Keloid adalah deskripsi yang pertama kali dikenal sebagai istilah teknik operasi yang digunakan di Mesir sekitar 1700 tahun sebelum Masehi. Kemudian pada tahun 1806 Baron Jean Louis Albert menggunakan istilah cheloide, diperoleh dari Bahasa Yunani chele yang berarti capit kepiting atau cakar yang menunjukkan potensi lesi meluas secara lateral, meluas dibatas luka, tidak mengalami regresi secara spontan, tumbuh mirip pseudotumor dan cenderung rekuren setelah eksisi. 1-3
Keloid bersifat jinak, tidak menular, secara klinis nampak sebagai nodul fibrosa atau plak yang menonjol atau meninggi, lesi elastis atau licin dan warnanya dapat bervariasi dari merah muda sampai berwarna seperti daging atau merah sampai coklat tua. Secara definisi keloid digambarkan sebagai proliferasi kolagen berlebihan setelah terjadinya trauma (luka) pada kulit. Keloid biasanya bisa disertai rasa gatal, maupun nyeri tajam. Pada kasus-kasus berat dapat berpengaruh pada pergerakan kulit. 3,4
Keloid terbentuk di dalam jaringan skar, kolagen yang biasanya terbentuk dalam penyembuhan luka mempunyai kecenderungan tumbuh berlebih di daerah ini, kadang-kadang membentuk/menghasilkan benjolan beberapa kali lebih besar dari skar awalnya meskipun luka awal telah terisi jaringan kolagen. Secara normal akan terjadi regresi spontan seperti pada skar hipertropik berbeda pada keloid yang tidak regresi spontan. Keloid dapat terbentuk diseluruh bagian tubuh, dada bagian atas, bahu dan punggung bagian atas, merupakan tempat-tempat sering terbentuknya keloid. Setelah luka kecil sekalipun, bahkan bintil bekas gigitan serangga dapat mengalami keloid. Laki-laki dan perempuan sama kemungkinan terkenanya. 3,5
Tidak ada terapi efektif yang rutin digunakan semua keloid, tetapi ada berbagai metode penanganan meliputi injeksi steroid intralesi, koreksi operasi, krioterapi, terapi kompres dan iradiasi. 5,6
II. EPIDEMIOLOGI
Hanya manusia yang dapat terkena keloid. Meskipun keloid dapat terjadi pada semua golongan umur, tetapi terjadi pada usia 10-30 tahun dan jarang terjadi pada bayi baru lahir atau orang tua. Meskipun kedua jenis kelamin dapat terkena keloid, namun prevalensi perempuan lebih banyak yang datang berobat untuk keloidnya, terutama bila keloid ada di wajah serta tingginya frekwensi ini dihubungkan dengan tindik telinga. 1-4,7,8
Insiden keloid pada seluruh populasi diperkirakan 3%-16%. Semua ras dapat terkena, ditemukan lebih sering pada orang berkulit gelap dan individu bergolongan darah A lebih rentan terhadap terbentuknya keloid. Masyarakat Cina dan Polinesia lebih sering menderita keloid dari pada orang India dan Malaysia, tetapi insiden tertinggi dari semua ras adalah ras asli di Sahara, Afrika. Sehingga suku Afrika dianggap memiliki predisposisi terhadap terjadinya keloid. Latar belakangnya adalah fakta bahwa pada orang kulit hitam punya kecenderungan terjadi akumulasi kolagen lebih besar dibandingkan dengan kulit putih (ras kaukasoid). 1,2,4,7
III. ETIOLOGI
Penyebab pasti keloid masih belum diketahui pasti, ada yang menduga trauma dan proses peradangan pada dermis merupakan faktor terpenting dalam menimbulkan keloid. Keloid dapat timbul setelah trauma pada kulit antara lain : gigitan serangga, tato, paska vaksinasi, trauma tumpul, luka bakar, luka tusuk dan pembedahan. Bahkan kehamilan dapat menstimulasi perkembangan keloid. Penyakit inflamasi seperti folikulitis, infeksi varicella zooster dan herpes simpleks atau oklusi folikular pada hidradenitis supuratif, akne kistik dapat juga membentuk skar hipertrofi maupun keloid. Keloid biasanya terbentuk 2-4 minggu atau lebih dari 1 tahun setelah trauma.2,8
Insiden keloid berkurang apabila luka sejajar dengan relaxed skin tension line (RSTL). Keloid cenderung terjadi pada daerah tertentu pada tubuh seperti : bahu, dada bagian anterior, presternal, punggung lengan, rahang bawah, cuping telinga dan tungkai bawah. Reaksi benda asing didalam tubuh juga dilaporkan dapat menimbulkan keloid. Selain itu beberapa faktor yang dapat menimbulkan keloid adalah luka yang terinfeksi, anoksia pada luka dan pemanjangan fase inflamasi pada saat penyembuhan luka. Keloid atipik dapat ditemukan pada penderita yang didermabrasi atau laser argon untuk akne atau rosasea atau diberikan isotretritoin. 2,8,9
IV. PATOGENESIS
Patofisiologi keloid belum sepenuhnya diketahui. Banyak penelitian yang telah menguji patofisiologi keloid dari tingkat seluler. Berikut dijelaskan beberapa teori yang paling sering dianggap sebagai patogenesis keloid. 2
1. Aktifitas Fibroblast Abnormal
Fibroblast keloid menghasilkan kolagen yang sangat tinggi juga elastin, fibronektin, dan proteoglikan serta chondroitin 4 sulfat (C4S). Fibroblast keloid menghasilkan kolagen tipe I dan memiliki kapasitas untuk berproliferasi, 20 kali lebih besar dibandingkan dengan kulit normal. Pada keloid juga terjadi penurunan degradasi kolagen, hal ini disebabkan C4S yang meningkat membuat serat kolagen sukar didegradasi, selain itu ditemukan penurunan enzim collagenase inhibitor seperti α-antitrypsin α2-macroglobulin. 2,7-9
2. Reaksi Immune yang tidak normal
Beberapa teori mengatakan bahwa keloid dihasilkan oleh reaksi imun spesifik. Kadar immunoglobin (Ig) yang ditemukan meningkat pada keloid antara lain: IgA, IgG, IgM, dan IgC3. Diduga bahwa antigen memiliki peranan pada terbentuknya keloid. Kenaikan serum IgE yang menjadi mediator histamin oleh sel mast juga ditemukan pada orang dengan keloid. Histamin berhubungan dengan sintesis kolagen dengan menghambat lysil oksidase kolagen yang bertanggung jawab terhadap cross-linking kolagen, sehingga memberi kontribusi peningkatan jumlah kolagen pada keloid. Aktifitas metabolik sel mast juga berperan dan mendasari terjadinya rasa gatal yang sering bersama dengan penyakit ini. 2,7,8
3. Peningkatan produksi asam hyaluronat
Asam hyaluronat merupakan glikosaminoglikan yang terikat pada reseptor permukaan fibroblast dan memiliki peranan penting dalam mempertahankan sitokin yang terlokalisasi ke sel, salah satunya adalah TGF-β1. Produksi asam hyaluronat meningkat pada fibroblast keloid, dan kadarnya kembali normal setelah pengobatan dengan triamcinolone. Beberapa peneliti lain menentang hasil ini, dengan menemukan kadar asam hyaluronat yang lebih rendah dalam dermis koloidal jika dibandingkan dengan epidermis. Perubahan distribusi yang tidak normal ini, menunjukkan karakteristik fibrosis pada lesi. 2
4. Peningkatan kadar growth factor dan sitokin
Transforming growth factor-β (TGF-β) memiliki tiga sub-tipe yaitu: tipe 1, 2 dan 3. Tipe 1 dan 2 menstimulasi fibroblast, ditemukan meningkat pada skar hipertrofi dan keloid. Pada keloid, TGF-β terkait dengan peningkatan sintesis kolagen fibronektin oleh fibroblast. Peningkatan kadar TGF-β1 mempengaruhi matrik ekstraseluler dengan menstimulasi sintesis kolagen dan mencegah penguraiannya. TGF-β2 dapat mengaktifkan fibroblast pada keloid. Disamping itu insulin like growth factor-1 (IGF-1) ditemukan juga meningkat pada keloid, dimana fungsinya meregulasi, proliferasi, diferensiasi dan pertumbuhan sel. 2,7
Penelitian lain telah menunjukkan adanya kadar interleukin 6 (IL-6) yang meningkat pada fibroblast keloid. IL-6 diduga sebagai rekursor produksi fibroblast dari sunsum tulang ke sisi luka dan menstimulasi produksi kolagen yang berlebihan sedangkan IL-13 akan menghambat degradasi kolagen melalui penghambatan matriks metalloproteinase (MMP) MMP-1 dan MMP-3 sehingga terjadi penumpukan kolagen. Sehingga terjadi penumpukan kolagen. Sehingga sitokin ini juga bisa memiliki peranan dalam patogenesis keloid. 2
5. Pengaruh kadar melanin terhadap reaksi kolagen-kolagenase.
Melanin adalah suatu produk dari organel melanosum dalam melanosit yang bersifat asam. Kepadatan kolagen akan sesuai dengan parut normal bila sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Peranan pH sangat berpengaruh terhadap aktifitas enzim. Terganggunya enzim degradasi menyebabkan produksi kolagen hasil sintesis menjadi tidak terkontrol yang kemudian secara akumulasi akan terbentuk tumpukan kolagen yang padat dan bermanifestasi sebagai suatu kelainan keloid. Enzim yang berperan sebagai degradator adalah kolagenase, dapat bekerja maksimal pada pH 7,5. Hoopes dan Im menemukan fosfatase asam pada keloid dapat meningkat sampai 10 kali jaringan ikat normal. 10
Perdanakusuma dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa peningkatan kadar melanin akan menurunkan pH menjadi lebih asam. Penurunan pH akan menurunkan kemampuan enzim kolagenase mendegradasi kolagen yang berakibat terjadi akumulasi kolagen. Peningkatan kadar melanin berpengaruh terhadap terjadinya akumulasi kolagen melalui mekanisme penurunan pH menjadi lebih asam sehingga kemampuan enzim kolagenase mendegradasi kolagen menjadi menurun. Penelitian ini menjelaskan juga kejadian keloid pada orang kulit berwarna disebabkan karena keberadaan melanin yang lebih tinggi akan mengganggu keseimbangan sintesis dan degradasi kolagen pada penyembuhan luka. 10
Patofisiologi lainnya antara lain nutrisi gen P53, tingkat apoptosis yang rendah, peningkatan kadar plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1), hipoksia jaringan , peningkatan kadar nitrit oksida, peningkatan kadar melanocyte stimulatif hormone (MSH), peningkatan angiotensin converting enzyme (ACE), peningkatan Gli-1, protein onkogenik serta tegangan pada luka.2
V. GEJALA KLINIS
Lesi berupa papul, nodul, tumor dari kenyal sampai keras, tidak teratur, berbatas tegas, menebal, padat, berwarna coklat, merah muda dan merah. Lesi yang masih awal biasanya kenyal, permukaannya licin, kadang dikelilingi halo eritematosa dan mungkin juga terdapat teleangiektasis, lesi dapat disertai rasa gatal dan sakit. Gambaran selanjutnya dapat memanjang seperti cakar “claw” kadang-kadang dapat terjadi ulserasi serta bisa terbentuk sinus didalamnya. Sedangkan pada lesi yang lanjut biasanya sudah mengeras, hiperpigmentasi, dan asimptomatik. 4,7,11,2
Keloid berkembang selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah trauma. Keloid meluas diluar batas luka, tidak mengalami regresi secara spontan cenderung rekuren setelah eksisi. 8
Sebagian besar pasien memiliki satu atau dua keloid, akan tetapi ada beberapa yang multipel khususnya pasien dengan keloid spontan . Bila keloid berada di kulit persendian dapat membatasi pergerakan. 1
Lokasi yang paling sering pada orang kulit putih di wajah (terutama pipi dan cuping telinga), ekstremitas atas, dada, daerah presternal, leher, punggung, ekstremitas bawah dan payudara dan abdomen/perut. Sedangkan pada orang kulit hitam, sering di cuping telinga, wajah, laher, ekstrematis bawah, payudara,dada,punggung dan abdomen. Pada orang-orang Asia paling merah di cuping telinga, ekstremitas atas, leher, payudara dan dada. 1,2,13,15
VI. HISTOPATOLOGI
Histologi keloid yang menunjukkan serat-serat kolagen terhialinisasi tampak menebal dan tersusun melingkar, dibagian tengahnya lebih tebal.
Pada awalnya sudah dapat dilihat serat kolagen di jaringan granulasi atau bentuk nodul bertambah ukurannya dan akhirnya menipis. Selain dilapisan dermis itu juga terlihat adanya hialinisasi serat kolagen yang tersusun melingkar dan dibagian tengahnya terisi lebih tebal ini yang membedakannya dengan skar hipertrofi. Sel mast dan sel plasma tampak lebih banyak dan melepaskan histaminnya, hal ini yang menyebabkan keloid kadang terasa gatal. Sel mast mengalami degranulasi dan terletak tepat di miofibroblast. Serat kolagen biasanya tampak padat dan homogen.1,11-13
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya mudah ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, terutama bila ada riwayat trauma atau lesi inflamasi pada kulit. Kadang-kadang keloid spontan dapat muncul di daerah presternal atau dada bagian atas. Jika gambaran klinis meragukan dapat dilakukan biopsi untuk konfirmasi. 9
Gambaran klinik tampak adanya papul, nodul, tumor keras, tidak teratur, berbatas tegas, menebal, padat, berwarna kecoklatan, kemerahan, lesi yang masih awal biasanya kenyal permukaan licin seperti karet dan sering disertai rasa gatal. Kadang dapat dikelilingi halo eritematosa dan mungkin juga terdapat telangiektasis. Sedangkan pada lesi yang lanjut biasanya sudah mengeras, hiperpigmentasi dan asimptomatik. Bisa ditemukan dalam jumlah banyak dan berbagai ukuran. 4,7,11,12
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Secara klinis keloid harus dibedakan dengan :
Skar Hipertrofi
Skar hipertrofi merupakan diagnosis banding keloid yang secara klinis hampir sama. Skar hipertrofi lebih sering ditemukan, bentuknya linear mengikuti bentuk trauma dan popular atau nodular mengikuti lesi inflamasi dan ulserasi awal seperti pada akne kistika atau luka bakar. 5-7 Skar hipertrofi biasanya regresi dengan benjolannya, waktu dan terjadi setelah luka (biasanya paling cepat setelah 4 minggu), dapat mengenai semua umur. 6,7
Jumat, 15 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Skoliosis 1. Pengertian Skoliosis adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang akibat r...
-
PENDAHULUAN Susunan somatomotorik ialah susunan saraf yang mengurus hal yang berhubungan dengan gerakan otot-otot skeletal. Susunan itu terd...
-
Protrusi diskus intervertebralis atau biasa disebut hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan nukleus pul...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar