Osteoartritis (OA) sendi perifer dan columna vertebralis merupakan penyebab utama gangguan muskuloskeletal di seluruh dunia. Secara klinis osteoartritis ditandai dengan keluhan kaku sendi, nyeri dan gangguan gerak, yang pada keadaan lanjut dapat berakibatkan deformitas dan akhirnya terjadi imobilitas bila menyerang sendi lutut dan sendi panggul.1
Penyakit ini merupakan jenis penyakit reumatik yang paling sering ditemui diseluruh dunia, pada populasi Barat maka bukti radiologik menunjukkan bahwa osteoartritis menyerang sebagian besar populasi usia diatas 65 tahun dan pada kira-kira 80% populasi diatas 75 tahun. dan di Amerika Serikat merupakan penyakit kedua setelah penyakit jantung iskemik yang menyebabkan disabilitas pada pria diatas 50 tahun2 Osteoartritis merupakan pula penyebab hilangnya jam kerja yang besar dan biaya pengobatan yang tinggi. 3,4
Di Indonesia, OA merupakan jenis penyakit reumatik yang paling banyak dijumpai. Di pedesaan Jawa Tengah ditemukan prevalensi OA klinis sebesar 5.1%5. Di kabupaten Malang dan Kotamadya Malang ditemukan prevalensi sebesar 10.0% dan 13.5%.6 Sedangkan di Polikilinik Subbagian Reumatologi FKUI/RSCM ditemukan pada 43.82% dari seluruh penderita baru penyakit reumatik yang berobat antara tahun 1991-1994.7
Walaupun insidens OA meningkat dengan bertambahnya usia, ternyata proses OA bukan sekedar suatu proses "wear and tear" yang terjadi pada sendi di sepanjang kehidupan. Dikatakan demikian karena beberapa hal :8
1.Perubahan biokimiawi rawan sendi pada tingkat mole¬kuler yang terjadi akibat proses menua berbeda dengan yang terjadi pada rawan sendi akibat OA.
2.Perubahan menyerupai OA dapat terjadi pada sendi hewan percobaan berusia muda yang dirangsang dengan berbagai trauma seperti tekanan mekanik dan zat kimia.
Penyebab OA bukan suatu penyebab tunggal, OA merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktor, antara lain usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan.
PROSES DASAR TERJADINYA OSTEOARTRITIS
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karateristik dengan menipisnya rawansendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi sendi (osteofit).
Secara histopatologik proses OA ditandai dengan menipisnya rawan sendi disertai pertumbuhan dan remodelling tulang disekitarnya (bony overgrowth) diikuti dengan atrofi dan destruksi tulang disekitarnya.
Menipisnya rawan sendi diawali dengan retak dan terbe¬lahnya permukaan sendi pada beberapa tempat yang kemudian menyatu dan disebut sebagai fibrilasi.
Dilain pihak pada tulang akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi dari tubuh untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi, perubahan yang terjadi adalah penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular dan struktur tulang. Dibawah ini dapat dilihat skema dasar terjadinya proses OA :9
ETIOPATOGENESIS OSTEOARTRITIS
Etiopatogenesis Osteoartritis pada umumnya sampai saat ini belum dapat dijelaskan melalui satu teori yang pasti.10 Telah diketahui bahwa tidak ada satu pun pemeriksaan tunggal yang dapat menjelaskan proses kerusakan rawan sendi pada OA 11 . Patogenesis OA diduga merupakan interaksi antara faktor intrinsik dan ekstrinsik dan OA merupakan keseimbangan di antara Faktor Etiologik dan Proses Jaringan yang dapat dilihat pada gambar 2.12
Dua mekanisme utama OA ialah gangguan biomekanik serta gangguan biokimia.13,14 Pada mekanisme pertama faktor beban tubuh serta friksi dan kemampuan rawan sendi sebagai bantalan tekanan mekanik yang memegang peranan utama. Mekanisme kedua adalah terjadinya perubahan biokimiawi, hal ini mungkin dapat menjelaskan terjadinya OA pada persendian yang bukan tergolong sendi penopang berat badan. Agaknya kedua mekanisme tesebut saling berinteraksi yang secara skematis dapat dilihat pada gambar 3 .15
FAKTOR RISIKO OSTEOARTRITIS
Faktor resiko yang berperan pada osteoartritis dapat dibedakan atas dua golongan besar, yaitu :2
1. Faktor predisposisi umum : antara lain umur,jenis kelamin, kegemukan, heriditas, hipermobilitas, merokok, densitas tulang , hormonal dan penyakit reumatik kronik lainnya.
2. Faktor mekanik : antara lain trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan oleh karena pekerjaan/aktivitas dan kurang gerak.
Beberapa faktor risiko tersebut diatas mungkin saja ditemukan pada satu individu dan saling menguatkan.
TULANG DAN DENSITAS TULANG
Secara histologik tulang dibagi atas 2 kelompok,yaitu tulang kortikal dan tulang trabekuler. Tulang kortikal terutama berfungsi mekanik dan protektif,sedangkan tulang trabekuler terutama bersifat metabolik. Tulang merupakan jaringan yang kompleks yang terbentuk atas 2 substansi, yaitu substansi organik dan substansi mineral. Sebagian besar substansi organik (98%) terdiri dari matriks tulang dan sisanya (2%) merupakan komponen seluler.
Matriks tulang merupakan perancah yang terdiri dari kolagen tipe 1 (95%) dan protein non kolagen (5%) yang terdiri dari proteoglikan, osteokalsin, osteonektin, sialoprotein, protein morfogenetik tulang, proteolipid tulang,fosfolipid tulang,fosfoprotein tulang, IGF-1 dan IGF-2. Komponen seluler tulang terdiri dari osteoblas,osteoklas dan osteosit. Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang dan banyak terdapat pada lapisan matriks tulang yang belum mengalami kalsifikasi (osteoid), sel ini berfungsi untuk memproduksi matriks tulang, osteokalsin dan faktor pertumbuhan (growth factor) seperti Transforming growth factor (TGF-), protein morfogenetik tulang, Platelet-derived growth factor ( PDGF) dan insulin-like growth factor (IGF) serta mempunyai peran pula pada mineralisasi tulang. Pada akhir masa sekresinya osteoblas akan mengalami transformasi membentuk osteosit. Osteosit berperan sangat penting dalam mengatur kecepatan turnover tulang secara lokal dan akan difagosit bersama komponen tulang lainnya pada proses resorpsi tulang osteoklastik. Osteoklas merupakan sel raksasa multinuklear yang berfungsi pada proses resorpsi tulang, karena jaringan kolagen tipe I mengandung dioksipiridinolin dalam konsentrasi yang tinggi, maka adanya komponen ini didalam urin dapat digunakan sebagai indikator aktifitas resorpsi tulang.16
Secara terus menerus tulang diperbaharui melalui proses yang disebut Remodeling tulang (bone remodeling). Remodeling tulang merupakan siklus resorpsi dan formasi tulang yang terjadi pada unit-unit kecil di dalam seluruh tulang yang dikenal sebagai bone remodeling units. Pada masa pertumbuhan dan remaja proses formasi tulang lebih besar dari proses resorpsi sehingga massa tulang akan bertambah terus dan akan mencapai puncaknya pada usia sektar 20 . Antara usia 20- 35 tahun massa tulang relatif stabil karena terdapat keseimbangan antara proses resorpsi dan formasi. Mulai usia 35 tahun terjadi penurunan massa tulang karena relatif terjadi peningkatan resorpsi dibandingkan dengan formasi. Pada wanita terjadi fase kehilangan massa tulang yang cepat pada periode pasca-menopause akibat turunnya kadar estrogen yang mengakibatkan terjadinya resorpsi tulang berlebihan oleh osteoklas. Pada usia lanjut akan terjadi pula penurunan formasi tulang baik pada wanita maupun pada pria. Hilangnya sejumlah massa tulang akibat berbagai keadaan disebut osteopenia, sedangkan osteopenia yang telah melewati ambang batas fraktur disebut sebagai osteoporosis.
PERAN DENSITAS TULANG PADA OA
Sejak paper klasik dari Foss dan Byers 17 yang menemukan bahwa osteoartritis primer di sendi panggul jarang sekali dijumpai bersamaan dengan fraktur leher tulang femur, timbullah pertanyaan: Apakah peningkatan densitas tulang (DT) berhubungan dengan osteoartritis?.Pertanyaan ini mengarah pada dugaan bahwa pasien osteoartritis mempunyai densitas tulang yang tinggi yang mungkin generalisata pada seluruh tulang atau mungkin lokal pada daerah yang berdekatan dengan sendi osteoartritik
Kebanyakan penelitian pada penyakit sendi degeneratif dipusatkan pada perubahan yang terjadi di rawan sendi. Walaupun secara radiologik ditemukan perubahan pada tulang subkondral,seperti ditemukannya sklerosis atau terbentuknya kista, tetapi perhatian terhadap tulang subkondral ini sangat kurang, karena selalu dianggap perubahan tersebut terjadi sekunder.
Radin,et al 19 membuat hipotesis yang menyatakan bahwa mekanisme yang mendahului osteoartrosis mungkin karena adanya peningkatan kekakuan tulang subkondral. Pada konsep dari Radin maka penyebab kekakuan pada tulang subkondral ialah proses perbaikan dari mikrofraktur pada trabekula. Konsep tersebut menyatakan bahwa bila sendi mengalami beban berat berulang, maka tulang dibawah rawan sendi terutama tulang subkondral yang banyak vaskularisasinya akan mengalami mikrofraktur. Sebagai usaha perbaikan akan terjadi remodeling dari arsitektur interna agar lebih tahan terhadap tekanan. Tulang subkondral yang kaku ini menjadi tidak efektif sebagai peredam kejut dan selanjutnya rawan sendi menjadi tak terlindungi dan terjadilah tekanan yang lebih besar pada rawan sendi tersebut yang berakhir dengan kerusakan.
Dalam hubungannya dengan konsep Radin, maka Dequeker dkk20 berpendapat bahwa kekakuan pada tulang subkondral dapat pula disebabkan oleh karena kekakuan dari seluruh tulang. Penderita osteoartritis diduga mempunyai densi¬tas mineral tulang yang sangat padat, sehingga benturan antara tulang melalui sendi berlangsung keras karena tulang tidak cukup banyak meredam benturan tersebut, akibat selan¬jutnya rawan sendi akan mendapat tekanan yang lebih besar sehingga lebih cepat menipis. Pada osteopetrosis yang diketahui densitas tulangnya sangat tebal ditemukan osteoartritis berat pada seluruh sendi.21 Sebaliknya pada osteoporosis telah diketahui terjadi penurunan densitas tulang sehingga tulang menjadi lunak dan benturan antara tulang melalui sendi dapat diredam dengan baik akibatnya tekanan pada rawan sendi tidak terlalu besar, sehingga rawan sendi menjadi lebih awet atau lebih tahan lama karena tidak cepat menipis. Berdasarkan konsep ini maka para ahli menyimpulkan bahwa osteoporosis merupakan faktor negatif terjadinya osteoar¬tritis.
Untuk membuktikan konsep ini maka Foss dan Byers16,Carlsson dkk22 dan Solomon dkk 23 meneliti densitas mineral tulang pada pasien osteoartritis coxae primer,tetapi tempat yang diukur jauh letaknya dari coxae.
Foss dan Byers meneliti densitas mineral tulang pada tulang metakarpal dua dengan menggunakan radiografi dari tangan, dan mereka menemukan densitas mineral tulang yang abnormal tinggi bila dibandingkan dengan kontrol.
Solomon dkk dengan menggunakan metode yang sama menemukan bahwa tidak terdapat peningkatan densitas tulang metakarpal dua pada wanita dengan osteoartritis coxae dibandingkan dengan kontrol, tetapi pada pria terdapat peningkatan dibandingkan dengan kontrol. Pada kedua penelitian tadi tidak dilakukan perhitungan secara statistik.
Carlsson dkk menggunakan cara single photon absorptiometry (SPA) untuk membandingkan densitas mineral tulang lengan bawah pada pasien osteoartritis panggul dengan kontrol. Penelitian tersebut menemukan bila diukur pada sisi proksimal (yang predominan tulang kortikal) tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna,tetapi bila diukur pada sisi distal (yang predominan tulang trabekular) ditemukan densitas mineral tulang lebih tebal pada wanita dengan OA coxae.
Dequeker dkk24,25 telah pula meneliti adanya perbedaan antropometrik di antara wanita pasca-menopause yang menderita osteoporosis dengan yang menderita osteoartritis, densitas mineral tulangnya juga berbeda.
Price dkk 26 mengukur densitas mineral tulang pada tulang radius bagian kortikal dan trabekuler dengan menggunakan cara SPA pada 40 pasien dengan Osteoartritis generalisata dan dibandingkan dengan kontrol, ternyata tidak didapatkan perbedaan pada densitas tulang trabekuler diantara pasien dan kontrol.
Reid dkk27 mengunakan cara lain untuk mengukur total mineral tulang yaitu mengunakan teknik analisis aktivasi neutron pada 15 wanita dengan osteoartritis generalisata dibandingkan dengan 12 kontrol normal yang sepadan dalam usia,status menopause dan ukuran skeletal. Hasil yang didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna. Walaupun jumlah kasusnya kecil kedua hasil tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan antara densitas seluruh tulang dengan osteoartrtitis generalisata.
Knight,Ring dan Bhalla28 mengukur densitas mineral tulang femur pada 50 pasien dengan osteoartritis panggul dengan menggunakan cara dual energy Xray absorptiometry (DEXA) dan menemukan bahwa densitas mineral tulang lebih tinggi pada daerah leher femur dan regio Ward dibandingkan dengan nilai kontrol prediktif..
Dequeker dkk 20 meneliti pada tulang krista iliaka menemukan bahwa wanita dengan osteoartritis secara bermakna mempunyai tulang lebih padat dan lebih kaku, kekuatan kompresi yang tinggi, kadar osteokalsin yang tinggi, kadar Insulin-like growth factor I dan serta transforming growth faktor yang tinggi serta densitas mineral tulang yang tinggi.
PERUBAHAN PADA RAWAN SENDI OSTEOARTRITIK
Perubahan morfologik
Perubahan morfologik rawan sendi pada osteoartritis telah banyak diketahui. Permukaan rawan sendi kehilangan homogenitasnya, menjadi terbelah/terpecah yang terlihat sebagai lubang, belahan dan ulserasi. Pada keadaan lanjut tidak ada lagi rawan sendi yang tersisa dan tulang dibawahnya akan terlihat. Pewarnaan histokimia pada matriks untuk melihat proteoglikan tidak memberikan hasil dan lapisan dalam (tidemark) yang memisahkan lapisan rawan sendi kalsifikasi dari lapisan radial diinvasi oleh kapiler, Sel teletak pada cluster atau clone yang berisi 50 sel atau lebih pada setiap cluster. Osteofit diselubungi oleh hialin dan fibrokartilago yang baru terbentuk dengan struktur yang sangat tidak teratur.
Perubahan biokimia
Kandungan air pada rawan sendi osteoartritik sangat meningkat. Hal ini akan menyebabkan kelemahan anyaman kolagen. Pada keadaan normal sebagian besar kolagen rawan sendi ialah tipe II, pada osteoartritis ditemukan peningkatan konsentrasi kolagen tipe I yang menyelubungi osteofit,yang tentunya berbeda karateristiknya dengan kolagen dari bagian rawan sendi yang erosif. Pada osteoartritis konsentrasi kolagen rawan sendi tidak terganggu akan tetapi fiber menjadi lebih kecil dan susunan lapisan tengah yang ketat akan mengendor.
Perubahan yang paling nyata pada osteoartritis terjadi pada proteoglikan. Bila penyakit bertambahn berat maka konsentrasi proteoglikan menurun tajam sampai level dibawah 50 %, jumlah agregat berkurang dan rantai glikosaminoglikan menjadi lebih pendek, Konsentrasi keratan sufat menurun sedangkan proporsi kondroitin –4-sulfat dan kondroitin-6-sulfat relatif meningkat, hal ini menunjukkan sintesis proteoglikan oleh kondrosit tipikal untuk tulang rawan yang belum matang (immature).
Pada pewarnaan dengan safranin O maka nampak bahwa konsentrasi proteoglikan sangat menurun dan pada keadaan sangat lanjut tidak tampak lagi adanya proteoglikan.
Perubahan metabolik
Metabolisme rawan sendi telah diteliti dengan ekstensif. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sintesis dan sekresi enzim perusak-matriks oleh kondrosit sangat meningkat.Aktivitas enzim perusak tersebut yang mempunyai kemampuan merusak semua matriks makromolekul meningkat beberapa kali lipat. Enzim yang dianggap berperan ialah protease asam dan netral yang dapat merusak protein inti dan proteoglikan. Telah diketahui bahwa metalloproteinase netral rawan sendi merupakan famili dari molekul yang meliputi kolagenase,stromielisin dan gelatinase. Enzim ini mempunyai kemampuan untuk merusak komponen matriks ekstraseluler dan bersama dengan plasmin membentuk plasminogen lokal yang bila diaktifkan akan menyebabkan kerusakan berlangsung lebih cepat. Ke-tiga metaloprotease tersebut (kolagenase,stromielisin dan gelatinase) disekresi sebagai pro-enzim oleh kondrosit dibawah pengaruh dari Il-1 dan TNF- sinovial atau kondrosit. Proenzim harus diaktifkan oleh proteolitik yang memotong sekuen terminal N dan masing-masing karakteristik dengan sekuen katalitik pengikat-Zn yang mengandung 3 residu histidin dan residu glutamin.
Regio G1 dari agrekan sangat resisten terhadap protease akan tetapi ikatan glutamin-alanin pada regio ekstensi diantara G1 dan G2 sangat peka terhadap degradasi proteolitik. Stromielisin dengan konsentrasi rendah mampu memotong regio antara G1 dan G2, merusak agregat dan menyebabkan terlepasnya proteoglikan dari matriks ekstraseluler. Sebagian proteoglikan yang telah didegradasi ini akan dilenyapkan oleh kondrosit dan sebagian lainnya akan masuk kedalam cairan sinovial.
Hialuronidase spesifik belum pernah ditemukan dalam rawan sendi artikuler tetapi terdapat bukti bahwa 1 atau sejumlah enzim lizosom dapat memotong asam hialuronik dan kondroitin 6-sulfat. Diduga bahwa memendeknya panjang rantai kondroitin sulfat pada osteoartritis disebabkan digesti rantai kondroitin sulfat tersebut oleh hialuronidase cairan sinovial yang dapat menembus rawan sendi segera setelah proses penyakit dimulai. Konsep ini sesuai dengan data yang menunjukkan konsentrasi asam hialuronat dalam rawan sendi osteoartritik sangat rendah walaupun kecepatan sintesis asam hialuronat tersebut lebih tinggi dari normal. Akibat dari aktivitas semua enzim tersebut pada osteoartritis ialah degradasi agregat proteoglikan dan subunitnya, sehingga proteoglikan tidak mampu lagi berperan sebagai agregat.
Enzim degradasi dari kolagen tipe II,yaitu kolagenase, sukar ditemukan di dalam rawan-sendi normal mungkin karena konsentrainya sangat rendah atau terikat pada inhibitor. Penelitian dalam kultur rawan sendi osteoartritik menunjukkan bahwa konsentrasi enzim ini meningkat, memperlihatkan bahwa enzim ini berperan besar pada progresivitas dan destruksi dari permukaan rawan sendi. Diduga kolagenase berperan dalam penipisan fiber kolagen, melonggarkan anyaman ketat kolagen dan pembengkakan matriks rawan sendi osteoartritis.
Banyak peneliti berpendapat bahwa IL-1 yang paling awal berperan dalam degradasi matriks rawan sendi. Sitokin ini diproduksi oleh sel mononuklear (termasuk sel lining-sinovial) pada sendi inflamasi dan disintesis oleh kondrosit sebagai aktivitas autokrin. Sitokin menstimulasi sisntesis dan sekresi sejumlah enzim degradasi dalam rawan-sendi termasuk kolagenase laten, stromielisin laten, gelatinase laten dan aktivator plasminogen tipe-jaringan (Tissue-type Plasminogen Activator =TPA). Plasminogen, suatu substrat untuk TPA diduga disintesis oleh kondrosit dan masuk ke dalam matriks melalui difusi dari cairan sinovia.
Keseimbangan dari sistem tersebut tergantung pada 2 inhibitor yaitu TIMP dan Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang akan membatasi aktivitas metaloproteinase netral aktif dan aktivator plasminogen. Kedua material ini diduga disintesis dalam jumlah yang tinggi sebagai hasil aksi dari TGF-.
Bila TIMP atau PAI-1 dihancurkan (sebagai hasil aksi stromielisin, enzim up-regulating atau agrekanase) atau konsentasinya relatif tidak cukup dibandingkan enzim aktif maka stromielisin dan plasmin mempunyai kemampuan untuk beraksi dalam substrat matriks. Stromielisin akan bekerja dalam 2 cara :
1.Sebagai protease akan mendegradasi protein inti dari proteoglikan .
2.Lebih penting lagi stromielisin akan bertindak sebagai komponen yang mengaktifkan proses dari kolagenase,
Selanjutnya akan terjadi aktifasi dari prostromielisin oleh plasmin yang menjadikannya enzim perusak matriks.
Walaupun secara keseluruhan terjadi penurunan konsentrasi proteoglikan pada osteoartritis , pada awal penyakit maka sintesis proteoglikan, kolagen, protein nonkolagen, hialuronat dan DNA justru meningkat. Kemudian peningkatan sintesis proteoglikan dan kolagen akan terus berlanjut seiring dengan berlanjutnya penyakit. Bila penyakit sudah sangat lanjut dan secara morfologik telah terjadi kerusakan maka sintesis proteoglikan akan turun dengan tajam yang dianggap sebagai “kegagalan” kondrosit.
Adanya penurunan konsentrasi proteoglikan dalam jaringan bersamaan dengan kenaikan nyata sintesis proteoglikan menunjukkan adanya peningkatan proses katabolisme proteoglikan. Telah terbukti bahwa pada osteoartritis ditemukan adanya defiensi TIMP maka adanya ketidak-seimbangan antara proteoglikanase dengan inhibitornya merupakan hal yang penting dalam patogenesis kerusakan rawan-sendi.
Walaupun terjadi kenaikan sintesis proteoglikan pada osteoartritis ternyata kualitas hasil produk tersebut tidak normal. Proteoglikan yang disintesis oleh kondrosit osteoartritik berbeda dengan yang disintesis oleh kondrosit normal, misalnya pada komposisi dan distribusi glikosaminoglikan, ukuran subunit proteoglikan dan kemampuannya untuk beragregasi dengan asam hialuronat.
Dengan demikian timbul beberapa pemikiran antara lain :
1.Proteoglikan yang disintesis pada osteoartritis yang strukturnya mirip dengan proteoglikan pada jaringan immatur tidak cukup adekuat untuk memenuhi kebutuhan biomekanik dari suatu rawan sendi dewasa normal.
2.Molekul yang baru disintesis tersebut kurang mempunyai kestabilan biokimia untuk dapat hidup normal pada jaringan
3.Organisasi makromolekul dari proteoglikan dan kolagen yang disintesis pada osteoartritis tidak cukup adekuat untuk menjalankan fungsi biomekanik.
Perubahan awal matriks pada Osteoartritis.
Perubahan awal osteoartritis pada manusia belum dapat diteliti oleh karena kurangnya kemampuan yang ada untuk mempelajarinya pada stadium awal penyakit. Oleh karena itu digunakan hewan percobaan berupa model kelinci yang dilakukan minesektomi parsial atau model anjing yang dipotong ligamentum crusiatum. Walupun banyak kritik karena ini merupakan osteoartritis sekunder akibat kerusakan internal sendi lutut, akan tetapi hanya inilah bahan yang tersedia untuk dipelajari.
Perubahan awal yang terlihat pada hewan percobaan ialah meningkatnya jumlah kandungan air dalam rawan sendi yang muncul beberapa hari setealah destabilisasi sendi. Pada awalnya hiperhidrasi terjadi pada permukaan tibia dan condilus femur tetapi kemudian ditemukan pada seluruh rawan-sendi. Hal yang sama ditemukan pula pada rawan sendi osteoartritik manusia, sehingga disetujui inilah perubahan awal matriks rawan sendi pada osteoartritis yang bersifat irreversible.
Penyebab terjadinya peningkatan kandungan air pada rawan sendi osteoartritis belum diketahui, tetapi ini menunjukkan kegagalan resistensi elastik dari anyaman kolagen, menjadikan proteoglikan yang hidrofilik membengkak melebihi kapasitas hidrasi normal. Penelitian ultrasruktur rawan sendi pada stadium awal menunjukkan hilangnya orientasi fiber kolagen yang dekat permukaan dan terpisahnya masing-masing fiber secara abnormal.
Tidak lama setelah terjadinya peningkatan kandungan air maka proteoglikan yang baru disintesa akan mengalami perubahan komposisi proteoglikan dengan proporsi kandungan kondroitin sulfat lebih tinggi dan keratan sulfat lebih rendah dibandingkan normal. Agregasi proteoglikan terganggu bahkan pada awal penyakit. Perubahan ini terjadi pada seluruh rawan sendi lutut sebelum fibrilasi atau perubahan morfologik lainnya terjadi. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya penurunan kekenyalan rawan sendi pada rawan sendi normal yang berdekatan dekat tempat fibrilasi. Dengan berlanjutnya penyakit akan terjadi ulserasi. Berkurangnya proteoglikan akan disertai memburuknya defek agregasi, berlanjutnya abnormalitas dari komposisi glikosaminoglikan dan memendeknya rantai kondroitin sulfat. Apabila jumlah proteoglikan yang hilang makin nyata maka kandungan air yang pada awalnya meningkat akan turun menjadi kurang dari normal.
HUBUNGAN DENSITAS TULANG DENGAN PERUBAHAN REGULASI MATRIKS RAWAN SENDI PADA OSTEOARTRITIS
Konsep operasional patogenesis osteoartritis telah dicetuskan oleh Bollet,1967 yang mengatakan bahwa tekanan mekanik akan merusak kondrosit sehingga akan dilepaskan berbagai enzim degradasi yang akhirnya menyebabkan fibrilasi dan kerusakan matriks.
Freeman berpendapat lain, ia mengatakan bahwa tekanan mekanik pada awalnya akan merusak anyaman kolagen terlebih dahulu dan bukan pada sel. Walaupun rawan sendi fibrilasi pada sendi osteoartritik menunjukkan penurunan konsentrasi proteoglikan belum jelas apakah deplesi proteoglikan mendahului fibrilasi atau fibrilasi menyebabkan deplesi proteoglikan.
Menurut pendapat kami adanya densitas tulang yang tinggi akan menyokong konsep biomekanik dan biokimia terjadinya OA lutut. Adanya densitas tulang yang tinggi disertai faktor prediposisi lainnya akan mengakibatkan tekanan mekanik yang tinggi pada rawan sendi , ini merupakan akan merupakan faktor awal terjadinya kerusakan rawan sendi dengan jalan mempengaruhi kondrosit dengan dilepaskan berbagai enzim degradasi yang akhirnya menyebabkan fibrilasi dan kerusakan matriks. Gangguan kondrosit yang terjadi akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan regulasi faktor anabolik- faktor katabolik dan selanjutnya mengakibatkan kerusakan rawan sendi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar