Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar, beratnya antara 1000-1500 gram, kuran lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks dan ruwet. Perubahan pada struktur dan fungsi hati dapat akut atau kronis, dengan berbagai gambaran reaksi hati terhadap jejas. Reaksi akhirnya adalah kematian sel, tetapi heptosit mempunyai kapasitas luar biasa untuk beregenerasi. Kolagen dibetuk selama fase penyembuhan jejas seluler, dengan pertumbuhan jaringan fibrosa berlebihan sehingga bermanifestasi menjadi sirosis. (1,4)
Sirosis adalah penyakit hati menahun yang difus ditadai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan peninggian tekanan portal.(1,3)
Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Jadi sirosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis. (1)
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis/ nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan hati. (1)
Sirosis hepatis diklasifikasikan sebagai berikut(3,4)
1 Klasifikasi etiologi
• Nutrisi, kekurangan protein hewani terutama asam amino kolin dan metionin. Kekurangan vitamin B kompleks, tekoferol, kistein, atau alfa-1 antitripsin dapat menyebabkan sirosis.
• Hepatitis virus, penderita hepatitis B kronik aktif sering menjadi sirosis.
• Zat hepatotoksin seperti alkohol.
• Hematokromatosis, akibat kenaikak absorbsi Fe baik yang didapat maupun yang kongenital.
2 Klasifikasi patologik
• Mikronoduler, bila nodul bergaris tengah sekitar 1 cm. vena hepatik sangat sedikit, sedangkan vena portal masih terlihat.
• Makronoduler, bila nodul bergaris tengah sekitar 5 cm dengan septum fibrotik yang lebar melingkari nodul tersebut. Hati akan menjadi mengkerut.
• Sirosis septal inkomplit, merupakan gabungan mikro dan makronodul. Vena hepatika dan saluran portal masih terlihat, namun letaknya sudah tidak teratur lagi.
• Sirosis bilier, akibat adanya obstruksi pada saluran empedu. Jaringan fibrotik terpusat di sekitar saluran empedu, sedangkan parenkim hati relatif tidak mengalami perubahan.
3 Klasifikasi klinis
• Sirosis terkompensasi, tidak diketemukan tanda kearah penurunan fungsi sel hati. Dapat dibagi menjadi :
a. aktif
b. Inaktif, dalam hal seperti ini tidak ada perubahan biokimiawi hati.
Pada sirosis yang terkompensasi baik, gambaran klinis penyakit dasarnya lebih menonjol. Misalnay sirosis setelah hepatitis aktif kronik, maka akan terlihat gambaran kelainan kulit seperti jerawat dan stria. Pada fibrosis kistik yang terlihat menonjol adalah infeksi saluran napas kronik dan insufisiensi pankreas. Yang aktif terkompensasi dapat menunjukkan pruritus, ikterus, xantelasma,malabsorbsi dan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak terutama vitamin D dan K.
Malnutrisi dan “failure to thrive” mungkin merupakan gambaran kegagalan hepatoseluler kronik sebagai akibat anoreksia, malabsorbsi lemak akibat kurangnya empedu dan hipertensi portal. Kelainan peredaran darah terjadi akibat adanya pirau (“shunt”) karena hambatan yang terjadi di hati sehingga akan terjadi sirkulasi hiperkinetik, yaitu peningkatan keluaran (“out put”) jatung dan penururnan resistensi perifer. Akibatnya akan terjadi spider nevi, eritema palmaris dan “clubbing finger” .
• Dekompensasi hati, yang ditandai dengan edema perifer dan asites akbat penurunan fungsi hati. Tanda penting lain adalah ensefalopati hepatik dan fetor hepatik. Adanya ikterus pada sirosis pascanekrotik menunjukkan penyakit yang lanjut. Adanay perdarahan akibat hipersplenisme, berkurangnya trombosis dan infeksi menunjukkan keganasan penyakit yang diderita. Kematian sering terjadi karena septisemi.
Gejala klinis pada fase dekompensasi samar-samar dan nonspesifik seperti pasien merasa tidak bugar/fit, merasa kurang kemampuan kerja, anoreksia, dispepsia, flatulen, kadang mencret atau konstipasi, berat babdab menurun, nausea, muntah pada pagi hari, kelelahan akibat deplesi protein atau penimbunan air di otot. Sedangkan pada fase dekompensasi sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal, dengan manifestasi seperti eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial, dan asites.(1,2,6)
Diagnosis ditegakkan dari keluhan, riwayat penyakit terdahulu, pemeriksaan fisis, kelainan fungsi hati dan kelainan hasil pemeriksaan penunjang lainnya. Diagnosis pasti didapat dari hasil biopsi.(5)
1 Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada pemeriksaan biokimia hati yang dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis.
a. Darah
Anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer.
b. Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT)
c. Albumin dan globulin serum
Perubahan fraksi protein yang paling sering terjadi pada penyakit hati adalah penurunan kadar albumin dan kenaikan kadar globulin akibat peningkatan globulin gamma.
d. Penurunan kadar CHE.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit, penting pada penggunan diuretik dan pembatasan garam dan diet.
f. Peamnajangan masa protrombin.
g. Peningkatan kadar gula darah.
h. Pemeriksaan marker serologi petanda virus seperti HBsAg/HBsAb, HBeAg/HBeAb, HBv DNA penting untuk menentukan etiologi sirosis hepatis.
2 Pemeriksaan fisik
a. Hati : biasanya membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya prognosis kurang baik. Konsistensi hati biasanya kenyal, tepi tumpul, dan nyeri tekan.
b. Splenomegali.
c. Asites dan vena kolateral di perut dan ekstra abdomen.
d. Manifestasi di luar perut : spider nevi di tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medusae.
Adapun untuk penatalaksanaannya, yaitu (1)
1 Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori dan protein, lemak secukupnya (DH III-IV). Bila timbul ensefalopati protein dikurangi (DH I).
2 Pada keadaan dengan komplikasi lain :
a. Asites, diberikan diet rendah garam dan total cairan 1,5 ltr/hr, spironolakton, bila perlu dikombinasi dengan furosemid.
b. Varises esofagus, :
- Pemasangan NGT\
- Bila perdarahan banyak, sistol dibawah 100 mmHg, diatas 100 x/mnt atau Hb dibawah 9 gr% diberikan IVFD dekstrose/salin dan transfusi darah secukupnya.
- Vasopresin
- SB tube
- Skleroterapi
- Operasi
- Foto koagulasi
- propanolol
c. ensefalopati, dilakukan koreksi faktor pencetus.
d. SBP, diberikan antibiotik
e. Sindrom hepatorenal/nefropati hepatik, mengimbangi air dan garam, mengatasi infeksi dengan antibiotik, parasintesis.
Sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hepatis reversibel. Sebaiknya jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium dekompensasi. Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati, beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain. Penyebab kematian 500 kasus siosis hati, 43 % dari luar hati dan 57 % pada hati.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarigan, P. Sirosis Hati. In: Ilmu Penyakit Hati, Pankreas, Kandung Empedu, dan Peritonium. Noer S, Waspadji S, Lesmana LA, Widodo Dj, Isbagio H, Rachman M, Alwi I, et al, editors. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam jilid I.edisi IV. Jakarta : Bala penerbit FKUI; 1996. P. 150-9.
2. Wilson LM, Lester LB, Hati, saluran empedu, dan pankreas. Wijaya C, editors.\Patofisiologidalam buku 1. Edisi empat. Jakarta : Penerbit buku kedokteran ECG; 1994. P.426-57.
3. Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak dalam buku kuliah 2. Jakarta : percetakan infomedika Jakarta; 2000. P. 532-5.
4. Balistreri WF. Manifestasi Penyakit Hati. In : sistem hati dan Saluran empedu. Wahab AS, editor. Ilmu Kesehatan Anak Vol.2. Edisi 15. Jakarta: penerbit buku kedokteran ECG; 1996. P. 1386.
Selasa, 17 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar