Rabu, 16 Desember 2009

Artritis Psoriatik

PENDAHULUAN
Artritis psoriatik merupakan artritis inflamasi yang dihubungkan dengan kelainan kulit psoriasis. Faktor reumatoid dan nodul sub kutan tidak dijumpai atau negatif pada artritis psoriatik.
Pertama kali artritis psoriatik dilaporkan oleh Alibert pada tahun 1850. Sampai pertengahan tahun 1900 artritis psoriatik masih dianggap sebagai artritis reumatoid yang berkoinsidensi (bersamaan) dengan lesi kulit psoriasis.
Penemuan tehnik pemeriksaan faktor reumatoid dalam serum, membuka paradigma baru bahwa artritis psoriatik berbeda dengan artritis reumatoid.
Moll dan Wright mendeskripsikan lebih terinci artritis psoriatik. Artritis psoriatik dideskripsikan secara spesifik yaitu adanya keterlibatan sendi interfalang distal jari tangan (DIP). Keterlibatan interfalang distal ini tidak pernah dijumpai pada artritis reumatoid. Gambaran lain yang penting yaitu terjadi destruksi dan absorbsi tulang jari tangan distal, diikuti sakroilitis. Akibat laporan tersebut oleh American Rheumatism Association pada tahun 1964 ditelurkan konsep Spondiloartropati seronegatif yang meliputi :
1. Artritis psoriatik
2. Spondilitis ankilosis
3. Artritis reaktif
4. Sindroma Reiter
5. Artritis yang berhubungan Inflammatory bowel disease

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi yang tepat artritis psoriatik belum dilaporkan. Data yang ada ada sebagai berikut :
- Usia puncak ( peak ) : 20 – 40 tahun
- Distribusi sex pria : wanita : 1 : 1
- Prevalensi per 100.00 : 50 – 100
- Suku & Geografis: Banyak di Eropa & Amerika utara
Terutama kulit putih
- Faktor genetik HLA: B38 RR 2,59 B27 RR3,5
B37 RR 8,0 A2 RR 3,02

Walaupun usia puncak artritis psoriatik adalah 5-15 tahun, biasanya artritis psoriatik timbul pada usia puncak yang lebih lambat.
Artritis psoriatik juvenilis mempunyai kelainan sendi lebih berat.
GAMBARAN KLINIK
Onset pada kulit dan sendi
Tujuh puluh lima persen artritis psoriatik didahului lesi kulit, 15% bersamaan lesi kulit dan artritis. Sedangkan sisanya 10% artritis mendahului lesi kulit.
Pada kasus artritis psoriatik tanpa lesi kulit, perlu ditanyakan lebih teliti riwayat lesi kulit sporiasis gutata (berujut bintik-bintik) pada masa kannak kanak. Atau riwayat keluarga dengan lesi kulit psoriasis.

Oligoartritis
Artritis psoriatik berbentuk oligoartritis (melibatkan 2-4 sendi). Sendi yang terlibat terutama sendi lutut, disertai 1 atau 2 sendi interfalang dan daktilitis jari tangan ataupun kaki. Kadang artritis terjadi sesudah trauma sehingga dikelirukan dengan artritis akibat mekanik.

Poliartritis asimetris
Awitan/onset artritis psoriatik biasanya mengenai sendi kanan atau kiri sesisi, jadi asimetris. Hal ini berbeda dengan artritis reumatoid yang mempunyai awitan serangan artritis simetris yaitu bersamaan sendi sisi kanan maupun kiri .

Keterlibatan sendi interfalang distal
Pembengkakan akibat inflamasi interfalang distal (DIP) merupakan gambaran yang karakteristik artritis psoriatik. Keterlibatan DIP ini biasanya berhubungan dengan lesi psoriasis pada kuku. Meskipun keterlibatan DIP adalah karakteristik artritis psoriatik. Kelainan diluar artritis psoriatik dapat menyerang DIP juga, sebagai contoh osteoartritis yang bersifat heriditer. Lesi DIP pada osteoartritis heriditer tersebut disebut nodus Herberden.

Keterlibatan spinal
Sakroilitis asimptomatik terdapat pada sepertiga kasus. Biasanya sakro ilitis sesisi. Spondilitis terjadi yang mempunyai gambaran berbeda dengan spondilitis ankilosis yang klasik. Keterlibatan vertebra servikalis dapat menyebabkan sub luksasio sendi atlanto aksial akibat inflamasi.

Sub Grup Klinik
Moll dan Wright mendeskripsikan sub grup artriris psoriasik sebagai berikut :

- Artritis psoriatik klasik dengan keterlibatan interfalang distal sendi jari tangan dan kaki.
- Sakroilitis dengan artritis mutilan
- Pausiartikuler a simetrik dengan jari sausage
- Spondilitis ankilosis dengan atau tanpa artritis perifer
- Poliartritis simetris dengan faktor reumatoid yang positif.

Tujuh puluh persen kasus artritis psoriatik mengenai 1 sendi (oligoartritis) atau lebih dari 4sendi (poliartritis) yang a simetris (hanya sesisi), terutama sendi jari tangan dan jari kaki. Artritis mutilan jarang dijumpai. Bila ada artritis mutilan sangat karakteristik untuk artritis psoriatik. Gambaran klinik artritis mutilan merupakan deformitas yang berat dengan pemendekan jari-jari. Kulit yang longgar menyebabkan ibu jari tangan yang mengalami mutilan dapat ditarik lurus kembali sehingga disebut jari telescoping .
Daktilitis atau jari sausage. Adanya daktilitis mempermudah membedakan artritis psoriatik dengan artritis lainnya. Perlu dicatat daktilitis dapat terjadi pada artritis reaktif.
Kadang kadang penderita artritis psoriatik mengalami pembengkakan ekstremitas bawah sesisi.

Entesitis
Karakteristik grup spondiloartropati seronegatif adalah entesitis yaitu peradangan tendo yang merupakan perlekatan otot pada tulang. Pada artritis psoriatik peradangan tendo terutama terjadi pada insersio tendo akiles pada tulang kalkaneus. Sering juga penderita mengeluh nyeri pada telapak kaki akibat tendinitis plantaris. Nyeri sekitar panggul dapat terjadi akibat multipel tendinitis termasuk tendo otot panggul.

Keterlibatan mata
Penelitian pada 112 penderita artritis psoriatik, ternyata sepertiganya mempunyai manifestasi pada mata berupa konjungtivitis dan iritis.

Tipe Psoriasis dan artritis
Tidak ada hubungan tantara tipe psoriasis dengan sub grup artritis psoriatik. Keterlibatan dinding dada sebelah depan dapat dideteksi dengan radio isotop atau scaning tulang. Akan tetapi diagnosis definitif tetap dianjurkan dengan pemeriksaan radiologik konvensional. Baru baru ini dilaporkan psoriasis vulgaris erat hubungannya dengan inflamasi sternoclavikular dan manubrium sterni.
Sindroma SAPHO (sinovitis, akne, pustulosis, hiperostosis dan osteomielitis steril) oleh beberapa ahli termasuk grup artritis psoriatik.


Artritis psoriatik dan AIDS
Hubungan artritis psoriatik dengan infeksi HIV dilaporkan pada tahun 1985. Pada umumnya artritis psoriatik cenderung berat. Hubungan AIDS dan artritis psoriatik ini menyokong teori limfosit CD4+ TH tidak berperan penting pada ekspresi artritis psoriatik.

Artritis psoriatik Juvenilis
Usia puncak untuk menderita artritis psoriatik adalah 5-15 tahun. Akan tetapi usia puncak ini sering diderita lebih lambat. Pada artritis psoriatik juvenilis, 52% artritis mendahului lesi kulit, 41% lesi kulit lebih dahulu dan sisanya 7% bersamaan lesi kulit dan artritis.
Keterlibatan sendi kebanyakan berbentuk poliartritis a simetris terutama jari tangan. Pada bentuk pausiartikuler cenderung mengenai lutut dan tulang punggung. Daktilitis dan peradangan pada mata dilaporkan sering terjadi.

Retinoid, psoriasis dan hiperostosis
Analog vitamin A retinoid saat ini dipergunakan secara luas di dunia. Pemberian retinoid berlebihan dapat menyebabkan kelainan vertebra, dapat terjadi hiperostosis. Hiperostosis ini menyebabkan diagnosis artritis psoriatik dapat menjadi kabur. Pada pemberian retinoid hiperostosis yang terjadi sesuai DISH (difuse idiopathic skeletal hyperostosis) yaitu terjadi pertautan 2 atau lebih osteofit vertebra. Mekanisme hiperostosis pada pemberian retinoid tidak diketahui. Sedangkan pada artritis psoriatik mekanisme hiperostosis akibat inflamasi, ossifikasi dan repair.

Prognosis
Kecacatan akibat artritis psoriatik menyebabkan kemungkinan tidak mendapat kesempatan kerja 2 kali dibandingkan artritis lainnya. Angka kematian pada artritis psoriatik diduga tidak meninggi akibat tidak melibatkan multisistem. Studi kematian 18 penderita dari 168 kasus artritis psoriatik menunjukkan infeksi akibat imobilitas dan perdarahan pada sepertiga kasus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Imunologi
Walaupun definisi artritis psoriatik termasuk adanya faktor reumatoid serum negatif, populasi normal mempunyai prevalensi faktor reumatoid positif 5-8 %.
Adanya faktor remuatoid positif tersebut, tidak harus serta merta menggugurkan diagnosis artritis psoriatik. Laju endap darah pada artritis psoriatik bermanfaat untuk mempertimbangkan adanya penyakit yang aktif. Sitidine deaminase yang merupakan produk leukosit netrofil ternyata tidak merupakan parameter aktivitas penyakit artritis psoriatik. Neutrofil berlebihan pada artritis psoriatik tidak menyebabkan kenaikan sitidine deaminase.
Gambaran Radiologik
Mc Owen dkk menjumpai gambaran radiologik artritis psoriatik dan artritis reaktif berbeda dengan spondilitis ankilosis maupun artritis akibat ulseratif kolitis. Gambaran radiologik artritis psoriatik berupa :
- Sakroilitis sesisi (a-simetris)
- Sindesmofit minimal (pertautan osteofit)
- Sindesmofit sesisi
- Sindesmofit berbeda dengan sindesmofit pada spondilitis ankilosis. Sindesmofit pada artritis psoriatik disebut chunky atau other than marginal

Sindesmofit pada artritis psoriatik berbentuk mirip sindesmofit pada DISH (diffuse idiopathic sceletal hyperostosis).

Resnick mencatat 3 hal yang prinsip kelainan spondilitis akibat artritis psoriatik :
1. Hiperostosis terjadi pada sisi depan tulang vertebra.
2. Keterlibatan vertebra servikalis biasanya berhubungan dengan sakroilitis. Terjadi erosi vertebra servikalis sehingga menyebabkan sub luksasio vertebra servikalis.
3. Ossifikasi para vertebra.

Artritis perifer
Perbedaan artritis reumatoid dan artritis psoriatik akan menjadi sulit apabila artritis psoriatik menyerang sendi perifer.
Gambaran karakteristik kelainan sendi perifer pada artritis psoriatik adalah :
- Mengenai sendi kecil yaitu interfalang distal jari tangan maupun kaki.
- Terjadi erosi marginal dengan proliferasi tulang sekitarnya sebagai whiskering.
- Tendensi sendi menjadi ankilosis.
- Osteolisis tulang jari kaki atau tangan sehingga berbentuk jari teleskop.
- Dapat terjadi deformitas tulang jari berbentuk pensil dengan penutupnya disebut pencil in cup
- Periostitis pada entesis yaitu perlekatan tendo pada tulang.
- Terjadi formasi tulang sekitar pelvis dan kalkaneus.

Isotop Imaging
Skintigrafi imaging dengan radio isotop amat sensitif untuk mendeteksi peradangan sendi. Helliwel dkk mendapatkan separuh dari hasil skaning isotop penderita artritis psoriatik menunjukkan up take yang abnormal pada daerah sterno clavicular dan manubrio sterni .
Abnormalitas up take pada tulang panjang dapat terjadi sebagai akibat sub klinik osteomielitis yang steril pada artritis psoriatik. Rosenthal berhasil menunjukkan gambaran up take abnormal pada 12 penderita artritis psoriatik yang secara radiologik konvensional tak terdapat kelainan yang menonjol. Kelainan up take ini diperkirakan akibat endapat jaringan kolagen immature yang berlebihan pada artritis psoriatik.
Keuntungan pemeriksaan skintigrafi radioaktif ini tentu saja sangat banyak, yaitu dapat menerangkan nyeri dada akibat peradangan muskuloskeletal bukan akibat penyakit jantung koroner. Pada kasus nyeri bokong dapat menjelaskan adanya peradangan muskuloskeletal bukan akibat jepitan syaraf pada hernia nukleus purposus. Sehingga dapat membantu arah diagnosis kelainan reumatik.

DIAGNOSIS BANDING
Pada umumnya artritis psoriatik yang melibatkan sendi perifer mempunyai gambaran klinis serupa artritis reumatoid disebut rheumatoid like pattern
Beberapa kasus artritis psoriatik dikelirukan dengan artritis reumatoid sero negatif (artritis reumatoid dengan faktor reumatoid serum negatif). Dapat pula dikelirukan dengan kelainan kulit psoriasis yang koinsidensi dengan artritis reumatoid sero negatif.
Untuk membedakan dengan artritis reumatoid, artritis psoriatik mempunyai karakteristik seperti dibawah ini :
1. Keterlibatan sendi pada interfalang distal jari tangan, dinding dada depan sering didapatkan pada artritis psoriatik. Sendi panggul dan sendi temporo mandibulair jarang terlibat.
2. Gambaran yang spesifik berupa: daktilitis, iritis, pembengkakan ekstremitas sesisi, entesopati terutama sekitar tumit.
3. Pemeriksaan radiologik menunjukkan gambaran karakteristik :
- Formasi tulang baru pada entesis.
- Whiskering sekitar sendi.
- Osteolisis.
- Periostitis dan deformitas berbentuk pensil dengan penutupnya (pencil in cup)
- Spondilitis dan sakro ilitis.

Nodul dan faktor reumatoid positif dalam serum tidak dijumpai pada artritis psoriatik klasik. Keterlibatan organ dalam paru, vaskulitis, limfadenopati, ginjal, sindroma Felti jarang didapatkan pada artritis psoriatik.
Perbedaan artritis psoriatik dan artritis reaktif yaitu tidak adanya triger infeksi yang jelas seperti artritis reaktif. Pada artritis reaktif terdapat triger infeksi mendahului artritis reaktif berupa infeksi saluran kemih atau saluran cerna.

PATOGENSIS
Faktor Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis artritis psoriatik. Studi di daerah terpencil Faroe Island penderita dengan kembar monosigot ternyata menderita artritis psoriatik lebih banyak dibandingkan kembar disigot, yaitu 65-72 : 15-30. Antigen lekosit HLA B13, B17, B37, DR7 dan DR4 dilaporkan berhubungan dengan artritis psoriatik. HLA B27 tidak berhubungan dengan artritis psoriatik akan tetapi berhubungan dengan spondilitis ankilosis.

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan berupa infeksi saluran nafas akibat streptokokus menyebabkan psoriasis pada kulit. Terjadi psoriasis gutata yang luas pada penderita yang suseptibel dengan infeksi streptokokus tersebut. Diduga infeksi streptokokus merupakan awal reaksi auto imun terhadap penderita yang suseptibel lewat sel keratinosit di kulit. Terjadi reaksi silang (cross reaction) sel keratinosit kulit dan antigen streptokokus. Peneliti lain melaporkan adanya retrovirus like papille dapat dibuktikan terdapat pada dinding kulit, sel limfosit, dan menyebabkan sirkulasi komplek imun penderita artritis psoriatik.
Infeksi kuman yang tersembunyi dalam makrofag di periodontal, saluran cerna dan tonsil menyebabkan kelainan kulit psoriasis bila terjadi eksposur produk kuman pada kulit.

Faktor Imunologik
Baru baru ini dibuktikan bahwa sel fibroblast penderita artritis psoriatik dapat mengekspresikan IL 6, 8 akan tetapi tidak TN F alfa .

Trauma
Stimuli lokal dapat memprovokasi reaksi Koebner. Yaitu terjadi reaksi inflamasi serupa psoriasis pada lokasi injury. Misal pada luka bekas jahitan.

Obat obatan
Beberapa obat dapat menyebabkan eksaserbasi psoriasi. Obat tersebut adalah: beta bloker, obat malaria dan preparat yang mengandung litium.

Stress
Banyak ahli berpendapat stress dapat menyebabkan presipitasi psoriasis, akan tetapi mekanisme tidak diketahui.

AIDS
Acquired Imunodefficiency syndrome dihubungkan dengan artritis psoriatik. Dari kejadian ini mendukung teori bahwa sel limfosit CD4+ tidak penting pada progresivitas artritis psoriatik.

Gambaran Histologik
Gambaran histologik artritis psoriatik berbeda dengan artritis reumatoid. Gambaran histologik yang menonjol pada artritis psoriatik adalah perubahan vaskuler. Terjadi penebalan dinding kapiler dengan pembengkakan sel endotel, infiltrasi limfosit, sel plasma dan histiosit. Infiltrat tersebut terjadi peri vaskuler dan tampak agregasi lokal. Fibrosis merupakan gambaran yang menyolok pada jaringan sub sinoviosit dan lemak. Gambaran ini kontras berbeda dengan artritis reumatoid yaitu terjadi hiperplasia dan hipertrofi sel sinoviosit. Pada artritis psoriatik terdapat hiperplasi atau hipertrofi minimal. Stadium akhir artritis psoriatik tampak destruksi sendi yang menyolok.
Histologik pada lesi kulit stadium awal berupa dilatasi vaskuler, dengan pembengkakan sel endotel dan diikuti infiltrasi limfosit, makrofag, netrofil pada daerah perivaskuler. Selanjutnya terjadi hiperplasia epidermis, penipisan papiler epidermis dan hilangnya lapisan glandula.

PENGELOLAAN
Pengelolaan artritis psoriatik berupa supresi inflamasi sendi, mempertahankan dan memperbaiki fungsi muskuloskletal, pencegahan kerusakan dan disabilitas sendi dan suport mental. Bila mungkin memotong mekanisme imunologis. Perlu kerja sama multi disiplin ahli reumatologi, ortopedi, kulit, psikiatri dan ahli rehabilitasi medik.
Sampai tahun 1980 pengobatan artritis psoriatik pada dasarnya hanya bersifat simptomatik karena dianggap penyakit artritis psoriatik tergolong ringan atau sedang. Pada umumnya penderita artritis psoriatik mengeluh nyeri dan disabilitas yang lebih ringan dari artritis reumatoid. Akan tetapi penderita artritis psoriatik yang mengenai sendi interfalang distal mempunyai keluhan yang lebih berat. Laporan laporan terakhir menunjukan 20% penderita artritis psoriatik mempunyai lesi yang berat dan menyebabkan deformitas sendi. Beratnya lesi sendi artritis psoriatik ini membuat para ahli cenderung memberikan terapi awal yang agresif untuk mencegah deformitas sendi. Keterlibatan kulit yang berat dan usia muda menunjukkan penyakit cenderung progresif dan destruktif. Antigen lekosit DR3 dan DR4 sangat berkorelasi dengan beratnya kerusakan sendi.
Penderita dengan poliartritis dan artritis mutilan mempunyai prognosis yang jelek, serta memerlukan terapi yang agresif dengan mempergunakan obat rematik yang tergolong garis kedua atau second line drug secara awal. Perlu ditekankan disini studi mengenai pemberian obat rematik yang tergolong garis kedua sangat jarang.

OAINS
Obat anti inflamasi non steroid dipergunakan sebagai pengobatan awal. Kontras dengan artritis reumatoid, aspirin mempunyai efek yang minimal terhadap artritis psoriatik. Studi studi yang dilaporkan menunjukkan ketidak efektifan OAINS pada pengobatan artritis psoriatik. Indometasin dilaporkan lebih unggul dibandingkan OAINS yang lain. Scarpa dkk melaporkan bahwa piroksikam, diklofenak, nimesulid, naproksen dan tiaprofenik masing masing mempunyai efektifitas yang sama terhadap pengurangan nyeri dan inflamasi penderita artritis psoriatik. Penggunaan OAINS yang berlangsung lama dikuatirkan menyebabkan efek yang jelek terhadap lesi rash kulit. Hal ini akibat hambatan pada proses siklo dan lipoksigenase (prostaglandin dan leukotrien) yang diperlukan untuk evolusi rash kulit lewat efek proliferasi dan inflamasi.
Pengobatan OAINS dosis penuh selama 3-4 minggu pada artritis psoriatik dengan lesi kulit minimal diperlukan sampai obat tersebut dianggap tidak efektif lagi.

Obat golongan garis kedua
Ketiadaan efektivitas OAINS dan adanya penyakit yang progresif, berat dan deformitas sendi membutuhkan penggunaan obat reumatik yang tergolong garis kedua.
Obat tersebut antara lain :
- metotrexat
- injeksi atau preparat orat garam emas
- anti malaria
- D penisilamin
- Sulfasalasin
- Derivat asam retinoid
- Azatiopren
- Siklosforin A
- Derivat vitamin D, somatostatin , sporalen, PUVA

Metotrexat
Gubner dkk pada tahun 1951 pertama kali mempergunakan metotrexat untuk pengobatan artritis psoriatik. Penggunaan preparat ini diikuti ahli yang lain. Balack dkk tahun 1964 pada penelitian 21 penderita artritis psoriatik sdengan metoda placebo –controlled double blind study melaporkan bahwa mtx injeksi efektif dalam supresi manifestasi kulit dan sendi. Toksisitas relatif ringan.
Studi retrospektif pada 22 dari 59 penderita artritis psoriatik yang diberi mtx oral selama 1-11 tahun menunjukkan hasil yang sangat mengesankan. Hampir semua gejala hilang, hasil ini didapat dengan catatan pengobatan mtx diberikan awal.
Dosis yang umum dipergunakan adalah 5 mg - 15 mg tablet setiap minggu. Dosis dapat diberikan tunggal atau terbagi sesudah 12 jam pada hari yang sama. Dosis dapat dinaikan 25-30 mg/minggu sampai didapatkan perbaikan, kemudian dosis ditapering. Dosis pemeliharaan 5-15 mg/minggu.
Keuntungan yang nyata dari preparat ini adalah ketiadaan onkogensis dan berefek ganda baik pada psoriasis kulit maupun pada sendi.

Garam emas
Preparat garam emas dilaporkan efektif pada pengobatan artritis psoriatik. Perbaikan didapatkan pada 50-75% penderita artritis psoriatik. Baik preparat oral maupun injeksi intra muskular sama efektif.
Palit dkk pada studi 82 penderita artritis psoriatik dengan preparat garam emas oral maupun injeksi dibandingkan plasebo selama 12-24 minggu. Hasilnya preparat injeksi garam emas menunjukkan efektivitas klinis maupun perubahan LED yang signifikan. Sedangkan preparat garam emas oral perubahan tidak signifikan.

Obat anti malaria
Penggunaan anti malaria pada psoriasis tetap kontroversial. Pemberian quinakrin dan kloroquin menunjukkan efek samping yang tinggi. Beberapa studi melaporkan hasil yang cukup baik dengan efek samping minimal dengan hidroksi kloroquin.

D penisilamin
Studi D penisilamin pada artritis psoriatik sangat sedikit. D penisilamin dilaporkan tidak efekif, efek samping miastenia grafis, pempigus sama dengan laporan studi pada artritis reumatoid.

Sulfasalasin
Artritis psoriatik tampaknya respon dengan sulfasalasin. Double blind placebo controled study pada 30 penderita artritis psoriatik menunjukkan efektivitas yang tinggi dibandingkan plasebo. Lima penderita mempunyai respon yang baik, 7 parsial dan 2 respon jelek. Pada grup plasebo respon jelek. Akan tetapi parameter laboratorik tak berubah. Pemberian sulfasalasin 2 gram sehari dapat ditoleransi dengan baik dan efek samping minimal. Sulfasalasin dilaporkan cukup efektif pada perbaikan lesi kulit.

Retinoid
Derivat vitamin A sintesis (retinoid) menunjukkan efektivitas pengobatan artritis psoriatik. Retinoid juga memperbaiki lesi kulit psoriasis. Titik tangkap kerja retinoid dengan bloking sel sikel G1 dan inhibisi sintesis kolagen. Klikhoff dkk memberikan retinoid selama 8-24 minggu pada 40 penderita artritis psoriatik. Hasilnya terjadi perbaikan klinis dan penurunan LED secara signifikan. Akan tetapi efek samping sangat tinggi terjadi pada 39 penderita.
Pemberian vitamin A diduga lebih bermanfaat dengan efek samping minimal.

Terapi sitotoksik & imunospresi
Analog purin azatiopren, uzaribin dan 6 merkaptopurin serta obat sitotoksik seperti nitrogen mustard dan siklofosfamid telah di ujicobakan pada beberapa peneliti. Meskipin efek samping rendah , efektivitas preparat ini rendah. Efek samping jangka panjang preparat ini belum diteliti.

Siklosforin
Efektivitas siklosforin pada pengobatan artritis psoriatik dan lesi kulit cukup baik. Perbaikan didapat dalam 2-4 minggu. Dosis peroral 5 mg/kg/hari cukup adekuat. Efek samping pada syaraf dan ginjal pada dosis ini cukup besar. Efek samping lainnya yaitu keganasan jaringan limfe.

Derivat Vitamin D
Pemberian oral 1,25 dihidroksi vitamin D3 (1,25 (OH) 2D3) pada penderita psoriasis menunjukkan 70% perbaikan lesi kulit. Vitamin D mempunyai efek anti inflamasi sendi. Titik tangkap kerja yaitu hambatan mitosis sel T, produksi limfokin. Perbaikan klinis pada studi yang terbatas dilaporkan pada separuh penderita. Efek samping yang perlu diwaspadai yaitu hiperkalsiuri.

Terapi Somatostatin
Somastotatin menghambat hormon pertumbuhan, preparat ini dapat mengurangi lesi kulit. Studi pemberian somastotatin pada artritis psoriatik amat terbatas. Pemberian 250 ug sehari somatostatin injeksi dalam D 5% dapat mengurangi nyeri sendi & perbaikan lesi kulit yang nyata. Somatostatin dianjurkan diberikan pada lesi kulit yang luas, artritis yang melibatkan banyak sendi. Efek samping terjadi pada 2 dari 8 penderita.

Terapi sing
Preparat sing peroral 150-200 mg sehari dilaporkan memperbaiki keluhan klinis pada sekitar 30% penderita. artritis psoriatik. Preparat ini ditoleransi dengan baik. Akan tetapi beberapa studi yang lain melaporkan tidakmendapatkan perbaikan klinis yang nyata. Preparat ini dapat menghambat aktivitas netrofil.

Fotokemoterapi metoksi psoralen PUVA (psoralen ultra violet A)
Perlman dkk pada studi PUVA prospektif melaporkan perbaikan klinis sendi perifer pada 49% penderita artritis psoriatik. Perbaikan klinis sendi sakro iliaka dan tulang vertebra tidak nyata.

Terapi glukokortikoid
Penggunaan steroid pada artritis psoriatik memerlukan pertimbangan yang spesifik. Steroid sistemik sering dibutuhkan pada dosis tinggi unutk dapat mengontrol artritis psoriatik. Kejadian efek samping dan relaps amat tinggi. Secara umum efek samping pemberian steroid lebih tinggi dibandingkan keuntungan yang diperoleh. Injeksi steroid lokal dapat dipergunakan pada artritis monoartikuler. Steroid topikal dianjurkan untuk mengontrol lesi kulit. Perlu dipertimbangkan pemberian steroid topikal jangka panjang menyebabkan risiko infeksi bertambah. Pemberian steroid pada artritis psoriatik anak tidak efektif serta menimbulkan efek samping yang besar.

Terapi lain
Pemberian injeksi interferon gama (IFN gama), bromokriptin, H2 reseptor antagonis, radiasi limfoid total, plasmaperesis, transplantasi sumsum tulang, dan anti CD4+ monoklonal anti bodi sedang diteliti secara terbatas. Beberapa dilaporkan sukup efektif.

Pembedahan
Indikasi tindakan bedah pada artritis psoriatik identik dengan indikasi bedah pada artritis reumatoid. Sinovektomi dilakukan pada kasus yang selektif. Artritis yang berat memerlukan tindakan bedah rekonstruksi oleh ahli bedah plastik. Dianjurkan pemberian preparat mtx dihentikan 2 minggu sebelum operasi dan diberikan kembali 1-2 minggu sesudahnya.

Terapi Rehabilitasi
Tindakan rehabilitasi medik perlu dipertimbangkan pada setiap penderita artritis psoriatik. Tindakan rehabilitasi tersebut bersifat individual pada setiap penderita.
Tujuan tindakan rehabilitasi medik untuk memaksimalkan potensi fisik penderita dan aktivitas emosional. Pada artritis yang aktif pemberian kombinasi antara istirahat, latihan dan imobilisasi sangat dianjurkan. Secara umum regangan aktif dan pasif secara graduil perlu diberikan pada keterlibatan sendi besar yaitu sendi bahu, panggul, lutut dan pergelangan kaki. Tujuan regangan aktif dan pasif ini untuk mencegah deformitas kontraktur.
Sesudah fase akut dilalui segera dilakukan latihan penguatan otot isometris (isometric strengthening exercise) untuk mencegah kontraktur dan atrofi otot. Latihan dilakukan secara graduil kemudian diikuti latihan resistensi otot. Pemanasan lokal/hidroterapi dapat membuat program latihan tersebut lebih efektif.
Pemberian kompres dingin bermanfaat pada nyeri yang akut. Pada artritis pergelangan kaki, dianjurkan posisi pergelangan kaki sedikit ekstensi untuk mencegah pemendekan tendo akiles. Penggunaan splint bermanfaat untuk mencegah deformitas sendi kecil. Korset tulang punggung diberikan sesuai kebutuhan. Perlu diketahui tulang punggung penderita artritis psoriatik cenderung porotik, mudah fraktur dengan trauma yang miniml. Bed rest yang berkepanjangan sangat merugikan penderita karena menambah osteoporotik yang ada.
Olah raga yang paling dianjurkan pada artritis psoriatik adalah berenang. Olah raga berat, dengan kontak tubuh tidak dianjurkan.
DAFTARA PUSTAKA
1. Helliwel & Wright. Psoriatic Arthritis. Clinical Pattern. In: Dieppe PA and Klippel JH. Rheumatology . London : Mosby Year Book Europe Limited. 1994 : (3) 31.1-7.
2. Breatnach SM. Psoriatic Arthritis Etiology and Pathogenesis. In : Dieppe PA and Klippel JH. Rheumatology. London : Mosby Year Book Europe Limited, 1994 : (3) 32.1-6.
3. Cuellar ML and Espinosa LR. Psoriatic Arthritis . Management. In : Dieppe PA and Klippel JH. Rheumatology London : Mosby Year Book Europe Limited, 1994 : ( 3 ) 33.1 – 5.
4. Bennet RM. Psoriatic Arthritis. In : Daniel Mc Carty DJ and Koopman WJ. Arthritis and Allied Conditions (12 ed ). London : Lea Febiger, 1993 : 1079-90.
5. Gladman DD. Psoriatic Arthritis In : Maddison PJ, Issenberg DA, Woo P and Glass DN. Tokyo : Oxford University Press, 1993 : 691 – 7.
6. Espinoza LR. Psoriatic Arthritis : Pathogenesis : genetic and Immunologic Factors. ILAR Conggres of Rheumatology , 1997 : 262 – 3.
7. Gladman DD. Management Of Psoriatic Arthritis. ILAR Conggres Of Rheumatology, 1997 : 264 – 5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar