Rabu, 16 Desember 2009

Pola Klinis Spondiloartropati Seronegatif dan Penatalaksanaannya

Pendahuluan

Spondiloartropati seronegatif merupakan sekelompok penyakit radang multisistem yang berkaitan satu sama lain.Sama halnya dengan penyakit reumatik lain, mereka dapat mengenai tulang belakang, sendi perifer dan struktur periartikuler atau ketiga-tiganya. Mereka juga menunjukkan manifestasi ekstra-artikuler yang khas seperti radang saluran cerna dan saluran urogenital baik akut maupun kronik, radang mata anterior, lesi psoriatik kulit dan kuku dan – kadang-kadang – lesi pada sistem hantaran jantung, pangkal aorta dan apeks paru. Jadi, secara ringkas gambaran klinisnya ialah kelainan aksial, artikuler, ekstra-artikuler dan entesitis. Sebagian besar penyakit ini menunjukkan peningkatan prevalensi pada individu yang memiliki HLA-B27.
Penyakit yang termasuk dalam kelompok spondiloartropati seronegatif ini ialah spondilitis ankilosa, artritis reaktif, spondilitis dan artritis perifer berkaitan dengan psoriasis atau penyakit radang usus, spondiloartropati juvenile onset dan beragam kelainan yang sukar diklasifikasikan yang sering disebut sebagai undifferentiatied spondyloarthropathy atau spondyloarthropathy. Pada kesempatan kali ini, kita akan meninjau sebagian aspek spondiloartropati seronegatif, yaitu gambaran klinis dan penatalaksanaannya.

Kriteria Klasifikasi Spondiloartropati
(The European Spondyloarthropathy Study Group, 1991)

Nyeri tulang belakang inflamatif atau sinovitis
Asimetris
atau
Terutama pada ekstremitas bawah

dan satu atau lebih dari yang berikut ini :
- Riwayat keluarga positif
- Psoriasis
- Penyakit radang usus
- Uretritis, serfisitis atau diare akut dalam jangka 1 bulan sebelum artritis.
- Nyeri bokong berpindah-pindah antara glutea kanan dan kiri.
- Enteropati
- Sakroiliitis

Batasan variabel yang dipakai dalam kriteria diatas

1. Nyeri tulang belakang inflamatif : Riwayat atau keluhan sekarang berupa nyeri tulang belakang pada daerah pinggang, punggung atau leher yang paling sedikit memiliki 4 dari 5 sifat berikut ini:
a. Onset dibawah usia 45 tahun.
b. Onset samar-samar.
c. Membaik dengan latihan.
d. Berkaitan dengan kaku pagi hari.
e. Paling sedikit sudah berjalan 3 bulan.
2. Sinovitis : Artritis asimetris baik dahulu maupun sekarang, atau artritis yang terutama mengenai ekstremitas bawah.
3. Riwayat keluarga positif : Terdapat pada kerabat 1st degree atau 2nd degree salah satu dari yang berikut ini :
a. Spondilitis ankilosa.
b. Psoriasis.
c. Uveitis akut.
d. Artritis reaktif.
e. Penyakit radang usus.
4. Psoriasis: Psoriasis baik dahulu maupun sekarang yang didiagnosis oleh dokter.
5. Penyakit radang usus: Penyakit Crohn atau kolitis ulseratifa baik dahulu maupun sekarang, yang didiagnosis oleh dokter dan dipastikan melalui pemeriksaan radiologis atau endoskopi.
6. Nyeri bokong berpindah-pindah: Nyeri yang berpindah-pindah antara daerah gluteus kiri dan kanan, baik dahulu maupun sekarang.
7. Entesopati: Nyeri spontan atau nyeri pada pemeriksaan pada tempat insersi tendo Achilles atau fasia plantaris, baik dahulu maupun sekarang.
8. Diare akut: Episode diare yang terjadi dalam waktu 1 bulan sebelum timbul artritis.
9. Uretritis: Uretritis atau serfisitis non-gonokokus yang terjadi dalam waktu 1 bulan sebelum timbul artritis.
10. Sakroiliitis: Derajat 2-4 bilateral atau derajat 3-4 unilateral, berdasarkan kriteria radiologis (0 = normal, 1 = possible, 2 = minimal, 3 = moderate, 4 = ankylosis).

Klasifikasi diatas mempunyai sensitifitas 78.4% dan spesifisitas 89.6%. Jika bukti sakroiliitis melalui pemeriksaan radiologis dimasukkan, sensitifitas bertambah menjadi 87.0% dengan sedikit penurunan spesifisitas menjadi 86.7 %.


Spondilitis Ankilosa (SA)

Prevalensi SA pada ras kulit putih di Amerika diperkirakan 0.1-0.2%. Pada studi populasi di Belanda dan Australia, 1-2% individu dewasa yang memiliki HLA-B27 menderita SA. Dilain pihak, pada keluarga penderita SA, 10-20% first degree relative dewasa yang memiliki HLA-B27 juga menderita SA. Concordance rate SA pada kembar identik diperkirakan sekitar <60%. Data epidemiologi ini menunjukkan bahwa faktor genetik dan lingkungan memegang peranan pada patogenesis penyakit ini.
Keluhan biasanya dimulai pada akhir usia remaja atau permulaan usia dewasa. Jarang ditemukan awitan setelah usia 45 tahun. Penderita pria lebih banyak daripada wanita (3:1). Perjalanan penyakit pada wanita relatif lebih lambat. Gejala klinis SA dapat dikelompokkan dalam 2 golongan besar, yaitu gejala skeletal dan ekstra-skeletal.

Gejala skeletal
1. Artritis aksial : sakroiliitis dan spondilitis.
2. Artritis sendi panggul dan bahu.
3. Artritis perifer.
4. Lain-lain : entesitis, osteoporosis, fraktur tulang belakang, spondilodiskitis, pseudoartrosis.

Gejala ekstra-skeletal
1. Mata : iritis akut.
2. Jantung dan aorta asendens.
3. Paru-paru : fibrosis apeks.
4. Sindroma kauda ekuina.
5. Amiloidosis.

Manifestasi skeletal

Keluhan pinggang merupakan keluhan pertama pada ±75% penderita SA. Awitan biasanya samar-samar, tumpul, sulit dilokalisir dan terasa dalam didaerah glutea atau sakroiliaka. Nyeri pada tahap ini dapat cukup berat dan diperberat oleh batuk, bersin atau gerakan memutar pinggang secara tiba-tiba. Mula-mula mungkin unilateral dan intermiten, tetapi dalam beberapa bulan menjadi bilateral dan menetap. Pada sebagian penderita, nyeri dan kaku terdapat didaerah lumbal, bukan daerah glutea. Nyeri dan kaku pinggang cenderung memburuk setelah periode inaktifitas yang lama, malam hari atau pagi hari. Penderita mengalami kesulitan turun dari tempat tidur. Setelah beraktifitas, nyeri pinggang cenderung berkurang. Adanya SA harus dicurigai jika pada anamnesis terdapat hal-hal sebagai berikut :
nyeri dan kaku pinggang dengan awitan samar-samar, awitan sebelum usia 40 tahun, keluhan menetap lebih dari 3 bulan, keluhan pinggang bertambah berat di pagi hari atau setelah inaktifitas, keluhan berkurang setelah aktifitas.

Beberapa penderita mungkin mengemukakan keluhan konstitusional ringan seperti anoreksia, malaise, penurunan berat badan, demam ringan terutama pada SA juvenile onset.
Entesitis dapat mengakibatkan nyeri tulang ekstra-artikuler atau juxta-artikuler yang boleh jadi merupakan keluhan utama pada beberapa penderita. Dapat ditemukan pada costosternal junction, prosesus spinosus, krista iliaka, trokhanter mayor, tuberositas ischii, tendo Achilles dsb.

Manifestasi ekstra-skeletal.

Uveitis anterior akut merupakan manifestasi ekstra-skeletal SA yang paling sering Kejadian ini terdapat pada 25-30% penderita selama perjalanan penyakit. Keterlibatan kardiovaskuler dapat ditemukan pada beberapa penderita, biasanya penderita SA yang berat dan lama disertai gejala sendi perifer. Aortitis aorta asenden dengan akibat fibrosis dapat menyebabkan dilatasi cincin aorta sehingga terjadi insufisiensi aorta.


Artritis Reaktif

Artritis reaktif yang khas ialah dimulai mendadak 2-4 minggu setelah infeksi alat kelamin atau serangan gastroenteritis. Tetapi infeksi alat kelamin sering tanpa keluhan. Kebanyakan kasus endemik ditemukan pada pria muda (rasio pria/wanita adalah 9:1) dan diyakini merupakan akibat infeksi kelamin, sedangkan kasus yang timbul setelah infeksi saluran cerna melalui makanan ditemukan sama banyak pada pria dan wanita.
Uretritis non-gonokokus – jika ada – biasanya merupakan manifestasi pertama dan timbul baik pada bentuk pasca-venereal maupun pasca-enterik. Yang paling khas pada pria ialah disuria ringan dan sekret uretra yang mukopurulen. Wanita mungkin merasakan disuria, sekret pervaginam dan serfisitis purulenta dan atau vaginitis.
Konyungtifis – jika ada – biasanya bersama-sama dengan uretritis atau beberapa hari sesudahnya. Karena keluhan dan gejala biasanya ringan dan singkat, penderita perlu ditanya tentang ada tidaknya sekret mata pada pagi hari yang merupakan akibat radang ringan pada mata. Uveitis anterior akut (iritis) – khas mengenai satu mata – timbul lebih kemudian daripada konyungtifitis atau sebagai pengganti konyungtifitis dan ditandai oleh mata merah, nyeri dan fotofobi.
Yang khas pada manifestasi sendi ialah timbul kemudian, sering setelah radang uretra dan mata mereda. Pada kasus yang timbul setelah gastroenteritis, keluhan saluran cerna biasanya telah menghilang 1-3 minggu sebelumnya dan hasil biakan organisme patogen penyebab dari tinja negatif. Artritis yang ditemukan bersifat asimetris, oligo-artikuler, rata-rata mengenai 4 sendi. Lebih sering mengenai sendi pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas. Pada sendi yang terkena terdapat tanda radang yang jelas.
Gejala khas yang lain ialah entesitis atau entesopati (Entesis = tempat insersi tendo, ligamen atau fasia pada tulang). Paling sering ditemukan pada aponeurosis plantaris dan tendo Achilles, sehingga menimbulkan heel pain yang merupakan kelainan yang paling mengganggu pada penyakit ini.
Nyeri tulang belakang dan nyeri bokong merupakan keluhan yang cukup sering ditemukan, pada ± 50 % kasus.
Beberapa kelainan mukokutan dan visera membedakan sindroma Reiter dari penyakit lain, misalnya keratoderma blenorhagika dan balanitis sirsinata. Kelainan ekstra-artikuler lain misalnya aortitis, amiloidosis dan gejala neurologis seperti neuritis perifer.


Artritis Enteropatik

Artritis perifer ditemukan pada 10-20% penderita penyakit Crohn atau kolitis ulseratifa. Tidak jarang, artritis perifer dengan atau tanpa manifestasi ekstra-artikuler lain merupakan keluhan pertama pada penyakit radang usus (IBD = inflammatory bowel disease), terutama penyakit Crohn. IBD paling sering mengenai anak-anak dan dewasa muda, baik pria maupun wanita. Gambaran yang khas ialah artritis atau artralgia yang berpindah-pindah. Paling sering mengenai lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi pada kaki. Dapat ditemukan efusi pada sendi besar, terutama pada lutut. Artritis perifer mencerminkan aktifitas IBD; menghilang jika radang usus diobati.
Artritis spinal terutama sakroiliaka atau spondilitis yang berat terjadi pada ±10% IBD dan sering tanpa keluhan. Pria lebih sering daripada wanita (3:1). Keluhan, gejala dan gambaran radiologis spondilitis yang berkaitan dengan IBD tidak dapat dibedakan dari spondilitis ankilosa idiopatik, kecuali HLA-B27 yang lebih jarang.
Manifestasi ekstra-artikuler IBD juga mencerminkan penyakit yang aktif dan cenderung timbul pada waktu yang bersamaan dengan artritis perifer. Komplikasi kulit yang paling sering pada penyakit Crohn ialah eritema nodosum, sedangkan pada kolitis ulseratifa berupa pioderma gangrenosum. Dapat juga ditemukan ulkus pada mulut, uveitis anterior akut dan demam serta penurunan berat badan pada kedua-duanya.


Artritis Psoriatika

Gambaran klinis artropati yang berkaitan dengan psoriasis merupakan gabungan antara artritis reumatoid dan spondiloartropati seronegatif. Variasi gambaran klinis artritis psoariatik sangat luas. Dari segi diagnosis dan pengobatan, penderita dapat dibagi dalam tiga kelompok :
1. Monoartritis atau oligoartritis asimetris: 30-50%.
2. Poliartritis, sering simetris sehingga mirip dengan artritis reumatoid : 30 - 50 %.
3. Terutama mengenai sendi aksial (spondilitis, sakroiliitis dan atau artritis sendi panggul dan bahu yang menyerupai spondilitis ankilosa) dengan atau tanpa kelainan sendi perifer : 5%.

Terkenanya sendi DIP (prevalensi 25%), artritis mutilans (5%), sakroiliitis (35%) dan spondilitis (30%) dapat ditemukan pada setiap kelompok ini. Perubahan gambaran klinis dari satu bentuk ke bentuk lain tidak jarang terjadi sehingga menghasilkan gambaran klinis yang sangat heterogen.
Pada sekitar 70% penderita, psoriasis timbul bertahun-tahun sebelum artritis, atau timbul bersamaan dengan artritis (15%). Walaupun onset artritis biasanya samar-samar, pada 1/3 kasus onsetnya akut. Jarang terdapat gejala konstitusional. Pada sebagian kecil penderita dewasa (15%) - lebih sering pada anak-anak - artritis timbul sebelum terdapat perubahan pada kulit atau kuku (artritis sine psoriasis). Kebanyakan penderita mempunyai riwayat psoriasis atau gambaran klinis tertentu pada anggota keluarga yang lain, sehingga dapat membantu diagnosis.

a. Oligoartritis atau monoartritis

Manifestasi awal yang paling sering, ditemukan pada 2/3 kasus ialah oligoartritis atau monoartritis yang mirip dengan artritis perifer pada spondiloartropati lain. Pada 1/3 - 1/2 penderita ini, artritis akan berkembang menjadi poliartritis simetris yang sulit dibedakan dari artritis reumatoid.
Oligoartritis yang klasik mengenai sendi besar, misalnya sendi lutut dengan 1 atau 2 sendi interfalang dan daktilitis salah satu jari tangan atau jari kaki. Pada beberapa kasus artritis timbul setelah trauma. Jika pada anamnesis didapatkan riwayat psoriasis pada keluarga, pencarian psoriasis pada daerah yang tersembunyi (kulit kepala, umbilikus dan daerah perianal) disertai kelainan radiologis yang khas akan menghasilkan bukti penting untuk diagnosis yang tepat. Lesi psoriatik mungkin terbatas pada 1 atau 2 daerah yang tidak luas dengan atau tanpa terkenanya kuku. Terkenanya sendi DIP merupakan tanda yang khas dan hampir selalu berkaitan dengan perubahan psoriatik pada kuku.

b. Poliartritis

Poliartritis simetris yang mengenai sendi kecil pada tangan dan kaki, pergelangan tangan, pergelangan kaki, lutut dan siku merupakan pola artritis psoriatik yang paling sering. Artritis mungkin sukar dibedakan dari artritis reumatoid, tetapi sendi DIP lebih sering terkena dan terdapat kecenderungan ankilosis tulang pada sendi PIP dan DIP yang mengakibatkan deformitas claw atau paddle pada tangan. Penderita dengan poliartritis simetris dan psoriasis tetapi tanpa gambaran klinis (daktilitis, entesitis, terkenanya sendi DIP atau sakroiliaka) atau radiologis yang khas serta faktor reumatoidnya positif mungkin secara bersamaan juga menderita artritis reumatoid.

c. Artritis mutilans

Artritis mutilans akibat osteolisis tulang jari dan tulang metakarpal (jarang pada kaki) jarang, tetapi jika ada merupakan gambaran yang sangat karakteristik untuk artritis psoriatika. Kelainan ini mengakibatkan timbulnya jari teleskop, ditemukan pada 5 % kasus.

d. Kelainan sendi aksial

Kelainan sendi aksial dapat terjadi pada penderita artritis perifer yang faktor reumatoidnya negatif dan sering asimtomatik. Pria dan wanita sama kemungkinan terkenanya. Biasanya timbul beberapa tahun setelah artritis perifer. Keluhan low back pain inflamatif atau nyeri dada mungkin tidak ada atau minimal meskipun kelainan radiologis tampak lanjut.
e. Manifestasi lain

Peradangan pada tempat melekatnya tendo dan ligamen pada tulang (entesitis) sebuah gambaran yang karakteristik untuk spondiloartropati sering ditemukan terutama pada insersi tendo Achilles dan fasia plantaris pada kalkaneus. Entesopati cenderung lebih sering terjadi pada bentuk oligoartritis. Konyungtifitis tidak jarang, ditemukan pada 1/3 kasus. Sebagaimana halnya dengan spondilitis ankilosa, komplikasi seperti insufisiensi aorta, uveitis, fibrosis paru yang mengenai lobus superior dan amiloidosis dapat terjadi tetapi jarang.
Lesi psoriatik yang khas berupa plak kemerahan yang berbatas tegas disertai sisik seperti perak yang tampak jelas. Ditemukan pada permukaan ekstensor siku, lutut, kulit kepala, telinga dan daerah presakral.
Dapat juga ditemukan pada bagian tubuh yang lain seperti telapak tangan dan kaki, bagian fleksor, pinggang bawah, batas rambut, perineum dan genitalia. Ukurannya bervariasi, berkisar dari 1 mm atau kurang pada psoriasis akut awal sampai beberapa sentimeter pada penyakit yang well-established.
Terkenanya kuku merupakan satu-satunya gambaran klinis untuk mengetahui penderita psoriasis mana yang mungkin akan mengalami artritis. Kelainan kuku dapat berupa pitting, onikolisis (terlepasnya kuku dari nail-bed), depresi melintang (ridging) dan keretakan, keratosis subungual, warna kuning-kecoklatan (oil drop sign) dan leukonychia dengan permukaan yang kasar. Tidak ada kelainan kuku yang spesifik untuk artritis psoriatik. Meskipun pitting tidak jarang pada orang normal, multipel pit (biasanya lebih dari 20) pada satu kuku pada jari yang mengalami daktilitis atau peradangan sendi DIP dianggap khas untuk artritis psoriatik.


Penatalaksanaan

Penanganan spondiloartropati seronegatif lebih ditujukan terhadap keluhan/gejala klinis daripada terhadap diagnosis yang spesifik. Dalam garis besar, pelaksanaannya mencakup terapi fisik dan latihan untuk mempertahankan mobilitas dan postur, obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) untuk mengatasi keluhan (terapi simtomatik) dan edukasi untuk menjamin kesinambungan progam latihan. Kebanyakan penderita spondiloartropati dengan penyakit yang ringan memberikan respon yang baik terhadap pengobatan dengan latihan yang teratur dan fisioterapi. Radang yang menetap pada 1 atau 2 sendi sering membaik dengan suntikan steroid lokal. Entesitis biasanya diobati dengan kombinasi fisioterapi dan OAINS. Entesitis juga memberikan respon terhadap suntikan steroid lokal, walaupun pada tempat-tempat tertentu tindakan ini tidak dilakukan secara rutin karena risiko ruptur tendo.
Penderita dengan penyakit yang berat sering memerlukan kombinasi OAINS dengan disease modifying anti-rheumatic drugs (DMARDs), yang juga digunakan pada artritis reumatoid. Sulfasalazin, metotreksat dan azatiofrin merupakan preparat yang paling sering dipakai dan bermanfaat pada artritis yang berkaitan dengan spondiloartropati, tetapi belum terbukti bermanfaat terhadap tulang belakang atau sendi sakroiliaka.
Antibiotika telah terbukti bermanfaat pada sindroma Reiter/artritis reaktif jika bakteri pencetus artritis ialah Chlamydia (paling sering ditemukan pada traktus urogenitalis). Sayangnya, antibiotik tampaknya tidak berguna dalam pengobatan artritis reaktif yang dicetuskan oleh bakteri dari usus atau pada spondiloartropati lain.
Walaupun pengobatan spondiloartropati dengan anti-TNF belum disetujui, penelitian awal menunjukkan efek yang baik terhadap keluhan artritis perifer dan tulang belakang. Preparat yang sedang diteliti ialah Infliximab dan Etanercept. Juga telah dimulai penelitian tentang peranan bisfosfonat, yang mungkin mempunyai manfaat ganda dalam pengobatan spondiloartropati. Bisfosfonat biasanya digunakan dalam pengobatan osteoporosis, sedangkan osteoporosis sering terjadi pada spondiloartropati aktif. Efek lain yang menguntungkan diharapkan berkaitan dengan efek anti-inflamasi bisfosfonat. Preparat yang dipakai ialah Pamidronat. Obat lain yang juga sedang dalam penelitian ialah Thalidomid.


Daftar Pustaka

1. Khan MA : An overview of Clinical Spectrum and Heterogeneity of Spondyloarthropathies. Rheum Dis Clin North Amer 18:1, 1-10, Febr 1992.
2. Arnett FC : Ankylosing Spondylitis. Dalam Koopman WJ (Ed.) Arthritis and Allied Conditions – A Textbook of Rheumatology. 14th ed., Philadelphia, Williams and Wilkins, 2001.
3. Arnett FC : Reactive arthritis (Reiter’s syndrome) and Enteropathic arthritis. Dalam Klippel JH (Ed.) Primer on the Rheumatic Diseases. 11th ed, Arthr Foundation, Atlanta, GA, 1997.
4. Rahman MU, Hudson AP, Schumacher Jr HR : Chlamydia and Reiter’s syndrome (Reactive arthritis). Rheum Dis Clin North Amer 18:1, 67-79, Febr 1992.
5. Rosenbaum JT : Acute Anterior Uveitis and Spondyloarthropathies. Rheum Dis Clin North Amer 18:1, 143-151, Febr 1992.
6. Boumpas DT, Tassiulas IO : Psoriatic Arthritis. Dalam Klippel JH (Ed.) Primer on the Rheumatic Diseases. 11th ed, Arthr Foundation, Atlanta, GA, 1997.
7. Gladman DD : Psoriatic Arthritis : Recent Advances in Pathogenesis and Treatment. Rheum Dis Clin North Amer 18:1, 247-256, Febr 1992.
8. Jackson CG, Clegg DO : The Seronegative Spondyloarthropathies (Ankylosing Spondylitis, Reactive Arthritis, Psoriatic Arthritis). Dalam Weisman MH et al (Eds.) Treatment of the Rheumatic Diseases. Companion to Kelley’s Textbook of Rheumatology. 2nd ed., Philadelphia, WB Saunders Co., 2001.
9. Khan MA : Ankylosing Spondylitis. Dalam Klippel JH (Ed.) Primer on the Rheumatic Diseases. 11th ed, Arthr Foundation, Atlanta, GA, 1997.
10. Inman RD : Treatment of Seronegative Spondyloarthropathy. Dalam Klippel JH (Ed.) Primer on the Rheumatic Diseases. 11th ed, Arthr Foundation, Atlanta, GA, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar