Rabu, 16 Desember 2009

Tuberkulosis Osteoartikuler

Tuberkulosis Osteoartikuler,, Infeksi pada persendian merupakan salah satu kegawatan bidang reumatologik yang seringkali mengkhawatirkan dan menyebabkan komplikasi yang memerlukan penanganan seksama seperti terjadinya osteomielitis. Salah satu penyebab yang banyak ditemukan adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Kasus tuberkulosis pada tulang ini telah dikenal sejak zaman Mesir kuno dimana Crubezy dan kawan-kawan mampu mengisolasi potongan DNA dari tulang berusia 5.400 tahun yang menunjukkan gejala bungkuk yang konsisten dengan penyakit Pott.
Di Indonesia maupun negara berkembang lainnya kasus tuberkulosis sangat banyak, namun demikian prevalensinya belum diketahui. Di Amerika tuberkulosis skeletal mencapai 1-2 % dari total kasus dan merupakan 10% dari penyakit tuberkulosis ekstrapulmonal. Di Perancis kasus tuberkulosis ekstra pulmonal ini berkisar sebesar 25% dari kasus tuberkulosis, sedangkan di Karachi, India didapatkan angka 33% dari hasil evaluasi terhadap 46.276 pasien selama 25 tahun terakhir. Satu studi epidemiologik di 7 rumah sakit pada bagian reumatologi di Perancis didapatkan kecenderungan peningkatan kejadian kasus dalam lima belas tahun terakhir, terutama pada kelompok usia lanjut dan imuno-kompromais.
Pada sebagian besar kasus (sekitar 50%), tidak dapat ditemui kelainan paru. Tentunya kasus-kasus demikian akan semakin meningkat seiring dengan merebaknya penyakit HIV/AIDS, seks bebas serta maraknya pemakaian narkoba belakangan ini.

POLA KLINIS INFEKSI TUBERKULOSIS PADA TULANG / SENDI
Pada umumnya infeksi muskuloskeletal yang disebabkan golongan mikobakteria atau jamur, tidak memberikan gejala yang khas. Gejala konstitusional seringkali tidak dijumpai atau sangat minimal. Pada umumnya pasien akan merasakan nyeri yang tidak khas atau sedikit pembengkakan pada persendian yang terkena. Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa bulan atau tahun dan mengakibatkan kelambatan dalam diagnosis yang berakibat pula pada kelambatan penanganannya.
Pola klinis tuberkulosis osteoartikular bervariasi, dapat berupa spondilitis, osteomielitis, infeksi sendi perifer atau berupa abses jaringan lunak. Seringkali keterlibatan sendi pada tuberkulosis terpisah jauh dari infeksi awalnya atau merupakan reaktivasi dari penyakit yang subklinis. Reaktivasi ini dapat pula terjadi pada pemberian terapi BCG Mycobacterium bovis pada pasien dengan keganasan vesica urinaria. Faktor lain yang menentukan adalah tingkat endemisitas penyakit tuberkulosis. Di daerah endemik, berbagai lokasi sendi dapat terlibat dan lebih menyerang mereka dengan usia lebih muda. Berbeda dengan daerah yang non-endemik, maka pasien usila dengan imobilisasi lama atau menderita penyakit kronik seperti artritis reumatoid, pemakai kortikosteroid lama dan keadaan imuno-kompromais, lebih rentan untuk terjadinya tuberkulosis osteoartikular.
Dalam makalah ini pembahasan dibatasi pada spondilitis tuberkulosa dan osteomielitis tuberkulosa saja.

SPONDILITIS TUBERKULOSA
Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit tuberkulosis ekstra pulmonal yang jarang melibatkan organ paru tersebut itu sendiri. Seringkali topik penyakit tuberkulosis ekstra pulmonal ini menjadi perdebatan mulai dari diagnosis penyakit yang seringkali sulit dan mengalami kelambatan yang berkonsekuensi terhadap terlambatnya pengobatan, maupun masalah pemberian antituberkulosis terutama kombinasi obat antituberkulosis maupun lama pemberian obat tersebut.

Gambaran Klinis
Pada umumnya tuberkulosis pada vertebra memberikan gejala nyeri lokal, kadang disertai dengan demam ringan, menggigil dan keluhan tidak khas lainnya.
Vertebra torakalis dan torakolumbal merupakan bagian vertebra yang paling banyak terkena (60-70% kasus), walaupun pada vertebra servikal juga dapat terkena. Keterlibatan sendi sakroiliaka tidak banyak, sekitar 10%. Lokasi infeksi tuberkulosis lain yang jarang dijumpai diantaranya pada sakrum, metatarsal, midtarsal, vertebra lumbal bawah atau lumbosakral, intra medular dan berupa herniasi diskus intervertebralis daerah lumbal. Lokalisasi keterlibatan vertebra pada osteoartikular tuberkulosis terlihat pada gambar 1 di bawah ini
Tulang subkhondral anterior biasanya merupakan lokasi awal infeksi dan kemudian menjalar ke tulang kortikal serta menyeberangi diskus intervertebralis. Kolaps vertebra tidak jarang dijumpai, demikian pula abses intra-spinal dan keterlibatan syaraf. Adakalanya abses yang terbentuk memanjang sepanjang ligamentum longitudinale anterior. Lesi intra medular akibat tuberkulosis, walaupun sangat jarang dijumpai, namun perlu diperhatikan apabila dijumpai adanya masa korda spinalis. Kecurigaan terhadap penyakit ini seharusnya diberikan apabila terdapat monoartritis, awitan gejala yang lambat, tes tuberkulin positif dan kesesuaian gambaran radiologik.
Defisit neurologik terutama berupa neuropati kompresi tidak jarang ditemukan. Akan tetapi keterlibatan neurologik dapat saja tidak dijumpai walaupun kanalis spinalis tertutup oleh jaringan patologis tuberkular sampai sekitar 76%, yang terlihat dari gambaran CT scan.

Gambaran Radiologik
Gambaran radiologik polos, tomografi, CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) berguna dalam menilai kerusakan tulang dan jaringan lunak sekitarnya, termasuk untuk tindakan biopsi tulang.
Pada tahap awal pemeriksaan radiologi polos akan memperlihatkan gambaran menyerupai osteoporosis. Disamping itu dapat terlihat erosi, lesi kistik pada metafisis, lempeng epifisis dan diafisis. Apabila mengenai vertebra akan terlihat destruksi tulang disertai pembentukan tulang baru. Memang seringkali radiologi polos tidak memberikan gambaran yang memadai. Pada lesi yang sudah lanjut, maka gambarannya seringkali menyerupai osteomielitis piogenik kronik, abses Brodie, tumor atau lesi granulomatosa.
Skintigrafi dengan 99mTc-MDP memberikan sensitifitas 95%, dan lebih baik dalam memberikan informasi dibandingkan foto polos.
Diantara pencitraan di atas, MRI lebih baik dibandingkan lainnya. Namun, keunggulannya diragukan pada tuberkulosis osteoartikular yang melibatkan sendi perifer karena tidak memberikan tambahan gambaran yang dapat membedakan dengan proses degeneratif, inflamasi atau bahkan keganasan. MRI dapat digunakan untuk mengenali perubahan awal sebelum perubahan tersebut tampak pada pemeriksaan lainnya. Pemberian kontrast tekhnik ini mampu membedakan jaringan granulasi dari abses dingin. Hal ini tentunya baik untuk mencegah keruskan tulang dan deformitas serta mengurangi perlunya tindakan operatif.

Histopatologik
Granuloma, ditemukannya sel datia Langhans dan gambaran inflamasi non spesifik lainnya dapat dijumpai pada pemeriksaan histopatologik biopsi tulang.
Kultur positif untuk Mycobacterium tuberculosis sendiri ditemukan pada kurang dari 50% sampai 63.6% kasus. Ditemukannya kuman tersebut pada sediaan apus memang sangat kecil.

Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
Pemeriksaan laboartorium sederhana yang banyak dipakai adalah pengukuran laju endap darah (LED), hitung jenis leukosit dan tes Mantoux. Tes Mantoux ini memang tidak memiliki arti banyak dalam diagnosis.
Analisis cairan sendi menunjukkan gambaran yang variatif. Salah satu yang dapat dijumpai adalah rendahnya kadar glukosa cairan sendi dibandingkan dalam serum. Jumlah leukosit dapat mencapai 100.000/ml dengan predominansi sel Polimorfonuklear (PMN).
Pemeriksaan lain yang spesifik, dan cukup sensitif adalah menggunakan metoda PCR dari bahan biopsi tulang. Tekhnik ini dapat dipakai pula untuk membedakan dengan penyakit tulang lainnya.

Penatalaksanaan
Pendekatan penatalaksanaan dapat secara konservatif atau pembedahan. Pada kasus yang tidak dapat dilakukan tindakan pembedahan, maka terapi konservatif antara lain penggunaan orthotic support seperti plaster-jacket Paris atau lainnya memberikan hasil yang tidak terlalu buruk. Wimer C dan kawan-kawan dari Departement Bedah Ortopedi, Austria mengemukakan bahwa apabila kiposis yang terjadi dimana sudut Cobb <35o, maka terapi konservatif selama kurun waktu 17 tahun tidak mengakibatkan terjadinya peningkatan sudut Cobb yang besar.
Intervensi bedah diperlukan pada kasus tertentu. Ada pendapat tindakan ini sebaiknya telah dimulai sedini mungkin untuk mencegah deformitas lanjut. Pendapat lain mengatakan bahwa intervensi bedah dicadangkan bagi mereka dengan komplikasi berat seperti paraplegia atau deformitas yang berat pula. Rezai dan kawan-kawan dari Departemen Bedah Syaraf, Pusat Medik Universitas New York menjelaskan bahwa indikasi tindakan operatif ini apabila ditemukan adanya defisit syaraf, deformitas tulang belakang, buruknya kepatuhan pasien atau respon yang tidak baik terhadap terapi medik dan CT-guided needle biopsy.
Untuk mencegah keterlibatan neurologik, memperbaiki postur atau bila kompresi korda spinalis dan keterlibatan neurologik di bawah lesi demikian berat, maka tindakan reseksi radikal dan fusi anterior spinal perlu menjadi pertimbangan. Apabila tidak dilakukan fusi anterior maka kolaps vertebra tidak dapat dicegah. Penggunaan allograft dari humerus memberikan hasil yang baik dan terlihat cross trabeculation ke korpus vertebra dalam waktu 6 bulan pasca tindakan dan re-modelling sekitar 30 bulan kemudian. Lesi granulomatosa intraspinal memberikan respon baik apabila dilakukan laminektomi dan debridement apabila tidak disertai dengan destruksi tulang. Tindakan debridement atau reseksi radikal mampu mengembalikan gangguan neurologik yang terjadi sama baiknya, namun hanya reseksi radikal yang memperlihatkan koreksi marginal deformitas.
Anti tuberkulosis memegang peran yang penting dan obat yang sering dipakai adalah Streptomisin, Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, dan PAS. Kemoterapi ini setidaknya diberikan dalam kombinasi 3, 4 atau 5 jenis obat dan dapat diberikan selama 18 bulan. Lama pemberian atau kombinasi anti tuberkulosis ini memang masih menjadi perdebatan. Kombinasi pemeliharaan seperti INH dan Etambutol atau INH dan PAS dapat diberikan selama 6 atau 9 bulan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Serke M dan kawan-kawan dari sebuah klinik di Jerman bahkan hanya memberikan rejimen pemeliharaan dengan Rifampisin atau INH saja selama 4 sampai 6 bulan sebagai kelanjutan dari pemberian kombinasi 4 atau 5 obat selama 2 atau 3 bulan pertama. Memang belum ada konsensus untuk ini, namun Pertuiset E dari RS Rene Dubos, Perancis dan Unit Reumatologi RS Pendidikan Lariboisiere, Perancis, menyatakan sebaiknya pemberian awal merupakan kombinasi tiga obat (INH, Rifampisin dan Pyrazinamid) atau empat obat dengan penambahan etambutol selama 2 atau 3 bulan. Terapi pemeliharaan menggunakan Rifampisin dan INH. Paddhyay SS dan kawan-kawan dari RS anak Duchess of Kent di Hongkong, mendapatkan bahwa pemberian antituberkulosis yang dikombinasikan dengan tindakan eksisi bedah dan graft tulang hanya memerlukan waktu 6 bulan saja. Dari banyaknya pendapat mengenai lamanya pemberian obat antituberkulosis ini, nampaknya diyakini bahwa rata-rata pemberian anti tuberkulosis selama 12 bulan cukup memadai untuk mengatasi penyakit ini, terlepas dari disertakannya intervensi bedah.

OSTEOMIELITIS TUBERKULOSA
Osteomielitis dapat disebabkan oleh patogen nonspesifik atau spesifik seperti Mycobacterium tuberculosis.
Pada kelompok penyakit ini, lokasi terbanyak adalah tulang tibia dan femur. Dapat mengenai anak-anak ataupun orang dewasa.
Mycobacterium tuberculosis pada umumnya menyebar ke tulang secara hematogen dan menetap di area medularis. Penyebaran selanjutnya menembus melalui lempeng pertumbuhan dan jaringan sekitar sendi atau ke dalam sendi. Infeksi bermula pada sinovium dan akan menyebar ke ruang sendi dan jaringan sekitarnya. Kerusakan berjalan lambat dibandingkan infeksi piogenik.
Patogenesisnya memang masih belum jelas dan salah satu penelitian yang dilakukan Evans dan kawan-kawan di Inggris mendapatkan peran IL-6 dalam proses ini dan kadarnya berkorelasi dengan semua protein fase akut yang diukur diantaranya CRP.

Gambaran Klinis
Secara klinis pada umumnya timbul rasa nyeri tulang, pembengkakan dan nyeri tekan pada lokasi les, bahkan sampai pembentukan abses. Karena tidak memberikan gejala yang khas kecuali telah lanjut, maka diagnosis seringkali terlambat dan bahkan mencapai 28 bulan sebelum ditegakkan diagnosis. Kecurigaan terhadap keadaan ini perlu diperhatikan pada pasien di daerah endemik dengan gambaran lesi skeletal destruktif multipel.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil biopsi tulang dimana gambaran granulomatosa yang inflamatif. Diagnosis definitif memang diperlukan adanya kuman tersebut dari hasil biopsi tulang menggunakan jarum, core-needle biopsy, atau biopsi terbuka.

1. KEPUSTAKAAN
2. Harrington JT. Mycobacterial and fungal infections. In. Kelley, Harris, Ruddy, Sledge. Textbook of Rheumatology, 5th.ed. Vol.2 Philladelphia: WB Saunders Company. 1997: 1450 – 5
3. Wongso S, Tambunan AS, Setiyohadi B. Tulang, sendi dan infeksi. Dalam: Noer HMS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 1996: 128-141.
4. Jain AK, Aggarwal A, Mehrotra G. Correlation of canal encroachment with neurological deficit in tuberculosis of the spine. Int Orthop 1999; 23(2):85-6
5. Fourteen report of the Medical Research Council Working Party on Tuberculosis of the Spine. Five years assessment of controlled trials of short-course chemo-therapy regimens of 6, 9 or 18 months’ duration for spinal tuberculosis in patients ambulatory from the start or undergoing radical surgery. Int Orthop 1999; 23(2):73-81
6. Pandit HG, Sonsale PD, Shikare SS, Bhojraj SY. Bone scintigraphy in tuberculous spondylodiscitis. Eur Spine J 1999; 8(3):205-9
7. Ratliff JK, Connoly ES. Intramedullary tuberculoma of the spinel cord. Case report and review of the literature. J Neurosurg 1999; 90(1 Suppl):125-8
8. Rychlicki F, Messori A, Recchioni MA et al. Tuberculous spondylitis: a retrospective study on a series of 12 patients operated on in a 25-year period. J Neurosurg Sci 1998; 42(4):213-9
9. Naim-Ur-Rahman, El-Bakry A, Jamjoom ZA, Kolawolw TM. Atypical forms of spinal tuberculosis:case report and review of the literature. Surg Neurol 1999;51(6):602-7
10. Aljada IS, Crane JK, Corriere N, Wagle DG, Amsterdam D. Mycobacterium bovis BCG causing vertebral osteomyelitis (Pott’s disease) following intravesical BCG therapy. J Clin Microbiol 1999; 37(6):2106-8
11. Govenedr S, Parbhoo AH. Support of the anterior collumn with allograft in tuberculosis of the spine. J Bone Joint Surg 1999; 81(1):106-9
12. Crubezy E, Ludes B, Poveda JD, Clayton J, Crouau-Roy B, Montagnon D. Identification of Mycobacterium DNA in an Egyptian Potts’ disease of 5,400 years old. C R Acad Sci III 1998; 321(11):941-51
13. Zamiati W, Jiddane M, el Hassani MR, Chakir N, Boukhrissi N. Contribution of spiral CT scan and MRI in spinal tuberculosis. J neuroradiol 1999; 26(1 suppl):27-34
14. Serke M, Hauer B, Loddenkemper R. Chemotherapy of osteoarticular tuberculosis. Orthopade 1999; 28(4):375-80
15. Pertuiset E. Medical therapy of bone and joint tuberculosis in 1998.Rev Rhum Engl Ed 1999;66(3):152-7
16. Sun Y, Zhang Y, Lu Z. Clinical study of polymerase chain reaction technique in the diagnosis of bone tuberculosis. Chung Hua Chieh Ho Ho Hu Tsa Chih 1997; 20(3):145-8.
17. Pertuiset E, Beaudreuil J, Horusitzky et al. Nonsurgical treatment of osteoarticular tuberculosis. A retrospective study in 143 adults. Rev Rhum Engl Ed 1999; 66(1):24-8
18. Reading AD, Stother IG. The painless fracture: could it be TB?. J R Coll Surg Edinb 1998; 43(6):410-1.
19. Fujita M, Shibata R, Kishimoto T, Tanji H. Bone and joint tuberculosis in the field of orthopaedics. Nippon Rinsho 1998; 56(12):3140-3.
20. Ridley N, Shaikh MI, Remedios D, Mitchell R. Radiology of skeletal tuberculosis. Orthopedics 1998;21(11):1213-20
21. Ahmed M, Aziz S. Pattern of tuberculosis in general practice. JPMA J Park Med Assoc 1998; 48(6):183-4.
22. Mousa HA. Tuberculosis of bone and joints: diagnostic approaches. Int Orthop 1998; 22(4):245-6.
23. Ong Y, Cheong PY, Low YP, Chong PY. Delayed diagnosis of tuberculosis presenting as small joint arthritis: a case report. Singapore Med J 1998; 39(4):177-9.
24. Leone A, Lauro L, Cerase A, Colosimo C. Diagnostic imaging of musculoskeletal tuberculosis. Rays 1998; 23(1):144-63.
25. Rajasekaran S, Shanmugasundaram TK, Prabhakar R, Dheenadhayalan J, Shetty AP, Shetty DK. Tuberculosis lesions of the lumbosacral region: A 15-year follow up patients treated by ambulant chemotherapy. Spine 1998; 23(10):1163-7.
26. Evans CA, Jellis J, Hughes SP, Remick DG, Friedland JS. Tumor necrosis factor-alpha, interleukin-6, and interleukin-8 secretion and the acute phase response in patients with bacterial and tuberculosis osteomyelitis. J Infect Dis 1998; 177(6):1582-7.
27. Stelianides S, Belmatoug N, Fantin B. Manifestation and diangnosis of extrapulmonary tuberculosis. Rev Mal Respir 1997; 14 Suppl 5: S72-87.
28. Wimmer C, Ogon M, Sterzinger W, Landauer F, Stockl B. Conservative treatment of tuberculous spondylitis: a longterm followup study. J Spinal Disord 1997;10(5): 417-9.
29. Moon MS. Tuberculosis of the spine. Conservative and a new challenge. Spine 1997; 22(15):1791-7.
30. Vohra R, Kang HS, Dogra S, Saggar RR, Sharma R. Tuberculous osteomyelitis. J Bone Joint Surg Br 1997; 79(4):562-6.
31. Pande KC, Pande SK, Babhulkar SS. An atypical presentation of tuberculsosi of the spine. Spinal Cord 1996; 34(12):716-9.
32. Upadhyay SS, Saji MJ, Yau AC. Duration of antituberculosis chemotherapy in conjunction with radical surgery in the management of spinal tuberculosis. Spine 1996; 21(16):1898-903.
33. Hayes AJ, Choksey M, Barnes N, Sparrow OC. Spinal tuberculosis in developed countries: diffulties in diagnosis. J R Coll Surg Edinb 1996; 41(3):192-6.
34. Al-Mulhim FA, Ibrahim EM, el-Hasan AY, Moharram HM. Magnetic resonance imaging of tuberculous spondylitis. Spine 1995; 20(21):2287-92
35. Nussbaum ES, Rockswold GL, Bergman TA, Erickson DL, Seljeskog EL. Spinal tuberculosis: a diagnostic and management challenge. J Neurosurg 1995; 83(2):243-7
36. Yao DC, Sartoris DJ. Musculoskeletal tuberculosis. Radiol Clin North Am 1995; 33(4):679-89.
37. Rezai AR, Lee M, Cooper PR, Errico TJ, Koslow M. Modern management of spinal tuberculosis. Neurosugery 1995; 36(1):87-97
38. Desai SS. Early diagnosis of spinal tuberculosis by MRI. J Bone Joint Surg Br 1994; 76(6):863-9
39. Kim NH, Lee HM, Suh JS. Magnetic Resonance imaging for the diagnosis of tuberculous spodylitis. Spine 1994; 19(21):2451-5
40. Upadhyay SS, Sell P, Saji MJ, Sell B, Hsu LC. Surgical management of spinal tuberculosis in adults. Hongkong operation compared with debridement surgery for short and long term outcome of deformity. Clin Orthop 1994; 302:173-82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar