Senin, 16 November 2009

Konjungtivitis Folikularis

1.PENDAHULUAN
Konjungtivitis yang lebih sering dikenal sebagai mata merah (pink eye) adalah istilah yang diberikan untuk segala bentuk peradangan yang terjadi pada konjungtiva, yang ditandai dengan mata merah, iritasi pada mata, perasaan terbakar, dan mungkin dapat ditemukan pus. Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis merupakan batas dari kelopak mata dan perubahan dari permukaan yang terexpose ke sklera dan melapisi permukaan belakang kelopak mata (konjungtiva palpebra), permukaan depan bola mata (konjungtiva bulbi), bersambung dengan kulit pada tepi kelopak mata (mucocutaneus junction) dan di limbus bersambung dengan epitel kornea.1,2

Berdasarkan respon konjungtiva terhadap peradangan, terdapat empat tipe konjungtivitis yang bisa ditemukan, yaitu : konjungtivitis folikularis, konjungtivitis papillaris, konjungtivitis membran / pseudomembran, dan konjungtivitis granulomatosa. Konjungtivitis folikularis adalah suatu tipe peradangan konjungtiva dengan ditemukannya folikel-folikel pada permukaan konjungtiva.4,5
1.1.Anatomi
Konjungtiva terdiri dari :1,6
a. Konjungtiva palpebra; merupakan permukaan belakang kelopak mata dan melekat erat pada tarsus. Pada tepi atas dan bawah tarsus konjungtiva membelok ke arah belakang (di forniks superior dan forniks inferior) menutupi jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbi.
b. Konjungtiva bulbi; melekat longgar pada sekat orbita di forniks dan melipat-lipat beberapa kali. Keadaan ini memungkinkan mata bisa bergerak lebih leluasa, dan permukaan konjungtiva sekretori menjadi lebih luas (karena saluran kelenjar lakrimal bermuara di forniks temporal superior). Kecuali di limbus (tempat kapsula tenon dan konjungtiva menyatu kira-kira 5 mm), konjungtiva bulbi melekat longgar pada kapsula tenon dan sclera yang terletak dibawahnya.

1.2.Histologi
Epitel konjungtiva terdiri atas 2-5 lapis sel-sel epitel toraks berlapis, superficial dan basal. Epitel konjungtiva di dekat limbus, yang melapisi karunkula dan di dekat sambungan mukokutan di pinggir kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel gepeng berlapis. Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet yang bulat dan lonjong dan mengeluarkan secret mukus. Mukus ini meminggirkan inti sel-sel goblet dan memungkinkan tersebarnya pada lapisan air mata prekornea. Sel-sel epitel basal menangkap zat warna lebih dalam daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus berisi pigmen.1
Stroma konjungtiva terdiri atas lapisan adenoid (superficial) dan fibrosa (dalam). Lapisan adenoid terdiri atas jaringan limfoid. Lapisan fibrosa tersusun atas jaringan ikat yang melekat lempeng tarsus secara heksagonal. Lapisan fibrosa tersusun longgar mengelilingi bola mata.1,3
Kelenjar lakrimal aksesori (krause dan wolfring) yang susunannya maupun fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terdapat di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks superior dan sebagian kecil di forniks inferior. Kelenjar wolfring terletak di pinggir atas tarsus superior.1
Pembuluh-pembuluh darah konjungtiva terdiri atas arteri siliar anterior dan arteri palpebra. Saraf berjalan dari cabang oftalmik saraf cranial kelima. Hanya terdapat sedikit serabut rasa sakit. Konjungtiva kaya akan getah bening.1,8

II.KLASIFIKASI
Menurut perlangsungannya, konjungtivitis folikularis dibagi dalam dua kelompok, yaitu :3,7
1. Konjungtivitis folikularis akut, yaitu bila perlangsungannya kurang dari 3 minggu. Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah: keratokonjungtivitis epidemi, demam faringo-konjungtiva, konjungtivitis hemoragik akut, konjungtivitis New Castle, dan lain-lain.
2. Konjungtivitis folikularis kronis, yaitu bila perlangsungannya lebih dari 3 minggu. Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah: trakoma, konjungtivitis toksik, blefarokonjungtivitis molluscom contagiosum, dan lain-lain.

III.ETIOLOGI
Konjungtivitis folikularis akut biasanya disebabkan oleh virus seperti Herpes simpleks, Herpes zoster, enterovirus, measless, coxsackievirus dan vaccinia. Sedangkan konjungtivitis folikularis kronik disebabkan oleh infeksi Klamidia trakomatis, reaksi toksik, Molluskum kontangiosum, dan Moraxella.3,8

IV. HISTOPATOLOGI
Sebagai reaksi inflamasi, konjungtivitis folikularis juga menunjukkan tanda-tanda peradangan (tumor, rubor, dolor dan kalor), selain folikel-folikel yang merupakan karakteristik penyakit ini. Folikel terlihat sebagai benjolan kecil mengkilat dengan pembuluh darah kecil di atasnya, berwarna putih kekuningan dan berbentuk kubah. Secara histopatologis, folikel-folikel ini merupakan agregasi sel-sel limfosit dan sel plasma di stroma superficial.3
Folikel-folikel ini dibentuk oleh sel limfosit mononuclear yang normal terdapat di konjungtiva, utamanya di lapisan adenoid. Akibat inflamasi, limfosit ini menginfiltrasi daerah subepitelial dan berkumpul di satu titik tertentu dan membentuk nodul sentral. Nodul-nodul lain kemudian bermunculan di sekitar nodul sentral, dan tampaklah gambaran folikel-folikel.4,5

V.DIAGNOSIS
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa konjungtivitis folikularis merupakan respon konjungtiva terhadap reaksi inflamasi, maka diagnosis konjungtivitis folikularis ditegakkan berdasarkan temuan klinis yang didapatkan dari pemeriksaan mukosa konjungtiva. Folikel biasanya ditemukan di konjungtiva tarsal superior dan forniks inferior.4,5
Penegakan diagnosis ini tidak berdasarkan etiologi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan kultur untuk mencari faktor penyebabnya. Demikian halnya dengan anamnesis, walaupun bervariasi pada tiap pasien, bila memberikan gambaran reaksi folikuler maka diagnosis konjungtivitis folikularis sudah bisa ditegakkan.5
Akan tetapi, bila diagnosis ditegakkan hanya sampai disini saja, maka sulit untuk mengambil tindakan selanjutnya, seperti pengobatan, perawatan dan pemantauan. Setidaknya antara akut dan kronis sudah bisa dibedakan dari anamnesis. Selebihnya diperlukan pilihan bantuan guna menetapkan diagnosis yang lebih spesifik.

A.Konjungtivitis Folikularis Akut
1.Keratokonjungtivitis Epidemi
Disebabkan oleh infeksi adenovirus tipe 8. Masa inkubasi 5 sampai 10 hari. Gejala radang mata timbul akut dan selalu pada satu mata terlebih dahulu berupa konjungtivitis folikularis akut. Pada setengah kasus lainnya, mata sebelah meradang setelah minggu kedua. Kelenjar preaurikuler kadang membesar dan nyeri tekan. Radang akut berlangsung 8 sampai 10 hari dengan kelopak mata yang membengkak. Konjungtiva tarsal hiperemi dan konjungtiva bulbi kemosis. Terdapat perdarahan subkonjungtiva. Pada akhir minggu pertama perjalanan penyakit, baru timbul gejala-gejala dikornea.8
Pada kornea terdapat infiltrat bulat kecil, superficial, subepitel. Tidak pernah timbul neovaskularisasi kornea. Kelainan kornea ini terdapat pada 50% kasus. Sensibilitas kornea tidak terganggu.8

Gejala-gejala subjektif berupa mata berair, silau dan seperti ada pasir. Gejala radang akut mereda dalam tiga minggu, tetapi kelainan kornea dapat menetap berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah sembuhnya penyakit.8
2. Demam Faringokonjungtiva.
Penyebab paling sering adalah adenovirus tipe 3. Pada penyakit ini nyata demamnya, disamping tanda-tanda konjungtivitis folikuler akut dan faringitis akut. Penyakit ini lebih sering mengenai anak-anak daripada orang dewasa. Kelenjar preaurikuler dapat membesar. Lebih sering mengenai kedua mata (jarang satu mata). Kelopak mata membengkak. Dua minggu sesudah perjalanan penyakit dapat timbul kelainan kornea berupa infiltrat-infiltrat bulat kecil superficial. Faringitis timbul beberapa hari setelah timbulnya konjungtivitis folikular akut. Demam faringokonjungtiva berlangsung sekitar 4 hari sampai 2 minggu.8
3. Konjungtivitis Hemoragik Akut
Penyebab penyakit ini adalah enterovirus 70, yang sukar diisolasi dan membutuhkan madia khusus. Masa inkubasi 1-2 hari. Penyakit ini dikenal mulai tahun 1969, saat itu timbul wabah mata merah yang mengenai segala usia. Penyakit ini ditandai dengan adanya konjungtivitis folikular akut dengan gejala khas adanya perdarahan subkonjungtiva, pembesaran kelenjar preaurikuler yang nyeri tekan.8
Gejala-gejala subjektif seperti ada pasir, berair dan gatal. Biasanya mulai satu mata untuk beberapa jam atau satu dua hari, kemudian disusul peradangan akut mata yang lain. Penyakit ini sangat menular dengan kontak langsung melalui benda-benda yang kena sekret mata penderita.8
Penyakit ini dapat menimbulkan kelainan pada kornea berupa keratitis superficial pungtata, bahkan kadang-kadang ulkus kornea. Penyakit ini berlangsung 5-10 hari, kadang-kadang sampai 2 minggu.8
4. Konjungtivitis New Castle
Konjungtivitis ini biasanya mengenai orang-orang yang sering berhubungan dengan unggas. Penyebabnya virus New Castle. Masa inkubasinya 1-2 hari. Konjungtivitis ini sering unilateral disertai gejala subjektif seperti perasaan ada benda asing, berair dan silau. Sering disertai rasa sakit. Gambaran klinik: kelopak mata bengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan hiperplasi, kadang seperti beludru, kadang seperti bergranulasi, tampak adanya folikel-folikel kecil, lebih banyak di konjungtiva tarsal inferior. Kadang-kadang pada konjungtiva tarsal terdapat perdarahan-perdarahan. Konjungtivitis ini biasanya disertai pembesaran kelenjar preaurikuler, nyeri tekan. Gejala-gejala di atas memberat dalam 2 atau 3 hari untuk kemudian mereda dan sembuh dalam 2-3 minggu. Penyakit ini jarang dijumpai.8
5. Konjungtivitis Inklusi
Penyakit ini disebabkan oleh Chlamidya trachomatis. Masa inkubasi penyakit ini 4-12 hari. Biasanya mengenai anak-anak muda antara 18 tahun sampai 30 tahun. Gambaran kliniknya adalah konjungtivitis folikular akut disertai sekret mukopurulen. Pada minggu kedua perjalanan penyakit dapat timbul keratitis epitel, baik perifer maupun sentral, kadang berupa infiltrasi seperti pada keratokonjungtivitis epidemi. Kadang terdapat neovaskularisasi superficial.8
Apabila terdapat konjungtivitis folikular akut dengan sekret mukopurulen yang berlangsung lebih dari 2 minggu, maka dugaan kemudian “Inclusion conjungtivitis”. Pada pemeriksaan kerokan konjungtiva dengan sediaan apus yang diberi pewarnaan Giemsa dapat ditemukan inclusion bodies yang sama morfologinya seperti inclusion bodies trakoma.8
B.Konjungtivitis Folikularis Kronik
1. Trakoma
Penyebab penyakit ini adalah Klamidia trakoma. Masa inkubasi sukar ditentukan karena timbulnya penyakit ini adalah lambat. Penyakit ini termasuk penyakit mata yang sangat menular.8
Gambaran kliniknya dibagi atas 4 stadium :8
1. Stadium I; disebut stadium insipien atau stadium permulaan, didapatkan terutama folikel di konjungtiva tarsal superior, pada konjungtiva tarsal inferior juga terdapat folikel, tetapi ini tidak merupakan gejala khas trakoma. Pada kornea di daerah limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea lebih jelas apabila diperiksa dengan melakukan tes fluoresin, dimana akan terlihat titik-titik hijau pada defek kornea.

2. Stadium II; disebut stadium established atau nyata, didapatkan folikel-folikel di konjungtiva tarsal superior,beberapa folikel sudah matur berwarna lebih abu-abu. Pada kornea selain keratitis pungtata superficial, juga terlihat adanya neovaskularisasi, yaitu pembuluh darah baru yang berjalan dari limbus ke arah kornea bagian atas. Susunan keratitis pungtata superfisial dan neovaskularisasi tersebut dikenal sebagai pannus.

3. Stadium III; disebut stadium parut, dimulai terbentuknya sikatriks pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat sebagai garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata. Tidak jarang pada stadium ini masih terlihat trikiasis sebagai penyakit. Pada stadium ini masih dijumpai folikel pada konjungtiva tarsal superior.

4. Stadium IV; disebut stadium penyembuhan. Pada stadium ini, folikel pada konjungtiva tarsal superior tidak ada lagi, yang ada hanya sikatriks. Pada kornea bagian atas pannus tidak aktif lagi. Pada stadium ini dijumpai komplikasi-komplikasi seperti entropion sikatrisiale, yaitu pinggir kelopak mata atas melengkung ke dalam disebabkan sikatriks pada tarsus. Bersamaan dengan enteropion, bulu-bulu mata letaknya melengkung kedalam menggosok bola mata (trikiasis). Bulu mata demikian dapat berakibat kerusakan pada kornea, yang mudah terkena infeksi sekunder, sehingga mungkin terjadi ulkus kornea. Apabila penderita tidak berobat, ulkus kornea dapat menjadi dalam dan akhirnya timbul perforasi.
Pada penderita trakoma, keluhan yang sering didapat adalah gatal dan keluar banyak kotoran. Apabila ada keraguan diagnosis trakoma, maka dapat dilakukan kerokan konjungtiva tarsal superior di tempat dimana ada folikel matur. Bahan kerokan diapus pada sediaan dan diwarnai Giemsa. Pada sediaan ini didapatkan sel plasma, sel Leber dan Inclusion bodies.7
2. Konjungtivitis Toksik
Merupakan konjungtivitis yang terjadi akibat iritasi kronis oleh benda asing pada mata. Penyakit ini dapat terjadi pada satu mata (unilateral), dapat pula bilateral, tergantung bagian yang terpajan.1,8
Gejalanya dapat berupa rasa gatal, berair, dan rasa terbakar. Dari pemeriksaan didapatkan injeksi konjungtiva palpebra dan bulber, kemosis, folikel dan papil pada konjungtiva palpebra superior dan atau inferior, serta tidak ditemukannya pembesaran kelenjar preaurikuler.1,8
Biasanya, dari anamnesis didapatkan riwayat penggunaan obat mata topical yang lama. Terjadinya konjungtivitis ini disebabkan adanya hiperreaksi system imun terhadap allergen, seperti obat-obat topical, lensa kontak, debu, ketombe dan lain-lain. Alergen ini kemudian menyebabkan degranulasi sel mast yang kemudian melepaskan mediator-mediator vasoaktif, termasuk histamin (berperan dalam meningkatkan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, dan sekresi mukus).1,8



VI.PENGOBATAN
A.Konjungtivitis Folikular Akut
1. Keratokonjungtivitis Epidemi
Dianjurkan memberi obat topical sulfasetamid atau antibioktik untuk mencegah infeksi sekunder.8
2. Demam Faringokonjungtiva
Tidak ada pengobatan spesifik.8
3. Konjungtivitis Hemoragik akut
Penyakit ini menimbulkan kelainan pada kornea berupa keratitis superfisial pungtata, bahkan kadang-kadang ulkus kornea. Tidak dikenal obat spesifik tetapi dianjurkan tetes mata sulfasetamid dan antibiotik. Penyakit ini berlangsung 5-10 hari, kadang-kadang sampai 2 minggu.8
4. Konjungtivitis New Castle
Tidak ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.8
5. Konjungtivitis inklusi
Pengobatan antibiotik setempat tidak begitu efektif, perlu diberikan tetrasiklin sistemik. Selain tetrasiklin dapat diberikan sulfonamid dan eritromisin.8

B.Konjungtivitis Folikularis Kronik
1. Trakoma
Pengobatan trakoma berupa pemberian salep mata derivat tetrasiklin 3 sampai 4 kali sehari selama 2 bulan. Apabila perlu dapat diberikan juga sulfonamid oral. Trikiasis diepilasi, entropion dioperasi tarsotomi.7,8
2. Konjungtivits Toksik
Penanganannya bersifat simptomatik, berupa kompres dingin, air mata buatan, dan salep mata penyejuk. Dekongestan topical bisa diberikan sebagai vasokontriksi, mengurangi hiperemis, kemosis dan gejala lainnya karena obat ini bisa mengurangi pelepasan mediator dari pembuluh darah ke jaringan. Antihistamin oral dan topical juga bermanfaat untuk mengurangi gejala akut.8

VII. PENUTUP
Konjungtivitis yang lebih sering dikenal sebagai mata merah (pink eye) adalah istilah yang diberikan untuk segala bentuk peradangan pada konjungtiva. Berdasarkan respon konjungtiva terhadap peradangan, terdapat empat tipe konjungtivitis yang bisa ditemukan, yaitu : konjungtivitis folikularis, konjungtivitis papillaris, konjungtivitis membran/pseudomembran, dan konjungtivitis granulomatosa.
Konjungtivitis folikularis adalah suatu tipe peradangan konjungtiva dengan ditemukannya folikel-folikel pada permukaan konjungtiva, yang kemudian dibagi lagi ke dalam bentuk akut dan kronis. Bentuk akut dari peradangan ini adalah : keratokonjungtivitis epidemi, demam faringo-konjungtiva, konjungtivitis hemoragik akut dan konjungtivitis New Castle. Sedang bentuk kronisnya misalnya trakoma, konjungtivitis toksik dan blefarokonjungtivitis molluscom contagiosum.
Diagnosis konjungtivitis folikularis ditegakkan berdasarkan temuan klinis yang didapatkan dari pemeriksaan mukosa konjungtiva, bukan berdasar pada etiologi. Pengobatan diberikan bervariasi sesuai dengan diagnosis jenis dari konjungtivitis folikularis.


DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan,D.et al. Konjungtiva. Dalam Oftamologi Umum. Jilid I. Ed. XI. Widya Medika, Jakarta:1994;89-93.

2. Morrow, G.L. and Richard L. Abbott. Conjunctivitis. Available at http://www.aafp.org/afp/980215ap/ morrow.html:1998.

3. Kannelpoulus, A.J. Differential Diagnosis in bacterial conjungtivitis. Available at: WWW.brilliantvision.com

4. Sidharta, I. Konjungtivitis. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai penerbit FKUI, Jakarta: 1998; 43-8.

5. Abelson, M.B., et al. Diagnostic Clues: Papillae and Follicles. Available at: www.Visionweb.com

6. Koswandi, A. dan Robby N.L. Mata. Dalam Histologi. Jilid 4. Ed. Robby N.L. Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.

7. Sidharta, I. Konjungtivitis Folikularis Kronis. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI, Jakarta:1997; 141-3.

8. Radjamin, R.K.T., dkk. Konjungtivitis. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Airlangga University Press, Surabaya:1984; 62-6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar