Rabu, 16 Desember 2009

Biologi Molekul Osteoartritis: Peran Sinovium Dalam Proses Kerusakan Rawan Sendi

Pendahuluan
Proses fundamental yang mendasari kerusakan rawan sendi pada osteoartritis (OA) terjadi akibat ketidakseimbangan antara jaras anabolik dan katabolik. Matrik ekstra selular (ECM) rawan sendi dirusak oleh matrix metalloproteinase (MMPs) yang diinduksi oleh sitokin. Pada OA proses anabolik yang diperankan oleh khondrosit ternyata tidak mampu mempertahankan integritas rawan sendi . Ketidak sanggupan khondrosit ini diakibatkan pula oleh sitokin yang memiliki efek menumpulkan fungsi kompensatorik khondrosit dalam mengaktifkan jalur sintesis.
Pada kondisi normal seharusnya khondrosit mampu mensintesis dan mengintegrasikan ke dalam ECM berbagai protein ECM seperti proteoglikan (PG), kolagen, fibronektin, integrin dan berbagai protein adesif lainnya, sehingga rawan sendi mampu menahan beban tekanan. Kemampuan dalam menahan beban atau tekanan tersebut dibantu oleh berbagai lubrikan yang disintesis oleh sel sinovium seperti hyaluronan dan lubricating gylcoprotein sehingga gesekan antara dua permukaan rawan sendi tidak sampai mengakibatkan abrasi.
Produksi proteoglikan pada OA akan tertekan segera terdapatnya keradangan dan berlanjut selama proses keradangan tersebut berlangsung. IL-1 merupakan sitokin utama yang bertanggung jawab dalam rangkaian proses keradangan itu. Paparan terhadap IL-1 yang berlangsung lama akan menyebabkan berkurangnya produksi beberapa jenis kolagen seperti kolagen tipe II dan IX serta meningkatnya sintesis kolagen tipe I dan III. Perubahan komposisi kolagen tersebut tentunya akan mengubah struktur dasar rawan sendi dan mencerminkan perbaikan yang tidak sempurna.
Mekanisme gangguan mekanikal tersebut di atas (mechanical insult) dan perubahan yang terjadi pada susunan matriks terutama proteoglikan dan kolagen adalah salah satu hipotesis untuk menjelaskan patogenesis OA. Sampai saat ini dikenal dua kemungkinan hipotesis untuk menjelaskan kerusakan rawan sendi, yaitu: sebagai akibat kelemahan dari tulang subkhondral yang mengalami mikrofraktur (ulcerated cartilage) atau bermula dari sinovium. Akan tetapi apapun mekanisme yang memulainya, hasil akhir selalu sama berupa kerusakan rawan sendi, joint remodeling dan sklerosis tulang subkhondral. Gangguan homeostasis rawan sendi ini akan berjalan terus atas berbagai pengaruh, terutama tidak efektifnya tissue metalloproteinase inhibitor (TIMPs).
Salah satu yang mempertahankan proses patologi OA berjalan terus adalah mekanisme regulasi salah (dysregulation) atau up regulation ekspresi genetik MMPs oleh sinoviosit dan khondrosit. Berbagai MMPs akan diproduksi dalam jumlah besar diantaranya adalah MMP-1 (collagenase-1), MMP-3 (stromelysin), MMP-2 dan MMP-9 (gelatinase), MMP-8 (neutrophil collagenase), MMP-13 (collagenase-13), MMP-7 (matrylisin) dan aggrecanase. Berbagai proteinase aktif lainnya yang juga dijumpai dan memperberat proses OA adalah lysosomal hydrolase dan cathepsin-B. Seperti disebutkan di atas terdapat peran sitokin di dalam proses ini. Khondrosit, sinoviosit atau sel mononuklear (MN) yang teraktifasi, berperan dalam sintesis Interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor alpha (TNF-) dan leukemia inhibitory factor (LIF) dan juga secara bermakna meningkatkan up regulation ekspresi genetik MMPs tersebut.
Apabila diperhatikan bahwa proses patologi OA di atas akan melibatkan khondrosit maupun sinoviosit dan sel proinflamatorik seperti sel MN (sistim imun). Dieppe P, mengemukakan bahwa sudah saatnya untuk mengubah paradigma bahwa OA adalah penyakit yang ditandai oleh kerusakan rawan sendi atau bermula dari rawan sendi. Disebutkannya bahwa OA harus dilihat sebagai penyakit sendi secara utuh. Oleh karenantya perlu ditinjau peran sinovium atau sinoviosit dalam patologi OA.

Reaksi sinovium pada OA
Kompleksitas dalam patogenesis OA, termasuk peran sinovium dalam kerusakan rawan sendi, masih menjadi perdebatan panjang dan membawa para ilmuwan untuk menggali peran berbagai substansi yang terlibat. Umumnya dapat diterima bahwa OA adalah hasil dari interaksi berbagai faktor seperti trauma, biomechanical overloading, defek genetik dan ketidakseimbangan homeostasis sinovium.
Belum banyak diketahui bagaimana reaksi sinovium dan berbagai mediator pada berbagai perubahan yang langsung diakibatkan oleh faktor-faktor di atas secara sendiri atau bersamaan. Pada stadium dini terjadi reaksi hipertofi pada rawan sendi dan ditandai oleh meningkatnya sintesis ECM. Hipertrofi dari rawan sendi ini didapatkan dari observasi yang dilakukan Adam ME dan Brand KD, selama 64 minggu terhadap model hewan percobaan dimana dilakukan pemotongan dari ligamentum cruciatum anterior dalam rangka menginduksi terjadinya OA. Kemudian diikuti oleh peningkatan matrix turn over dengan hasil gabungan berupa penurunan komponen matriks. Pada akhirnya akan dijumpai kerusakan dan kehilangan anyaman kolagen. Kolagen tipe II dalam anyaman tersebut akan dirusak oleh MMP-1 dan kolagen tipe IX, XI akan dirusak oleh MMP-3, melalui proses yang melibatkan sistim lainnya.
Proses kerusakan rawan sendi ini akan menghasilkan berbagai partikel / debris yang akan mengaktifkan makrofag atau fibroblas yang ada pada sinovium untuk mengeluarkan berbagai mediator keradangan yang tentunya akan memperberat proses kerusakan rawan sendi itu sendiri. Proses ini jelas tampak pada stadium lanjut OA. Apakah khondrosit juga akan mengaktifasi fibroblat atau makrofarg pada sinovium melalui perantara mediator masih belum jelas. Proses perbaikan yang merugikan ini terutama diperankan oleh faktor pertumbuhan (growth factors) yang berlebihan dan mengakibatkan fibrosis jaringan sebagaimana dijumpai pada berberapa penyakit hati, ginjal dan parut kulit. Inilah yang dikenal sebagai the dark side of tissue repair. Proses kegagalan perbaikan tersebut diterapkan pula pada OA. Gambar 1 di bawah ini dimodifikasi dari van den Berg dkk, memperlihatkan fase kerusakan rawan sendi dalam kaitannya dengan reaksi sinovium.


OA stage



Phase I/II

Hypertrophy

Enhanced
Production of
matrix


Phase III

Cartilage loss

Peran sitokin, enzim dan growth factor pada sinovium OA
Jenis sitokin yang terutama memegang peran dalam proses destruktif baik pada OA maupun artritis reumatoid (RA) adalah interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis alpha (TNF-). Dalam menimbulkan keradangan dan perubahan ketebalan sinovium baik pada OA dan RA dipengaruhi oleh kedua sitokin tersebut dan perbedaan hanya terlihat dari segi kuantitatif saja serta lebih menebalnya sinovium pada RA. Kedua sitokin ini saling berinteraksi , yaitu TNF- akan memicu produksi IL-1 disamping merusak matriks dan menghambat sintesis matrik. Gambar 2 di bawah ini menyederhanakan kaitan antara TNF- dan IL-1 serta keradangan pada sinovium dan kerusakan rawan sendi.
Alur yang digambarkan pada gambar 2 menunjukkan satu arah saja akan mekanisme kerusakan rawan sendi dan proses keradangan pada sinovium yang dipicu oleh sitokin. Van den Berg WB yang membuat analisis mekanisme kerusakan rawan sendi di atas, mengatakan bahwa proses tersebut terjadi akibat ketidakseimbangan antara sitokin yang destruktif seperti IL-1 dan penghambat spesifik seperti antibodi alamiah, soluble receptors atau IL-1ra. Potensi kerusakan yang diakibatkan oleh sitokin tersebut relatif tergantung pula atas keseimbangannya dengan sitokin yang memiliki efek modulator dan anabolic growth factor. Atas dasar dominansi dari proses keradangan atau destruksi rawan sendi maka berbagai mekanisme uncoupling akan terlihat.

Sitokin dengan efek imunomodulator atau imunoregulator seperti IL-4, IL-10, IL-13 dan transforming growth factor-beta (TGF-) yang diproduksi oleh sel Th2 dan Th3 memiliki peran besar dalam pengaturan respon sel Th1. Sedangkan IL-10 dan TGF- diproduksi oleh sinovium yang mengalami keradangan. Produksi IL-10 atau TGF- tentunya dengan maksud mengontrol proses keradangan selanjutnya. Selain itu keberadaan IL-1 dan atau TNF- pada jaringan sinovium juga akan memicu sintesis IL-6 dan disisi lain secara bersamaan akan dilepaskan pula berbagai enzim yang merusak seperti collagenase (MMP-1), stromelysin (MMP-3). Pelletier JP dkk mengemukakan bahwa IL-1 merupakan sitokin yang memiliki efek autokrin dan parakrin yang terlibat dalam proses stimulasi MMP dan IL-6.
Bagaimana kaitan antar berbagai sitokin baik yang destruktif maupun yang memiliki efek imunomodulasi terlihat pada gambar 3 di awah ini (modifikasi dari van den Ber BW).

Pada OA selain IL-4, IL-10 dan TGF-, IL-6 sendiri merupakan sitokin yang digunakan tubuh untuk mekanisme umpan balik yaitu dalam kaitan dengan produksi TIMP. Sinovium merupakan tempat produksi lokal IL-6. Field M dkk menyatakan bahwa secara in vitro membran sinovium terutama sel makrofag di dalamnya memiliki peran sebesar 70% dalam produksi IL-6. Sitokin ini juga diproduksi hampir mencapai 13% oleh sel limfosit T dan 19% dari sel yang memproduksi antibodi. Produksi IL-6 juga akan memicu sintesis protein fase akut serta imunoglobulin. Dapat dikatakan bahwa manifestasi sistemik artritis inflamatif salah satunya diperantarai oleh keberadaan IL-6 ini. Akan tetapi perlu dingat bahwa jumlah IL-6 yang diproduksi lebih tinggi pada RA atau artritis inflamatif lainnya dibandingkan OA. Rendahnya IL-6 yang mengontrol sitokin lainnya tersebut memberikan kontribusi dalam patologi kronisitas OA.
Zafarullah M dkk mendapatkan bahwa ekpresi genetik berupa TIMP-mRNA akan meningkat sampai dua kali lipat dibandingkan produksi enzim perusak seperti collagenase (MMP-1) maupun stromelysin (MMP-3). Perbedaan ini dianggap mewakili adanya gene yang berbeda dalam produksi sitokin itu. Sedangkan Pelletier JP dkk menunjukkan bahwa kecepatan pembentukan TIMP ini di awal terjadinya OA tidaklah secepat peningkatan produksi metalloprotease sehingga kerusakan pada rwan sendi lebih menonjol.
Apabila dilihat bahwa baik IL-1 dan TNF- selalu dibawah mekanisme kontrol tubuh yaitu melalui berbagai cytokine specific soluble receptor yang diproduksi oleh jaringan ikat (termasuk sinovium pada OA) maupun leukosit. IL-1 receptor antagonist (IL-1ra) yang diproduksi lokal dalam sendi adalah salah satu mekanisme pengontrol sinovitis pada OA. IL-1ra, merupakan anggota dari IL-1 family atas dasar: terdapat kesamaan (homologi) susunan asam amino sebesar 26-30% terhadap IL-1 beta dan 19% terhadap IL-1 alpha; kesamaan dalam struktur gene; dan lokalisasi gene yang sama pada kromosom 2q14. IL-1ra terdapat dalam dua varian struktur yaitu sIL-1ra (secretory) dan icIL-1ra (intra cellular). sIL-1ra diproduksi oleh monosit, makrofag, neutrofil, fibroblast dan sel lainnya, sedangka icIL-1ra diproduksi oleh keratinosit, makrofag, fibroblas dan sel epitel lainnya. Namun kenyataannya proses keradangan tetap berlangsung demikian pula kerusakan rawan sendi. Apakah antagonis reseptor tersebut tidak mampu menekan aktivitas sitokin yang berperan dalam proses keradangan sendi? Fujikawa J dkk dan Arend WP dkk pada penelitian terpisah mendapatkan bahwa keberadan IL-1ra haruslah dalam jumlah besar yaitu sekitar 100 kali dari jumlah IL-1 agar dapat menghambat aktifitas IL-1. Nampaknya tubuh tidak mampu memacu produksi antagonis reseptor tersebut dalam jumlah besar. Ketidak cukupan produksi antagonis reseptor ini mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik. Seitz M dkk menemukan bahwa sinoviosit pasien OA maupun RA akan memproduksi IL-1ra dalam kadar rendah apabila terdapat stimulasi keradangan oleh TNF- atau IL-1. Akan tetapi sintesis IL-1ra akan lebih meningkat atas pengaruh keberadaan interferon gamma (IFN-) dan IL-4. Sekali lagi walaupun disertai oleh sitokin yang memiliki efek imunomodulasi, tetap saja ketidakseimbangan kerusakan lebih besar dari pada sintesis matriks rawan sendi.
Selain IL-1ra, Roux Lombard dkk mengemukakan bahwa titer soluble TNF receptor antagonist (sTNF-RA) dijumpai lebih tinggi pada artritis inflamatif terutama RA dan menegaskan kembali bahwa keseimbangan antara TNF- dan antagonis reseptornya itu akan menentukan biologic outcome yang diperantarai oleh sitokin. Dengan demikian jelas bahwa antagonis reseptor di atas bertindak sebagai pengontrol, namun tubuh tidak mampu membuat keseimbangan terhadap proses destruktif yang diperantarai oleh sitokin.
Satu jenis sitokin yang relatif baru yaitu leukemia inhibitory factor (LIF) yang tergolong pada IL-6 family memiliki aktifitas merusak rawan sendi. Produksinya diinduksi oleh adanya IL-1 maupun TNF-. Selain itu beberapa growth factor seperti transforming growth factor beta (TGF-), fibroblast growth factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dapat pula menginduksi gene sitokin tersebut dan berbeda hanya dalam lamanya efek tersebut. Bagaimana mekanismenya pada OA dan kerusakan rawan sendi masih menjadi tanda tanya. Lotz M dkk membuktikan bahwa LIF diproduksi dalam jumlah yang meningkat pada keadaan keradangan sendi, sehingga dianggap bahwa LIF memiliki kontribusi pada patogenesis artritis. Bell MC dan Carrol GJ melalui penelitian pada hewan mendapatkan bahwa LIF adalah sitokin yang poten dalam menghambat sintesis proteoglikan.
Berbagai enzim akan diproduksi atas pengaruh sitokin di atas, diantaranya adalah MMP-1, MMP-3 dan plasminogen activator (PA). Enzim yang destruktif ini seperti MMP-3 ternyata diproduksi dalam bentuk tidak aktif. Enzim tersebut diproduksi baik oleh khondrosit maupun sinoviosit. Sekitar 90% khnodrosit pasien OA akan memproduksi MMP-3 dibandingkan sekitar 31% pada rawan sendi normal. Pada sinovium sekitar 87% memperlihatkan aktivitas pengeluaran enzim ini.
Kompleksitas kerja enzim tersebut di atas dalam merusak rawan sendi masih banyak diperdebatkan. Sebagai contoh, bentuk tidak aktif dari MMP-3 (stromelysin) ini akan diubah menjadi bentuk aktif atas pengaruh sistim aktivator plaminogen-plamin. Inhibitor dari aktivator plasminogen (PA, PAI) pada OA tidak meningkat sebagaimana pada RA, sehingga dapat dimengerti mengapa kerusakan, misalnya kolagen tipe II, berjalan terus.
Apabila dikaitkan dengan keberadaan IL-1ra yang tidak cukup menghambat kerja IL-1dan diketahui bahwa IL-1ra juga dapat menghambat pelepasan enzim degradatif (collagenase, gelatinase, dan stromelysin) maka hal ini merupakan salah satu faktor lain untuk proses kronisitas OA. Pemahaman ini akan membawa perubahan dalam patogenesis OA yang bukan sekedar wear and tear belaka.
Sebagaimana pada jaringan lainnya, banyak growth factor yang dijumpai pada sinovium pasien dengan OA. Faktor ini berperan dalam proses perbaikan maupun kerusakan. Macrophage colony stimulating factor (M-CSF) atau granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan menstimulasi fungsi makrofag dan granulosit pada jaringan sinovium. M-CSF memiliki peran besar dalam mempertahankan influx, aktivasi dan survival dari fagosit makrofag dalam jangka panjang. Sedangkan GM-CSF, bersama dengan IL-8 dan IL-6, merupakan faktor utama dalam proses respon akut selular atau keradangan sinovium baik pada RA maupun OA. Growth factor lainnya seperti platelet-derived growth factor (PDGF), epidermal growth factor (EGF), fibroblast growth factor (FGF), Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan transforming growth factor beta (TGF-) memiliki sifat mitogenik pada fibroblast sinovium dan mengaktifasi produksi berbagai enzim perusak rawan sendi. Namun disamping menginduksi kerusakan oleh enzim atau aktifasi sel keradangan, ternyata growth factor di atas, memicu pula proses perbaikan, yaitu dengan terlihatnya proliferasi khondrosit dan sintesis matriks rawan sendi. Sebagai contoh, TGF- adalah growth factor yang poten dalam menarik sel pro inflamasi ke sinovium. Sitokin tersebut juga memiliki efek stimulasi kuat untuk proliferasi fibroblast. TGF- akan menekan pelepasan enzim perusak dan memicu sintesis enzim inhibitor seperti TIMP. Faktor lain yaitu IGF-1 berperan dalam memicu sintesis proteoglikan serta menghambat degradasi proteoglikan. Kadar IGF-1 pada OA dikatakan lebih rendah dibandingkan mereka tanpa OA dan hal ini menambah kompleksitas proses patologi OA.

Simpulan
OA bukanlah sekedar penyakit yang ditandai oleh kerusakan rawan sendi. Kerusakan rawan sendi, disamping proses remodeling, merupakan hasil akhir dari proses yang melibatkan berbagai unsur seperti khondrosit di dalam matriks rawan sendi maupun sinovium. Sitokin, enzim dan growth factor adalah faktor yang berperan dalam patologi OA. Sinovium, terutama pada stadium lanjut OA, akan memberikan respon atas stimulasi berbagai keadaan seperti wear particles dalam cavum sinovium, namun terhadap efek langsung pencetus OA belum diketahui. Interaksi berbagai faktor yang berada dalam sinovium mencerminkan bahwa OA melibatkan pula sinovium dan dapat dipakai dalam menjelaskan kronisitas proses patologi OA yang bukan sekedar wear and tear.


Daftar Pustaka
1. Dieppe P. Osteoarthritis: time to shift the paradigm. BMJ 1999;318:1299-30
2. Martel-Pelletier J, Pelletier JP, Malemud CJ. Activation of neutral metalloproteinase in human osteoarthritic knee cartilage. Evidence for degradation in the core protein of sulphated proteoglycan. Ann Rheum Dis 1988;47:801-8.
3. Pelletier JP, Martel-Pelletier J, Malemud CJ. Canine osteoarthritis: effects of endogenous neutral metalloproteoglycanases on articular cartilage proteoglycans. J Orthop Res 1988;6:379-88.
4. Pelletier JP, Mineau KA, Faure MP, Martel-Pelletier J. Imbalance between the mechanisms of activation and inhibiton of metalloproteinases in the early lesions of experimental osteoarthritis. Arthritis Rheum 1990;33:1466-76.
5. Bonassar L, jeffries KA, Frank EH, Moore VL, Lark MW, Bayne EK, et al. In vivo effects of stromelysin on the composition and physical properties of rabbit articular cartilage in the presence or absence of a synthetic inhibitor. Arthritis Rheum 1995;38:1678-86.
6. Van den Berg W, van der Kraan PM, van Beuningen HM. Synovial mediators of cartilage damage and perbaikan in OA.
7. Adams, ME. Brand KD. Hypertophic perbaikan of canine articular cartilage in osteoarthritis after anterior cruciate ligament transection. J Rheumatol 1991;18:428-35.
8. Probert L, Plows D, Kontogeorgos G, Kollias G. The type of interleukin-1 receptor acts in series with tumor necrosis factor (TNF) to induce arthritis in TNF-transgenic mice. Eur J Immunol 1995;25(6):1794-97.
9. Brennan FM, Maini RN, Feldman M. Cytokine expresion in chronic inflammatory disease. Br Med Bull 1995;51(2):368-84.
10. Farahat MN, Yanni G, Poston R, Panayi GS. Cytokine production in synovial membranes of patients with rheumatoid arthritis and osteoarthritis. Ann Rheum Dis 1993;52(12):870-5.
11. Pelletier JP, McCollum R, Cloutier JM, Martel-Pelletier J. Synthesis of metalloproteinases and ionterleukin 6 (IL-6) in human osteoarthritic synovial membrane is an IL-1 mediated process. J Rheumatol 1995;43 Suppl: 109-14.
12. Lotz M, Moats T, Villiger PM. Leukemia inhibitory factor is expressed in cartilage and synovium and can contribute to the pathogenesis of arthritis. J Clin Invest 1992;90(3):888-96.
13. Bell MC, Carrol GJ. Leukemia inhibitory factor (LIF) supresses proteoglycan synthesis in porcine and caprine cartilage explants. Cytokine 1995;7(2):137-41.
14. Firestein GS,Berger AE, Tracey DE, Chosay JG, Chapman DL, Paine MM, et al. IL-1 receptor antagonist protein production and gene expression inrheumatoid arthritis and osteoarthritis synovium. J Immunol 1992;149(3):1054-62.
15. Fujikawa Y, Shingu M, Torisu T, Masumi S. Interleukin-1 receptor antagonist production in cultured synovial cells from patients with rheumatoid arthritis and osteoarthritis. Ann Rheum Dis 1995;54(4):318-320.
16. Arend WP, Gabay C. Physiologic role of interleukin-1 receptor antagonist. Arthritis Res 2000;2(4):245-8.
17. Arend WP. Interleukin-1 receptor antagonist. Adv Immunol 1993;54:167-227.
18. Arend WP. Interleukin-1 receptor antagonist. A new member of the interleukin-1 family. J Clin Invest 1991;88(5):1445-51.
19. Smith RJ, Chin JE, Sam LM, Justen JM. Biologic effects of an interleukin-1 receptor antagonist protein on interleukin-1-stimulated cartilage erosion and chondrocyte responsiveness. Arthritis Rheum 1991;34(1):78-83.
20. Roux-Lombard P, Punzi L, Hasler F, Bas S, Todesco S, Gallati H, et al. Soluble tumor necrosis factor receptors in human inflammatory synovitis fluids. Arthritis Rheum 1993;36(4):485-9.
21. Roux-Lombard PA, Zuraw BL, Vaughan JH, Carson DA, Lotz M. Synovium as a source on interleukin 6 in vitro. Contribution to local and systemic manifestations of arthritis. J Clin Invest 1989;83(2):585-92.
22. Field M, Chu C, Feldman M, Maini RN. Interleukin-6 localisation in the synovial membrane in rheumatoid arthritis. Rheumatol Int 1991;11(2):45-50.
23. Seitz M, Loetscher P, Dewald B, Towbin H, Ceska M, Baggiolini M. Production of interleukin-1 receptor antagonist, inflammatory chemotactic proteins, and prostaglandin E by rheumatoid and osteoarthritic synoviocytes—regulation by IFN gamma and IL-4. J Immunol 1994;152(4):2060-5.
24. Okada Y, Shinmei M, Tanaka O, Naka K, Kimura A, Nakanishi I, et al. Localization of matrix metalloproteinase 3 (stromelysin) in osteoarthritis cartilage and synovium. Lab Invest 1992;66(6):680-90.
25. Van den Berg WB. Joint inflammation and cartilage destruction may occur uncoupled. Springer Semin Immunopathol 1998;20:149-64.
26. Saxne T, Lecander I, Geborek P. Plasminogen activators and plasminogen activator inhibitors in synovial fluid. Difference between inflammatory joint disorders and osteoarthritis. J Rheumatol 1993;20(1):91-6.
27. Pelletier JP, Mineau F, Faure MP, Martel-Pelletier J. Imbalance between the mechanism of activation and inhibition of metalloproteases in the early lesions of experimental osteaoarthritis. Arthritis Rheum 1990;33(1):1466-76.
28. Seitz M, Loetscher P, Fey MF, Tobler A. Constitutive mRNA and protein production of macrophage colony-stimulating factor but not of other cytokines by synovial fibroblast from rheumatoid arthritis and osteoarthritis patients. Br J Rheumatol 1994;33(7):613-9.
29. Scalwijk J, Joosten LA, van den Berg WB, van Wyk JJ, van de Putte LB. Insulin-like growth factor stimulation of chondrocyte proteoglycan syntehsis by human synovial fluid. Arthritis Rheum 1989;32(1):66-71.
30. Martel-Pelletier J, Cloutier JM, Pelletier JP. Cathepsin B and cysteine protease inhibitors in human osteoarthritis. J Orthop Res 1990;8(3):336-44.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar