(3)
Rinitis medikamentosa akibat dari pemakaian obat tetes hidung menyebabkan hiposmia atau anosmia yang akan sembuh bila pemakaian obat-obatan penyebabnya dihentikan.(3)
Tumor n.olfaktorius bentuknya mirip polip nasi. Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaaan histologi dan diterapi dengan pembedahan. (3)
Faktor usia lanjut dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya daya penghidu, terutamanya tidak mampu menghidu zat yang berbentuk gas. Kelainan ini tidak dapat diobati.(3)
Trauma kepala ringan atau berat dapat menimbulkan anosmia. Trauma dapat mengenai daerah oksipital atau frontal. Pada pascatrauma, dapat terjadi parosmia, yaitu penciuman bau sangat berbeda dengan yang seharusnya dan biasanya tercium bau yang tidak enak dan kadang-kadang sensasi bau ini timbul secara spontan. Kelainan penghidu ini mungkin dapat sembuh, yang akan terjadi dalam beberapa minggu setelah trauma. Bila setelah tiga bulan tidak membaik, berarti prognosisnya buruk.(3)
Tumor intrakranial yang menekan n.olfaktorius mula-mula akan menaikkan ambang penghidu dan mungkin akan menimbulkan masa kelelahan penghidu yang makin lama makin memanjang. Osteomata atau meningiomata di dasar tengkorak atau sinus paranasalis dapat menimbulkan anosmia unilateral. Tumor lobus frontal selain menyebabkan gangguan penghidu sering juga disertai dengan gejala lain, yaitu gangguan penglihatan, sakit kepala dan kadang-kadang kejang lokal. (3)
Epilepsi lobus temporal dapat didahului oleh aura penghidu. Seringkali halusinasi bau yang timbul adalah bau busuk atau bau sesuatu yang terbakar, jarang yang bau wangi. Gejala ini tidak menetap.(3)
Kelainan psikologik seperti rendah diri mungkin menyebabkan merasa bau badan atau bau napas sendiri. Pasien setelah diperiksa, bila ternyata tidak ada kelainan perlu diyakinkan dan dihilangkan gangguan psikologiknya. Kelainan psikiatrik seperti depresi, skizofrenia atau demensia senilis dapat menimbulkan halusinasi bau. Kasus demikian perlu dirujuk ke seorang psikiater.(3,6)
Kadang-kadang ada keluhan hilangnya penghidu pada pasien hysteria atau berpura-pura (malingering) pascaoperasi hidung atau trauma. Bila diperiksa biasanya pasien mengatakan tidak dapat mendeteksi ammonia.(3)
TERAPI
A. Hiposmia Konduktif
Terapi bagi pasien-pasien dengan kurang penciuman hantaran akibat rinitis alergi, rinitis dan sinusitis bakterial, polip, neoplasma, dan kelainan-kelainan struktural pada rongga hidung dapat dilakukan secara rasional dan dengan kemungkinan perbaikan yang tinggi. Terapi berikut ini seringkali efektif dalam memulihkan sensasi terhadap bau yaitu pengelolaan alergi, terapi antibiotik, terapi glukokortikoid sistemik dan topikal dan operasi untuk polip nasal, deviasi septum nasal, dan sinusitis hiperplastik kronik.(1)
B. Hiposmia Sensorineural
Tidak ada terapi dengan kemanjuran yang telah terbukti bagi kurang penciuman sensorineural. Untungnya, penyembuhan spontan sering terjadi. Sebagian dokter menganjurkan terapi zink dan vitamin. Defisiensi zink yang mencolok tidak diragukan lagi dapat menyebabkan kehilangan dan gangguan sensasi bau, namun bukan merupakan masalah klinis kecuali di daerah-daerah geografik yang sangat kekurangan. Terapi vitamin sebagian besar dalam bentuk vitamin A. Degenerasi epitel akibat defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anosmia, namun defisiensi vitamin A bukanlah masalah klinis yang sering ditemukan di negara-negara barat. Pajanan pada rokok dan bahan-bahan kimia beracun di udara yang lain dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan spontan dapat terjadi bila faktor pencetusnya dihilangkan; karenanya, konseling pasien sangat membantu pada kasus-kasus ini. (1)
PROGNOSIS
Prognosis hiposmia sebagian besar bergantung pada etiologinya. Hiposmia akibat obstruksi yang disebabkan oleh polip, neoplasma, pembengkakan mukosa, atau deviasi septum dapat disembuhkan. Bila sumbatan tadi dihilangkan, kemampuan penciuman semestinya kembali. Sebagian besar pasien yang kehilangan indra penciumannya selama menderita infeksi saluran napas bagian atas sembuh sempurna kemampuan penciumannya; namun, sebagian kecil pasien tak pernah sembuh setelah gejala-gejala ISPA lainnya membaik. (1)
Trauma kepala di daerah frontal paling sering menyebabkan hiposmia, meskipun anosmia total lima kali lebih sering terjadi pada benturan terhadap oksipital. Penyembuhan fungsi penciuman setelah cedera kepala traumatik hanyalah 10% dan kualitas kemampuan penciuman setelah perbaikan biasanya buruk. Pajanan terhadap racun-racun seperti rokok dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan dapat terjadi dengan menghilangkan bahan penyebabnya.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Lalwani AK, Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head & Neck
Surgery, 2004, McGraw Hill Inc : United States of America
2. Leopold DA, Holbrook EN, Disorder of Taste and Smell, 2006,
Available from : www.emedicine/disorderoftasteandsmell.html
3. Soepardi EA, Iskandar N, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga – Hidung –
Tenggorok – Kepala leher, 2001, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta.
4. Clinical Policy Bulletin : Smell and Taste Disorder,Diagnosis, 2007,
Available from : http://www.aetna.com/cpb/medical/data
5. James BS, Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery,
2002, BC Decker : Hamilton
6. Bailey BJ, Healy GB, Johnson JT, Head and Neck Surgery – Otolaryngology, 3rd
Edition, 2001, Lippincott Williams & Wilkins Publisher
7. Adams, Boeis, Higler, Buku Ajar Penyakit THT BOIES, Edisi ke – 6, 1997,
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
8. Probst R, Grevers G, Iro H, Basic Otorhinolaryngology, 2006, Thieme : New
York
9. Vokshoor A, McGregor J, Anatomy of Olfactory System, 2008,
Available from : http://www.emedicine.netscape.com
Langganan:
Postingan (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...