PENDAHULUAN
Istilah penyakit gula atau kencing manis (diabetes melitus = DM), tentunya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Menurut laporan dari beberapa tempat di Indonesia, angka kejadian dan komplikasi DM cukup tersebar sehingga bisa dikatakan sebagai salah satu masalah nasional yang harus mendapat perhatian.
Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang yang merminat menggeluti kaki diabetes. Juga belum ada pendidikan khusus untuk mengelola kaki diabetes (podiatrist, chiropodist, belum ada sama sekali). Di samping itu ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih sangat mencolok, lagi pula adanya permasalahan biaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya, semua menambah peliknya masalah kaki diabetes.
Di negara maju kaki diabetes memang juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan dan adanya klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan anka kaki yang diamputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, dan menurun hingga sebanyak 45 – 85 %dari sebelumnya.
DM merupakan suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa prefalensi DM terutama meningkat dikota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi kronik DM juga akan semakin meningkat.
Adapun gangguan kesehatan komplikasi DM antara lain gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang paling sering adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak bawah yang disebut kaki diabetic (diabetic foot). Tetapi, yang akan menjadi topik bahasan utama kita kali ini adalah kaki diabetik.
Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomi. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) berupa kelainan pada retina mata, glomerolus ginjal, saraf dan pada otot jantung (kardiomiopaty).
Pada pembuluh darah besar, manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung dan pembuluh darah perifer. Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi pada kaki yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangreng diabetes.
Terdapat berbagai teori yang dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis terjadinya komplikasi DM. Diantaranya yang terkenal adalah teori jalur poliol, teori glikosiasi dan yang terakhir adalah teori stress oksidatif, yang dikatakan dapat menjelaskan secara keseluruhan berbagai teori sebelumnya (unifing mechanism).
Adapun teori yang dianut, semuanya masih berpangkal pada kejadian hiperglikemia, sehingga usaha untuk menurunkan terjadinya komplikasi DM harus dilakukan dengan memperbaiki, mengendalikan dan menormalkan kadar glukosa darah. Manfaat usaha menormalkan kadar glukosa darah untuk mencegah terjadinya berbagai komplikasi DM tipe II, dan sudah terbukti dari berbagai penelitian epidemiologis skala besar dan lama seperti halnya pada UKPDS.
Hiperglikimia pada DM dapat terjadi pada masukan karbohidrat yang berlebih, pemakaian glukosa di jaringan tepi kurang, akibatnya produlsi gula hati yang bertambah, serta jumlah insulin berkurang jumlah maupun kerjanya.
Dengan memperhatikan mekanisme asal terjadinya hiperglikemia di atas, dapatlah ditempuh berbagai langkah yang tepat dalam usaha untuk menurunkan kadar glukosa darah sampai batas yang aman untuk menghindari terjadinya komplikasi kronik DM.
Pilar pengelolaan diabetes melitus terdiri dari penyuluhan, perencanaan makan yang baik, kegiatan jasmani yang memadai, dan penggunaan obat yang berkualitas serta berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah seperti golongan sekretagog insulin (sulfonylurea, repaglinid, dan nateglinid), golongan metformin, golongan inhibitor alfa glukosidase, golongan tiasolidindon serta insulin.
Dengan mengkombinasikan berbagai macam obat berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah, akan dapat dicapai sasaran pengendalian kadar glukosa darah yang optimal untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik DM.
BAB II
KAKI DIABETIK
Kaki diabetik merupakan merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir dengan kecatatan dan kematian.
ETIOLOGI
Adanya luka dan masalah lain pada kaki merupakan penyebab utama kesakitan (morbiditas), ketidakmampuan (disabilitas), dan kematian (mortalitas) pada seseorang dengan diabetes.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang dapat menyebabkan kelainan neuropati, serta adanya kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomi akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
Pada saat kulit sudah rusak atau robek, maka fungsi dari sel darah putih sudah tidak normal. Pasien akan mengalami kekurangan gizi. Tidak adanya kiriman dari pembuluh darah, serta daya tahan tubuh telah terinfeksi.
Dasar terjadinya kaki diabetik adalah adanya suatu kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Dari ketiga hal tersebut, yang paling berperan adalah kelainan pada saraf, sedangkan kelainan pembuluh darah lebih berperan nyata pada penyembuhan luka sehingga menentukan nasib kaki. Keadaan kelainan saraf dapat mengenai saraf sensorik, saraf motorik, dan saraf otonom.
Bila mengenai saraf sensoris akan terjadi hilang rasa yang menyebabkan penderita tidak dapat merasakan rangsang nyeri sehingga kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsang dari luar. Akibatnya, kaki lebih rentan terhadap luka meskipun terhadap benturan kecil. Bila sudah terjadi luka, akan memudahkan kuman masuk yang menyebabkan infeksi. Bila infeksi ini tidak diatasi dengan baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan (gangren) bahkan dapat diamputasi.
Selain itu, terjadi perubahan daya membesar-mengecil pembuluh darah (vasodilatasi-vasokonstriksi) di daerah tungkai bawah, akibatnya sendi menjadi kaku. Keadaan lebih lanjut terjadi perubahan bentuk kaki (Charchot), yang menyebabkan perubahan daerah tekanan kaki yang baru dan berisiko terjadinya luka.
Kelainan pembuluh darah berakibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah, mengganggu suplai oksigen, bahan makanan atau obat antibiotika yang dapat menggagu proses penyembuhan luka. Bila pengobatan infeksi ini tidak sempurna dapat menyebabkan pembusukan (gangren). Gangren yang luas dapat pula terjadi akibat sumbatan pembuluh darah yang luas sehingga kemungkinannya dilakukan amputasi kaki di atas lutut.
KLASIFIKASI KAKI DIABETIK
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetik, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi Edmond dari Kings College Hospital London, serta klasifikasi Liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga klaisfikasi Texas yang lebih kompleks tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetes.
Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh Internasional Working Group on Diabetic Foot. Adanya klasifikasi kaki diabetik yang dapat diterima semua pihak akan mempermudah peneliti dalam membandingkan hasil penelitian di berbagai tempat di muka bumi ini. Dengan klasifikasi tersebut akan dapat ditentukan kelainan apa yang dominan, vascular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangreng dengan Critical limb ischemia, tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol, tentu pemberian antibiotik harus lebih adekuat. Demikian juga kalau faktor mekanik yang dominan, tentu koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus di utamakan.
Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan juga sangat erat dengan pengelolaan adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes.
- Stage 1 = Normal Foot
- Stage 2 = High Risk Foot
- Stage 3 = Ulcerated foot
- Stage 4 = Infected foot
- Stage 5 = Necrotic foot
- Srage 6 = Unsalvable foot
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh chirodopist maupun oleh dokter umum.
Untuk stage 3 dan 4, kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik.
Untuk stage 5 dan 6, jelas merupakan status rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter bedah, utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada setiap tahap harus diingat berbagai faktor yang harus dikendalikan, yaitu:
- Mechanical Control-Pressure Control
- Metabolic Control
- Vascular Control
- Educational Control
- Wound Control
- Microbiologycal Control-infection Control.
GEJALA KLINIS
Dalam kondisi keadaan kaki diabetik, yang terjadi adalah kelainan persarafan (neuropati), perubahan struktural, tonjolan kulit (kalus), perubahan kulit dan kuku, luka pada kaki, infeksi dan kelainan pembuluh darah. Keadaan kaki diabetik lanjut yang tidak ditangani secara tepat dapat berkembang menjadi suatu tindakan pemotongan (amputasi) kaki.
Gangguan pada serabut saraf motorik (serabut saraf yang menuju otot) dapat mengakibatkan pengecilan (atrofi) otot interosseus pada kaki. Akibat lanjut dari keadaan ini terjadi ketidakseimbangan otot kaki, terjadi perubahan bentuk (deformitas) pada kaki seperti jari menekuk (cock up toes), bergesernya sendi (luksasi) pada sendi kaki depan (metatarsofalangeal) dan terjadi penipisan bantalan lemak di bawah daerah pangkal jari kaki (kaput metatarsal). Hal ini menyebabkan adanya perluasan daerah yang mengalami penekanan, terutama di bawah kaput metatarsal.
Sementara itu, kelainan saraf otonom bisa menyebabkan perubahan pola keringat sehingga penderita tidak dapat berkeringat, kulit menjadi kering, mudah timbul pecah-pecah pada kulit kaki, akibatnya mudah terkena infeksi.
PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Upaya pencegahan meliputi upaya pada penderita diabetes yang belum mengalami komplikasi kaki diabetik, yaitu dengan cara tetap mengontrol keadaan kadar gula darahnya dengan diet dan atau pemberian obat yang teratur dari dokter, sedangkan upaya pencegahan pada penderita diabetes dengan komplikasi kaki diabetik sama dengan yang belum mengalami komplikasi, hanya ditambah dengan perawatan kaki yang baik. Penderita DM harus disadari bahwa kegiatan perawatan kaki merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari.
Caranya yaitu:
- Periksalah kaki setiap hari terutama telapak kaki, jari kaki, dan sela jari kaki. Pemeriksaan dilakukan di tempat yang terang dan untuk memudahkan pemantauan gunakan cermin. Perhatikan apakah luka atau tidak, kulit kemerahan atau penebalan kulit. Bersihkan kaki dengan sabun dan air hangat (jangan air panas), keringkan dengan handuk halus.
- Perawatan kuku dilakukan setiap hari bersamaan dengan perawatan kulit kaki. Saat pemotongan kuku, jika kuku terlalu keras dan kotor, rendam dalam air sabun hangat selama 5 menit agar kotoran mudah lepas dan kuku menjadi agak lunak. Jika penglihatan penderita terganggu, sebaiknya minta tolong pada orang lain untuk memotong kukunya.
Arah pemotongan kuku sesuai dengan bentuk kuku. Jika ditemukan adanya kelainan kuku atau luka dianjurkan berkonsultasi ke dokter. Pada kulit kering dapat ditambahkan lotion, kecuali pada sela jari dan bila kulit sudah pecah-pecah atau luka terbuka. Jangan memakai powder karena dapat menjadi lebih kering dan merupakan bahan iritan kulit.
- Sepatu yang dipakai harus sesuai dengan bentuk dan besarnya kaki. Hal ini dapat dilihat dari gambaran telapak kaki yang dibuat pada kertas yang dapat dibuat sendiri. Permukaan atas sepatu harus lunak, bagian tumit sepatu harus kokoh agar kaki stabil, bagian alas sepatu yang bersentuhan dengan kaki (insole) permukaannya harus sesuai dengan bentuk permukaan telapak kaki yang normal, yaitu memiliki kelengkungan (arch support).
Dengan kelengkungan ini seluruh permukaan telapak kaki akan tertahan dengan baik dan benar. Alas sepatu ini harus dilapisi dengan bahan yang halus dan empuk agar permukaan telapak kaki tidak lecet. Apabila sepatu yang dipakai baru dibeli, sebaiknya pada pemakaian awal diperiksa adakah daerah kemerahan akibat penekanan yang berlebihan.
Apabila memakai kaus kaki, sebaiknya memakai kaus kaki dari bahan katun yang dapat menyerap keringat. Tebal kaus kaki harus sesuai dengan sepatu yang dipakai, jangan terasa sempit.
- Lakukan olah raga kaki diabetes yang baik dan benar. Olah raga harus dilakukan secara teratur. Tujuan olah raga bagi penderita DM adalah melancarkan aliran darah kaki sehingga nutrisi terhadap jaringan lebih lancar, menguatkan otot betis dan telapak kaki sehingga sewaktu berjalan kaki menjadi lebih stabil, menambah kelenturan sendi sehingga kaki terhindar dari sendi kaku, memelihara fungsi saraf. Latihan ini bermanfaat agar koordinasi gerak tetap terpelihara, meningkatkan ketahanan jantung dan paru sehingga daya tahan aktivitas fisik bertambah, menambah toleransi jalan, dan meningkatkan skill dan motivasi.
Setelah luka sembuh, persoalan kaki diabetik belumlah selesai.
Hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah usaha untuk mencegah terjadinya kembali luka pada kaki. Usaha ini pada kaki diabetik bahkan harus sudah dimulai jauh hari sebelum terjadinya luka. Dengan mengetahui berbagai permasalahannya, usaha pencegahan dapat direncanakan dengan baik.
Ekskavasi kaki dan ekstrimitas bawah pada umumnya disebabkan oleh keadaan diabetes pada stadium lanjut. Biaya-biya yang dikeluarkan untuk stadium lanjut adalh sekitar 500 juta dollar. Kesemuanya memerlukan kedisiplinan terapi yang tinggi.
Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain. Mungkin obat seperti aspirin dan lainnya yang jelas dikatakan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM. Tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM
BAB III
PENUTUP
1. Gangguan keehatan komplikasi DM antara lain ganguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang paling sering adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak bawah yang disebut kaki diabetic (diabetic foot).
2. Pengelolaan kaki diabetes dibagi atas 2 kelompok besar, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus dan pencegahan agar tidak terjadi kecatatan yang lebih parah.
3. Upaya pencegahan meliputi upaya pada penderita diabetes yang belum mengalami komplikasi kaki diabetik, yaitu dengan cara tetap mengontrol keadaan kadar gula darahnya dengan diet dan atau pemberian obat yang teratur dari dokter
Jumat, 15 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar