A. Etiologi
Polisitemia vera selanjutnya disngkat PV, merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang. Mulainya diam-diam tetapi progresif, kronik dan belum diketahui penyebabnya. Seperti diketahui pada orang dewasa sehat, eritrosit, granulosit, dan trombosit yang beredar dalam darah tepi diproduksi dalam sumsum tulang. Seorang dewasa yang berbobot 70 kg akan menghasilkan 1 x 1011 neutrofil dan 2 x 1011 eritrosit setiap harinya.
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, walaupun kadang-kadang ditemukan + 5% pada mereka yang berusia lebih muda. Angka kejadian polisitemia vera ialah 7 per satu juta penduduk dalam setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras/bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria didaptkan dua kali lebih banyak daripada banyak wanita.
Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, PV terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk darah yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya (eritropoetin serum , 4 mU/mL). Hal ini jelas membedakannya dari eritrositosis atau polisitemia sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis (wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang menigkat), biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen arteiral rendah, atau eritropoetin tersebut meningkta secara non fisiologis (tidak wajar) pada sindrom paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin. Di dalam sirkulais darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai hematokrit yang menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma, dapat mencapai . 49% pada wanita (kadar Hb . 16 mg/dL) dan . 52% pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit >6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang berlebihan.
B. Gejala klinis
Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat.
Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan :
o penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebihjauh lagi akanmenimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
o penurunan laju transpor oksigen
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.
2. Penurunan shear rate
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus PV, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus PV.
4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)
Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningktana kadar histamin.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
7. Laju siklus sel yang tinggi
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.
8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 – protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.
C. Diagnosis
Sebagai suatu kelainan mieloproliferatif, PV dapat memberikan kesulitan dengan gambaran klinis yang hampir sama dengan berbagai keadaan polisitemia lainnya (polisitemia sekunder). Karena kompleksnya penyakit ini, International Polycythemia Study Group kedua menetapkan 2 kriteria pedoman dalam menegakkan diagnosis polisitemia vera dari 2 kategori diagnostik. Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria :
a. Dari kategori : A1 + A2 + A3, atau
b. Dari kategori : A1 + A2 + 2 kategori B
Kategori A
1. Meningktanya massa sel darah merah diukur dengan krom-radioaktif Cr51. Pada pria > 36 mL/kg, dan pada wanita > 32 mL/kg.
2. Saturasi oksigen arterial > 92%. Eritrositosis yang terjadi sekunder terhadap penyakit atau keadaan lainnya juga disertai massa sel darah merah yang meningkat. Salah satu pembeda yang digunakan adalah diperiksanya saturasi oksigen arterial. Pada polisitemia vera tidak didapatkan penurunan. Kesulitan ditemui apabila pasien tersebut berada dalam keadaan :
o Alkalosis respiratorik, dimana kurva disosiasi pO2 akan bergeser ke kiri, dan
o Hemaglobinopati, dimana afiitas oksigen meningkat sehingga kurva pO2 juga akan bergeser ke kiri.
3. Splenomegali
Kategori B
1. Trombositosis : Trombosit > 400.00/mL
2. Leukositosis : Leukosit > 12.000/mL (tidak ada infeksi)
3. Leukosit 12alkali fosfatase (LAF) score meningkat dari 100 (tanpa adanya panasa atau infeksi)
4. Kadar vitamin B12 > 900pg?mL dan atau UB12BC dalam serum > 2200 pg/mL
D. Pemeriksaan Laboratorium
1. Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera, peninggian massa eritrosit haruslah didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada hitung sel jumlah eritrosit dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat defisiensi besi. Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi ke arah metaplasia meiloid di akhir perjalanan penyakit ini.
2. Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus PV, berkisar antara 12-25 ribu/mL tetap dapat sampai 60 ribu?mL. Pada dua pertiga kasus ini juga terdapat basofilia.
3. Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat > 1 juta/mL. Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.
4. B12 Serum
B12 serum dapat meningkat, hal ini dijumpai pada 35 % kasus, tetapi dapat pula menurun, yaitu pada + 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkat pada > 75% kasus PV.
5. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan terhadap penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel blas dalam hitung jenis leukosit. Sitologi sumsum tulang menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi trilinier seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari gambaran histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik PV.
6. Pemeriksaan sitogenetik
Pada pasien PV yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik dapat dijumpai kariotip 20q-,=8,+9,13q-,+1q. Variasi abnormalitas sitogenetik dapat dijumpai selain bentuk tersebut di atas terutama jika pasien telah mendapatkan pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik sebelumnya.
E. Perjalanan Klinis
a. Fase eritrositik atau fase polisitemia
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal.
b. Fase burn out (terbakar habis ) atau spent out (terpakai habis)
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,. kelenjar getah bening dan ginjal.
d. Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati berkisar antara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapat pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flebotoni saja, risko terjadinya leukimia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapat obat sitostatik seperti klorambusil.
F. Penatalaksanaan
A. Prinsip pengobatan
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :
o Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
o Leukositosis progresif
o Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
o Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
B. Media Pengobatan
1. Flebotomi
Flebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang apsien polisitemia selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan.
Indikasi flebotomi :
o polisitemia vera fase polisitemia
o polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55 % (target Ht < 55%)
o polisitemia sekunder nonfisiologis bergtantung pada derajat beratnya gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate, sebagai penatalaksanaas terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.
Pada PV tujuan prosedur flebotomi tersebut adalah mempertahankan hematokrit < 42% pada wanita, dan < 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur.
2. Kemoterapi Sitostatika
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan menggunakan Hidroksiurea salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik, sedangkan penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena afek leukemogenik, dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.
indikasi penggunaan kemoterapi sitostatik :
o hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
o flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan . 2 kali sebulan
o trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
o urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
o splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpa
Cara pemberian kemoterapi sitostatik :
o Hidroksiurea (Hydrea 500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.
o Klorambusil (Leukeran 2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kgBB/hari selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu.
o Busulfan (Myleran 2 mg/tablet) 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8mg/m2/hari, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.
Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit :
o Pada pria < 47% dan memberikannya lagi jika > 52%
o Pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%
3. Fosfor Radiokatif (P32)
Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk pasien yang tidak kooperatif atau dengan keadaan sosiekonomi yang tidak memungkinkan untuk berobat secara teratur. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama :
o mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan,
o tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
Panmeiosis dapat dikontrol dengan cara ini pada sekutar 80% pasien untuk jangka waktu 1-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia yang serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekitar 2-3 bulan sekali setelah keadaan stabil.
Trombositosis dan trombositemia yang mengancam (hiperagregasi) atau terbukti menimbulkan trombosis masih dapat terjadi emskipun eritrositosis dan leukositosis dapat terkendali.
4. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3), produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A 3&5 juta IU, Roveron-A 3 & 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan trombositema yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/subkutan atau intramuskular 3 kali seminggu.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan 25 mg & 50 mg/tablet) dengan dosis 100mg/m2/hari, selama 10-14 ahri atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000/mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100mg/m3 1-2 kali seminggu.
5. Pengobatan Suportif
a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, ika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA)
c. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2
d. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin disebutkan juga dapat menekan trombopoesis.
G. PEMBEDAHAN PADA PASIEN PV
Pembedahan Darurat
Sedapat-dapatnya ditunda atau dihindari. Dalam keadaan darurat, dilakukan flebotomi agresif dengan pronsip isovolemik dengan mengganti plasma yang terbuang dengan plasmafusin 4% atau cairan plasma ekspander lainnya, bukan cairan isotonis/ garam fisiologis, suatu prosedur yang merupakan tindakan penyelamatan hidup (life-saving).
Splenektomi sangat berbahaya untuk dilakukan pada semua fase polisitemia, dan harus dihindari karena dalam perjalanan penyakitnya jika terjadi fibrosis sumsum tulang organ inilah yang diharapkan sebagai pengganti hemopoesisnya.
Pembedahan Berencana
Pembedahan berencana dapat dilakukan setelah pasien terkendali dengan baik. Lebih dari 75% pasien dengan polisitemia vera tidak terkendali atau belum diobati akan mengalami perdarahan atau komplikasi trombosis pada pembedahan. Kira-kira sepertiga dari jumlah pasien tersebut akan meninggal. Angka komplikasi akan menurun jauh jika eristrositosis sudah dikendalikan dengan adekuat sebelum pembedahan. Makin lama telah terkendali, makin kecil kemungkinan terjadinya komplikasi pada pembedahan. Darah yang didapat dari flebotomi dapat disimpan untuk transfusi autologus pada saat pembedahan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar